• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. LECTIO DIVINA DALAM PENGEMBANGAN

1. Dalam Pengembangan Spiritualitas Katekis

Sebagai pewarta Sabda Allah, tentu banyak sekali tugas dan pelayanan yang harus dijalankan oleh seorang katekis sesuai dengan identitasnya baik di tengah keluarga, Gereja dan juga Masyarakat. Kenyataan di atas menuntut totalitas pelayanan, yang mana tuntutan ini kadang-kadang membuat katekis kesulitan dalam membagi waktu dan perhatian antara tugas pewartaan dan tugas pribadi sebagai umat biasa. Hal tersebut merupakan tantangan bahkan hambatan bagi seorang katekis dalam menjalankan tugas pewartaan dan perutusan. Tidak jarang seorang katekis menjadi tidak bersemangat, motivasi menurun bahkan ada yang putus asa dalam melaksanakan tugasnya sebagai pewarta. Dalam situasi

seperti itu, seorang katekis membutuhkan sumber daya dan kekuatan, agar karya pewartaan dapat terlaksana dalam harapan, iman dan cinta kasih.

Sabda Allah dapat menggugah dan menumbuhkan semangat baru bagi katekis dalam menghadapi berbagai hambatan dan kesulitan serumit apapun. Dalam Dokumen Konsili Vatikan II, tentang wahyu Ilahi art.21 dikatakan bahwa:

Dalam kitab-kitab suci, Bapa yang ada di surga penuh cinta kasih menjumpai para putera-Nya, dan berwawancara dengan mereka dan karena demikian besarlah daya dan kekuatan sabda Allah, sehingga bagi Gereja merupakan tumpuan serta kekuatan iman, santapan jiwa, sumber jernih dan kekal hidup rohani. Oleh karena itu bagi Kitab Suci berlakulah secara istimewa kata-kata: ”Memang sabda Allah penuh kehidupan dan kekuatan ”(Ibr 4:12).

Lectio atau pembacaan Kitab Suci membantu menemukan nilai hakiki dari

Sabda itu yaitu: kebenaran dan kehidupan. Lectio apabila dijadikan saat

perjumpaan dengan satu-satunya sahabat yang dapat diandalkan manusia maka akan tumbuh niat untuk belajar mencintai Allah yang bersabda melalui teksNya (Stefan Leks,1997: 11).

Seorang katekis yang memiliki kesadaran di atas tidak hanya berhenti pada pembacaan saja, melainkan semakin memiliki iman dan kerinduan untuk menerima hikmat Allah, yaitu menyimpan sabda Allah itu dalam hatinya dan merenungkannya berulang-ulang dengan penuh cinta, iman dan kerinduan sampai Sabda itu menjadi miliknya. Maka bisa dikatakan bahwa orang sudah sampai pada meditasi dimana orang tergerak mencari kebenaran yang dilahirkan oleh cinta dan kerinduan yang hendak mengalami kebenaran dan mencintainya (Ndolu,2006: 32).

Meditasi memungkinkan orang untuk menerapkan seluruh rahasia dan kebenaran firman Allah pada diri sendiri, karena dalam meditasi orang menyelidiki diri sendiri di bawah terang sabda Allah, dan merenungkan Sabda itu penuh hikmat, begitu dinikmati dan menjadi bagian dirinya (Pareira,1992: 16). Seorang katekis yang merenungkan Sabda penuh hikmat akan mengalami perasaan penuh harapan, energi dan sukacita secara luar biasa yang muncul karena ia telah menemukan maksud Allah yang menjadikannya pribadi istimewa. Allah lah yang berbicara dan memberikan karunia Roh yang berlimpah sehingga hidupnya sungguh menampilkan manusia Allah yaitu manusia yang senantiasa berpikir, berbicara dan bertindak menurut kehendak Allah. Katekis tidak perlu lagi merasa takut bila dalam penghayatan hidupnya banyak kesulitan yang kiranya melumpuhkan semangat dan harapannya karena Allah telah menganugerahkan Roh kudus untuk senantiasa menyertai umat-Nya yang percaya kepada-Nya.

