• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUDIDAYA IKAN DI DESA SIOGUNG-OGUNG TAHUN 1990-2000

3.4 Dampak Budi Daya Ikan

3.4.1 Positif

Pembudidayaan ikan yang menjadi mata pencaharian utama masyarakat Desa Siogung-Ogung berdampak positif terhadap keadaan kehidupan perekonomian masyarakat. Pendapatan salah satu tolak ukur untuk menentukan kesejahteraan masyarakat pembudidaya ikan air tawar di Desa Siogung-Ogung. Selain itu, pendapatan hasil setiap panen menggambarkan apakah dapat dikategorikan sebagai masyarakat yang sejahtera. Ikan yang dibudidayakan masyarakat dapat dipanen masyarakat setelah umur 4-5 bulan. Pembudidaya ikan dapat panen setiap tahunnya rata-rata 2 ( dua ) kali dalam setahun tergantung pada jenis ikan.

Setiap hari ikan yang keluar dari Desa Siogung –Ogung lebih kurang 1000 kg dari keramba yang terdiri dari ikan mas, ikan mujair,dan ikan lele. Hasil panen tergantung dari jumlah keramba yang dimiliki para peternak ikan. Pemasaran ikan merupakan kegiatan menjual hasil dari produksi ikan kepada konsumen, dimana dalam pemasaran ada dari produsen langsung kepada konsumen atau sebagian pemasaran melalui distributor. Masyarakat Desa Siogung-Ogung biasanya memasarkan hasil panen kepada para toke baik lokal maupun yang datang dari luar. Namun, ada juga masyarakat yang menjual hasil panen langsung kepada pasar. Hal ini disebabkan harga yang ditawarkan para tengkulak atau toke berbeda dengan harga yang akan diperoleh apabila langsung dipasarkan langsung kepasar. Jika masyarakat menjual hasil panen ke toke/tengkulak maka harga ikan mas perkilo hanya dihargai

Rp.18.000 sampai Rp.20.000, namun apabila masyarakat langsung menjual ke konsumen di pasar maka dapa di jual Rp.24.000 sampai Rp.25.000 per kilo. Sedangkan ikan Nila para toke hanya dihargai paling tinggi Rp.15.000 per kilo,namun apabila dijual langsung kepada konsumen maka di jual Rp.20.000 sampai Rp.22.000. Ikan Sibahut biasanya dijual masyarakat langsung ke konsumen ke pasar dengan harga Rp.13.000 perkilo.

Dalam skala besar masyarakat menjual hasil panen kepada toke untuk dipasarkan ke daerah lain. Masyarakat yang memasarkan sendiri hasil panen apabila hasil panen tidak terlalu besar. Jika dilihat dari daerah pemasaran ikan-ikan hasil panen, Desa Siogung-Ogung memasarkan hasil panen ikan ke Kecamatan Sumbul, Kabupaten Karo, Kecamatan Pangururan, dan Kota Medan. Kualitas ikan yang dihasilkan para pemilik keramba di Desa Siogung-Ogung memiliki kualitas ikan yang baik. Hal ini dapat dilihat dari ukuran ikan yang dihasilkan saat panen. Kualitas ikan yang dihasilkan Desa Siogung-Ogung tidak kalah dengan kualitas ikan yang berasal dari Kecamatan Haranggaol yang dikenal salah satu pemasok ikan terbesar di Sumatera Utara.

Menurut pengakuan masyarakat Desa Siogung-Ogung, dari segi pendapatan, maka mereka lebih diuntungkan setelah menjadi pembudidaya ikan di Danau Toba. Keramba ikan yang dikembangkan telah mampu memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat yang sebelumnya dapat dikatakan masih miskin. Apabila panen berhasil dan permintaan serta harga yang tinggi dipasaran maka, kesempatan tersebut dimanfaatkan untuk memperoleh keuntungan yang tinggi.

