SKRIPSI
ANALISIS PENGARUH TRANSAKSI NON TUNAI
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
OLEH
DIO NANDO HASIBUAN
110523022
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN EKSTENSI
DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
PENANGGUNG JAWAB SKRIPSI
Nama
: Dio Nando Hasibuan
NIM
: 110523022
Program Studi
: S1 - Ekonomi Pembangunan Ekstensi
Konsentrasi
: Perbankan
Judul
: Analisis Pengaruh Transaksi Non Tunai Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Medan,
Januari 2015
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
LEMBAR PENGESAHAN
Nama
: Dio Nando Hasibuan
NIM
: 110523022
Program Studi
: S1 - Ekonomi Pembangunan Ekstensi
Konsentrasi
: Perbankan
Judul
: Analisis Pengaruh Transaksi Non Tunai Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Pembimbing Skripsi
Pembaca Penilai
Wahyu Ario Pratomo, S.E., M.Ec.
Drs. Rahmad Sumanjaya M.Si.
NIP. 19730408 199802 1 001
NIP. 19490808 198103 1 001
Ketua Program Studi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK
Nama
: Dio Nando Hasibuan
NIM
: 110523022
Program Studi
: S1 - Ekonomi Pembangunan Ekstensi
Konsentrasi
: Perbankan
Judul
: Analisis Pengaruh Transaksi Non Tunai Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Tanggal:
Januari 2015
Ketua Program Studi
Irsyad Lubis, S.E., M.Soc.Sc., Ph.D
NIP. 19710503 200312 1 003
Tanggal:
Januari 2015
Ketua Departemen
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:
Analisis Pengaruh Transaksi Non Tunai
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai
tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara Medan.
Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau
lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat
izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma,
kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan
plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
Medan,
Januari 2015
ABSTRAK
Analisis Pengaruh Transaksi Non Tunai Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Peningkatan penggunaan pembayaran non tunai yang terus meningkat saat ini telah
menggeser peran uang tunai dimasyarakat. Dengan didukung perkembangan
teknologi saat ini, sistem pembayaran non tunai telah bekembang semakin inovatif
yang mendorong pertumbuhan ekonomi melalui efek substitusi dan efisiensi dalam
perekonomian. Dengan menggunakan Model Vektor Auto Regresi (VAR), dampak
terhadap perekonomian dianalisis. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan
pembayaran non tunai menginduksi pertumbuhan ekonomi dan jumlah uang
beredar.
ABSTRACT
Analysis of the Effect of Non-Cash Transaction Against Economic Growth in Indonesia
Increased use of non-cash payments are increasing today has shifted the role of
cash in the community. With the support of current technological developments,
non-cash payment system has been developing States increasingly innovative
drive economic growth through the effect of substitution and efficiency in the
economy. By using the Vector Auto Regression Model (VAR), and the impact on
the economy are analyzed. The results showed an increase in non-cash payments
induce economic growth and money supply.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penelitian dan penulisan
skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Sumatera Utara. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna, karena itu Peneliti mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak yang
dapat membangun untuk menjadikan skripsi ini lebih baik lagi. Dengan segala
kerendahan hati, Peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.
Peneliti telah banyak mendapatkan semangat dan doa untuk keberhasilan
dalam menyelesaikan studi dan skripsi ini dari Orang tua tercinta: Bapak Zam Zam
Amandarsyah Hasibuan dan Ibu Usriani Nasution. Dalam kesempatan ini, Peneliti
juga menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec., Ac., Ak., CA. selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
2. Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec. selaku Ketua Departemen Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan
juga sebagai Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan,
dukungan, arahan kepada Peneliti.
3. Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si. selaku Sekretaris Departemen Ekonomi
4. Irsyad Lubis, SE, M.Soc. Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
5. Paidi Hidayat, S.E., M.Si. selaku Sekeretaris Program Studi Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
6. Drs. Rahmad Sumanjaya M.Si. selaku Dosen Pembaca Penilai yang telah
meluangkan waktu dan memberikan saran demi kesempurnaan skripsi ini.
7. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera
Utara untuk segala bentuk jasa selama perkuliahan.
8. Bagi semua pihak, teman dan sahabat yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
yang telah membantu penyelesaian studi, penelitian dan penyelesaian skripsi
ini.
Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-Nya kepada kita
dan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Januari 2015 Peneliti,
DAFTAR ISI
Halaman
ABTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1
1.2Perumusan Masalah ... 5
1.3Tujuan Penelitian ... 6
1.4Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Perkembangan Sistem Pembayaran... 7
2.1.1 Full-Bodied Money ... 8
2.1.2 Representative Full-Bodied Money ... 9
2.1.3 Fiat Money atau Credit Money ... 10
2.1.4 Rekening Giro (Checking Account) ... 11
2.1.5 Electronic Payment ... 12
2.2Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia dan Indikator Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai ... 14
2.2.1 Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia ... 14
2.3Pertumbuhan Perekonomian... 29
2.3.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik ... 31
2.3.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik ... 31
2.3.3 Model Pertumbuhan Agregat... 32
2.3.4 Teori Pertumbuhan Baru (New Growth Theory) ... 32
2.3.5 Teori Pertumbuhan Ekonomi Regional ... 33
2.4Dampak Perkembangan Alat Pembayaran Non Tunai Terhadap Perekonomian ... 33
2.4.1 Indikator Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai di Indonesia ... 33
2.4.2 Peranan Pembayaran Non Tunai terhadap Perekonomian 37 2.5Risiko Perkembangan Alat Pembayaran Non Tunai Terhadap Perekonomian ... 37
2.6Penelitian Terdahulu ... 38
2.6.2 Penelitian mengenai Persepsi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat dan Lembaga Penyedia Jasa Terhadap Sistem
Pembayaran Non Tunai... 39
2.6.3 Penelitian mengenai Potensi Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai di Jawa Tengah ... 40
2.6.4 Penelitian mengenai Monetary Policy, Monetary Areas, and Financial Development with Electronic Money. ... 41
2.6.5 Penelitian mengenai Electronic Money, Currency Demand and Signorage Loss in the G10 Countries. ... 41
2.7Kerangka Pemikiran ... 42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1Jenis dan Sumber Data ... 43
3.2Metode Analisis Data ... 43
3.2.1 Uji Stasioneritas ... 43
3.2.2 Penetapan Lag Optional ... 44
3.3Uji Kointergrasi (Cointegration Test) ... 44
3.4Vector Auto Regression (VAR) ... 45
3.4.1 Impulse Response Function (IRF)... 46
3.4.2 Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) ... 47
3.5Bentuk-Bentuk VAR ... 47
3.5.1 Unrestricted VAR ... 47
3.5.2 Restricted VAR ... 48
BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1Uji Stasioneritas ... 49
4.2Penentuan Lag Optimal ... 51
4.3Uji Kointegrasi ... 51
4.4Uji Kausalitas Granger ... 52
4.5Impulse Response Function (IRF) Uang Elektronik dengan Produk Domestik Bruto dan Jumlah Uang Beredar ... 54
4.6Variance Decomposition ... 55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan ... 57
5.2Saran ... 58
DAFTAR PUSTAKA ... 59
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
2.1 Jumlah Penerbit Kartu ATM/Debet Tahun 2013 28 3.1 Data, Simbol, dan Sumber Data 43 4.1 Hasil Uji Stasioneritas Tingkat Level (ADF) 49 4.2 Hasil Uji Stasioneritas Tingkat Level (PP) 50 4.3 Hasil Uji Stasioneritas Tingkat Difference (ADF) 50 4.4 Hasil Uji Stasioneritas Tingkat Difference (PP) 51 4.5 Hasil Penentuan Lag Optimal 51
4.6 Hasil Uji Kointegrasi 52
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
2.1 Kerangka Pemikiran 42
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
ABSTRAK
Analisis Pengaruh Transaksi Non Tunai Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Peningkatan penggunaan pembayaran non tunai yang terus meningkat saat ini telah
menggeser peran uang tunai dimasyarakat. Dengan didukung perkembangan
teknologi saat ini, sistem pembayaran non tunai telah bekembang semakin inovatif
yang mendorong pertumbuhan ekonomi melalui efek substitusi dan efisiensi dalam
perekonomian. Dengan menggunakan Model Vektor Auto Regresi (VAR), dampak
terhadap perekonomian dianalisis. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan
pembayaran non tunai menginduksi pertumbuhan ekonomi dan jumlah uang
beredar.