Pada perjamuan malam terakhir, Yesus juga berkata kepada para muridNya ”Roh kebenaran akan Ku-utus kepadamu, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran”(Yoh 16: 13). Perkataan Yesus ini tidak mudah, hanya orang yang tekun dan setia merenungkan sabdaNya memahami hal ini. Untuk memahami itu dibutuhkan latihan terus-menerus lewat doa dan refleksi. Merenungkan Sabda Tuhan perlu disertai doa bahkan harus menjadi doa itu sendiri, karena hanya dengan doa orang menyadari peran serta Roh Kudus yaitu Roh kebenaran seperti yang dijanjikan-Nya. St.Paulus menasihatkan;

“Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita“ (Kol 3:16-17).

Itu berarti bahwa kalau seorang katekis menyimpan firman Allah itu dalam hatinya yang baik dengan selalu mengingatnya katekis akan hidup secara bijak, tahu berdoa dan tahu menghayati hidup dalam relasinya dengan kristus dan sesama. Tahu berdoa berarti tahu mempersatukan hati dengan Allah dalam suatu percakapan antarsahabat. Pada saat ini, orang berseru kepada Tuhan dengan

segenap hati dan dalam segala ketidakmampuan. Oratio adalah saat memohon

kepada Tuhan apa saja yang sesuai dengan gerak batin. Orang mengungkapkan rasa kagum dan rasa terima kasih atas Firman yang telah diterima dan membiarkan diri dipimpin-Nya. Jiwa seorang katekis di sini akan belajar bicara kepada Allah dan senantiasa mengarahkan hati dan batin terus menerus kepada Bapa, Putera dan Roh Kudus. Fr. Herwanto, SJ dalam kursus Kitab Suci di Kota Baru memberi beberapa catatan tentang manfaat Lectio Divina yang dapat diperoleh bagi seorang katekis apabila setia merenungkan Sabda Tuhan yaitu:

a) Kitab Suci akan memperkayanya dengan makna-makna hidup dan

insprasi-inspirasi kristiani yang memantapkan dalam menanggapi tantangan-tantangan hidup yang sedang dihadapi. Meski kehidupan sehari-hari terasa berat, kejam dan serba membingungkan, seorang katekis tidak akan goyah, justru karena kepercayaan kepada Kristus sudah tangguh (Ibr 12: 2).

b) Kitab Suci menyadarkan bahwa hidup ini diwarnai banyak tantangan. Sebagai orang kristiani harus berani menghadapi penderitaan karena iman dan harus mau memanggul salib karena itulah konsekuensi panggilan.

c) Kebiasaan membaca Kiab Suci akan menumbuhkan kekaguman akan

kekuatan yang sungguh agung. Manusia adalah makhluk yang lemah, maka ia memohon kekuatan dari Allah sumber kekuatan sejati.

d) Kitab Suci memberi pelajaran hidup yang mengarahkan kepada hidup yang

benar dan menuju kekudusan. Orang akan semakin menyadari bahwa semua yang dialami adalah kehendak Allah. Untuk itu perlu memahami kehendak Allah dan hidup dalam kasih-Nya.

e) Pesan-pesan Kitab Suci yang disampaikan tidak secara harafiah menjadi

saran untuk menyadari maksud Allah bagi hidup manusia. Hal ini mengajak seorang katekis untuk melihat segala sesuatu sesuai dengan pikiran Allah. Dengan begitu orang akan lebih mudah menerima keadaan dan mensyukuri rahmat dan karunia Allah dengan hati yang gembira.

f) Kitab Suci menuntun orang untuk mengamalkannya dalam hidup sehari-hari. Penghayatan terhadap Kitab Suci akan lebih berarti jika diwujudkan dalam hidup nyata, karena iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati. “Hendaklah kamu menjadi pelaku Firman, bukan hanya pendengar saja“ (Yak 1: 22).

g) Dengan setia merenungkan Kitab Suci, orang akan semakin terbantu dalam

h) Kitab Suci mengajarkan akan keteladanan Yesus, pribadi yang mengagumkan itu. Jika mengenal Yesus sebagai pribadi yang senang melayani, seorang katekis pun dituntut untuk melakukan pelayanan kepada sesama.

i) Pada akhirnya membaca Kitab Suci berarti menyediakan waktu untuk

berwawan hati dengan Allah dalam sabda-Nya. Pengalaman perjumpaan dengan Allah itulah yang akan mengantar orang dalam hidup dan kesaksian (Herwanta, 2007:23).

Dokumen terkait