• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

B. Saran

Adapun beberapa saran yang dapat diberikan dan dijadikan bahan pertimbangan sehubungan dengan Efektivitas Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Fakultas Hukum USU Ditinjau Dari Hukum Adminsitrasi Negara, yaitu:

1. Kepada pihak Universitas Sumatera Utara khususnya Fakultas Hukum agar dapat memberikan informasi- informasi larangan merokok di lingkungan FH USU Medan agar lebih sering menghimbau setiap pengunjung baik melalui operator maupun secara langsung untuk tidak merokok, termasuk memperbanyak pemasangan spanduk

2. Efektivitas Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok, perlu didukung dengan penyediaan ruangan khusus merokok yang nyaman serta mudah dijangkau bagi para perokok aktif dan peraturan larangan merokok disosialisasikan kepada mahasiswa secara jelas sehingga para perokok aktif dapat mengerti dan melaksanakan peraturan larangan merokok sebaik-baiknya.

3. Pihak rektorat sebagai pimpinan tertinggi di lingkungan Universitas Sumatera Utara harus mengeluarkan kebijakan yang mengatur khusus mengenai KTR terkait penerapan kawasan bebas asap rokok disetiap fakultas dan memberi sanksi ketika masih ada yang melanggar peraturan tersebut, sehingga peraturan tersebut dapat efektif.

A. Latar Belakang Penetapan Kawasan Tanpa Rokok

Konsumsi rokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya, bahkan jumlahnya pun fantastis hingga mencapai 240 miliar di tahun 2009 dari yang sebelumnya hanya 30 miliar batang pada tahun 1970. Angka ini jelas sudah berada pada tahap mengganggu dan meresahkan masyarakat. Namun, masih banyak masyarakat yang apatis dengan permasalahan rokok ini. Belum lagi dengan kerugian ekonomi yang diderita oleh masyarakat karena penyakit yang diakibatkan rokok. Sementara pemerintah seolah lebih mengutamakan pendapatan negara dari cukai rokok, dibanding kesehatan masyarakatnya sendiri.26

Salah Kebijakan pengendalian tembakau yang lain adalah terlaksananya KTR. Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan atau penggunaan rokok. Upaya bentuk pengendalian tembakau telah berhasil di laksanakan, baik di Perguruan tinggi yang merupakan tempat pendidikan paling tinggi bagi generasi muda, seharusnya bisa membantu menanggulangi masalah rokok ini dengan ikut menerapkan KTR. Selain itu, kampus juga cenderung menjadi sasaran utama industri rokok, sehingga jika insan kampus banyak yang merokok hal itu bisa menjadi promosi gratis bagi industri rokok. Karena itu perguruan tinggi perlu memelopori dan menciptakan gerakan untuk mengendalikan konsumsi rokok ini.

26

(diakses tanggal 1 Juli 2016).

tingkat pusat maupun daerah.Dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Dimana Pasal 113 menyatakan bahwa tembakau mengandung zat adiktif. Dan Pasal 115 mengatur tentang Kawasan Tanpa Rokok.

1. Ruang Lingkup Kawasan Tanpa Rokok

Menurut Kemenkes Republik Indonesia, ruang lingkup KTR, adalah : 27 a. Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/ atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/ atau masyarakat.

b. Tempat Proses Belajar Mengajar

Tempat proses belajar Mengajar adalah gedung yang digunakan untuk kegiatan belajar, mengajar, pendidikan dan/ atau pelatihan.

c. Tempat Anak Bermain

Tempat anak bermain adalah area tertutup maupun terbuka yang digunakan untuk kegiatan bermain anak-anak.

d. Tempat Ibadah

Tempat ibadah adalah bangunan atau ruang tertutup yang memiliki ciri- ciri tertentu yang khusus dipergunakan untuk beribadah bagi para pemeluk masingmasing agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadah keluarga.