ABSTRACT
Analysis of the Effect of Non-Cash Transaction Against Economic Growth in Indonesia
Increased use of non-cash payments are increasing today has shifted the role of
cash in the community. With the support of current technological developments,
non-cash payment system has been developing States increasingly innovative
drive economic growth through the effect of substitution and efficiency in the
economy. By using the Vector Auto Regression Model (VAR), and the impact on
the economy are analyzed. The results showed an increase in non-cash payments
induce economic growth and money supply.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem pembayaran merupakan sistem yang berkaitan dengan pemindahan
sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain. Media yang digunakan untuk
pemindahan nilai uang tersebut sangat beragam, mulai dari penggunaan alat
pembayaran yang sederhana sampai pada penggunaan sistem yang kompleks dan
melibatkan berbagai lembaga berikut aturan mainnya. Kewenangan mengatur dan
menjaga kelancaran sistem pembayaran di Indonesia dilaksanakan oleh Bank
Indonesia yang dituangkan dalam Undang Undang Bank Indonesia.
Secara umum, sistem pembayaran terdiri atas beberapa komponen berupa
kebijakan, instrumen/alat pembayaran, mekanisme kliring dan setelmen,
kelembagaan, infrastruktur pendukung dan perangkat hukum. Beberapa contoh alat
/ instrumen pembayaran yang selama ini telah kita kenal adalah uang, kartu debit,
kartu kredit, traveller’s cheque, serta alat pembayaran elektronik seperti internet
banking, RTGS, transfer kredit melalui kliring dan sebagainya.
Sesuai amanat Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1999
tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
3 tahun 2004, tugas Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran mencakup sistem
pembayaran tunai dan non tunai. Dalam perannya di bidang pembayaran tunai,
Bank Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa tanggung jawab yang dipikul untuk
mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah dalam jumlah dan pecahan yang
yang cukup banyak serta kondisi geografis yang sangat luas untuk mengedarkan
uang dalam jumlah dan pecahan yang tepat kepada masyarakat. Selain itu
penggunaan uang tunai sebagai alat pembayaran dirasakan mulai menimbulkan
masalah terutama tingginya biaya cash handling, risiko perampokan / pencurian,
kesehatan, kepraktisan serta uang palsu. Penggunaan uang kas dalam jumlah yang
sangat besar dalam jangka panjang akan menimbulkan beban bagi perekonomian
terutama berkaitan dengan cash handling dan rendahnya velocity of money. Di sisi
lain penggunaan uang tunai juga dapat mengakibatkan inefisiensi waktu karena
panjangnya antrian di sentra-sentra pembayaran serta ketidakpraktisan membawa
uang dalam jumlah yang cukup banyak.
Dari sisi sistem pembayaran non tunai, Bank Indonesia berkepentingan
untuk memastikan bahwa sistem pembayaran non tunai yang digunakan oleh
masyarakat dapat berjalan secara aman, efisien dan handal. Oleh karena itu,
perkembangan penggunaan alat pembayaran non tunai mendapat perhatian yang
serius dari Bank Indonesia mengingat perkembangan pembayaran non tunai
diharapkan dapat mengurangi beban penggunaan uang tunai dan semakin
meningkatkan efisiensi perekonomian dalam masyarakat. Meskipun dari sisi
teknologi alternatif penggunaan instrumen pembayaran non tunai sangat feasible
untuk menggantikan uang tunai namun demikian aspek psikologis, keamanan,
kenyamanan dan kepercayaan masyarakat terhadap uang kas kemungkinan besar
tetap merupakan hambatan yang masih harus dihadapi dalam pengembangan
Sejalan dengan perkembangan teknologi yang pesat, pola dan sistem
pembayaran dalam transaksi ekonomi terus mengalami perubahan. Kemajuan
teknologi dalam sistem pembayaran menggeser peranan uang tunai (currency)
sebagai alat pembayaran ke dalam bentuk pembayaran non tunai yang lebih efisien
dan ekonomis. Pembayaran non tunai umumnya dilakukan tidak dengan
menggunakan uang sebagai alat pembayaran melainkan dengan cara transfer antar
bank maupun transfer intra bank melalui jaringan internal bank sendiri. Selain itu
pembayaran non tunai juga dapat dilakukan dengan menggunakan kartu sebagai
alat pembayaran, misalnya dengan menggunakan kartu ATM, kartu debit, dan kartu
kredit.
Perkembangan teknologi informasi yang diikuti dengan tingkat persaingan
bank yang semakin tinggi mendorong sektor perbankan atau non bank untuk
semakin inovatif dalam menyediakan berbagai alternatif jasa pembayaran non tunai
berupa sistem transfer dan alat pembayaran menggunakan kartu elektronis
(electronic card payment) yang aman, cepat dan efisien, serta bersifat global
(Santomero dan Seater, 1996). Pembayaran elektronis tersebut, pada awal
perkembangannya masih terkait langsung dengan rekening nasabah bank yang
menggunakannya.
Dalam perkembangannya, beberapa negara telah menemukan dan
menggunakan produk pembayaran elektronis yang dikenal sebagai Electronic
Money (e-money), yang karakteristiknya berbeda dengan pembayaran elektronis
yang telah disebutkan sebelumnya. Pembayaran yang dilakukan dengan
secara langsung (online) dengan rekening nasabah di bank. Hal ini dapat terjadi
karena e-money merupakan produk stored value dimana sejumlah nilai dana
tertentu (monetary value) telah terekam (tersimpan) dalam alat pembayaran yang
digunakan tersebut.
Kehadiran alat-alat pembayaran non tunai tersebut di atas, semata-mata
tidak hanya disebabkan oleh inovasi sektor perbankan namun juga didorong oleh
kebutuhan masyarakat akan adanya alat pembayaran yang praktis yang dapat
memberikan kemudahan dalam melakukan transaksi. Kemudahan transaksi
tersebut dapat mendorong penurunan biaya dan waktu transaksi dan pada gilirannya
dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi (Dias, 2000).
Dalam dua dekade terakhir, alat pembayaran non tunai dianggap telah
berperan dalam menggantikan uang sebagai alat pembayaran. Metode pembayaran
secara transfer antar rekening bank semakin banyak menggantikan peran uang
dalam perdagangan besar dan transaksi transaksi keuangan nilai besar, sedangkan
alat pembayaran menggunakan kartu khususnya dalam bentuk kartu debit, kartu
ATM, kartu kredit, maupun stored value card / prepaid card seperti e-money telah
mulai menggantikan peran uang tunai dalam pembayaran retail (Lahdenpera, 2001).
