• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PENETAPAN KAWASAN TANPA ROKOK

B. Dampak Kawasan Tanpa Rokok Di Indonesia

Paparan asap rokok kepada orang bukan perokok sama bahayanya dengan yang menimpa perokok itu sendiri. Karena itu sangat penting setiap wilayah dan daerah memiliki kawasan bebas asap rokok untuk melindung hak bukan perokok tak menghisap udara yang mengandung nikotin.30

Menindaklanjuti Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 tentang kawasan tanpa rokok (KTR) Pemerintah Kota Medan membuat Perda Nomor 3 Tahun 2014 menetapkan kawasan tanpa rokok antara lain hotel, restoran, kawasan wisata, tempat ibadah, fasilitas layanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, angkutan umum termasuk angkutan wisata. Kemudian

perkantoran pemerintah baik sipil maupun TNI/Polri, pasar modern, pasar tradisional, tempat hiburan, terminal, dan bandara.31

Setiap pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada tempat proses belajar mengajar wajib memberikan teguran, peringatan dan/atau Terbentuknya perda kawasan tanpa rokok (KTR) di Kota Medan sangatlah disambut baik. Ini adalah momentum yang baik untuk melangkah lebih lanjut mewujudkan KTR di tempat-tempat lainnya. Semua orang harus terlindung dari paparan asap rokok. Kebijakan yang efektif dengan membentuk kawasan 100% bebas asap rokok karena pembuatan ruangan khusus merokok kurang efektif. Perda tersebut dibuat untuk melindungi para perokok dan bukan perokok dari dampak zat adiftif rokok. Larangan merokok di tempat kerja justru bermanfaat pada perokok dan non perokok. Pertama, dapat mengurangi paparan asap rokok pada non perokok. Kedua, mengurangi konsumsi rokok pada para perokok. Ketiga, menghemat uang untuk pembelian rokok sehingga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lainnya. Keempat, dapat menghemat biaya untuk kebersihan, mengurangi risiko kebakaran, absensi kerja.

Setiap pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada tempat proses belajar mengajar wajib melarang setiap peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, tenaga non kependidikan atau setiap orang yang berada di area tempat proses belajar mengajar yang menjadi tanggung jawabnya untuk tidak melakukan kegiatan merokok, mempromosikan, mengiklankan, menjual, dan/atau membeli rokok.

31

(diakses tanggal 6 Juni 2016)

mengambil tindakan kepada setiap peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, tenaga non pendidikan atau setiap orang yang berada di area tempat proses belajar mengajar yang menjadi tanggung jawabnya apabila terbukti melakukan kegiatan merokok, mempromosikan, mengiklankan, menjual, dan/atau membeli rokok.

Tindakan yang dapat dilakukan oleh pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada tempat proses belajar mengajar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain: 32

1. memberikan teguran untuk mematuhi larangan;

2. apabila teguran sebagaimana dimaksud dalam huruf a tidak dihiraukan, maka kepada pelanggar diperintahkan untuk meninggalkan KTR pada tempat proses belajar mengajar;

3. memberikan sanksi administratif kepada setiap peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, dan tenaga non kependidikan sesuai dengan kebijakan dan/atau peraturan yang berlaku pada tempat proses belajar mengajar; atau 4. melaporkan kepada aparat yang berwenang.

Setiap pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada tempat proses belajar mengajar wajib membuat serta memasang pengumuman dan tanda larangan merokok pada tempat dan/atau lokasi yang menjadi tanggung jawabnya.

Salah satu perilaku yang semakin hari semakin berdampak negatif bagi lingkungan adalah merokok. Merokok merupakan sebuah perilaku yang tidak sehat, selain berbahaya bagi diri sendiri terlebih lagi pada orang lain yang memiliki hak untuk menghirup udara yang bersih dan terhindar dari segala bahan

cemaran yang dikeluarkan oleh asap rokok orang lain.Dengan arti kata setiap orang berhak mendapatkan hak untuk sehat dalam kehidupan.