27

e. Angkutan Umum

Angkutan umum adalah alat angkutan bagi masyarakat yang dapat berupa kendaraan darat, air, dan udara biasanya dengan kompensasi.

f. Tempat Kerja

Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.

g. Tempat Umum

Tempat umum adalah semua tempat tertutup yang dapat diakses oleh masyarakat umum dan/ atau tempat yang dapat dimanfaatkan bersama- sama untuk kegiatan masyarakat yang dikelola oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat.

h. Tempat Lainnya yang Ditetapkan

Tempat lainnya yang ditetapkan adalah tempat terbuka yang dapat dimanfaatkan bersama-sama untuk kegiatan masyarakat. Pemimpin atau penanggung jawab tempat-tempat sebagaimana yang telah ditetapkan wajib menetapkan dan menerapkan KTR. Fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah dan angkutan umum merupakan ruang lingkup KTR yang dilarang menyediakan tempat khusus untuk merokok dan merupakan KTR yang bebas dari asap hingga batas terluar. Sedangkan tempat kerja, tempat

umum, dan tempat lainnya yang ditetapkan dapat menyediakan tempat khusus untuk merokok.

2. Asas dan Tujuan Kawasan Tanpa Rokok Penetapan KTR berasaskan:

a. kepentingan kualitas kesehatan manusia; b. kelestarian dan keberlanjutan ekologi; c. perlindungan hukum;

d. keseimbangan antara hak dan kewajiban; e. keterpaduan;

f. keadilan;

g. keterbukaan dan peran serta; h. akuntabilitas; dan

i. kepentingan bersama.28

Tujuan penetapan kawasan dilarang merokok menurut Kemenkes, antara lain:

a. Mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih bebas dari asap rokok; b. Merubah perilaku masyarakat untuk hidup sehat;

c. Menurunkan angka perokok dan mencegah perokok pemula; d. Mewujudkan generasi muda yang sehat;

e. Meningkatkan produktivitas kerja yang optimal;

f. Menurunkan angka kesakitan dan/ atau angka kematian;

28

g. Melindungi anak-anak dan bukan perokok dari risiko terhadap kesehatan; h. Mencegah rasa tidak nyaman, bau dan kotoran dari ruang rokok;

3. Pengaturan Kawasan Tanpa Rokok

Pengaturan pelaksanaan KTR bertujuan untuk:

a. Memberikan acuan bagi pemerintah daerah dalam menetapkan KTR; b. Memberikan pelindungan yang efektif dari bahaya asap rokok;

c. Memberikan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarakat; dan

d. Melindungi kesehatan masyarakat secara umum dari dampak buruk merokok baik langsung maupun tidak langsung.29

Pengaturan kawasan tanpa rokok di Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Undang- Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran, Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 41/1999 tentang pengendalian pencemaran udara, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.41 Tahun 1999

29

Kemenkes RI .Pedoman Penerapan Kawasan Tanpa Rokok. Kemenkes RI: Jakarta, 2011.

tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Instruksi Menteri Kesehatan Nomor 84/Menkes/Inst/II/2002 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Tempat Kerja dan Sarana Kesehatan. Instruksi Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 161/Menkes/Inst/III/1990 tentang Lingkungan Kerja Bebas Asap Rokok. Kemenkes RI .Pedoman Penerapan Kawasan Tanpa Rokok. Kemenkes RI, 2011. Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok. Peraturan Walikota Medan Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok.

