• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Pemanfaatan Situs

Dalam dokumen Lomba Karya Tulis Ilmiah Krama Desa Mena (Halaman 26-39)

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.4 Dampak Pemanfaatan Situs

Mendapat predikat sebagai destinasi pariwisata baik lokal maupun mancanegara, tentunya menimbulkan dampak positif maupun negatif yang dirasakan secara langsung maupun tidak langsung bagi masyarakat yang hidup di sekitaran situs tersebut. Dampak positif yang langsung dirasakan oleh masyarakat masing-masing situs bisa dikatakan hampir sama. Pemasukan desa yang didapat dari keberadaan situs baik dari pemerintah ataupun hasil yang didapat mandiri desa, memberikan keringanan bagi warga desa untuk melakukan upacara di situs tersebut. Pada Situs Goa Gajah misalnya, beban tiap rumah yang seharusnya pertahun sebesar Rp2.000.000,00 yang diberikan kepada desa untuk biaya pengadaan upacara untuk seluruh pura yang terdapat di wilayah Desa Pekraman Bedulu, menjadi tidak ada lagi, karena bisa ditutup dari pendapatan yang didapat dari adanya Situs Goa Gajah. Hal ini sangat membantu menurut pihak bendesa adat setempat, mengingat tanggung jawab yang dimiliki oleh warga Desa Pekraman Bedulu yang merupakan desa dengan benda tinggalan yang tersebar di seluruh pura yang terletak di desa, mewajibkan mereka untuk menjaga kelestariannya. Upaya pelestarian tersebut dilakukan dengan melakukan upacara piodalan di pura-pura bersangkutan. Upacara dilakukan bergantian di semua pura yang ada dalam jangka waktu satu tahun.

20

Sama halnya yang terjadi di Situs Candi Gunung Kawi, dimana warga tidak perlu lagi untuk mengadakan patungan dalam hal pengadaan upacara di situs terkait. 40% pemasukan yang didapat dari pemerintah dan sedikit uang hasil sewa laba pura, mampu membiayai perawatan dan pengadaan upacara di Situs Candi Gunung Kawi. Sedangkan pada Situs Tirta Empul pendapatan desa yang jauh lebih banyak daripada pendapatan yang diberikan dari pemerintah setempat, tidak hanya mampu membantu pembiayaan pengadaan upacara. Pembiayaan sosial untuk masyarakat desa juga mampu dianggarkan oleh pihak desa, seperti dana bantuan untuk warga yang sakit, warga yang melahirkan dsb. Selain itu pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana di area situs juga mampu mereka lakukan dengan pendapatan mandiri yang didapat oleh desa. Sesuai dengan kesepakatan bahwa area yang berdekatan dengan pura segala sesuatunya merupakan tanggung jawab dari pihak desa, termasuk perawatan dan pengembangannya.

Dampak lain adalah bagaimana kegiatan perekonomian di desa menjadi lebih bergerak. Hal ini tentunya membawa keuntungan bagi masyarakat sekitar yang secara langsung maupun tidak menggantungkan hidupnya pada keberadaan situs tersebut. Dengan kegiatan perekonomian yang terus bergerak, maka akan membawa perubahan pada taraf hidup masyarakat menjadi jauh lebih baik. Akan tetapi pengembangan pariwisata yang terdapat di ketiga situs tersebut tidaklah lepas dari permasalahan ataupun kekurangan. Permasalahan yang ada berdampak pada masyarakat dan ada pula yang berdampak kepada wisatawan. Permasalahan yang berdampak kepada masyarakat antara lain sistem bagi hasil antara pemerintah dengan desa yang dirasa belum adil bagi pihak desa setempat. Selain itu ketersediaan informasi yang akurat untuk para wisatawan masih belum bisa maksimal. Hal ini jelas merugikan apabila mereka membawa informasi yang salah ke tempat mereka berasal. Tersedianya guide

lokal yang masih terbatas juga menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan. Seperti di Situs Gunung Kawi yang tidak tersedia guide lokal yang mampu menjelaskan, sedangkan wilayah situs yang cukup luas tidak dibarengi dengan ketersediaan informasi yang memadai di setiap areanya, sehingga menyulitkan wisatawan yang

21

ada. Sedangkan untuk guide lokal di Situs Goa Gajah yang semakin berkurang karena kebanyakan memilih menjadi guide di perusahaan travel.