Untuk mengetahui hasil panen masyarakat Desa Siogung-Ogung maka dapat dilihat dari tabel berikut ini.

Tabel 7: Hasil Panen Ikan Mas Responden

Jenis Ikan Jumlah Petak Hasil Kg Rp Ikan Mas Ikan Mujair Ikan Sibahut 1 1 1 1000 kg 1000 kg 1500 kg 20.000.000 15.000.000 19.500.000

Sumber: Hasil Wawancara Dengan Responden, Tanggal 24 April 2011

Dari tabel di atas dapat diketahui hasil panen ikan mas setiap panen paling sedikit 1000 kg dengan jumlah keramba 1 ( satu ) petak. Bila di bawah 1000 kg, masyarakat merasa bahwa mereka mengalami kegagalan dalam usaha ini. Hal ini disebabkan hasil dari penjualan masih dikurangi dengan pengeluaran-pengeluaran yang ada selama pemeliharaan ikan dalam keramba misalnya biaya pakan yang digunakan. Menurut pembudidaya ikan di Desa Siogung-Ogung, setelah dikurangi biaya pemeliharaan termasuk uang pakan, pendapatan masyarakat setiap panennya dapat berkisarRp.15.000.000, dari ikan mas, ditambah keuntungan dari jenis ikan mujair dan ikan lele.36

36

Hasil wawancara dengan Bapak Sidabalok, Kepala Desa Siogung-Ogung, Tanggal 24 April 2011

Masyarakat Desa Siogung-Ogung dapat melakukan panen ikan minimal 2 ( dua ) kali dalam setahun. Pendapatan yang dihasilkan masyarakat setiap panennya secara langsung dapat memperbaiki kehidupan perekonomian kearah yang lebih baik. Kehidupan masyarakat Desa Siogung-Ogung jauh lebih sejahtera setelah menjadi pembudidaya ikan dengan hasil yang memuaskan. Majunya kehidupan ekonomi di Desa Siogung-Ogung dapat dilihat dari kemampuan masyarakat untuk membeli kendaraan, dan bentuk-bentuk rumah yang rata-rata sudah permanen.

Pendidikan merupakan salah satu sarana atau usaha untuk mengetahui, mengerti seluk beluk kehidupan. Pendidikan sangat berperan vital berfungsi mengubah dan mengembangkan pengetahuan serta menyebarluaskan kepada lingkungan yang lebih luas. Kehidupan ekonomi yang meningkat akan menunjang kemajuan pendidikan masyarakat. Pendidikan sangat penting yang mampu untuk merubah kehidupan dan pandangan setiap individu. Demikian halnya dengan Desa Siogung-Ogung, mata pencaharian sebagai peternak ikan di Danau Toba secara cepat membawa kehidupan ekonomi masyarakat yang mengalami kemorosotan menuju kearah yang lebih baik.

Ekonomi masyarakat yang semakin meningkat dapat dilihat dari kemajuan pendidikan para anak-anak pembudidaya ikan. Pendidikan anak yang sudah tinggi diakibatkan oleh keadaan sosial ekonomi masyarakat yang menjadi peternak ikan sudah bertaraf sejahtera. Sebelum masyarakat mengenal lahan mata pencaharian sebagai pembudidaya ikan, rata-rata masyarakat yang ada Di Desa Siogung-Ogung hanya mampu untuk sekolah sampai tingkat menengah pertama. Berbanding terbalik dengan keadaan masyarakat Desa Siogung-Ogung setelah mengenal pembudidayaan

ikan yang mampu mengecap dunia pendidikan sampai perguruan tinggi.