King (1999) mengemukakan bahwa masa kejayaan monopoli bank sentral
dalam mengendalikan perekenomian melalui penerbitan uang dalam bentuk fiat
money secara bertahap akan berkurang sejalan dengan perkembangan alat
pembayaran non tunai (electronic money). Hal yang sama juga dikemukan oleh
teknologi informasi akan memberi implikasi pada berkurangnya peran base money
dalam transaksi pembayaran.
Di masa depan akan semakin banyak lagi industri yang akan terkonvergensi
karena interlinkage yang semakin berkembang. Berbagai bisnis baru diperkirakan
akan terus tumbuh dan berkembang terutama karena semakin berkembangnya
telecommunication network, akses komputer dan internet yang semakin meningkat
di kalangan masyarakat serta teknologi yang semakin murah. Hal ini tentunya akan
mendorong biaya transaksi pembayaran non tunai menjadi semakin murah karena
handling fee yang lebih rendah bila dibandingkan dengan transaksi menggunakan
uang tunai.
1.2 Perumusan Masalah
Terkait dengan perdebatan tersebut, penelitian ini mencoba mengkaji
dampak perkembangan pembayaran non tunai terhadap pertumbuhan
perekonomian dengan studi kasus data Indonesia. Kajian ini relevan untuk
dilakukan mengingat telah cukup pesatnya perkembangan teknologi sistem
pembayaran dan instrumen pembayaran non tunai di Indonesia. Oleh karena itu,
berdasarkan deskripsi di atas, inti permasalahan yang dapat diangkat dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh transaksi non tunai terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap transaksi non
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menjelaskan bagaimana pengaruh penggunaan pembayaran non tunai
terhadap perekonomian, dalam hal ini GDP.
2. Menjelaskan bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap
penggunaan pembayaran non tunai.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberi masukan kepada
setiap pengambil kebijakan dalam melihat pengaruh penerapan sistem pembayaran
non-tunai terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Penulis juga mengharapkan
semoga hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang berarti dan
memperkaya referensi untuk penelitian lebih lanjut.
Bagi penulis sendiri, penelitian ini diharapkan mampu memberi
pengetahuan yang lebih mendalam mengenai pengaruuh penerapan sistem
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perkembangan Sistem Pembayaran
Sistem pembayaran telah mengalami evolusi selama beberapa abad, sejalan
dengan perubahan sifat dan penggunaan uang sebagai alat pembayaran. Dalam
sejarah, koin merupakan jenis uang pertama yang banyak digunakan oleh berbagai
kelompok masyarakat sebagai alat pembayaran. Dalam perkembangannya, peran
koin sebagai alat pembayaran dilengkapi dengan kehadiran uang kertas yang
dianggap lebih nyaman dan lebih memudahkan proses transaksi karena lebih ringan
dengan biaya pembuatan yang lebih murah.
Perkembangan peran uang sebagai alat pembayaran terus mengalami
perubahan wujud yaitu dalam suatu bentuk alat pembayaran cek atau giral yang
memungkinkan pembayaran dengan cara transfer dana dari saldo rekening antar
institusi keuangan, khususnya bank. Pada dasarnya kita dapat mengganggap cek
atau giral sebagai jenis pertama alat pembayaran non tunai. Seiring dengan
perkembangan teknologi, berbagai instrumen pembayaran non tunai atau elektronik
mulai bermunculan dalam berbagai wujud antara lain phone banking, mobile
banking, ATM, kartu debet, kartu kredit, smart card, dan sebagainya. Sejauh ini,
seluruh pembayaran elektronis tersebut masih selalu terkait langsung dengan
rekening nasabah bank yang menggunakannya.
Dengan semakin majunya teknologi dan adanya kebutuhan akan alat
pembayaran yang praktis dan murah, di beberapa negara telah mulai dikembangkan
yang karakteristiknya berbeda dengan pembayaran elektronis yang telah disebutkan
sebelumnya, karena setiap pembayaran yang dilakukan dengan menggunakan
e-money tidak selalu memerlukan proses otorisasi dan online secara langsung dengan
rekening nasabah di bank (pada saat melakukan pembayaran tidak dibebankan ke
rekening nasabah di bank). E-money merupakan produk stored value dimana
sejumlah nilai (monetary value) telah terekam dalam alat pembayaran yang
digunakan (prepaid).
2.1.1 Full-Bodied Money
Pada jaman kuno, suatu benda tertentu yang memiliki sifat menarik, tahan
lama, dapat dibagi, dan unik, umumnya digunakan sebagai uang yang dipergunakan
secara luas sebagai media pertukaran. Koin logam merupakan jenis uang yang
pertama kali banyak di gunakan pada jaman dulu. Mulanya koin tersebut banyak
terbuat dari bahan besi dan tembaga. Sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan dunia penelitian, peran besi dan tembaga sebagai uang digantikan
masyarakat dengan koin perak dan emas yang dianggap lebih memberikan
kenyamanan dalam penggunaannya. Dalam dunia modern, jenis uang emas dan
perak dikeluarkan oleh pemerintah.
Jenis uang full-bodied money memiliki ciri tertentu dimana nilainya sebagai
barang adalah sama dengan nilainya sebagai uang. Kesamaan nilai dipengaruhi oleh
permintaan dan penawaran. Jika koin emas dianggap lebih bernilai sebagai logam
emas (atau suatu komoditas) dari pada fungsinya sebagai uang emas (alat tukar),
maka koin emas akan hilang dari perputaran / peredaran sebagai alat tukar dan akan
penggunaan emas ini (dari alat tukar menjadi komoditas) cenderung akan
menurunkan nilai emas sebagai komoditas dan menaikkan nilai emas sebagai alat
tukar yang akan berhenti setelah nilai emas sebagai komoditas sama dengan nilai
emas sebagai alat tukar.
Sebaliknya, jika emas lebih bernilai ketika difungsikan sebagai uang, maka
peran emas sebagai komoditas industri akan menurun untuk kemudian dijual
sebagai koin emas. Tekanan dari permintaan dan penawaran tersebut akan
memastikan bahwa nilai emas sebagai uang tidak jauh berbeda dengan nilai emas
sebagai komoditas. Fakta ini menumbuhkan kepercayaan terhadap koin emas dan
memastikan akseptabilitasnya sebagai alat tukar.
2.1.2 RepresentativeFull-Bodied Money
Industrialisasi yang terjadi pada awal abad 18 telah mendorong standar
hidup masyarakat yang semakin tergantung pada pertukaran transaksi ekonomi. Hal
ini menyebabkan penggunaan koin sebagai alat tukar dianggap kurang memberikan
kenyamanan dalam proses transaksi dalam jumlah besar akibat berat dan ukuran
koin yang terlalu besar. Bisa dibayangkan berapa banyak jumlah koin yang harus
dibawa dan disediakan ketika seseorang hendak membeli sebuah rumah. Untuk
alasan ini, maka diciptakan uang kertas yang pada mulanya masih tetap di jamin
dengan 100 persen logam berharga. Uang kertas yang menunjukkan bukti
kepemilikan atas suatu komoditas seperti emas dan perak dikenal sebagai
representative full-bodied money. Komoditas yang menjadi jaminan disimpan pada
Jenis uang ini diperkenalkan pertama kalinya di Inggris pada abad ke 16.
