Tingginya pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan kenaikan pendapatan per kapita tidak sekaligus akan menghasilkan distribusi pendapatan yang merata. Seiring dengan tumbuhnya perekonomian biasanya akan diikuti
dengan ketimpangan pendapatan. Semua negara mengalami paradoks pertumbuhan ekonomi semacam ini, tidak terkecuali Indonesia. Oleh karena itu sejak jaman orde baru, reformasi hingga masa pembangunan saat ini berbagai kebijakan untuk mengeliminir dampak negatif dari pertumbuhan ekonomi tersebut selalu dilaksanakan. Mulai dari model trilogi pembangunan di jaman orde baru, sampai dengan triple track strategy sekarang ini, semuanya ditujukan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang mampu menghasilkan pemerataan pendapatan. Dengan bertumpu pada pembangunan sektor yang pro poor, pro
employment, dan pro enviroment dalam triple track strategy misalkan,
pembangunan ekonomi yang dijalakan oleh kabinet Indonesia bersatu (KIB) mempunyai target mengejar pertumbuhan ekonomi yang diimbangi oleh pemerataan pendapatan.
Mencari leading sector yang mempunyai efek ganda (pertumbuhan dan pemerataan) dalam suatu perekonomian memang sangat rumit dan kompleks. Untuk kepentingan ini dibutuhkan berbagai macam alat analisa yang mampu memotretnya. Dan salah satu diantaranya yang cukup komprehensif adalah social
accounting matrix atau SAM. Menggunakan algoritma matriks dalam model SAM
dapat ditelusuri seberapa besar pengaruh dari suatu sektor terhadap kenaikan nilai tambah dan distribusi pendapatan rumahtangga ketika faktor eksogen dari suatu sektor diberi stimulus fiskal.
Analisis ketimpangan kebijakan pupuk terhadap distribusi pendapatan bertujuan untuk mengetahui kebijakan pupuk mana yang mampu menciptakan pemerataan pendapatan, atau minimal mengurangi ketimpangan pendapatan yang terjadi selama ini baik itu terhadap ketimpangan pendapatan tenaga kerja,
rumahtangga maupun sektoral. Untuk menjawab pertanyaan di atas telah dilakukan simulasi kebijakan mengenai dampak kebijakan subsidi pupuk terhadap distribusi pendapatan. Dalam hal ini simulasi dibentuk berdasarkan beberapa skenario kebijakan yakni (1) subsidi pupuk dilakukan melaui industri pupuk anorganik, (2) subsidi dilakukan melalu industri pupuk tetapi komposisi pupuk organik dinaikkan menjai 20 persen. (3) pengalihan subsidi seluruhnya dari industri ke pupuk ke sektor infrastruktur (irigasi dan jalan), (4) pengalihan subsidi pupuk seluruhnya ke rumahtangga (subsidi langsung ke petani), dan (5) pencabut subsidi khusus pupuk. Indek ketimpangan pendapatan untuk masing-masing hasil simulasi kebijakan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 46.
Tabel 46. Hasil Simulasi Kebijakan Perpupukan, Infrastruktur dan Rumahtangga Terhadap Ketimpangan Pendapatan
Simulasi Kebijakan
Ketimpangan Pendapatan*
Tenaga Kerja Rumah tangga Sektoral
Dalam Angka Indeks
Base 2.3184 1.4446 4.1979 SIM-1 2.3190 1.4446 4.1965 SIM-2 2.3112 1.4363 4.1974 SIM-3 2.3135 1.4435 4.2003 SIM-4 2.3149 1.4437 4.1806 SIM-5 2.3147 1.4446 4.2072
Persentase Perubahan Terhadap Angka Base
SIM-1 0.0242 -0.0001 -0.0331 SIM-2 -0.3138 -0.5731 -0.0112 SIM-3 -0.2119 -0.0726 0.0570 SIM-4 -0.1532 -0.0641 -0.4118 SIM-5 -0.1621 0.0009 0.2219 Keterangan :
Angka indek ketimpangan pendapatan yang dihitung dengan metode RGE akan memiliki nilai terendah sebesar 0 (null) yang dapat dikatakan distribusi pendapatan dalam kondisi merata sempurna, dan paling tinggi sebesar jumlah obyek yang diamati (n) yang menggambarkan distribusi pendapatan dalam kondisi yang sangat timpang sempurna. Selanjutnya dengan menggunakan nilai rata-rata dan jumlah obyek yang diamati untuk masing-masing distribusi maka kategori ketimpangan untuk setiap distribusi pendapatan dilihat pada Tabel 47.
Tabel 47. Kategori Ketimpangan Untuk Masing-Masing Distribusi Pendapatan
Distribusi Pendapatan n Interval Rendah Sedang Tinggi Tenaga Kerja 16 0 - 16 0.0 - 5.4 5.4 - 10.5 10.6 - 16.0 Rumahtangga 10 0 - 10 0.0 - 3.3 3.4 - 6.3 6.4 - 10.0 Sektoral 24 0 - 24 0.0 - 8.0 8.1 - 16.0 16.1 - 24.0
Jika merujuk kepada pengelompokan atau kategori ketimpangan di atas, dapat dikatakan bahwa dalam posisi base berdasarkan perhitungan RGE terindikasi bahwa semua distribusi pendapatan (tenaga kerja, rumahtangga dan sektoral) saat ini dalam kondisi ketimpangan yang rendah. Dimana pada posisi
base distirbusi pendapatan tenaga kerja memiliki angka indeks ketimpangan RGE
sebesar 2.3184, kemudian untuk rumahtangga sebesar 1.4446, dan secara sektoral sebesar 4.1979.