Selain itu dari segi tuntutan pengembangan pariwisata terdapat upaya yang sebenarnya baik namun salah dalam penerapannya. Sebagai contoh upaya pengembangan pariwisata di Situs Tirta Empul, dimana dari pihak pengelola desa menginginkan agar wilayah situs Tirta Empul makin indah dengan banyaknya hiasan-hiasan patung. Sayangnya penambahan tersebut tidak memperhatikan area mana saja yang boleh untuk ditambahkan. Sesuai dengan UU RI Tahun Nomor 11 Tahun 2010

pasal 78 ayat 1,”Pengembangan Cagar Budaya dilakukan dengan memperhatikan prinsip kemanfaatan, keamanan, keterawatan,keaslian,dan nilai-nilai yang melekat

padanya.” Dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa pengembangan Cagar

Budaya boleh dilakukan asal tidak melanggar ketentuan yang ada. Kasus yang terjadi di Tirta Empul adalah, pada bagian patirthaan yang merupakan Cagar Budaya ditambahkan dua buah patung hiasan berbentuk gajah dengan ukuran yang besar. Hal ini tentu bertentangan dengan kaidah yang ada, karena mengurangi keaslian yang dimiliki oleh bangunan peninggalan masa Kerajaan Bali kuno tersebut.

Permasalahan lain yang dihadapi adalah tentang pemahaman masyarakat setempat mengenai Cagar Budaya. Sebagian besar masyarakat desa memang telah melaksanakan upaya pelestarian secara tidak langsung, dalam kegiatan tradisi ataupun peribadatan yang mereka lakukan. Sayangnya upaya tersebut tidak dibarengi dengan pemahaman bahwa barang-barang atau bangunan tersebut, selain memiliki nilai magis ataupun religius yang mereka percayai berasal dari leluhur, juga memiliki nilai penting dalam beberapa aspek sehingga keberadaannya harus terus dijaga. Kurangnya pemahaman tersebut yang akhirnya menjadikan beberapa tindakan menjadi terkesan salah langkah.

22 BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Wilayah DAS Pakerisan dan DAS Petanu memiliki potensi sumber daya arkeologi yang sangat banyak, diantaranya adalah Situs Candi Gunung Kawi dan Situs Tirta Empul di kawasan DAS Pakerisan dan Situs Goa Gajah di kawasan DAS Petanu. Ketiga situs tersebut merupakan situs yang terkenal menjadi situs destinasi pariwisata. Dengan sifat living monumentnya karena terletak di wilayah Bali, situs ini menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Filosofi Tri Hita Karana yang dipegang oleh masyarakat Bali, menjadikannya sebagai landasan dalam pengelolaan situs oleh masyarakat setempat.

Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka terdapat beberapa kesimpulan yang dapat ditarik. Pertama, proses pengelolaan cagar budaya yang terdapat di kawasan DAS Pakerisan khususnya Situs Candi Gunung Kawi dan Situs Tirta Empul dan di kawasan DAS Petanu yakni Situs Goa Gajah yang menyangkut pengembangan fasilitas pariwisata seperti toilet, akses jalan pada situs, loket tiket, tempat parkir, pasar/kios adalah tanggungjawab dari Dinas Pariwisata setempat dalam hal ini adalah Kabupaten Gianyar

Kedua, masyarakat desa adat bertugas dalam hal-hal yang berkaitan dengan perawatan pura. Baik perawatan secara fisik maupun perawatan non fisik seperti melakukan upacara rutin yang diadakan pada waktu yang telah ditentukan. Walaupun ada juga desa yang melakukan hal lebih dari yang telah disepakati, seperti ikut serta membangun sarana dan prasarana pengembangan pariwisata, seperti yang dilakukan di Situs Candi Gunung Kawi.

Ketiga, dengan adanya situs yang menjadi destinasi pariwisata di wilayah desa, membuat kehidupan warga menjadi lebih terbantu. Khususnya pada pemenuhan kebutuhan pengadaan upacara di situs yang tadinya dibebankan kepada masyarakat cukup besar, menjadi lebih ringan bahkan ada yang dihapuskan sama sekali, karena sudah tertutupi dari hasil pendapatan situs. Selain itu kegiatan perekonomian juga

23

menjadi lebih hidup dengan adanya keberadaan situs terkait. Potensi masyarakat menjadi lebih berkembang dan mampu meningkatkan taraf hidup.