Pada mulanya, uang kertas dikeluarkan oleh perusahaan swasta dikenal sebagai
goldsmith yang pada dasarnya merupakan gudang yang menerima pengakuan klaim
atas sejumlah emas atau perak. Karena uang kertas tersebut dapat dipertukarkan
dengan sejumlah koin logam dalam jumlah tetap, maka uang kertas itu dengan
sendirinya menjadi sarana yang bisa diterima sebagai alat tukar sebagaimana koin
logam. Uang dengan bentuk ini juga beredar di Amerika yaitu berupa sertifikat
emas. Pemilik dan pembawa sertifikat emas bisa menyerahkan sertifikat tersebut
untuk memperoleh koin emas dari US Treasury. Hal yang sama pernah juga pernah
berlaku untuk koin perak dimana sertifikat perak banyak diterbitkan dan digunakan
di US dalam beberapa tahun.
2.1.3 Fiat Money atau Credit Money
Keharusan untuk menjamin uang kertas ataupun sertifikat emas atau perak
dengan 100% koin emas dinilai semakin tidak diperlukan guna menjawab
kebutuhan masyarakat yang memerlukan suatu jenis alat pembayaran yang semakin
efisien namun tetap dapat dipercaya. Hal ini dijawab dengan hadirnya credit money
sebagai suatu jenis uang yang nilainya sebagai uang lebih besar daripada nilainya
sebagai barang. Bahkan dalam keadaan tertentu, nilainya sebagai barang menjadi
tidak penting sama sekali sebagaimana uang kertas yang banyak kita lihat sekarang
ini. Sepanjang kita bisa menukarkan uang yang kita miliki dengan barang dan jasa
tidak akan ada yang peduli seberapa banyak emas yang diperlukan untuk menjamin
Jaminan uang jenis ini adalah kepercayaan masyarakat. Selanjutnya muncul
pertanyaan bagaimana memelihara tingkat kepercayaan masyarakat terhadap nilai
jenis uang ini? Caranya adalah dengan mengendalikan atau membatasi
pembentukan dan pencetakan uang. Dalam berbagai literatur, upaya menjaga
kepercayaan masyarakat terhadap nilai uang jenis ini dilakukan oleh bank sentral
melalui dengan cara menjaga keseimbangan jumlah uang beredar sesuai dengan
kebutuhan perekonomian.
Dewasa ini bisa dikatakan bahwa semua mata uang dan koin adalah uang
dalam bentuk fiat atau credit money, termasuk uang kertas dan logam rupiah yang
beredar di Indonesia. Hubungan antara stok emas dan supply uang saat ini
benar-benar sudah tidak relevan lagi. Nilai suatu mata uang tidak lagi ditentukan dari
bahan pembuatan uang namun ditentukan oleh kepercayaan masyarakat terhadap
kemampuan pemerintah yang dalam hal ini adalah bank sentral dalam menjaga
kestabilan moneter yaitu keseimbangan permintaan dan penawaran uang di dalam
suatu perekonomian. Kelebihan dari fiat money dibandingkan dengan full-bodied
money adalah penghematan yang diperoleh pemerintah dalam pengadaan uang.
Dengan semakin kecil sumber daya negara yang digunakan untuk mengadakan
uang, sumber daya tersebut dapat dialokasikan ke kegiatan sosial produktif lainnya.
Kelebihan lainnya adalah bahwa jumlah uang beredar ditentukan oleh manusia,
tidak tergantung pada penemuan suatu jenis pertambangan seperti emas.
2.1.4 Rekening Giro (Checking Account)
Inovasi penting dalam perubahan proses pembayaran adalah munculnya cek
saldo di lembaga penyimpanan yang umumnya adalah bank. Penggunaan cek
memungkinkan masyarakat untuk bertransaksi dalam jumlah besar tanpa harus
membawa banyak peti uang sekaligus, dan juga mengurangi biaya transpostasi
dalam rangka membawa uang tersebut untuk transaksi. Dengan demikian
penemuan cek dipandang telah meningkatkan efisiensi perekonomian.
Penempatan uang dalam jumlah besar pada rekening giro pada suatu
lembaga keuangan jauh lebih aman daripada memegang uang tersebut sendiri yang
memerlukan tempat penyimpanan khusus dengan resiko hilang atau dicuri. Selain
itu, rekening giro juga menyediakan kemudahan dalam catatan transaksi yang bisa
menjadi informasi yang bermanfaat bagi pemilik dana. Semakin maju suatu
perekonomian biasanya diikuti dengan semakin besarnya proporsi uang giral yang
dimiliki masyarakat.
2.1.5 Electronic Payment
Dalam kurun waktu yang panjang sejak dimulainya barter dalam sistem
pertukaran, telah kita temui tiga inovasi besar dalam alat pembayaran yaitu
Full-bodied money, Fiat paper money dan token coins dan checking accounts (rekening
giro). Inovasi tersebut masih berlanjut hingga kini dan dalam literatur disebut
sebagai generasi keempat yang secara umum dapat kita kategorikan dalam
kelompok sistem pembayaran elektronik atau dapat dikategorikan dengan sistem
pembayaran non tunai (non cash electronic funds transfer system).
Pembayaran elektronis adalah pembayaran yang memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi seperti Integrated Circuit (IC), cryptography dan
saat ini antara lain phone banking, internet banking, kartu kredit dan kartu debit /
ATM. Seluruh pembayaran elektronis tersebut, kecuali kartu kredit selalu terkait
langsung dengan rekening nasabah bank yang menggunakannya. Dalam hal ini
setiap instruksi pembayaran yang dilakukan nasabah, baik melalui phone banking,
internet banking, kartu kredit maupun kartu debit / ATM, selalu melalui proses
otorisasi dan akan dibebankan langsung ke dalam rekening nasabah tersebut.
Lebih lanjut, beberapa negara dewasa ini mulai memperkenalkan produk
pembayaran elektronis yang dikenal sebagai Electronic Money (e-money) atau
dapat disebut juga digital money. Perbedaan e-money dengan alat pembayaran
elektronis yang telah disebutkan sebelumnya adalah setiap pembayaran dengan
menggunakan e-money tidak selalu memerlukan proses otorisasi dan tidak terkait
secara langsung dengan rekening nasabah di bank (White, 1996).
Bank for International Settlement (BIS, 1996) mendefinisikan e-money
sebagai produk stored-value atau prepaid card dimana sejumlah nilai uang
(monetary value) disimpan secara elektronis dalam suatu peralatan elektronis. Nilai
elektronis dapat diperoleh dengan menyetorkan sejumlah uang tunai atau dengan
pendebetan rekeningnya di bank untuk kemudian disimpan dalam peralatan
elektronis yang miliknya. Dengan peralatan tersebut, pemiliknya dapat melakukan
pembayaran atau menerima pembayaran, dimana nilainya akan berkurang pada saat
digunakan untuk melakukan pembayaran atau bertambah jika menerima
pembayaran atau pada saat pengisian kembali. Definisi e-money lebih difokuskan
pada suatu jenis prepaid card yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan
dapat digunakan untuk keperluan tertentu seperti kartu telepon sebagaimana yang
berlaku di Indonesia.
