• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Perkembangan Alat Pembayaran Non Tunai Terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Dampak Perkembangan Alat Pembayaran Non Tunai Terhadap

2.4.1 Indikator Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai di Indonesia Meskipun sejauh ini belum banyak terdapat indikator pengukur perkembangan alat pembayaran non tunai yang secara resmi digunakan di Indonesia, tetapi secara umum pengukuran perkembangan pembayaran non tunai dilakukan dengan menggunakan tiga indikator yaitu indikator perkembangan

volume transaksi alat pembayaran non tunai, rasio antara konsumsi swasta terhadap uang kartal di masyarakat dan rasio uang tunai terhadap M1.

2.4.1.1Perkembangan Volume Transaksi Non Tunai

Perkembangan sistem pembayaran di Indonesia secara umum sudah mengarah ke sistem pembayaran non tunai. Hal tersebut tercermin dari transaksi nilai besar (high value) dan transaksi nilai kecil (retail) yang dilakukan melalui sarana Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), dan kliring yang mengalami peningkatan secara signifikan dari tahun ke tahun.

Berdasarkan data transaksi melalui BI-RTGS, penyelesaian transaksi antar bank melalui sistem BI-RTGS menunjukkan tren peningkatan baik dari sisi nilai maupun volume transaksi. Hal ini disebabkan semakin luasnya cakupan wilayah implementasi BI-RTGS, sehingga semakin mendorong minat masyarakat untuk menggunakan jasa pembayaran non tunai tersebut.

Sementara itu, tren yang sama juga terjadi dengan penyelesaian transaksi melalui mekanisme kliring. Salah satu faktor yang mendorong peningkatan transaksi kliring adalah penerapan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) yang dapat mengakomodir kebutuhan pelaksanaan transfer kredit antar bank ke seluruh wilayah Indonesia tanpa kewajiban melakukan pertukaran fisik warkat (paperless).

Selain BI-RTGS dan kliring, perkembangan pembayaran non tunai juga dapat diindikasikan dengan perkembangan alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK). Kegiatan APMK merupakan aktivitas penggunaan instrumen pembayaran menggunakan kartu seperti kartu ATM, kartu kredit, kartu debet

maupun kartu prabayar (e-money). Transaksi pembayaran dengan menggunakan instrumen APMK pada saat ini bersifat account based, sehingga setelmen transaksi dilakukan pada level bank dengan metode yang dipilih oleh masing-masing bank (penyelenggara) sesuai dengan skala operasional jaringannya.

Perkembangan transaksi APMK mengalami peningkatan dari waktu ke waktu baik disisi volume dan nilai transaksi. Perkembangan tersebut diprediksikan terus berlangsung sejalan dengan semakin beragamnya fasilitas dan fungsi APMK. Dengan kemajuan teknologi dalam sistem pembayaran dan keinginan perbankan untuk meningkatkan layanan kepada nasabah, penggunaan fungsi APMK menjadi lebih beragam. Penggunaan kartu ATM tidak hanya untuk penarikan tunai atau pengecekan saldo namun juga dapat digunakan sebagai kartu debet untuk melakukan berbagai jenis pembayaran (misalnya pembayaran tagihan listrik dan telepon).

APMK yang telah ada di Indonesia sejauh ini adalah kartu ATM, kartu debet, smartcards, kartu kredit dan prepaid card. Informasi dan data mengenai perkembangan APMK di Indonesia baru dapat diperoleh sejak tahun 1999.

Sejalan dengan perkembangan teknologi, aktivitas pembayaran non tunai yang dicerminkan dari berbagai alat pembayaran kartu di atas baik dilihat dari nilai maupun jumlah transaksi menunjukkan peningkatan.

2.4.1.2Rasio Nilai Konsumsi Swasta Terhadap Uang Kartal Yang Diedarkan Selain terlihat dari peningkatan volume transaksi non tunai, peningkatan aktivitas pembayaran non tunai juga dapat diindikasikan oleh rasio nilai konsumsi swasta terhadap uang kartal yang diedarkan di masyarakat yang menunjukkan

perkembangan meningkat. Hal ini mengindikasikan tren semakin menurunnya porsi penggunaan uang tunai dalam mendukung aktivitas konsumsi masyarakat. Perkembangan yang sama dapat ditemui pada negara-negara yang juga menerapkan pengembangan dalam alat pembayaran non tunai.