B. Dampak Kawasan Tanpa Rokok di Indonesia

Paparan asap rokok kepada orang bukan perokok sama bahayanya dengan yang menimpa perokok itu sendiri. Karena itu sangat penting setiap wilayah dan daerah memiliki kawasan bebas asap rokok untuk melindung hak bukan perokok tak menghisap udara yang mengandung nikotin.30

Menindaklanjuti Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 tentang kawasan tanpa rokok (KTR) Pemerintah Kota Medan membuat Perda Nomor 3 Tahun 2014 menetapkan kawasan tanpa rokok antara lain hotel, restoran, kawasan wisata, tempat ibadah, fasilitas layanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, angkutan umum termasuk angkutan wisata. Kemudian

perkantoran pemerintah baik sipil maupun TNI/Polri, pasar modern, pasar tradisional, tempat hiburan, terminal, dan bandara.31

Setiap pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada tempat proses belajar mengajar wajib memberikan teguran, peringatan dan/atau Terbentuknya perda kawasan tanpa rokok (KTR) di Kota Medan sangatlah disambut baik. Ini adalah momentum yang baik untuk melangkah lebih lanjut mewujudkan KTR di tempat-tempat lainnya. Semua orang harus terlindung dari paparan asap rokok. Kebijakan yang efektif dengan membentuk kawasan 100% bebas asap rokok karena pembuatan ruangan khusus merokok kurang efektif. Perda tersebut dibuat untuk melindungi para perokok dan bukan perokok dari dampak zat adiftif rokok. Larangan merokok di tempat kerja justru bermanfaat pada perokok dan non perokok. Pertama, dapat mengurangi paparan asap rokok pada non perokok. Kedua, mengurangi konsumsi rokok pada para perokok. Ketiga, menghemat uang untuk pembelian rokok sehingga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lainnya. Keempat, dapat menghemat biaya untuk kebersihan, mengurangi risiko kebakaran, absensi kerja.

Setiap pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada tempat proses belajar mengajar wajib melarang setiap peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, tenaga non kependidikan atau setiap orang yang berada di area tempat proses belajar mengajar yang menjadi tanggung jawabnya untuk tidak melakukan kegiatan merokok, mempromosikan, mengiklankan, menjual, dan/atau membeli rokok.

31

(diakses tanggal 6 Juni 2016)

mengambil tindakan kepada setiap peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, tenaga non pendidikan atau setiap orang yang berada di area tempat proses belajar mengajar yang menjadi tanggung jawabnya apabila terbukti melakukan kegiatan merokok, mempromosikan, mengiklankan, menjual, dan/atau membeli rokok.

Tindakan yang dapat dilakukan oleh pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada tempat proses belajar mengajar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain: 32

1. memberikan teguran untuk mematuhi larangan;

2. apabila teguran sebagaimana dimaksud dalam huruf a tidak dihiraukan, maka kepada pelanggar diperintahkan untuk meninggalkan KTR pada tempat proses belajar mengajar;

3. memberikan sanksi administratif kepada setiap peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, dan tenaga non kependidikan sesuai dengan kebijakan dan/atau peraturan yang berlaku pada tempat proses belajar mengajar; atau 4. melaporkan kepada aparat yang berwenang.

Setiap pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada tempat proses belajar mengajar wajib membuat serta memasang pengumuman dan tanda larangan merokok pada tempat dan/atau lokasi yang menjadi tanggung jawabnya.

Salah satu perilaku yang semakin hari semakin berdampak negatif bagi lingkungan adalah merokok. Merokok merupakan sebuah perilaku yang tidak sehat, selain berbahaya bagi diri sendiri terlebih lagi pada orang lain yang memiliki hak untuk menghirup udara yang bersih dan terhindar dari segala bahan

cemaran yang dikeluarkan oleh asap rokok orang lain.Dengan arti kata setiap orang berhak mendapatkan hak untuk sehat dalam kehidupan.

Merokok di tempat umum, yang disini bermakna sebagai tempat atau sarana yang diselenggarakan oleh pemerintah, swasta atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan bagi masyarakat adalah melanggar hak orang lain untuk menikmati udara bersih dan menyebabkan gangguan kesehatan pada orang yang tidak merokok.