Sampai saat ini, belum ada produk e-money yang dikeluarkan oleh bank
atau lembaga keuangan lainnya di Indonesia. Namun demikian, sejauh ini upaya
penerbitan e-money masih belum dapat terealisasi sehubungan dengan terjadinya
krisis moneter yang menyebabkan biaya pengembangan menjadi relatif mahal.
Meskipun relatif masih dalam tahap perkembangan awal, e-money mempunyai
potensi dalam menggeser peran uang tunai untuk pembayaran-pembayaran yang
bersifat retail sebab transaksi retail tersebut dapat dilakukan dengan lebih mudah
dan murah baik bagi konsumen maupun pedagang.
Perkembangan sistem pembayaran yang identik dengan perkembangan
penggunaan uang dalam sistem pembayaran memungkinkan kita untuk
menggunakan pendekatan permintaan uang sebagai alat bantu untuk menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan uang atau perkembangan sistem
pembayaran. Selanjutnya bab ini juga akan mencoba memberikan microfoundation
model permintaan uang yang dapat melihat dampak perkembangan alat pembayaran
non tunai dengan menggunakan pendekatan utility function representative agent.
2.2 Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia dan Indikator
Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai 2.2.1 Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia
Sistem Pembayaran merupakan sistem yang berkaitan dengan pemindahan
dana dari satu pihak ke pihak lain yang melibatkan berbagai komponen seperti
infrastruktur dan sistem hukum. Tugas Bank Indonesia di bidang sistem
pembayaran mencakup sistem pembayaran tunai dan non-tunai sebagaimana
diamanatkan oleh Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1999
tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan undang-Undang-Undang
No.3 tahun 2004.
Di bidang pembayaran tunai, Bank Indonesia merupakan satu-satunya
lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah serta
mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Dalam hal ini,
kebijakan Bank Indonesia diarahkan untuk memenuhi ketersediaan uang kartal
dalam jumlah yang cukup dan pecahan yang sesuai, menjaga kualitas yang layak
edar, melakukan tindakan untuk menanggulangi meluasnya peredaran uang palsu
dan meningkatkan pelayanan perkasan.
Di bidang sistem pembayaran non tunai, Bank Indonesia berwenang
mengatur sistem kliring antar bank dalam mata uang rupiah dan valuta asing (valas).
Penyelenggaraan kliring tersebut dapat dilakukan secara langsung oleh Bank
Indonesia atau oleh pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia. Selain
penyelenggaraan kliring, penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank
dalam mata uang Rupiah dan valas diselenggarakan juga oleh Bank Indonesia atau
pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia.
Di sisi sistem pembayaran non tunai, sebagaimana international common
practice sistem pembayaran di Indonesia diklasifikasikan menjadi sistem
pembayaran yang bersifat Systemically Important Payment System (SIPS), System
sebagai SIPS dan SWIPS. SIPS adalah sistem yang memproses transaksi-transaksi
pembayaran yang bernilai besar dan apabila terjadi kegagalan dalam sistem
pembayaran ini dapat menyebabkan terjadinya systemic risk yang dapat
menimbulkan gangguan terhadap stabilitas sistem keuangan, contohnya adalah
sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS).
Sementara itu SWIPS adalah sistem pembayaran yang digunakan oleh
masyarakat luas, yang apabila terganggu, misalnya karena seringnya terjadi system
breakdown atau adanya fraud akan mengakibatkan ketidaknyamanan masyarakat
dan pada gilirannya dapat menimbulkan turunnya kepercayaan masyarakat atas
sistem dan alat-alat pembayaran yang diproses melalui sistem tersebut. Di
Indonesia yang termasuk dalam kategori SWIPS adalah Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia (SKNBI) dan penyelenggaraan alat pembayaran dengan
menggunakan kartu (APMK). Sementara, sistem pembayaran yang bukan sebagai
SIPS dan SWIPS contohnya adalah money remittance.
2.2.1.1Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai
Dalam rangka melaksanakan kewenangan tunggal di bidang pembayaran
tunai, Bank Indonesia telah menetapkan misi yang menjadi arah dari setiap
kebijakan pengedaran uang. Rumusan misi dimaksud adalah memenuhi kebutuhan
uang rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang
sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi yang layak edar. Rumusan misi ini dijabarkan
dalam aktivitas dengan dukungan sarana maupun prasarana yang diperlukan.
1. Setiap uang yang dikeluarkan dimaksudkan agar dapat mempermudah
kelancaran transaksi pembayaran tunai, dapat diterima dan dipercaya oleh
masyarakat. Berkenaan dengan hal tersebut, uang perlu memiliki beberapa
karakteristik yaitu mudah digunakan dan nyaman (user friendly), tahan lama
(durable), mudah dikenali (easily recognized) dan sulit dipalsukan (secure
against counterfeiting).
2. Bank Indonesia mengupayakan tersedianya jumlah uang tunai di
masyarakat secara cukup, dengan memperhatikan kesesuaian jenis
pecahannya. Untuk ini, diperlukan perencanaan yang baik terutama dalam
perencanaan pengadaan maupun perencanaan distribusinya.
3. Perlu diupayakan tersedianya kelembagaan pendukung untuk mewujudkan
terciptanya kelancaran arus uang tunai yang layak edar, baik secara regional
maupun nasional.
Dalam rangka mencapai misi tersebut di atas maka Bank Indonesia
merumuskan kegiatan strategis pengedaran uang sebagai berikut :
1. Dalam pengeluaran uang baru harus dilandasi suatu penelitian dan
perencanaan yang matang sehingga uang baru yang dikeluarkan memiliki
kualitas yang baik sebagaimana karakteristik uang yang diuraikan di atas.
Penelitian dan perencanaan tersebut dilaksanakan dalam rangka penetapan
desain gambar uang, bahan uang, unsur pengaman, teknik cetak, serta
kesesuaiannya dengan peralatan perkasan seperti mesin sortasi, ATM,
2. Kebijakan stok uang yang memungkinkan selalu tersedianya uang dalam
jumlah yang cukup dengan berbagai pecahan untuk memenuhi penarikan
dan persediaan uang. Kebijakan ini harus didukung oleh rencana cetak yang
akurat, kebijakan tingkat kelayakan edar yang dapat ditolerir serta sistem
distribusi yang memadai.
3. Memiliki sistem distribusi uang yang efektif sehingga menjamin
ketersediaan stok uang yang cukup, lancar, dan tepat waktu. Hal ini dapat
terealisir apabila terdapat rencana distribusi uang yang akurat, kelancaran
transportasi, dan keefektifan kantor Depot Kas dalam melaksanakan
fungsinya.
4. Adanya suatu kebijakan yang lebih mendorong keterlibatan perbankan
maupun lembaga lainnya dalam membantu tugas pengedaran uang oleh
Bank Indonesia.
2.2.1.2Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai
2.2.1.2.1Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan Oleh Bank Indonesia Sistem Kliring
Pasal 16 UU Bank Indonesia menyatakan, Bank Indonesia berwenang
mengatur sistem kliring antar bank dalam mata uang rupiah dan atau valuta asing.
Adanya kliring diharapkan dapat meningkatkan penggunaan instrument
pembayaran giral dan mendorong masyarakat untuk menyimpan dana di bank.
Secara umum manfaat yang dapat ditarik dengan adanya penyelenggaraan kliring
untuk transaksi antar bank adalah memberikan alternatif bagi masyarakat dalam
dan bagi bank merupakan salah satu layanan kepada nasabah di samping untuk
dapat menjadi salah satu sumber fee based income.