Kehidupan ekonomi yang semakin membaik, menunjukkan masyarakat Desa Siogung-Ogung tidak mengalami kesulitan untuk menyekolahkan anak-anak mereka sampai perguruan tinggi. Berdasarkan pengelompokan tingkat pendidikan dibagi tiga yaitu tinggi, menengah atas, menengah pertama, dan sekolah dasar. Ketiga kelompok ini, rata-rata sudah dapat dicapai anak-anak pembudidaya ikan di Desa Siogung-Ogung. Hasil penelitian dilapangan, sampai Tahun 2000, tidak ada lagi ditemukan anak-anak di Desa Siogung-Ogung yang buta huruf. Minimal pendidikan anak-anak di Desa Siogung-Ogung menurut Kepala Desa, adalah tingkat menengah atas.

Sekalipun untuk bisa mengecap sampai Tingkat Menengah Atas, anak-anak harus melanjutkan sekolah di Kecamatan Pangururan. Biaya yang cukup besar tidak menjadi masalah bagi masyarakat Desa Siogung-Ogung, dengan melanjutkan sekolah keluar dari Desa Siogung-Ogung. Walaupun kehidupan perekonomian masyarakat sudah meningkat, namun sampai Tahun 2000, di Desa Siogung-Ogung belum ada dibangun pemerintah Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas, yang ada hanya sekolah dasar negeri. Salah satu alasan dari Kepala Desa Siogung-Ogung adalah karena masih berbentuk Desa dan belum adanya realisasi dari pemerintah setempat.

Namun, hal ini tidak menyurutkan anak-anak dari Desa Siogung-Ogung untuk melanjutkan sekolah sekalipun harus keluar dari Desa Siogung-Ogung. Kehidupan ekonomi yang semakin membaik adalah salah satu faktor kemampuan masyarakat untuk menyekolahkan anak keluar dari Desa Siogung-Ogung. Kekhawatiran masyarakat terhadap ketidakmampuan dalam membiayai biaya sekolah

secara cepat berkurang. Berikut ini jumlah anak-anak yang sekolah di Desa Siogung-Ogung.

Tabel 8: Jumlah Anak Sekolah di Desa Siogung-Ogung

Tahun Jumlah Anak Bersekolah

1998 229

1999 259

2000 300

Sumber: Kepala Desa Siogung-Ogung, Tahun 1998.

Jumlah anak yang mengecap dunia pendidikan berdasarkan kelompok tingkat pendidikan tidak ada, karena data tidak adanya data inventaris yang lengkap. Namun, berdasarkan hasil penelitian dilapangan, jumlah data anak yang bersekolah di atas sudah digabungkan kedalam ke tiga tingkat pendidikan. Mulai Tahun 1990 sampai Tahun 2000 berdasarkan wawancara dilapangan tidak ditemukan lagi anak-anak di Desa Siogung-Ogung yang tidak sekolah walaupun hanya tingkat Sekolah Menengah Atas. Dalam istilah Batak Toba “ Anakkon Hi Do Hamoraan”, adalah pepatah yang selalu dijunjung tinggi. Batak Toba, pada umumnya akan menyekolahkan anak-anak mereka sampai daya sanggup orang tua.

Pada saat kehidupan perekonomian yang sangat rendah, masyarakat Desa Siogung-Ogung berusaha untuk menyekolahkan anak walaupun hanya sebatas Sekolah Dasar Negeri. Kehidupan perekonomian semakin membaik setelah petani di Desa Siogung-Ogung mau melakukan perubahan menuju kearah yang lebih baik.

Usaha budidaya ikan mengubah kehidupan perekonomian masyarakat. Sejalan dengan kemajuan zaman, masyarakat di Desa Siogung-Ogung menyadari bahwa pendidikan adalah salah satu jalan untuk dapat mengubah kehidupan mereka. Minat yang dimiliki para orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya sampai Perguruan Tinggi semakin meningkat setelah keadaan ekonomi yang semakin baik. Puncak keberhasilan usaha budidaya ikan yang dijadikan masyarakat sebagai mata pencaharian masyarakat sangat kelihatan menjelang Tahun 2000.

