• Tidak ada hasil yang ditemukan

6. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Dampak Kenaikan TDL terhadap Kinerja Ekonomi Makro dan

Kebijakan kenaikan tarif dasar listrik per Juli tahun 2010 hanya diberlakukan untuk pelanggan listrik yang berdaya 1300 VA ke atas sedangkan pelanggan yang berdaya 900 VA ke bawah masih menerima subsidi sehingga tidak mengalami kenaikan TDL. Selain itu terdapat perbedaan tingkat kenaikan TDL pada tiap pelanggan listrik, sehingga penelitian ini menggunakan shock kenaikan TDL pada kelompok rumahtangga atas sebesar 18 persen dan pelanggan industri sebesar 30 persen (skenario 1). Hasil simulasi dalam penelitian ini memperlihatkan adanya dampak negatif yang ditimbulkan oleh kenaikan TDL baik secara makro maupun sektoral. Kondisi ini berlaku dalam jangka pendek dan panjang, berikut akan dibahas dampak kenaikan TDL terhadap ekonomi makro dan sektoral di Indonesia .

6.1.1 Dampak Kenaikan TDL terhadap Kinerja Ekonomi Makro di Indonesia

Hasil simulasi kebijakan kenaikan TDL terhadap kinerja ekonomi makro Indonesia dapat dilihat pada Tabel 18. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kenaikan TDL dalam jangka pendek maupun jangka panjang berdampak negatif terhadap peningkatan PDB riil. PDB riil mengalami penurunan sebesar 0,27 persen dalam jangka pendek, demikian pula dalam jangka panjang mengalami penurunan yang jauh lebih besar yaitu sebesar 1,56 persen. Penurunan PDB riil tersebut disebabkan oleh penurunan output disemua sektor ekonomi akibat kenaikan TDL. Dari sisi permintaan agregat besarnya penurunan GDP riil lebih tajam pada jangka panjang karena adanya penurunan ekspor yang sangat besar, yaitu sebesar 3,28 persen. Hal ini disebabkan pada jangka panjang terjadi kenaikan harga ekspor sebesar 0,25 persen. Kenaikan harga tukar tersebut akan menyebabkan kenaikan harga output di pasar internasional meningkat yang berdampak pada menurunnya daya saing produk ekspor Indonesia di luar negeri.

Sama halnya dengan volume ekspor, pada jangka pendek maupun jangka panjang terjadi penurunan volume impor masing-masing sebesar 0,21 persen dan 0,54 persen. Penurunan impor tersebut cenderung pada produk antara untuk produksi yang bahan bakunya sebagian besar masih tergantung pada impor.

Selain itu di Indonesia, sumber utama pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi rumahtangga sehingga turunnya konsumsi rumahtangga pada jangka pendek maupun jangka panjang juga ikut berperan dalam penurunan PDB riil. Pergeseran kurva agregrat penawaran ke kiri atas juga akan menyebabkan pergeseran ke bawah kurva permintaaan tenaga kerja. Pada jangka pendek, penurunan tenaga kerja yang terjadi adalah sebesar 0,89 persen. Hal ini menunjukan bahwa kebijakan yang dilakukan pemerintah tersebut akan semakin memperburuk kondisi pasar tenaga kerja di Indonesia.

Tabel 18 Dampak kenaikan TDL terhadap peubah-peubah ekonomi makro di Indonesia.

DESKRIPSI

Peubah Ekonomi Makro SR LR

Neraca perdagangan/PDB (delB) 0,00 -0,01

Tenaga kerja (employ) -0,89 0,00

Indeks deflator PDB sisi

pengeluaran (p0gdpexp) 0,07 0,25

Upah nominal (p1lab) 0,09 -0,67

Indeks harga investasi (p2tot) 0,06 0,15 Indeks harga konsumen (p3tot) 0,09 0,24 Indeks harga ekspor (p4tot) 0,02 0,25

Upah riil (realwage) 0,00 -0,91

Indeks volume impor (x0cif_c) -0,21 -0,54 PDB riil penggunaan (x0gdpexp) -0,27 -1,56

Konsumsi RT (x3tot) -0,44 -1,29

Indeks volume ekspor (x4tot) -0,24 -3,28 DAMPAK (%)

Keterangan :

SR = jangka pendek (short-run) LR = jangka panjang (long-run)