Penyelesaian transaksi keuangan melalui mekanisme kliring untuk pertama
kali terjadi di Indonesia pada 15 Februari 1909 antar enam bank utama di Jakarta.
Selanjutnya dengan berlakunya UU No.13/1968 tentang Bank Sentral pada Pasal
30 butir a. diatur bahwa Bank Indonesia melakukan pembinan kepada perbankan
salah satunya dengan jalan memperluas, memperlancar dan mengatur lalu lintas
pembayaran giral dan menyelenggarakan kliring antar bank. Sesuai amanat UU ini
penyelenggaraan kliring antar bank dilakukan oleh Bank Indonesia.
Pada awalnya, pelaksanaan kliring di Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia
dilaksanakan secara manual. Pada perkembangannya, sejalan dengan
meningkatnya transaksi ekonomi yang ditandai dengan meningkatnya jumlah bank
/ kantor peserta kliring serta kuantitas maupun volume warkat kliring yang
dikliringkan, sistem penyelenggaraan kliring lokal di Jakarta diubah menjadi sistem
otomasi kliring pada 1990. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pelaksanaan kliring.
Sementara itu, di beberapa kota lain yang warkat kliringnya relatif cukup
banyak dilakukan perubahan sistem kliring menjadi semi otomasi kliring lokal
(SOKL). Di tempat-tempat yang tidak terdapat kantor Bank Indonesia,
penyelenggaraan kliring dilakukan oleh bank pemerintah atau bank pembangunan
daerah yang ditunjuk oleh Bank Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar penyelesaian
transaksi keuangan dapat dilakukan secara efektif dan efisien melalui kliring baik
Pada April 1996 dilakukan perubahan jadwal kliring Jakarta yang semula
bersifat same day settlement / T-0 (penyelesaian transaksi di lakukan dalam satu
hari dimana tanggal setoran kliring sama dengan tanggal valuta kliring) diubah
menjadi next day settlement / T+1 (penyelesaian transaksi kliring dilakukan pada
hari kerja berikutnya). Perubahan ini disebabkan semakin sempitnya waktu
penyelesaian kliring sebagai akibat tingginya volume warkat kliring. Perubahan
jadwal kliring tersebut di satu sisi memberi kesempatan yang lebih lapang bagi
peserta kliring dalam melakukan persiapan transaksi pasar uang antar bank dan bagi
penyelenggara dalam menyelesaikan perhitungan kliring dan persiapan kliring
Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Di sisi yang lain hal tersebut memberikan dampak
negatif berupa timbulnya float dana kliring akibat adanya perbedaan waktu
pendebetan dana dan pengkreditan (time lag) yang relatif lama (over night).
Sehubungan dengan timbulnya float dan untuk mempercepat penyelesaian
akhir transaksi pembayaran antar bank atas hasil kliring lokal dan transaksi pasar
uang antar bank, sejak 13 Agustus 1999 jadwal penyelenggaraan Kliring Lokal di
Jakarta, Surabaya, Bandung dan Medan diubah kembali menjadi same day
settlement. Selanjutnya, pada 18 September 1998, Bank Indonesia meresmikan
beroperasinya penggunaan Sistem Kliring Elekronik Jakarta (SKEJ).
Adanya keragaman sistem kliring yang digunakan dan keterbatasan
cakupan wilayah dalam melaksanakan transfer kredit antar bank melalui kliring
yang masih bersifat lokal menyebabkan Bank Indonesia melakukan pengembangan
mengakomodir kebutuhan pelaksanaan transfer kredit antar bank ke seluruh
wilayah Indonesia tanpa kewajiban melakukan pertukaran fisik warkat (paperless).
Bagi Bank Indonesia, manfaat yang diperoleh dengan diterapkannya
SKNBI adalah (i) efisiensi waktu dan biaya dalam hal operasional kliring
(paperless) dan pemeliharaan aplikasi kliring; (ii) tersedianya jangkauan transfer
antar bank melalui kliring yang lebih luas dengan diakomodasikannya kliring antar
wilayah untuk transfer kredit; (iii) memenuhi prinsip-prinsip manajemen risiko
dalam penyelenggaraan kliring yang bersifat multilateral netting sesuai dengan
Core Principles yang dikeluarkan oleh Bank for International Settlement.
Sementara itu bagi Bank manfaat yang diperoleh adalah efisiensi biaya operasional
dalam pencetakan dan proses administrasi warkat kredit dan semakin luasnya
jangkauan layanan Bank kepada nasabah.
Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)
Sistem BI-RTGS adalah sistem transfer dana elektronik yang penyelesaian
setiap transaksinya dilakukan dalam waktu seketika. BI-RTGS berperan penting
dalam proses aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses
transaksi pembayaran yang termasuk High Value Payment System (HVPS) atau
transaksi bernilai besar yaitu transaksi Rp. 100.000.000 atau lebih.
Penyelesaian transaksi antar bank yang dilakukan dengan media kliring
menggunakan metode net settlement (penyelesaian akhir transaksi dilakukan pada
akhir hari) dipandang memiliki risiko yang cukup besar. Risiko tersebut disebabkan
credit risk yang harus ditanggung oleh peserta kliring jika terjadi default payment
terhadap salah satu peserta.
Implementasi sistem BI-RTGS, selain untuk mengurangi resiko kegagalan
juga memberikan banyak keuntungan lain. Bagi masyarakat, sistem ini
menyediakan sarana untuk transfer dana secara online dan real time, sedangkan
bagi perbankan selain dapat memberikan pelayanan kepada pengguna juga dapat
memantau pergerakan likuiditas rekening gironya di Bank Indonesia secara
menyeluruh dan komprehensif, sehingga dapat mengoptimalkan penggunaaan dana
perbankan di Bank Indonesia. Manfaat bagi Bank Indonesia adalah meminimalkan
terjadinya kegagalan bayar atau settlement, dan menyediakan alat pemantau
likuiditas perbankan sehingga membantu tugas Bank Indonesia dalam pengelolaan
moneter dan pengawasan perbankan.
Dengan BI-RTGS tersebut, sebagian dari penyelesaian transaksi non tunai
antar bank terutama yang bernilai besar dapat dilakukan dengan lebih cepat, efisien,
dan aman. Penyelesaian transaksi antar bank melalui sistem BI-RTGS
menunjukkan tren peningkatan baik dari sisi nilai dan volume transaksi. Hal ini
disebabkan semakin luasnya cakupan wilayah implementasi BI-RTGS, sehingga
semakin mendorong minat masyarakat untuk menggunakan jasa pembayaran non
Grafik 2.1
Nilai Transaksi Rata-Rata Harian BI-RTGS
Sistem Setelmen Surat Berharga (BI - Scripless Securities Settlement System) Guna mendukung perkembangan pasar uang, setelmen transaksi
perdagangan surat berharga yang berupa Surat Utang Negara dan Sertifikat Bank
Indonesia dilakukan melalui sistem yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia
yaitu sistem Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS).