Dalam membicarakan setiap masalah, misalnya mengenai masalah kesehatan, tidak akan pernah lepas dari berbagai sistem hukum, yang dalam struktur hukumnya berarti menyangkut tentang aparat atau kelembagaan yang bertanggungjawab atas terlaksananya berbagai kebijakan tentang kesehatan, dalam substansi hukumnya berarti membicarakan tentang keberadaan aturan hukum formil dan perundang-undangan yang mengatur tentang kebijakan tersebut, dan dalam budaya hukumnya berarti bagaimana masyarakat memandang dan menjalani peraturan yang telah ada tersebut. Jadi ketiga hal tersebut yang menjadi kerangka dan mendasari terlaksananya berbagai sistem dalam tatanan berbangsa dan bermasyarakat, dalam berbagai masalah dan rutinitas, termasuk pula pada berbagai hal yang menyangkut pada masalah kesehatan.33

Dalam UUD 1945 hal tentang kesehatan diatur dalam Pasal 34 ayat (3) yaitu Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak serta Pasal 28H ayat (1) yaitu Setiap orang

32

Tyan Puspita Dewi, Penerapan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Berdasarkan Hukum Administrasi Negara (Studi Di Kota Medan), 2015, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan

berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Namun dalam pelaksanaannya larangan merokok ditempat umum belumlah memberikan pengaruh yang besar kepada perokok yang masih senantiasa melakukan aktivitas merokok ditempat umum atau tempat-tempat yang menurut aturan dilarang merokok, ini terjadi karna berbagai faktor antara lain kurangnya sosialisasi dari pemerintah terhadap aturan larangan merokok ditempat umum, sehingga pemerintah seolah-olah setengah hati dalam penerapan aturan tersebut.

Selanjutnya kurangnya kesadaran dari masyarakat untuk untuk tidak merokok ditempat umum atau kawasan tanpa rokok, ini disebabkan kebanyakan perokok tidak mempedulikan resiko yang ditimbulkan oleh rokok, mereka menganggap bahwa merokok hanya merupakan suatu kebiasaan sesaat untuk memperoleh kesenangan, ketenangan, bahkan meningkatkan kreativitas. Perokok juga beranggapan bahwa merokok dapat dihentikan dengan segera sewaktu-waktu kapanpun mereka ingin, meski dalam kenyataannya, ketergantungan terhadap kandungan nikotin yang terdapat dalam sebatang rokok teramat sulit untuk dipulihkan. 34

Hal ini semakin diperburuk oleh perilaku aparat yang belum bisa menjadikan dirinya sebagai contoh, seperti misalnya pada Pemerintah Propinsi DKI Jakarta yang sejak diberlakukannya kawasan dilarang merokok di tujuh

33

(diakses tanggal 6 Juni 2016).

34

tempat, justru para aparat yang masih banyak merokok di tempat kerja dan mempertontonkannya pada masyarakat. Dalam sebuah survei yang dilakukan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Forum Warga Kota Jakarta (Fakta) di 110 kantor pemerintahan baik pusat maupun daerah di Ibukota, didapati sebanyak 36,9 persen pegawai di kantor pemerintahan itu melanggar kawasan dilarang merokok, dan 32,1 persen petugas keamanan dan 31 persen pengunjung juga turut melanggar. Survey tersebut juga mendapati pengunjung yang melanggar dengan alasan tidak ada sanksi mencapai 31 persen, sementara pegawai 49,2 persen, dan petugas keamanan 36 persen35

C. Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok di Tempat Proses Belajar Mengajar

Salah satu terobosan penting yang dilakukan oleh pemerintah baru-baru ini adalah perumusan MOU (memorandum of understanding) antara Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Kesehatan yang menekankan pemberlakuan Kawasan Tanpa Rokok. Peraturan bersama antara Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri dituangkan dalam surat bernomor 188/ MENKES/PB/I/2011 dan Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa rokok. Peraturan bersama ini sebenarnya sudah menyebutkan adanya sanksi bagi pihak pelanggar, namun masih perlu diperkuat dengan petunjuk operasional dan konsistensi implementasinya dilapangan.36

35Ibid.