Besarnya inflasi akibat kebijakan kenaikan TDL adalah sebesar 0,09 persen pada jangka pendek dan 0,24 persen pada jangka panjang. Sejalan dengan inflasi nasional tingkat upah nominal tenaga kerja meningkat sebesar 0,09 persen pada jangka pendek. Pada jangka panjang upah nominal tenaga kerjanya mengalami

penurunan sebesar 0,67 persen. Hal ini terjadi karena permintaan kapital dijangka panjang mengalami penyesuaian sehingga produsen bisa bebas menentukan kapital yang akan digunakan dan dapat menekan upah riil tenaga kerjanya. Kenaikan harga investasi akibat kenaikan TDL pada jangka panjang mencapai 0,15 persen lebih besar dari jangka pendek yang hanya naik sebesar 0,06 persen. Kenaikan harga investasi ini menyebabkan investor kurang tertarik menanamkan modalnya. Padahal penanaman modal yang dilakukan oleh investor menjadi stimulus bagi sektor produksi untuk meningkatkan produksinya. Hasil analisis di atas menunjukan dampak negatif kenaikan TDL terhadap ekonomi makro di Indonesia jauh lebih besar untuk jangka panjang jika tidak diikuti kebijakan lain.

6.1.2 Dampak Kenaikan TDL terhadap Kinerja Ekonomi Sektoral di Indonesia

Analisis dampak kenaikan TDL terhadap kinerja ekonomi sektoral akan dibedakan menurut 2 kelompok analisis, yaitu (1) dampaknya terhadap output domestik, harga output dan permintaan tenaga sektoral dan (2) dampaknya terhadap konsumsi tiap kelompok rumahtangga sektoral. Analisis terhadap kedua kelompok tersebut akan dilihat dampak secara umum kebijakan kenaikan TDL terhadap masing-masing sektor (komoditas) ditinjau dari pola dan keterkaitan antar sektor.

6.1.2.1 Dampak Kenaikan TDL terhadap Output Domestik, Tingkat Harga dan Permintaan Tenaga Kerja Sektoral.

Kebijakan pemerintah dalam meningkatkan tarif dasar listrik (TDL) pada pelanggan listrik yang berdaya 1300 VA ke atas dimana sektor industri meningkat sebesar 30 persen dan kelompok rumahtangga meningkat sebesar 18 persen akan menyebabkan pergeseran kurva penawaran ke kiri atas, sehingga output akan turun. Dari hasil simulasi menunjukkan kenaikan TDL berdampak pada penurunan output di seluruh sektor ekonomi baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan output terbesar terjadi pada sektor listrik 1300 VA ke atas, hal ini terjadi karena sektor tersebut terkena dampak langsung kenaikan TDL sehingga permintaan listrik konsumen turun.

Sektor industri merupakan sektor yang paling rentan terkena dampak kenaikan TDL mengalami penurunan output dalam jangka pendek berkisar antara 0,10 persen (industri kimia) sampai dengan 0,66 persen (industri tekstil, pakaian jadi, kulit dan industri logam dasar besi, baja dan bukan besi). Dalam jangka panjang sektor industri mengalami penurunan output dengan kisaran yang lebih tinggi dibanding jangka pendek, yaitu 0,34 persen (industri semen) sampai dengan 9,69 persen (industri logam dasar besi, baja, dan bukan besi). Penurunan yang cukup besar di sektor industri logam dasar besi, baja dan bukan besi dalam jangka panjang tersebut disebabkan karena pengaruh penurunan investasi secara agregat sebagai dampak dari kenaikan harga investasi padahal sektor ini termasuk sektor yang padat modal.

Sektor listrik yang berdaya 1300 VA ke atas yang terkena kenaikan TDL, pada jangka pendek justru outputnya mengalami penurunan paling besar yaitu sebesar 2,13 persen. Penurunan tersebut disebabkan karena pangsa listrik terhadap sektor listrik itu sendiri cukup besar yaitu sebesar 16,85 persen. Besarnya pangsa listrik yang digunakan sendiri oleh sektor listrik, selain karena digunakan untuk proses produksi juga adanya listrik yang susut/hilang dalam proses transmisi maupun distribusi pelanggan yang cukup besar. Kondisi ini menunjukan bahwa kebijakan pemerintah meningkatkan TDL ternyata tidak positif terhadap kenaikan output sektor listrik tersebut.