Rata- rata anak-anak dari Desa Siogung-Ogung sudah melanjut di Perguruan Tinggi di Kota Medan. Selain itu, untuk melanjutkan Sekolah Menengah Atas tidak lagi hanya di Pangururan, tetapi para orang tua sudah mampu menyekolahkan sampai ke Medan, Siantar, dan Kabanjahe. Salah satu tujuan utama supaya nasib mereka tidak sama lagi dengan nasib para orang tua. Keberhasilan dan kemampuan para orang tua untuk menyekolahkan anak diluar Desa Siogung-Ogung sebenarnya menimbulkan kekhawatiran. Di mana anak-anak yang sudah sekolah dan merantau ke kota tidak mau lagi kembali ke desa asal mereka, dan memilih tinggal di kota. Keberhasilan ini adalah akibat yang besar ditimbulkan peralihan masyarakat di Desa Siogung-Ogung dari petani menjadi pembudidaya ikan di Danau Toba.

3.4.2 Negatif

Perubahan mata pencaharian yang dilakukan masyarakat menuju kearah yang lebih baik tidak selamanya membawa dampak yang positif. Perubahan mata pencaharian tidak jarang membawa dampak yang negatif baik kepada masyarakat maupun terhadap lingkungan. Budi daya ikan dengan sistem keramba, yang dijadikan masyarakat Desa Siogung-Ogung menjadi mata pencaharian memang membawa dampak yang positf terhadap kehidupan perekonomian masyarakat. Namun, dibalik dampak positif tersebut ternyata membawa dampak negatif terhadap lingkungan yaitu keindahan Danau Toba. Danau Toba adalah salah satu danau terbesar di Indonesia yang memiliki pemandangan yang indah.

Keindahan Danau Toba tidak hanya terkenal sebatas Sumatera Utara, tetapi sampai ke luar negeri. Sebelum Danau Toba terkenal dengan Keramba Jaring Apung (KJA), danau ini terkenal dengan pesona keindahan. Danau Toba adalah salah satu objek wisata yang paling dituju oleh para wisatawan. Wisatawan domestik dan wisatawan luar banyak yang berkunjung ke Danau Toba, yang secara langsung memberikan manfaat kepada masyarakat yang ada di sekitar Danau Toba. Namun, keindahan danau Toba tidak berlangsung lama menjadi tujuan objek wisata oleh para wisatawan. Keindahan dan panorama Danau Toba dapat menjadi sumber pendapatan masyarakat yang berlangsung lama. Sejak masyarakat yang berada dipinggir-pinggir Danau Toba mengenal pembudidayaan ikan dengan sistem Keramba Jaring Apung keindahan Danau Toba mulai tercemar.

Siogung-Ogung, tahun 1990 lambat laun sudah mencemari air dan keindahan Danau Toba. Puncaknya Tahun 2000, di mana rata-rata desa yang terletak di pinggir-pinggir Danau Toba berlomba-lomba untuk membuat keramba jaring apung. Tahun, 2000 Desa Siogung-Ogung terkenal dengan desa pemilik keramba dan pemasok ikan di Samosir. Pinggir-pinggir Danau Toba yang ada di Desa Siogung-Ogung hampir seluruhnya ditutupi oleh keramba jaring apung. Ada satu julukan untuk Desa Siogung-Ogung oleh masyarakat lainnya yaitu” Malam hari Bagaikan Kota, Siang Hari Desa Gersang”. Istilah ini menunjukkan malam hari Desa Siogung-Ogung diterangi lampu-lampu yang berasal dari keramba-keramba, tetapi setelah pagi menjelang siang yang ada hanya lah pondok-pondok keramba.

Sebelum Danau Toba dipenuhi oleh keramba jaring apung, masyarakat menggunakan air Danau Toba kebutuhan air minum. Namun, setelah danau ini tercemar dari kotoran-kotoran ikan dan sisa pellet ada kekhawatiran sendiri masyarakat dalam menggunakan air Danau Toba sebagai air minum. Walaupun, ada kekhawatiran, masyarakat Desa Siogung-Ogung dan desa-desa lainnya tetap menggunakan air Danau Toba untuk kebutuhan sehari-hari. Tercemarnya Danau Toba, secar drastis mengurangi para wisatawan untuk berkunjung ke Danau Toba dari tahun ke tahun. Sisa pakan ikan dan kotoran yang setiap harinya mengendap selalu mencemari kebersihan dan keindahan Danau Toba.

