• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 9 AHP

5.3 Dampak Kegiatan Penangkapan Ikan di Terumbu Karang

Kegiatan penangkapan ikan di terumbu karang Kelurahan Pulau Abang dilakukan hampir setiap hari oleh nelayan. Kegiatan penangkapan secara intensif membawa dampak terhadap terumbu karang (tabel 17). Dampak yang ditimbulkan besar ataupun kecil tergantung dari keramahan nelayan dalam mengoperasikan alat tangkapnya. Alat tangkap yang sebenarnya ramah lingkungan apabila pengoperasiannya tidak benar dapat merusak terumbu karang yang rata- rata menjadi tujuan fishing ground nelayan di Kelurahan Pulau Abang. BPP-PSPPL UNRI (2006) menyatakan bahwa adanya pengoperasian alat penangkapan dengan penerapan teknik tertentu sedikit banyak akan menimbulkan akibat bagi lingkungan perairan yang menjadi daerah penangkapan (fishing ground).

Dari beragam alat tangkap yang digunakan oleh nelayan, semuanya memberikan tekanan terhadap kerusakan terumbu karang dengan kontribusi berbeda. Alat tangkap bubu, kelong dingkis dan trammel net adalah alat tangkap yang memberikan kerusakan terbesar terhadap terumbu karang, dikerenakan posisi alat, cara operasi dan sasaran penangkapan berada didaerah terumbu karang dan berdampak langsung terhadap ekosistem tersebut (BPP- PSPL UNRI, 2006)

Jenis –jenis alat tangkap yang digunakan di terumbu karang Kelurahan Pulau Abang diantaranya adalah bubu, pancing, jarring, dan kelong pantai. Dari beberapa jenis alat tangkap tersebut mempunyai dampak yang berbeda terhadap terumbu karang :

5.3.1 Pancing (handline)

Prinsip pengoperasian pancing ulur (handline) adalah memikat ikan menggunakan umpan yang dikaitkan pada mata kail. Setelah ikan memakan umpan, maka ikan akan tersangkut pada kail ditarik keatas perahu untuk melepaskan hasil tangkapan. Dan demikian seterusnya dilakukan secara berulang.

Pancing yang banyak digunakan nelayan di Kelurahan Pulau Abang adalah jenis pancing ulur (handline). Hasil wawancara dengan nelayan bahwa 100% responden menggunakan alat tangkap ikan yang berupa pancing. Mereka memancing ikan di fishing ground yang merupakan daerah terumbu karang. Nelayan pada saat memancing melego jangkar di terumbu karang. Apabila

68   

dihitung jumlah nelayan yang ada di kelurahan tersebut setiap memancing melakukan penjangkaran, maka jumlah terumbu karang yang rusak akan meningkat dari waktu–ke waktu.

Hasil pengamatan di lapangan ketika peneliti mengikuti trip nelayan dalam memancing, mendapatkan bukti bahwa walaupun sebenarnya pancing merupakan alat tangkap yang ramah lingkungan dalam mengoperasikannya, namun masih memberi dampak terhadap terumbu karang. Pada saat mata pancing terkait terumbu karang maka nelayan akan menyentakkan pancingnya agar sangkutan terlepas, hal ini jika mengenai terumbu karang yang rapuh akan menyebabkan kerusakan. Sifat ikan karang sendiri apabila mendapat umpan dari pancing akan membawa mata pancing kita sembunyi di terumbu karang dan apabila nelayan menarik pancingnya dapat merusak terumbu karang.

Jangkar yang digunakan nelayan untuk membuang sauh pada wktu memancing terbuat dari besi mempunyai ukuran yang bervariasi. Berat jangkar bias mencapai berat 10 kg dengan panjang antara 0.5 m samapai 1m tergantung dari besar kapal yang digunakan. Jari – jari jangkar yang digunakan sebagai pengait juga bervariasi tergantung kekuatan kapal.

Penurunan jangkar kapal atau perahu dapat merusak ekosistem terumbu karang. Cara yang mereka lakukan yaitu dengan melempar jangkar dari atas perahu.Jangkar umumnya diturunkan pada daerah yang memiliki celah untuk menyangkutkan jangkar. Hal ini sesuai dengan pendapat Allison, W. (1996) bahwa jangkar perahu menyebabkan kerusakan terumbu karang. Tujuan perahu melego jangkar diterumbu karang adalah agar perahu tidak hanyut terbawa arus maupun gelombang. Pada saat jangkar ditancapkan ke terumbu dan penarikan jangkar selesai berlabuh di situlah kegiatan yang menyebabkan kerusakan.

Adapun kerusakan akibat jangkar kapal untuk memancing dampak yang ditimbulkan mempunyai cirri –ciri adanya patahan terumbu atau posisi karang yang terbalik pada karang massive dan patahan –patahan kecil pada karang yang berbentuk branching.   Menurut Mastra bahwa  kerusakan terumbu karang umumnya disebabkan oleh kegiatan-kegiatan perikanan yang bersifat destruktif, yaitu penggunaan bahan-bahan peledak, bahan beracun sianida, dan juga aktivitas

penambangan karang untuk bahan bangunan. pembuangan jangkar perahu, dan sedimentasi tanah akibat meningkatnya erosi dari lahan atas.