Merokok di tempat umum, yang disini bermakna sebagai tempat atau sarana yang diselenggarakan oleh pemerintah, swasta atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan bagi masyarakat adalah melanggar hak orang lain untuk menikmati udara bersih dan menyebabkan gangguan kesehatan pada orang yang tidak merokok.

Dalam membicarakan setiap masalah, misalnya mengenai masalah kesehatan, tidak akan pernah lepas dari berbagai sistem hukum, yang dalam struktur hukumnya berarti menyangkut tentang aparat atau kelembagaan yang bertanggungjawab atas terlaksananya berbagai kebijakan tentang kesehatan, dalam substansi hukumnya berarti membicarakan tentang keberadaan aturan hukum formil dan perundang-undangan yang mengatur tentang kebijakan tersebut, dan dalam budaya hukumnya berarti bagaimana masyarakat memandang dan menjalani peraturan yang telah ada tersebut. Jadi ketiga hal tersebut yang menjadi kerangka dan mendasari terlaksananya berbagai sistem dalam tatanan berbangsa dan bermasyarakat, dalam berbagai masalah dan rutinitas, termasuk pula pada berbagai hal yang menyangkut pada masalah kesehatan.33

Dalam UUD 1945 hal tentang kesehatan diatur dalam Pasal 34 ayat (3) yaitu Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak serta Pasal 28H ayat (1) yaitu Setiap orang

32

Tyan Puspita Dewi, Penerapan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Berdasarkan Hukum Administrasi Negara (Studi Di Kota Medan), 2015, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan

berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Namun dalam pelaksanaannya larangan merokok ditempat umum belumlah memberikan pengaruh yang besar kepada perokok yang masih senantiasa melakukan aktivitas merokok ditempat umum atau tempat-tempat yang menurut aturan dilarang merokok, ini terjadi karna berbagai faktor antara lain kurangnya sosialisasi dari pemerintah terhadap aturan larangan merokok ditempat umum, sehingga pemerintah seolah-olah setengah hati dalam penerapan aturan tersebut.

Selanjutnya kurangnya kesadaran dari masyarakat untuk untuk tidak merokok ditempat umum atau kawasan tanpa rokok, ini disebabkan kebanyakan perokok tidak mempedulikan resiko yang ditimbulkan oleh rokok, mereka menganggap bahwa merokok hanya merupakan suatu kebiasaan sesaat untuk memperoleh kesenangan, ketenangan, bahkan meningkatkan kreativitas. Perokok juga beranggapan bahwa merokok dapat dihentikan dengan segera sewaktu-waktu kapanpun mereka ingin, meski dalam kenyataannya, ketergantungan terhadap kandungan nikotin yang terdapat dalam sebatang rokok teramat sulit untuk dipulihkan. 34

Hal ini semakin diperburuk oleh perilaku aparat yang belum bisa menjadikan dirinya sebagai contoh, seperti misalnya pada Pemerintah Propinsi DKI Jakarta yang sejak diberlakukannya kawasan dilarang merokok di tujuh

33

(diakses tanggal 6 Juni 2016).

34

tempat, justru para aparat yang masih banyak merokok di tempat kerja dan mempertontonkannya pada masyarakat. Dalam sebuah survei yang dilakukan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Forum Warga Kota Jakarta (Fakta) di 110 kantor pemerintahan baik pusat maupun daerah di Ibukota, didapati sebanyak 36,9 persen pegawai di kantor pemerintahan itu melanggar kawasan dilarang merokok, dan 32,1 persen petugas keamanan dan 31 persen pengunjung juga turut melanggar. Survey tersebut juga mendapati pengunjung yang melanggar dengan alasan tidak ada sanksi mencapai 31 persen, sementara pegawai 49,2 persen, dan petugas keamanan 36 persen35

C. Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok di Tempat Proses Belajar

Dokumen terkait