Kenaikan TDL akan mengakibatkan kenaikan biaya produksi, yang pada akhirnya akan meningkatkan biaya output. Kenaikan biaya output pada jangka pendek terjadi hampir disemua sektor ekonomi kecuali beberapa sektor seperti pertambangan dan penggalian, industri kimia, listrik berdaya 900 VA ke bawah dan sektor keuangan dan jasa perusahaan yang mengalami penurunan harga output. Sektor industri mengalami kenaikan harga output berkisar antara 0,01 persen (industri bambu, kayu dan rotan) hingga 1,41 persen (industri semen). Tingginya kenaikan harga output semen, karena kebutuhan listrik untuk produksinya semen sangat tinggi yaitu mencapai 10,01 persen dari total biaya produksinya. Kenaikan TDL menyebabkan melonjaknya biaya produksi semen karena hampir semua listrik yang digunakan berasal dari PLN. Selain itu tidak adanya impor listrik di Indonesia menyebabkan industri semen tidak bisa

menghindari peningkatan biaya produksi akibat kenaikan TDL tersebut. Pada jangka panjang hampir seluruh sektor ekonomi mengalami kenaikan harga kecuali sektor pertanian turun 0,01 persen. Kenaikan harga output akibat kenaikan TDL pada sektor industri berkisar antara 0,05 persen (industri kimia) sampai 1,71 persen (industri semen) pada jangka panjang.

Tabel 19 Dampak kenaikan TDL terhadap output, tingkat harga dan permintaan tenaga kerja. Pertanian -0,31 -1,23 0,00 -0,01 -1,39 5,91 Tambangali -0,03 -1,55 -0,02 0,05 -0,23 -0,51 IndMakMin -0,35 -1,41 0,01 0,05 -1,18 1,19 IndTekstPak -0,66 -6,69 0,05 0,67 -2,00 -6,17 IndBambuKy -0,13 -1,02 0,01 0,32 -0,47 -0,73 IndKertas -0,28 -2,27 0,03 0,59 -0,92 -1,98 IndKimia -0,10 -1,73 -0,02 0,05 -0,42 -0,79 IndKrtPlstk -0,43 -2,11 0,05 0,28 -1,20 -1,60 IndSemen -0,18 -0,34 1,41 1,71 -0,60 -0,05 IndLgmDsr -0,66 -9,69 0,05 0,90 -3,75 -9,38 IndBrgLgm -0,28 -0,90 0,15 0,37 -0,78 -0,38 IndMesin -0,32 -2,55 0,02 0,30 -1,03 -1,99 Indlainnya -0,64 -3,19 0,14 0,75 -1,54 -2,96 Listrik900 -0,06 -1,14 -0,20 -0,01 -0,25 -0,84 Listrik1300 -2,13 -4,09 30,26 30,10 -7,88 -3,80 Gasair -0,40 -1,70 0,09 0,83 -1,58 -1,09 Bangunan -0,02 -0,12 0,06 0,13 -0,06 0,14 PerdagHR -0,34 -1,58 0,05 0,42 -1,08 -1,02 Angkom -0,48 -2,11 0,04 0,20 -1,51 -0,78 KeuJspersh -0,13 -1,49 -0,19 0,16 -0,57 -0,98 JasaLain -0,32 -0,68 0,18 0,04 -0,47 -0,28 SR LR

SEKTOR OUTPUT (%) HARGA OUTPUT (%)

PERMINTAAN TENAGA KERJA (%)

SR LR SR LR

Keterangan :

SR = jangka pendek (short-run) LR = jangka panjang (long-run)

Pergeseran kurva penawaran ke kiri atas disamping menurunkan output, juga akan berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja. Semakin besar penurunan output, akan semakin besar juga penurunan tenaga kerja. Sejalan

dengan kenaikan outputnya, pada sektor industri, kenaikan TDL mengakibatkan penurunan permintaan tenaga kerja yang berkisar antara 0,47 persen (industri bambu, kayu dan rotan) sampai 3,75 persen (industri logam dasar besi, baja dan bukan besi) pada jangka pendek. Penurunan permintaan tenaga kerja yang terjadi pada sektor industri rata-rata semakin besar pada jangka panjang, bahkan sektor industri logam dasar besi, baja dan bukan besi merupakan sektor yang mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja terbesar yaitu 9,38 persen. Sebaliknya pada jangka panjang industri makanan, minuman dan tembakau terjadi kenaikan penyerapan tenaga kerja akibat kenaikan TDL. Hal ini bisa terjadi karena pada jangka panjang stok kapital dan upah riil mengalami penyesuaian akibat kenaikan TDL sehingga turunnya upah riil dan meningkatnya harga investasi mendorong permintaan tenaga kerja.

Kenaikan TDL pada sektor listrik yang berdaya 1300 VA ke atas, pada jangka pendek menyebabkan penurunan permintaan tenaga kerja yang sangat tajam pada sektor listrik itu sendiri hingga turun sebesar 7,88 persen, namun pada jangka panjang hanya turun sebesar 3,8 persen. Kebijakan kenaikan TDL berdampak pada penurunan permintaan tenaga kerja pada sektor bangunan sebesar 0,06 persen pada jangka pendek. Namun sebaliknya, pada jangka panjang sektor bangunan yang merupakan satu-satunya sektor yang mengalami kenaikan permintaan tenaga yaitu meningkat sebesar 0,14 persen. Hal ini bisa terjadi karena penurunan output sektor bangunan akibat kenaikan TDL adalah yang terkecil, baik pada jangka pendek maupun jangka panjang yaitu hanya turun 0,02 persen dan 0,12 persen.