Sistem ini menggabungkan sistem transaksi Bank Indonesia yang mencakup
pelaksanaan Operasi Pasar Terbuka, pemberian fasilitas pendanaan Bank Indonesia
kepada Bank dan pelaksanaan transaksi Surat Utang Negara (SUN) untuk dan atas
nama Pemerintah dalam satu sistem yang terintegrasi dan terhubung langsung
(online) antara Bank Indonesia dengan para pelaku pasar. Selain itu, BI-SSSS
mencakup juga sistem informasi antar pengguna BI-SSSS, sistem setelmen Surat
Pelaksanaan setelmen Surat Berharga melalui BI-SSSS dilakukan secara
seamless dengan sistem setelmen dana Peserta melalui Sistem Bank Indonesia -
Real Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS) memungkinkan Peserta BI-SSSS
memanfaatkan fasilitas setelmen secara Delivery Versus Payment (DVP) yang
dapat dilakukan secara cepat dan seketika sehingga risiko setelmen dapat
diminimalkan.
Transaksi jual beli surat berharga pemerintah dan Sertifikat Bank Indonesia
(SBI) melalui BI-SSSS, yang penyelesaian pembayarannya dilakukan melalui
sistem BI-RTGS, selama tahun 2013 mengalami penurunan (Grafik 2.2). Nilai surat
berharga yang ditatausahakan melalui BI-SSSS mencapai Rp. 26,6 ribu triliun,
turun 18,2% dibandingkan tahun 2012 yang sebesar Rp. 32,5 ribu triliun.
Nilai rata-rata harian transaksi yang dilakukan melalui sistem BI-SSSS
mencapai Rp. 108,1 triliun, menurun 18,0% dibandingkan tahun 2012 yang sebesar
[image:40.595.212.451.500.675.2]Rp. 131,9 ribu triliun.
Grafik 2.2
2.2.1.2.2 Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan Pihak Diluar Bank
Indonesia
Penyelenggaraan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK)
Kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK) merupakan
bagian dari perkembangan sistem pembayaran non tunai. Yang termasuk dalam
APMK adalah aktivitas penggunaan instrumen pembayaran menggunakan kartu
seperti kartu ATM, kartu kredit, kartu debet. Transaksi pembayaran dengan
menggunakan instrumen APMK pada saat ini bersifat account based, sehingga
setelmen transaksi dilakukan pada level bank dengan metode yang dipilih oleh
masing-masing bank (penyelenggara) sesuai dengan skala operasional jaringannya.
Perkembangan jumlah pemegang APMK mengalami peningkatan dari
waktu ke waktu baik disisi volume dan nilai transaksi. Perkembangan tersebut
diprediksikan terus berlangsung sejalan dengan semakin beragamnya
fasilitas/fungsi APMK. Dengan kemajuan teknologi dalam sistem pembayaran dan
keinginan perbankan untuk meningkatkan layanan kepada nasabah, penggunaan
Grafik 2.3
Perkembangan Transaksi APMK 2.2.2 Indikator Pembayaran Non Tunai
Sejauh ini belum terdapat indikator pengukur perkembangan alat
pembayaran non tunai yang secara resmi digunakan di Indonesia. Pengukuran
indikator perkembangan pembayaran non tunai pada berbagai studi (Markose dan
Loke, 2000; BIS, 1999; dan RBA, 2003) umumnya menggunakan data
perkembangan volume transaksi melalui alat pembayaran menggunakan kartu
seperti ATM, kartu debet, dan kartu kredit. Selain itu, beberapa indikator rasio
seperti rasio antara konsumsi swasta terhadap uang kartal di masyarakat dan rasio
uang tunai terhadap M1 juga dapat digunakan sebagai indikator perkembangan
pembayaran non tunai.
Alat pembayaran non tunai menggunakan kartu (APMK) yang telah ada di
Indonesia sejauh ini adalah ATM, kartu debet, smart cards, kartu kredit, electronic
data mengenai perkembangan APMK di Indonesia baru dapat diperoleh sejak tahun
1999.
Sejalan dengan perkembangan teknologi, aktivitas pembayaran non tunai
yang dicerminkan dari berbagai alat pembayaran kartu di atas baik dilihat dari nilai
maupun jumlah transaksi menunjukkan tren peningkatan.
Dilihat dari dasar penerbitannya (underlying issuance), alat pembayaran
menggunakan kartu kredit dan alat pembayaran dengan kartu lainnya merupakan
dua jenis alat yang berbeda. Kartu kredit merupakan jenis kartu yang diterbitkan
atas dasar fasilitas kredit yang diberikan oleh penerbitnya, sedangkan kartu ATM,
debet, dan lainnya bukan merupakan fasilitas kredit melainkan jenis kartu yang
diterbitkan atas dasar rekening pemiliknya pada suatu bank. Untuk itu, indikator
perkembangan APMK dapat kita bagi menjadi dua bagian yaitu APMK atas dasar
fasilitas (facility based cards) dan APMK atas dasar rekening (account based
cards).
Peningkatan aktivitas pembayaran menggunakan kartu tersebut ditengarai
dipengaruhi selain oleh semakin tingginya minat dan permintaan masyarakat untuk
memiliki alat pembayaran berbasis kartu juga semakin tingginya tingkat persaingan
antar bank dalam menyediakan layanan jasa kepada konsumen.
Dilihat dari jenisnya, nilai transaksi pembayaran non tunai untuk kartu
kredit, kartu debet, dan kartu ATM masing masing juga menunjukkan trend
peningkatan selama periode pengamatan. Kartu ATM mendominasi peranan alat
pembayaran menggunakan kartu dengan pangsa sebesar 90% dari ketiga jenis kartu
Hal ini sejalan dengan upaya perbankan untuk menghimpun dana murah
melalui tabungan yang menyediakan ATM sebagai insentif untuk memberikan
kemudahan bagi konsumen dalam melakukan transaksi.
Peningkatan nilai dan volume transaksi menggunakan kartu ATM/debet
meningkatkan nilai dan volume transaksi menggunakan APMK mengingat hingga
saat ini kontribusi terbesar dalam transaksi APMK disumbang oleh kartu
ATM/debet. Sepanjang tahun 2012 dan tahun 2013, laju pertumbuhan nilai dan
[image:44.595.165.459.348.524.2]volume transaksi menggunakan kartu ATM/debet sejalan dengan APMK.
Tabel 2.1
Jumlah Penerbit Kartu ATM / Debet Tahun 2013
Penerbit Jumlah
Bank Umum Konvensional 87
Bank Umum Syariah 8
BPR 11
Total 106
Selain dari alat pembayaran menggunakan kartu, peningkatan aktivitas
pembayaran non tunai juga dapat diindikasikan oleh rasio nilai konsumsi swasta
terhadap uang kartal yang diedarkan di masyarakat yang menunjukkan
perkembangan meningkat. Hal ini mengindikasikan tren semakin menurunnya
penggunaan uang tunai dalam mendukung aktivitas konsumsi masyarakat.
Perkembangan yang sama dapat ditemui pada negara-negara yang juga
Indikator lain yang dapat digunakan untuk menggambarkan perkembangan
pembayaran non tunai adalah rasio uang kartal terhadap giro dan transaksi
pembayaran berbasis kartu. Penggunaan transaksi pembayaran berbasis kartu pada
perhitungan rasio ini dimaksudkan agar dapat memberikan gambaran
perkembangan pembayaran non tunai yang lebih baik.
Dari sisi teknis perhitungan, rasio ini memiliki kelemahan karena
digunakannya jenis data yang berbeda yakni data flow pada transaksi pembayaran
dan jenis data stok pada giro dan deposito. Namun demikian, hal tersebut
diperkirakan hanya akan berpengaruh pada perbedaan besaran (magnitude) rasio
yang dihasilkan. Sementara arah dari perkembangan rasio tersebut masih dapat
digunakan untuk memberikan gambaran perkembangan pembayaran non tunai.