Pengelolaan cagar budaya berbasis masyarakat harus dipertahankan dan terus menjadi perhatian utama karena masyarakat adat secara khusus menjadi pelakon utama yang hidup bersama cagar budaya dan yang menghidupkan cagar budaya. Khususnya di Bali yang membuat cagar budaya bersifat living monument karena kentalnya dengan tradisi dalam bentuk upacara-upacara lainnya yang bermakna sebagai wujud penghormatan kepada Tuhan dan leluhur, sebagai upaya perlindungan cagar budaya, sebagai cerminan kesejahteraan spiritual bagi masyarakat Bali. Segala kebijakan yang dibuat oleh pemerintah harus melihat situasi dan kebutuhan masyarakat desa agar segala kebijakan yang diciptakan berdaya guna dengan tepat.

Terkait dengan peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat, pariwisata merupakan peluang paling efektif dan efisien yang diterapkan pada Situs Goa Gajah, Situs Gunung Kawi, dan Pura Tirta Empul. Namun kegiatan tersebut tidak dapat terlepas dari adanya peran pemerintah, khususnya pemerintah daerah sebagai fasilitator dan pembina pengembangan pariwisata. Alangkah baiknya pembagian hasil keseluruhan didiskusikan antara desa adat dengan pemerintah secara intensif agar dapat menerima kejelasan yang tepat dengan mengikuti prosedur atau regulasi yang berlaku. Persentase pembagian hasil perlu ditunjang kembali melihat banyaknya kebutuhan desa adat, khususnya untuk keberlangsungan situs, dalam hal ini seperti pengadaan upacara yang bersifat rutin (memiliki waktu-waktu tertentu), perbaikan infrastruktur, perlindungan cagar budaya dan kebutuhan lainnya. Pemberdayaan terhadap masyarakat desa perlu dioptimalkan lagi sebagai sumber daya manusia yang menunjang kebutuhan cagar budaya sebagai objek wisata, seperti penyediaan dan pelatihan local guide dan peningkatan mutu hasil karya lokal serta pemasarannya.

Pemahaman tentang cagar budaya juga perlu menjadi perhatian khusus bagi masyarakat desa adat dan instansi terkait. Peran instansi terkait dalam hal ini dibutuhkan agar pemahaman tersebut tertanam dalam mindset masyarakat sekitar situs. Terkhusus tentang sosialisasi dan pengenalasan UU RI No.11 Tahun 2010

24

Tentang Cagar Budaya perlu ditingkatkan sebagai landasan hukum dalam pengelolaan dan pemberdayaan cagar budaya. Sehingga masyarkat menjadi paham bahwa upaya pelestarian yang mereka lakukan selama ini tidak hanya sebatas dari nilai religius atau magis yang dimiliki suatu benda atau bangunan cagar budaya, melainkan terdapat nilai penting lainnya seperti historis dan edukasi yang tidak kalah penting untuk dijaga keberadaanya. Pengenalan akan regulasi pelesatarian cagar budaya yang sesuai dengan undang-undang penting dikenal agar masyarkat tidak salah langkah dalam upaya pengembangan situs, khususnya karena adanya tuntutan dari kebutuhan pariwisata. Upaya yang dianggap baik bagi kebutuhan pariwisata tidak semuanya sesuai dengan regulasi pemberdayaan cagar budaya yang berlaku.

25 DAFTAR PUSTAKA

Ardika, I Wayan, I Gde Parimartha, A.A Bagus Wirawan 2013, Sejarah Bali Dari Prasejarah Hingga Modern, Udayana University Press,Denpasar.

Emzir 2010, Metodologi Penelitiian Kualiatif, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hadiyanta, IGN Eka 2017, Dinamika Pelestarian Cagar Budaya, Ombak, Yogyakarta.

Kempers, A.J. Bernet, Bali Purbakala Seri Tjandi,

Laksmi, A.A. Rai Sita 2014, ‘Pengelolaan Warisan Budaya Pura Tanah Lot sebagai

Daya Tarik Wisata di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Tabanan’, Forum Arkeologi, No. 3, 207-217.

Prasodjo, Tjahyono 2004, Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya Arkeologi, disampaikan dalam Pelatihan Pengelolaan Sumber Daya Arkeologi Tingkat Dasar, di Mojokerto.

Moleong, L. J. 1991, Metode Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya, Bandung.