6.1.2.2 Dampak Kenaikan TDL terhadap Konsumsi Rumahtangga persektor.

Kenaikan TDL akan direspon rumahtangga dalam jangka pendek, melalui penurunan konsumsi. Penurunan konsumsi pada keluarga atas yang berdaya listrik 1300 VA ke atas terjadi pada semua sektor, sedangkan pada rumahtangga bawah yang berdaya listrik 900 VA ke bawah masih ada peningkatan konsumsi dibeberapa sektor ekonomi seperti listrik 900 VA ke bawah dan jasa keuangan. Pada jangka pendek maupun panjang penurunan konsumsi rumahtangga atas akibat kenaikan tarif dasar listrik 1300 VA ke atas akan lebih besar dijangka

panjang. Sebaliknya rumahtangga bawah mengalami peningkatan konsumsi listriknya sebesar 0,06 persen pada jangka pendek. Pada jangka pendek maupun panjang, kenaikan TDL berdampak cukup besar pada penurunan konsumsi semen yang cukup besar di rumahtangga atas maupun rumahtangga bawah. Penurunan konsumsi semen rumahtangga akibat melonjaknya harga semen yang sangat besar karena terkena dampak kenaikan TDL.

Tabel 20 Dampak kenaikan TDL terhadap konsumsi rumahtangga persektor

HouseHB HouseHA HouseHB HouseHA

Pertanian -0,13 -1,62 -0,83 -2,31 Tambangali -0,11 -1,60 -0,88 -2,37 IndMakMin -0,14 -1,63 -0,89 -2,37 IndTekstPak -0,18 -1,67 -1,39 -2,87 IndBambuKy -0,14 -1,63 -1,15 -2,63 IndKertas -0,16 -1,65 -1,25 -2,74 IndKimia -0,12 -1,62 -0,86 -2,35 IndKrtPlstk -0,18 -1,67 -1,08 -2,56 IndSemen -1,52 -2,99 -2,51 -3,97 IndLgmDsr -0,19 -1,68 -1,73 -3,19 IndBrgLgm -0,25 -1,75 -1,13 -2,61 IndMesin -0,15 -1,65 -1,09 -2,57 Indlainnya -0,23 -1,72 -1,33 -2,81 Listrik900 0,06 0,00 -0,83 0,00 Listrik1300 0,00 -24,48 0,00 -24,92 Gasair -0,23 -1,72 -1,66 -3,13 Bangunan -0,20 -1,69 -0,97 -2,45 PerdagHR -0,19 -1,68 -1,24 -2,72 Angkom -0,17 -1,67 -1,02 -2,50 KeuJspersh 0,05 -1,45 -0,99 -2,47 JasaLain -0,31 -1,80 -0,87 -2,35 SEKTOR

KONSUMSI RUMAH TANGGA (%)

SR LR

Keterangan :

SR = jangka pendek (short-run) LR = jangka panjang (long-run)

Kenaikan TDL secara agregat akan berdampak negatif pada total pendapatan dan total konsumsi pada tiap kelompok rumahtangga baik pada jangka pendek maupun panjang seperti pada tabel 21. Penurunan konsumsi rumahtangga tersebut selain akibat langsung kenaikan TDL juga karena dampak tak langsung

kenaikan TDL yang menyebabkan kenaikan harga output terutama industri. Kebijakan kenaikan TDL hanya berlaku untuk rumahtangga atas menyebabkan penurunan total pendapatan maupun total konsumsi rumahtangga atas cenderung lebih tinggi daripada rumahtangga bawah. Sejalan dengan penurunan total pendapatan perkelompok rumahtangga, pada jangka pendek total konsumsi rumahtangga bawah dan rumahtangga atas juga mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,16 persen dan sebesar 2,09 persen.

Tabel 21 Dampak kenaikan TDL terhadap total pendapatan dan konsumsi rumahtangga

SR LR SR LR

Rumahtangga Bawah -0,14 -0,84 -0,16 -1,01

Rumahtangga Atas -1,63 -2,32 -2,09 -2,93

KELOMPOK TOTAL PENDAPATAN (%) KONSUMSI RIIL (%)

Keterangan :

SR = jangka pendek (short-run) LR = jangka panjang (long-run)

6.2 Kebijakan untuk Meminimisasi Dampak Negatif Kenaikan TDL

Dokumen terkait