Akibat air Danau Toba yang dari tahun ke tahun mengalami pencemaran, maka tidak jarang saat mandi Di Danau Toba menimbulkan gatal-gatal. Berikut ini hasil wawancara dengan Dinas Pertanian Bidang Perikanan Kecamatan Pangururan mengatakan:

“ Usaha peternakan ikan yang dilakukan masyarakat di Danau Toba adalah usaha yang illegal. Akibat keramba-keramba yang dibuat masyarakat, maka dapat kita lihat bagaimana keadaan Danau Toba ini sekarang. Dulu, karena bersihnya Danau Toba maka kita dapat langsung minum tanpa dimasak, tetapi sekarang untuk mandi pun kita takut gatal-gatal. Setiap harinya berton-ton sisa pakan ikan yang mencemari air Danau Toba. Jumlah wisatawan pun dari tahun- ketahun semakin berkurang, karena keindahan Danau yang sudah berkurang. Namun, kami tidak dapat melarang masyarakat untuk tidak membuat keramba lagi.”37

Keindahan dan pesona Danau Toba, merupakan salah satu pendapatan daerah yang harus dipertahankan. Banyaknya para wisatawan yang berkunjung, secara tidak langsung dapat menambah lapangan pekerjaan. Namun, hal tersebut berbanding terbalik dengan keadaan Danau Toba, yang dari tahun ke tahun semakin gersang dan tak diurus. Masyarakat khususnya pemilik keramba seakan tidak pernah memikirkan dampak apa yang akan terjadi. Mampu bertahan hidup dan memperoleh keuntungan yang besar, adalah prinsip masyarakat. Istilah dalam suku Batak Toba mengatakan “ Ias Mual hu, Ias Ma Rohak Ku” seakan tidak lagi ditanamkan oleh masyarakat.38

37

Hasil wawancara dengan Bapak Simbolon, salah satu pegawai Dinas pertanian bidang perikanan Kecamatan Pangururan,Tanggal 25 April 2011.

38

Ias Mual Hu, Ias Ma Rohakku, adalah Istilah dalam masyarakat Batak Toba yang artinya kalau bersih air yang ada di sekitar kita menandakan hati kita juga bersih.

Kesadaran masyarakat akan mempertahankan keindahan Danau Toba seperti dulu sebelum adanya keramba-keramba dapat dikatakan tidak ada lagi. Danau Toba,

adalah lahan mata pencaharian yang paling menguntungkan kehidupan masyarakat yang ada disekitarnya.

BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan di atas maka dapat disimpulkan bahwa, sebelum Tahun 1990 mata pencaharian utama masyarakat Desa Siogung-Ogung adalah sebagai petani bawang dan padi. Mata pencaharian sebagai petani sudah turun – temurun dari nenek moyang yang dipertahankan masyarakat Desa Siogung-Ogung. Tingkat perekonomian yang rendah menyebabkan tingkat kemampuan untuk mengecap pendidikan sangat rendah. Masuknya tanaman bawang Tahun 1970 menggeser keberadaan tanaman padi yang awalnya tanaman pokok masyarakat. Secara lambat laun tanaman bawang mengubah kehidupan ekonomi masyarakat walaupun belum secara keseluruhan. Hal ini karena permintaan dan harga yang tinggi terhadap tanaman bawang di pasar. Keberadaan tanaman bawang dan tanaman bawang di Desa Siogung-Ogung tidak dapat dipertahankan masyarakat untuk jangka waktu yang lama. Hasil panen padi dan tanaman bawang dari tahun ke tahun mengalami penurunan yang sangat drastis, yang disebabkan oleh beberapa faktor alam. Selama 15 tahun tanaman bawang mendapat tempat dihati masyarakat

Desa Siogung-Ogung.