Meskipun dalam kondisi base semua distribusi pendapatan berada pada kategori ketimpangan rendah, bukan berarti kebijakan pemerataan pendapatan dalam perekonomian Indonesia tidak perlu dilakukan. Kebijakan tersebut masih tetap strategis dan sangat diperlukan, karena secara normatif kebijakan ini berupaya untuk menghasilkan efek pembangunan yang dapat memperbaiki
distribusi pendapatan, yang diindikasikan dengan turunnya angka indeks ketimpangan.
Beranjak pada konsep pemikiran di atas maka terlihat jelas bahwa kebijakan subsidi pupuk yang terfokus pada pembangunan industri pupuk organik memiliki efek multiplier yang lebih baik terhadap perbaikan distribusi pendapatan (tenaga kerja, rumahtangga, sektoral) dibandingkan bila subsidi terfokus pada industri pupuk anorganik. Perubahan-perubahan angka indeks dari nilai base dapat menunjukkan kondisi tersebut.
Sebagaimana yang disajikan dalam Tabel 46, sekiranya subsidi masih terkonsentrasi lebih banyak pada industri pupuk anorganik, diperkirakan ketimpangan dalam distribusi pendapatan tenaga kerja akan semakin bertambah yaitu sebesar 0.0242 persen dari nilai base. Sedangkan ketimpangan pendapatan rumahtangga akan menurun, namun hanya sebesar 0.0001 persen, begitu juga dengan ketimpangan pendapatan sektoral menurun sebesar 0.0331 persen. Berbeda jauh jika fokus subsidi sekarang dialihkan ke industri pupuk organik, dapat memberi efek terhadap perbaikan distribusi pendapatan yang lebih tinggi dimana ketimpangan pendapatan tenaga kerja akan menurun sebesar 0.15325 persen, ketimpangan pendapatan rumahtangga menurun sebesar 0.0641 persen, dan terakhir ketimpangan pendapatan sektoral menurun sebesar 0.4118. Dari kondisi obyektif ini akhirnya dapat digeneralisasikan bahwa dalam upaya memperbaiki distirbusi pendapatan dalam perekonomian Indonesia maka kebijakan subsidi pada industri pupuk organik lebih strategis dibandingkan subsidi ke industri pupuk anorganik.
Kebijakan moratorium subsidi pupuk (pencabutan subsidi seluruhnya) sepertinya merupakan kebijakan yang sangat kontradiktif terhadap upaya perbaikan distribusi pendapatan dalam perekonomian Indonesia. Seperti yang disajikan dalam Tabel 46, kebijakan tersebut menyebabkan ketimpangan pendapatan rumahtangga dan sektoral bertambah besar, masing-masing sebanyak 0.0009 persen dan 0.2219 persen dari nilai base.
Selanjutnya, apabila subsidi pupuk seluruhnya dialihkan ke sektor infrastruktur, dampaknya ternyata lebih besar terhadap perbaikan distribusi pendapatan, terutama untuk pendapatan tenaga kerja dan rumahtangga. Oleh karena ketika disimulasikan kebijakan seperti itu, memberi pengaruh terhadap penurunan ketimpangan pendapatan tenaga kerja sebesar 0.2119 persen dari nilai
base, dan untuk ketimpangan pendapatan rumahtangga sebesar 0.0726 persen.
Terlihat lebih kuat pengaruhnya dibandingkan kebijakan subsidi ke industri pupuk organik maupun anorganik. Namun demikian untuk distribusi pendapatan sektoral, kebijakan subsidi infrastruktur malah menyebabkan ketimpangan pendapatan dalam struktur produksi bertambah sebesar 0.0570 persen.
Terakhir, untuk kebijakan pengalihan subsidi pupuk ke subsidi pendapatan rumahtangga, fenomena yang terlihat bahwa kebijakan tersebut mampu memperbaiki distribusi pendapatan dalam perekonomian Indonesia yang lebih strategis bila dibandingkan dengan kebijakan sektoral (subsidi ke sektor industri pupuk atau sektor infrastruktur). Seperti yang dipaparkan dalam Tabel 46, subsidi langsung ke rumahtangga mampu menurunkan indeks ketimpangan pendapatan tenaga kerja sebesar 0.3138 persen dari nilai base, kemudian ketimpangan
pendapatan rumahtangga dapat diturunkan sebesar 0.5731 persen, dan ketimpangan pendapatan sektoral menurun sebesar 0.0112.
Dari serangkaian angka perubahan (menurun atau meningkat) ketimpangan di atas, ditemukan bahwa kebijakan subsidi untuk pembangunan sektoral yang dapat mengeliminir paradoks pertumbuhan dalam perekonomian Indonesia adalah pembangunan untuk industri pupuk organik. Karena terbukti pembangunan industri pupuk organik selain mampu mendorong pertumbuhan ekonomi juga dapat memperbaiki distribusi pendapatan ke arah yang lebih merata. Apabila kebijakan ini diintegrasikan dengan rumahtangga, dapat dikatakan bahwa pembangunan industri pupuk organik melalui pendekatan ekonomi rumahtangga (household economy) merupakan kebijakan yang paling strategis dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi yang sekaligus menciptakan perbaikan distribusi pendapatan dalam perekonomian Indonesia.