• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Kerusuhan Papua Bagi Perekonomian

Dalam dokumen KAJIAN FISKAL REGIONAL (Halaman 32-36)

23

Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Triwulan-III 2019

Dampak Kerusuhan Papua Bagi Perekonomian

ada periode Agustus-September 2019, kondisi di Papua sempat memanas menyusul banyaknya aksi massa penolakan terhadap rasisme yang berujung pada terjadinya kerusuhan. Kerusuhan tersebut bukan pertama kalinya yang terjadi sepanjang sejarah Papua karena statistik Kriminal 2018 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa Papua merupakan provinsi di Indonesia yang memiliki jumlah desa/kelurahan dengan konflik massal terbanyak yang dilaporkan Polda setempat, yaitu sebanyak 447 kejadian. Persentase desa/kelurahan yang mengalami kejadian konflik massal mencapai 8,05%. Data tersebut merupakan akumulasi dari perkelahian antarkelompok warga, perkelahian warga dengan aparat keamanan, perkelahian warga dengan aparat pemerintah, perkelahian antarpelajar, dan perkelahian antarsuku.

Jayapura dan Wamena

merupakan dua Kota/Kabupaten yang mempunyai dampak yang cukup parah pada kerusuhan di periode

tersebut yang menyebabkan

banyaknya kerusakan fisik baik barang milik pribadi maupun

kerusahan fasilitas umum.

Berdasarkan laporan dari Polda Papua, di Jayapura terdapat sedikitnya 31 kantor yang telah dirusak dan dibakar, 33 kendaraan roda 2, 36 kendaraan roda 4, 24 kios dan toko, 7 pos polisi, 3 unit dealer kendaraan, serta ratusan perumahan penduduk. Dampak lebih parah terjadi di Kabupaten Wamena. Di samping kerusakan fisik pada 700an bangunan (kantor pemerintah dan swasta, ruko, dan perumahan) serta 200an kendaraan (mobil dan motor), kerusuhan di Wamena juga menyebabkan meninggalnya 31 orang serta ribuan warga yang terpaksa mengungsi dari Wamena.

Banyaknya jumlah kerusakan tersebut akan mempengaruhi kondisi perekonomian bagi regional maupun nasional. Dampak kerusuhan Papua bagi perekonomian antar lain:

Grafik 5.1. Provinsi dengan Jumlah Konflik Terbanyak di Indonesia Tahun 2018

Sumber: katadata.co.id (2019)

Berita Fiskal Terpilih

24

Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Triwulan-III 2019

1. Menambah Beban Belanja dalam APBN dan APBD

Banyaknya kerusakan

bangunan pemerintah dan fasilitas umum memerlukan pembangunan kembali yang akan menjadi beban belanja dalam APBN dan/atau APBD. Sesuai dengan keterangan dari Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan

Rakyat (PUPR), pembangunan kantor pemerintahan yang dirusak dan dibakar massa akan segera diperbaiki dengan pendanaan melalui APBN. Sementara itu, pembangunan kios dan rumah penduduk yang mengalami kerusakan akan menggunakan dana stimulan dari anggaran Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dengan pelaksanaan yag akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Presiden. Berdasarkan proyeksi dari kementerian PUPR, pembangunan 10 kantor pemerintahan membutuhkan anggaran sekitar Rp 100 miliar.

Di samping menjadi beban APBN, pembangunan kerusakan akibat kerusakan tersebut juga turut menjadi beban belanja dalam APBD. Pemerintah Provinsi Papua akan mengalokasikan APBD induk 2020 untuk pembangunan rekonstruksi dan rehabilitasi Wamena. Percepatan rehabilitasi Wamena di Kabupaten Jayawijaya sangat penting mengingat Kabupaten tersebut merupakan penyuplai kebutuhan pokok pada 8 Kabupaten di sekitarnya. Di samping itu, pembangunan pasca kerusuhan perlu segera dilakukan mengingat Papua akan menjadi tuan rumah dalam pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) Tahun 2020.