Sejak Tahun 1990-2000 tanaman bawang dan padi menjadi tanaman sampingan masyarakat dan mata pencaharian utama adalah budi daya ikan. Jumlah pemilik keramba dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang tinggi di Desa

Siogung-Ogung. Masyarakat Desa Siogung-Ogung tertarik dengan usaha pembudidayaan ikan dengan sistem keramba karena sistem kerja pemeliharaan yang tidak sulit. Permintaan dan harga yang tinggi dipasaran salah satu daya tarik bagi masyarakat. Jenis ikan yang dibesarkan masyarakat dengan cara budi daya adalah ikan mas, ikan mujair, ikan sibahut. Ketiga jenis ikan ini dipilih masyarakat karena sesuai dengan kondisi air Danau Toba, dan juga jenis ikan ini mudah dikembangkan dan mendapat permintaan yang tinggi dari pasaran.

Desa Siogung-Ogung adalah satu desa di Kecamatan Pangururan yang terkenal sebagai pemilik keramba terbanyak dan pemasok ikan utama setiap minggunya. Usaha budidaya ikan yang dilakukan masyarakat sebagai mata pencaharian adalah usaha illegal karena tidak ada izin dari pihak pemerintah. Akibat keuntungan yang sangat menggiurkan setiap panen, maka tidak jarang sudah ada masyarakat Desa Siogung-Ogung yang sudah tidak lagi bercocok tanam, tetapi memfokuskan pada budi daya ikan. Puncaknya Tahun 2000, rata-rata rumah tangga yang ada di Desa Siogung-Ogung sudah memiliki keramba jaring apung.

Dampak positif dari budi daya ikan adalah dalam bidang pendidikan dan tingkat perekonomian masyarakat yang semakin maju dan baik. Tujuan utama masyarakat Desa Siogung-Ogung adalah memperbaiki kehidupan ekonomi ke arah yang lebih baik. Disamping keuntungan yang besar diperoleh masyarakat Desa Siogung-Ogung, usaha budi daya ikan di Danau Toba membawa dampak yang negatif. Dampak negatif usaha budi daya ini adalah tercemarnya air Danau Toba akibat sisa pakan ikan yang mengendap berton-ton setiap harinya. Selain itu, keramba-keramba ikan yang menutupi permukaan air Danau Toba telah merusak

keindahan pemandangan Danau Toba. Hal ini tidak pernah dihiraukan oleh masyarakat yang memiliki keramba jaring apung. Memperbaiki kehidupan perekonomian kea rah yang lebih baik dan memperoleh keuntungan yang besar adalah tujuan utama masyarakat.

5.2 Saran

Adapun saran penulis setelah melakukan penelitian di lapangan adalah:

a. Keuntungan yang besar merupakan salah satu tujuan utama para pembudidaya ikan di Danau Toba, tetapi ada baiknya para pemilik keramba jaring apung memperhatikan dampak negatif dari pembuatan keramba-keramba di Danau Toba. Masyarakat jangan hanya mementingkan keuntungan yang besar, tetapi harus melihat masa depan kondisi Danau Toba yang dari tahun ke tahun semakin memprihatinkan. Keindahan Danau Toba adalah sumber pendapatan yang dapat berlangsung lama.

b. Pemerintah setempat sebaiknya memberikan pengetahuan kepada masyarakat yang mendirikan keramba-keramba ikan di Danau Toba tentang dampak dari usaha budi daya ikan dengan sistem keramba.

c. Pemerintah daerah setempat hendaknya memberikan perhatian secara khusus dan mau bekerja sama dengan para pembudidaya ikan serta mencari cara mengatasi pencemaran Danau Toba akibat pemakaian pupuk kimia.

Dokumen terkait