Nelayan melakukan penjangkaran hanya pada saat tiba di daerah fishing ground yang dituju. Penjangkaran tidak dilakukan hanya satu kali setiap kegiatan memancing, hal ini disebabkan nelayan akan berpindah – pindah tempat apabila tidak mendapakan hasil di daerah tersebut. Sehingga kerusakan karang yang terjadi tidak di satu tempat saja dalan satu trip memancing. Perkiraan luas kerusakan adalah sebesar ukuran jangkar yang digunakan. Menurut Susanti (2005) bahwa penurunan jangkar kapal atau perahu dapat merusak ekosistem terumbu karang. Jangkar umumnya diturunkan ke daerah yang mempunyai celah untuk menyangkutkan jangkar. Daerah yang umum dipilih adalah daerah terumbu karang.

Kerusakan karang yang diakibatkan oleh penjangkaran pada saat memancing dapat dihentikan dengan penggunaan mooring buoy (Sukmara et al 2001). Mooring buoy atau pelampung jangkar adalah alat yang berhubungan dengan jangkar untuk menjaga kapal pada posisi tertentu tanpa menyebabkan kerusakan karang. Sifat apung mooring buoy membuat jangkar jatuh pada kedalaman tertentu tanpa menyentuh dasar perairan.

5.3.2 Bubu ( trap)

Terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat rentan terhadap gangguan, baik karena pengaruh alam maupun manusia seperti kegiatan penangkapan. Kerusakan ekosistem terumbu karang akibat usaha penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan semakin marak.

Bubu adalah perangkap yang mempunyai satu atau dua pintu masuk dan dapat diangkat ke beberapa daerah penangkapan dengan mudah, dengan atau tanpa perahu (Rumajar 2002). Von Brandt (1984) menambahkan lagi bahwa bubu adalah semacam perangkap yang memudahkan ikan untuk memasukinya dan menyulitkan ikan untuk keluar, alat ini sering diberi nama fishing pots atau fising basket.

Pengoperasian bubu oleh nelayan Kelurahan Pulau Abang adalah dengan meletakkan bubu diantara terumbu karang, diatas karang,dan meletakkannya

70   

disela-sela terumbu karang. Dalam meletakkan bubu ada beberapa nelayan yang memberi pemberat bubu dengan bongkahan karang, ada juga yang memberi pemberat bubu dengan kayu atau bamboo di sekililing sisi bubu. Kedalaman pemasangan sekitar 3-5 meter bergantung pada kondisi perairan dan ketahanan menyelam nelayan. Nelayan meletakkan bubu di terumbu karang memberi dampak terhadap habitat karang apabila dilakukan dengan cara yang tidak ramah lingkungan.

Dampak dari pengoperasian bubu di terumbu karang Pulau Abang secara visual dapat dilihat beberapa bongkahan karang berserak di sekitar lokasi penempatan bubu, juga ada karang patah karena terinjak oleh penyelam pada saat menarik bubu, juga gesekan bubu yang mengenai terumbu karang pada saat ditarik ke atas. Menurut BPP-PSPL UNRI (2006) bahwa alat tangkap bubu, adalah alat tangkap yang memberikan kerusakan terbesar terhadap terumbu karang, dikerenakan posisi alat, pengoperasian dan sasaran penangkapan berada di daerah terumbu karang dan berdampak langsung terhadap ekosistem tersebut. Menurut Sukmara et al (2001) Dampak yang ditimbulkan oleh alat tangkap bubu yaitu karang menjadi rusak dan terdapat bongkahan karang mati yang bertumpuk – tumpuk pada beberapa tempat (terutama jenis porites) karang – karang tersebut digunakan untuk menutupi bubu (baik sebagai pemberat maupun untuk menyamarkan bubu).

Bubu merupakan salah satu alat tangkap yang merusak daerah karang selain bom dan sianida. Kerusakan terumbu karang akibat pengoperasian bubu disebabkan oleh kegiatan penjangkaran, penimbunan bubu dengan batu karang, penginjakan karang oleh nelayan dan jejak kapal atau perahu nelayan. Kegiatan – kegiatan ini memberikan pengaruh langsung bagi kerusakan fisik terumbu karang (Susanti 2005).

Penimbunan bubu dengan karang dilakukan karena beberapa hal. Bubu ditimbun dengan karang agar bubu berada pada posisi diam. Arus yang kuat dapat menghanyutkan bubu jika bubu disimpan tanpa ditimbun. Karang digunakan sebagai pemberat bubu. Penimbunan bubu dengan karang juga berfungsi sebagai kamuflase sebuah karang. Karang merupakan tempat hidup beberapa ikan – ikan tertentu yang hidup pada daerah karang (gua – gua karang) dan sekitar terumbu

karang) akan tertarik pada tumpukan karang yang sebenarna merupakan tumpukan bubu (Ikawati et al 2001).