36

tanggal 1 Juli 2016)

Berdasarkan perundang-undangan, pemerintah dan pemerintah daerah diwajibkan mewujudkan apa yang disebut “KTR”37. Kawasan Tanpa Rokok diartikan sebagai ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau.38 Tempat-tempat yang ditetapkan menjadi kawasan tanpa rokok atau kawasan dilarang merokok adalah fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.39

Menurut PP No. 39 Tahun 2012, yang dimaksud dengan “tempat umum” adalah “semua tempat tertutup yang dapat diakses oleh masyarakat umum dan/atau tempat yang dapat dimanfaatkan bersama-sama untuk kegiatan masyarakat yang dikelola oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat, sedangkan “tempat lainnya” adalah “tempat terbuka tertentu yang dimanfaatkan bersama- sama untuk kegiatan masyarakat”.40

37

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Ps. 115 ayat (2) dan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012, Pasal. 49

38

PP No. 39/2012, Ps. 1 angka 11.

39

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,, Ps. 115 ayat (1), PP No. 39/2012, Ps. 50 ayat (1), PB No. 7/2011, Ps. 3 ayat (1).

Khusus untuk fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum penyelenggara tempat-tempat tersebut dilarang untuk menyediakan tempat rokok terpisah dan tempat-tempat tersebut harus menjadi tempat yang bebas dari asap rokok hingga batas terluar. Artinya, larangan untuk merokok di tempat- tempat tersebut bersifat absolut dan menyeluruh. Selain itu, para penyelenggara

tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya diperbolehkan untuk menyediakan tempat khusus untuk merokok yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:41

Konsumsi rokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya, bahkan jumlahnya pun fantastis hingga mencapai 240 miliar di tahun 2009 dari yang sebelumnya hanya 30 miliar batang pada tahun 1970. Angka ini jelas sudah berada pada tahap mengganggu dan meresahkan masyarakat. Namun, masih banyak masyarakat yang apatis dengan permasalahan rokok ini. Belum lagi dengan kerugian ekonomi yang diderita oleh masyarakat karena penyakit yang diakibatkan rokok. Sementara pemerintah seolah lebih mengutamakan pendapatan negara dari cukai rokok, dibanding kesehatan masyarakatnya sendiri.

merupakan ruang terbuka atau ruang yang berhubungan langsung dengan udara luar sehingga udara dapat bersirkulasi dengan baik; terpisah dari gedung/tempat/ruang utama dan ruang lain yang digunakan untuk beraktivitas; jauh dari pintu masuk dan keluar; dan jauh dari tempat orang berlalu-lalang.

42

Perguruan tinggi yang merupakan tempat pendidikan paling tinggi bagi generasi muda, seharusnya bisa membantu menanggulangi masalah rokok ini dengan ikut menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Selain itu, kampus juga cenderung menjadi sasaran utama industri rokok, sehingga jika insan kampus banyak yang merokok hal itu bisa menjadi promosi gratis bagi industri rokok. Karena itu perguruan tinggi perlu memelopori dan menciptakan gerakan untuk mengendalikan konsumsi rokok ini.43

41

PP No. 39/2012, Ps. 51 ayat (1), PB No. 7/2011, Ps. 5 ayat (1) dan (2)

42

(diakses tanggal 6 Juni 2016).