1. Menurunkan Potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD)

PAD memang bukan pendapatan utama bagi Pemerintah Daerah di Indonesia pada umumnya, namun PAD dapat mencerminkan tingkat kemandirian daerah. Semakin tinggi PAD yang dihasilkan maka semakin tinggi tingkat kemandirian suatu daerah yang menunjukkan bahwa daerah tersebut mampu melaksanakan desentralisasi fiskalnya dan mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, PAD dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai peraturan perundang-undangan yang meliputi: pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan pendapatan sah lainnya.

PAD dari pajak daerah di Papua lebih banyak terpusat di Jayapura, antara lain dalam Gambar 5.1: Foto Pembakaran Fasilitas Umum

Dampak Kerusuhan di Jayapura

25

Kajian Fiskal Regional Provinsi Papua Triwulan-III 2019

bentuk: pajak hotel, pajak restoran/rumah makan, pajak hiburan, pajak reklame, dan lain-lain. Pasca kerusuhan Papua, okupansi hotel mengalami penurunan dari biasanya berkisar pada 70-80% hingga menjadi hanya sebesar 40%. Hotel di Papua biasanya digunakan sebagai tempat persinggahan bagi pelaku bisnis dari luar kota yang sedang melakukan kunjungan kerja di Papua sehingga kerusuhan ini berdampak pada banyaknya orang yang membatalkan perjalanan bisnisnya. Kerusuhan ini juga membuat Papua mengundurkan diri sebagai tuan rumah untuk Pekan Olahraga Pelajar Nasional (Popnas) 2019 dan Pekan Olahraga Paralimpiade Nasional (Peparnas) 2020. Mundurnya Papua sebagai tuan rumah dua kegiatan olah raga besar tersebut menyebabkan hilangnya potensi pendapatan yang akan diterima sebagai PAD, antara lain pendapatan dari usaha perhotelan, rumah makan, dan pariwisata di Papua.

2. Menghambat Perkembangan Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi

Selama ini, minat investasi dan penanaman modal di Papua masih relatif rendah antara lain karena faktor stabilitas politik dan keamanan. Berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi PMDN di Papua pada semester I 2019 adalah sebesar Rp.87,2 miliar. Angka tersebut jauh lebih kecil apabila dibandingkan dengan DKI Jakarta, Jawa Timur, Riau, dan Nusa Tenggara Barat yang mencapai lebih dari Rp1 triliun. Sementara itu, realisasi penanaman modal asing (PMA) pada periode yang sama di Papua sebesar US$708 juta atau setara Rp.9,91 triliun (kurs Rp.14 ribu per dolar Amerika Serikat). Jumlah tersebut juga lebih rendah apabila dibandingkan dengan realisasi PMA di Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Banten yang jumlahnya melebihi US$1 miliar atau Rp14 triliun. Hal ini sangat disayangkan mengingat Papua memiliki potensi ekonomi yang cukup besar, antara lain pada sektor pertambangan, perkebunan, dan kehutanan.

Meskipun jumlah investasi di Papua masih rendah, namun jika terdapat banyaknya kantor yang tidak beroperasi serta tutupnya pusat perbelanjaan akan berpengaruh pada persediaan barang kebutuhan sehari-hari. Hal tersebut akan mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat Papua yang berakibat pada pertumbuhan ekonomi Papua yang akan melambat. Kerusuhan ini bisa membuat investor dalam negeri menahan rencananya untuk berekspansi ke Papua sehingga diperlukan peran dari pemerintah pusat untuk menjamin keamanan dan meningkatkan iklim investasi.

Berdasarkan data BPS, struktur

perekonomian Indonesia pada

kuartal II Tahun 2019 masih

didominasi oleh Provinsi-provinsi di Pulau Jawa dengan jumlah kontribusi terhadap PDB sebesar 59,8%, diikuti oleh provinsi di kawasan Sumatera

(21,31%), Kalimantan (8,01%),

Sulawesi (6,34%), Bali nan Nusa Tenggara (3,06%), serta Maluku dan Papua (2,17%).

- 1 -

KEMENTERIAN KEUANGAN

DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Papua

Komplek Papua Trade Center

Jalan Raya Kelapa Dua Entrop Jayapura 99224 Telp. 0967-533140, 534140

Dalam dokumen KAJIAN FISKAL REGIONAL (Halaman 32-36)

Dokumen terkait