Penginjakan karang oleh nelayan dilakukan saat akan berjalan dari satu bubu ke bubu lainnya. Ketika berjalan nelayan umumnya akan mencari jalan yang tidak berterumbu. Hal ini dilakukan bukan karena adanya kesadaran nelayan akan kemungkinan rusaknya terumbu karang tetapi karena alasan praktis untuk memudahkan nelayan berjalan. Jika nelayan dihadapkan pada daerah berkarang yang masih dapat dilewati, nelayan akan menginjak karang tersebut.

Penginjakan karang oleh nelayan memberi dampak bagi kelestarian ekosistem karang. Karang- karang dari jenis yang rapuh bila terinjak akan mengalami kerusakan dan akibat yang lebih parah akan terjadi kematian bagi karang tersebut. Kelestarian ekosistem terumbu karang akan terancam jika frekuensi penginjakan dilakukan secara terus menerus. Kesadaran nelayan untuk tidak menginjak karang dapat membantu mengurangi kerusakan pada terumbu karang.

Kerusakan karang yang terjadi akibat pengoperasian bubu tidak memberikan efek kerusakan yang besar dibandingkan dengan penggunan bom. Namun demikian kerusakan ini akan menjadi besar dengan pengoperasian bubudalam jumlah yang besar dan frekuensi yang tinggi pada suatu daerah penangkapan (fishing ground).

Kerusakan terumbu karang akibat pengoperasian bubu jika diperhitungkan dalam jumlah bubu yang diganakan dan periode waktu tertentu akan menjadi kerusakan besar. Pengoperasian alat tangkap ini masih berlangsung dan mengancam kelestarian ekosistem karang di Kelurahan Pulau Abang. Kerusakan karang akan terus terjadi jika metode pengoperasian bubu di Kelurahan Pulau Abang dilakukan dengan cara yang sama.

5.3.3 Kelong Pantai

Kelong pantai (sero) digolongkan ke dalam kelas perangkap (trap). Bentuk kelong pantai di Kelurahan Pulau Abang terdiri atas penajo, sayap dan bunuhan. Penajo dan sayap terbuat dari kayu–kayu yang di pancangkan ke dasar laut, sepanjang penajo dan sayap dipasang jaring dan meletakkan perangkap diujung

72   

penajo dan sayap. Perangkap yang digunakan pada kelong pantai di Kelurahan Pulau Abang menggunakan anyaman besi yang berbentuk balok dengan ukuran panjang 1.5-2 m dan lebar 1.5 m serta dalamnya 1m. Perangkap biasanya di letakkan di atas pasir atau terumbu karang di ujung penajo dan sayap.

Prinsip pengoperasian kelong pantai adalah dengan menghadang arah gerakan ikan dengan menggunakan panajo dan sayap. Alat ini memenfaatkan sifat ikan yang bergerak ke arah perairan yang lebih dalam sehingga ikan tergiring masuk kedalam bunuhan (perangkap) dan akhirnya terjebak. Setelah ikan terjebak nelayan mengambil ikan di dalam perangkap ( Subani dan Barus, 1989).

Dampak dari pengoperasian kelong pantai di perairan sekitar terumbu karang Kelurahan Pulau Abang secara visual yang terlihat adalah kayu – kayu pancang untuk penajo dan sayap yang dipasang di terumbu karang dan pasir sekitar terumbu (tabel 17). Pada lokasi tiang pancang yang bertepatan dengan letak terumbu karang menyebabkan lubang pada hamparan terumbu (lampiran 1). Selain itu juga ditemukan tiang –tiang pancang yang roboh tepat di hamparan terumbu karang menyebabkan terumbu karang retak hingga patah. Menurut direktorat Kapal Perikanan dan Alat Penangkap Ikan (2005) untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan perlu juga dilihat dari penggunaan alat-alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan yaitu dari segi pengoperasian alat penangkapan ikan, daerah penangkapan dan lain sebagainya sesuai dengan tata laksana untuk perikanan yang bertanggungjawab.

Kerusakan karang yang terjadi akibat pengoperasian kelong pantai tidak memberikan efek kerusakan yang besar dibandingkan dengan penggunan bom. Namun demikian kerusakan ini akan menjadi besar dengan pengoperasian kelong pantai dalam jumlah yang besar pada suatu daerah penangkapan (fishing ground).

Kerusakan terumbu karang akibat pengoperasian kelong pantai jika diperhitungkan dalam jumlah kelong pantai yang diganakan dan periode waktu tertentu akan menjadi kerusakan besar. Pengoperasian alat tangkap ini masih berlangsung dan mengancam kelestarian ekosistem karang di Kelurahan Pulau Abang. Kerusakan karang akan terus terjadi jika metode pengoperasian kelong panatai di Kelurahan Pulau Abang dilakukan dengan cara yang sama.

5.4 Strategi Penggunaan alat Tangkap ikan yang Ramah Lingkungan di