Demikian disampaikan Edy Suandi Hamid, selaku ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) saat menjadi pembicara dalam seminar dan workshop “Penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Lingkungan Kampus”. Acara yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah Tobacco Control Center (MTCC) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) bekerjasama dengan APTISI ini, dilaksanakan pada Kamis (18/12) di Hotel Grand Zury, Yogyakarta. Dalam acara ini hadir pula Bambang Sulistomo, mantan staf ahli Kementerian Kesehatan RI dan Tinuk Istiarti, Dekan FKM Universitas Diponegoro (Undip).44

Langkah lainnya yang bisa dilakukan perguruan tinggi, menurut Prof. Edy adalah dengan menolak tawaran beasiswa atau sponsorship dari industri rokok. “Perguruan tinggi harus menolak tawaran beasiswa atau sponsorship dari industri rokok. Ini juga sebagai bentuk pengendalian terhadap bahaya rokok. Peraturan ini Menurut Edy, perguruan tinggi jangan hanya menjadi institusi yang pasif dalam menghadapi masalah rokok tersebut. Dengan ikut menerapkan KTR, kampus sudah bisa dikatakan ikut terlibat aktif dalam penanganan dan pengendalian rokok. “Selain itu, perguruan tinggi se-Indonesia, khususnya PTS juga bisa melakukan berbagai penelitian dan pengembangan dampak pandemi produk tembakau di bidang sosial, ekonomi, pendidikan, dan budaya. Hal ini untuk mewujudkan hak untuk hidup sehat serta mewujudkan generasi muda dan bangsa yang berkualitas dan berdaya saing,”

juga sudah kami berlakukan pada semua PTS anggota APTISI, agar tidak lagi menerima tawaran beasiswa atau sponsorship dari industri rokok,”

Sementara itu, Bambang Sulistomo, mantan staf ahli Kementerian Kesehatan RI, mengatakan, konsumsi rokok saat ini sudah banyak terjadi di kalangan remaja, bahkan ada pula yang masih di bawah umur tapi sudah mengonsumsi rokok. Padahal, banyak dampak negatif bagi remaja yang mengonsumsi rokok. “Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa remaja dan anak-anak yang merokok kemungkinannya akan menjadi pecandu narkoba 15 kali lebih besar dibanding yang bukan perokok, mereka juga kemungkinan akan menjadi pecandu alkohol 3 kali lebih besar,”.45

Saat ini provinsi yang ditengarai berhasil dalam menerapkan KTR adalah Jawa TImur dengan kota Surabaya, melalui Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 Tahun 2008 Kawasan Tanpa Rokok. sementara itu di Kota Medan, hal

Selain itu, dampak lainnya bagi remaja, lanjut Bambang, remaja dan anak- anak yang merokok akan menurun kecerdasan emosinya, menurun kemampuan untuk belajar dan berinteraksi dengan orang lain, serta lebih sulit beradaptasi dengan lingkungan sosial yang berubah. Karena itulah, Bambang pun sepakat jika semua perguruan tinggi di Indonesia bisa menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) tersebut. Di samping karena salah satu tujuan dari acara tersebut untuk mendorong perguruan tinggid di DIY dan Jawa Tengah agar bisa menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di kampusnya, juga sebagai bentuk kepedulian pada hak untuk sehat bagi masyarakat.

ini masih sampai pada Rancangan Peraturan Daerah yang sudah bergulir sejak sekian lama namun belum juga memperoleh hasil. Masih menjalani pembahasan yang alot.46

Pengelola, pimpinan dan/atau penanggung jawab tempat proses belajar mengajar wajib melarang kepada peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan serta seluruh unsur sekolah lainnya untuk merokok di tempat proses belajar mengajar. Pengelola, pimpinan dan/atau penanggung jawab tempat proses ' ' belajar mengajar wajib menegur dan/atau memperingatkan dan/atau mengambit tindakan kepada peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan serta unsur Bahkan terjadi penolakan dari Raperda tersebut dengan pernyataan bahwa peraturah ini disinyalir adalah upaya pemerintah Kota Medan untuk menghilangkan hak konstitusi masyarakat yang mengkonsumsi rokok dan mengkebiri para produsen/penjual rokok untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ada pula tuntutan untuk menyediakan Kawasan Khusus Merokok untuk para perokok. Sebenarnya hal ini tidak salah memang, jadi kebijakan yang di ambil

Dokumen terkait