2.4.1.3Rasio Uang Kartal Terhadap Giro Dan Transaksi Pembayaran Berbasis Kartu

Indikator lain yang dapat digunakan untuk menggambarkan perkembangan pembayaran non tunai adalah rasio uang kartal terhadap giro dan transaksi pembayaran berbasis kartu. Penggunaan transaksi pembayaran berbasis kartu pada perhitungan rasio ini dimaksudkan agar dapat memberikan gambaran perkembangan pembayaran non tunai yang lebih baik. Dari sisi teknis perhitungan, rasio ini memiliki kelemahan karena digunakannya jenis data yang berbeda yakni data flow pada transaksi pembayaran dan jenis data stok pada giro dan deposito.

Namun demikian, hal tersebut diperkirakan hanya akan berpengaruh pada perbedaan besaran (magnitude) rasio yang dihasilkan. Sementara arah dari perkembangan rasio tersebut masih dapat digunakan untuk memberikan gambaran perkembangan pembayaran non tunai. Semakin kecil rasio tersebut mengindikasikan semakin tingginya aktivitas pembayaran non tunai. Kondisi ini sejalan dengan perkembangan beberapa indikator lainnya yang menggambarkan tren peningkatan preferensi masyarakat terhadap pembayaran non tunai.

2.4.2 Peranan Pembayaran Non Tunai terhadap Perekonomian

Peningkatan pembayaran non tunai berpotensi untuk dapat memberikan manfaat atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui beberapa cara yakni: mengurangi opportunity cost masyarakat, meningkatkan pendapatan masyarakat melalui pendapatan bunga dan fee base income dan pembiayaan tanpa bunga (khusus kartu prabayar/e-money) yang diterima Bank atau penerbit APMK, mendorong kenaikan tingkat konsumsi dan velocity of money serta mendorong aktivitas sektor riil dan pertumbuhan ekonomi.

2.5 Risiko Perkembangan Alat Pembayaran Non Tunai Terhadap Perekonomian

Disamping memberikan keuntungan bagi perekonomian sebagaimana dijelaskan di atas, terdapat pula beberapa risiko dari penerbitan dan penggunaan alat pembayaran non tunai yang dapat mempengaruhi ekonomi dan sistem keuangan :

1. Peningkatan default risks yang ditimbulkan dari penerbitan kartu kredit atau kartu pra bayar. Kedua jenis kartu ini memiliki potensi permasalahan dalam penyelesaian tagihan atau penyelesaian kliring bilamana terjadi wanprestasi dari salah satu pihak yang terlibat. Risiko default bisa disebabkan oleh nasabah yang seenaknya menggunakan fasilitas kartu ini namun tidak mau menyelesaikan tagihan. Dari sisi penerbit, default juga disebabkan kurangnya kehati-hatian dalam proses persetujuan penggunaan alat pembayaran menggunakan kartu. Pengaturan yang jelas akan penerbitan kedua jenis kartu ini akan mengurangi dampak dari permasalahan ini.

2. Risiko keamanan dari IT yang digunakan. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti menciptakan produk palsu, mencuri kartu atau data kartu milik orang lain. Jika kartu pembayaran non tunai dipalsukan atau dicuri itu kemudian dapat ditukarkan ke dalam bentuk uang tunai atau aset lain maka hal ini tentunya dapat menyebabkan kerugian bagi pihak-pihak yang terkait seperti penerbit maupun konsumen pengguna alat pembayaran non tunai.

3. Peningkatan risiko kemanan terkait dengan IT dapat menyebabkan kegagalan dalan penyelesaian transaksi. Peningkatan risiko default dan risiko IT dapat mendorong kegagalan dalam sistem pembayaran.

4. Kegagalan sistem pembayaran pada gilirannya dapat mendorong terjadinya ketidakstabilan dalam sistem keuangan karena saling ketergantungan antara sistem pembayaran dan sistem keuangan.

Dokumen terkait