Sulistyanto, Bambang, Pemberdayaan Masyarakat sebagai Pertanggungjawaban Sosial Arkeolog, Majalah Arkeologi Indonesia, diakses pada tanggal 12

Oktober 2017,

<https://hurahura.wordpress.com/2011/07/06/pemberdayaan-masyarakat-sebagai-pertanggungjawaban-sosial-arkeolog/>

Srijaya, I Wayan 2016, ‘Pelestarian Cagar Budaya di Daerah Wisata Sanur’,

Sudamala, Vol 3, 14-20.

Susanti, Ninie, Agus Aris Munandar, Andriyati Rahayu, Dian Sulistyowati, Chaidir Ashari 2013, Patirthan Masa Lalu dan Masa Kini, Wedatama Widya Sastra, Jakarta. Tenaya, Yadnya 2016, ‘Dampak dan Makna Pemanfaatan Situs Goa Gajah sebagai Objek

Daya Tarik Wisata di Kabupaten Gianyar’, Sudamala, Vol. 3, 21-32

Tim Penyusun Pendaftaran Situs Cagar Budaya Komplek Candi Tebing Gunung Kawi sebagai Cagar Budaya Nasional 2017, Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman

26

Tim Penyusun Pendaftaran Situs Cagar Budaya Pura Tirta Empul sebagai Cagar Budaya Nasional 2017, Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman.

Wiguna, I Gusti Ngurah Tara 2008, ‘Penerapan Konsep Mandala dan Tri Angga dalam arsitektur Candi Gunung Kawi’, Pusaka Budaya dan Nilai-Nilai Religiusitas, Seri Penerbitan Ilmiah jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana, Denpasar.

Lampiran 1 (Data Foto)

Gambar 1. Aktivitas upacara keagamaan berjalan dengan kegiatan pariwisata.

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

Gambar 2. Wisatawan ikut serta membersihkan diri di Patirthaan Tirta Empul

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016)

Gambar 3. Kios-kios warga di sekitar situs Pura Tirta Empul

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

Gambar 4. Tempat sewa loker dan kamen yang dikelola oleh masyarakat di Pura Tirta Empul

Gambar 5. Wisatawan ramai

mengunjungi koperasi yang dikelola masyarakat di Pura Tirta Empul

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

Gambar 6. Candi Gunung Kawi yang berjumlah 5

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016)

Gambar 7. Kios-kios warga di sekitaran situs Situs Gunung Kawi

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

Gambar 8. Kerajinan yang dibuat oleh masyarakat sekitar situs yang dijual di kios-kios

Gambar 9. Kerajinan dari batok kelapa oleh masyarakat sekitar situs yang dijual di kios-kios

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

Gambar 10. Situs Goa Gajah

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

Gambar 11 . Local guide sedang memandu wisatawan

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

Gambar 12 . Kios-kios warga eskitar di Situs Goa Gajah

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

Gambar 13. Fasilitis parkir di Situs Goa Gajah

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

Gambar 14 . Wawancara dengan Bendesa Adat Bedulu

Biodata Ketua dan Anggota A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap (sesuai dengan

KTP/KTM)

I Kadek Sudana Wira Darma

2 NIM 1401405017

3 Posisi dalam Penelitian Anggota

4 Jenis Kelamin Laki-Laki/Perempuan

5 Tempat dan Tanggal Lahir Selat Tengah, 19 Juni 1995

6 Jurusan Arkeologi

7 Alamat Rumah Jln. Cenigan Sari, Gg Gumuk Sari 26x, Sesetan

8 Nomor Telepon/HP 085792699228

9 Email wirajustice@gmail.com

B. Riwayat Pendidikan

C. Penghargaan dalam 10 tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi atau institusi lainnya)

SD SMP SMA

Nama Institusi SD N 2 Susut SMP N 3 Susut SMA N 1 Bangli

Jurusan IPA

Tahun Masuk-Lulus 2001-2007 2007-2010 2010-2013

No. Jenis Penghargaan Institusi Pemberi Penghargaan Tahun

1 Juara 1 Lomba Tenis Meja Dinas Pendidikan dan Olahraga

Kab. Bangli 2007 2 3 Denpasar, 14 Oktober 2017 Tanda Tangan

I Kadek Sudana Wira Darma NIM.1401405017

Dalam dokumen Lomba Karya Tulis Ilmiah Krama Desa Mena (Halaman 26-39)

Dokumen terkait