Semakin kecil rasio tersebut mengindikasikan semakin tingginya aktivitas
pembayaran non tunai. Kondisi ini sejalan dengan perkembangan beberapa
indikator lainnya yang menggambarkan tren peningkatan preferensi masyarakat
terhadap pembayaran non tunai.
2.3 Pertumbuhan Perekonomian
Pertumbuhan Ekonomi adalah sebagi suatu ukuran Kuantitatif yang
menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu
apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Sudono Sukirno, 2006).
Pembangunan Ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi ditambah dengan
perubahan, artinya ada tidaknya pembangunan ekonomi dalam suatu Negara pada
suatu tahun tertentu tidak saja diukur dari kenaikan produksi barang dan jasa yang
berlaku dalam berbagai aspek kegiatan ekonomi seperti perkembangan pendidikan,
perkembangan teknologi, peningkatan dalam kesehatan, peningkatan dalam
infrastruktur yang tersedia (Sudono Sukirno 2006).
Investasi akan menambah barang modal dan teknologi yang digunakan juga
makin berkembang. Disamping itu tenaga kerja bertambah sebagai akibat
perkembangan penduduk seiring dengan meningkatnya pendidikan dan
keterampilan mereka.
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting guna
menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi suatu negara. Menurut Arsyad
(1999) pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik Bruto/
Pendapatan Nasional Bruto tanpa memandang apakah kenaikan tersebut lebih besar
atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur
ekonomi terjadi atau tidak identik dengan pembangunan (development).
Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu syarat dari banyak syarat yang diperlukan
dalam proses pembangunan (Meier, 1989).
Pertumbuhan ekonomi hanya mencatat peningkatan produksi barang dan
jasa secara nasional, sedang pembangunan berdimensi lebih luas. Salah satu sasaran
pembangunan ekonomi daerah adalah meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi
daerah. Pertumbuhan ekonomi daerah diukur dengan pertumbuhan Pendapatan
Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut harga konstan. Laju pertumbuhan
PDRB akan memperlihatkan proses kenaikan output perkapita dalam jangka
Pemahaman indikator pertumbuhan ekonomi biasanya akan dilihat dalam
kurun waktu tertentu, misalnya tahunan. Aspek tersebut relevan untuk dianalisa
sehingga kebijakan-kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh pemerintah untuk
mendorong aktivitas perekonomian domestik dapat dinilai efektifitasnya.
2.3.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik
Menurut ekonom Klasik, Smith, pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh
dua faktor utama yakni pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk
(Arsyad,1999). Unsur pokok dari sistem produksi suatu negara ada tiga :
1. Sumber daya alam yang tersedia merupakan wadah paling mendasar dari
kegiatan produksi suatu masyarakat dimana jumlah sumber daya alam yang
tersedia mempunyai batas maksimum bagi pertumbuhan suatu
perekonomian.
2. Sumber daya insani (jumlah penduduk) merupakan peran pasif dalam proses
pertumbuhan output, maksudnya jumlah penduduk akan menyesuaikan
dengan kebutuhan akan tenaga kerja.
3. Stok modal merupakan unsur produksi yang sangat menentukan tingkat
pertumbuhan output.
2.3.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik
Menurut teori pertumbuhan Neo Klasik, pertumbuhan output selalu
bersumber dari satu atau lebih dari 3 (tiga) faktor yakni kenaikan kualitas dan
kuantitas tenaga kerja, penambahan modal (tabungan dan investasi) dan
2.3.3 Model Pertumbuhan Agregat
Glasson (1997) menyatakan bahwa teori pertumbuhan regional jangka
panjang harus memperhitungkan faktor-faktor yang dianalisis jangka pendek
diasumsikan konstan, yakni seperti penduduk, upah, harga, teknologi dan distribusi
pendapatan. Mobilitas faktor-faktor terutama tenaga kerja dan modal harus menjadi
pertimbangan yang sangat penting. Pada umunya orang sependapat bahwa
pertumbuhan regional dapat terjadi sebagai akibat dari penentu-penentu endogen
maupun eksogen yakni faktor-faktor yang terdapat pada daerah yang bersangkutan
ataupun faktor-faktor di luar daerah atau kombinasi dari keduanya.
Faktor-faktor penentu penting dari dalam daerah meliputi distribusi
faktor-faktor seperti tanah, tenaga kerja dan modal, sedangkan salah satu faktor-faktor penentu
dari luar daerah yang penting adalah tingkat permintaan dari daerah lain terhadap
komoditas yang dihasilkan oleh daerah tersebut. Suatu pendekatan yang lebih baru
untuk menjelaskan faktor penentu endogen dari pertumbuhan ekonomi regional
adalah melalui penggunaan model ekonomi makro.
2.3.4 Teori Pertumbuhan Baru (New Growth Theory)
Teori ini memberikan kerangka teoritis untuk menganalisis pertumbuhan
yang bersifat endogen, Pertumbuhan ekonomi merupakan hasil dari dalam sistem
ekonomi. Teori ini menganggap bahwa pertumbuhan ekonomi lebih ditentukan
oleh sistem produksi, bukan berasal dari luar sistem.
Kemajuan teknologi merupakan hal yang endogen, pertumbuhan
merupakan bagian dari keputusan pelaku-pelaku ekonomi untuk berinvestasi dalam
modal yang tumbuh bukan hanya modal fisik saja tapi menyangkut modal manusia
(Romer, 1994).
Akumulasi modal merupakan sumber utama pertumbuhan ekonomi.
Definisi modal/kapital diperluas dengan memasukkan model ilmu pengetahuan dan
modal sumber daya manusia. Perubahan teknologi bukan sesuatu yang berasal dari
luar model atau eksogen tapi teknologi merupakan bagian dari proses pertumbuhan
ekonomi.
Dalam teori pertumbuhan endogen, peran investasi dalam modal fisik dan
modal manusia turut menentukan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Tabungan
dan investasi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan
(Mankiw, 2000).
2.3.5 Teori Pertumbuhan Ekonomi Regional
Pertumbuhan ekonomi daerah merupakan suatu proses pemerintah daerah
dan masyarakatnya dalam mengelola sumberdaya yang ada untuk menciptakan
lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam
wilayah tersebut (Lincoln Arsyad, 1999).
2.4 Dampak Perkembangan Alat Pembayaran Non Tunai Terhadap Perekonomian
2.4.1 Indikator Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai di Indonesia Meskipun sejauh ini belum banyak terdapat indikator pengukur
perkembangan alat pembayaran non tunai yang secara resmi digunakan di
Indonesia, tetapi secara umum pengukuran perkembangan pembayaran non tunai
volume transaksi alat pembayaran non tunai, rasio antara konsumsi swasta terhadap
uang kartal di masyarakat dan rasio uang tunai terhadap M1.
2.4.1.1Perkembangan Volume Transaksi Non Tunai
Perkembangan sistem pembayaran di Indonesia secara umum sudah
mengarah ke sistem pembayaran non tunai. Hal tersebut tercermin dari transaksi
nilai besar (high value) dan transaksi nilai kecil (retail) yang dilakukan melalui
sarana Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), dan kliring yang
mengalami peningkatan secara signifikan dari tahun ke tahun.
Berdasarkan data transaksi melalui BI-RTGS, penyelesaian transaksi antar
bank melalui sistem BI-RTGS menunjukkan tren peningkatan baik dari sisi nilai
maupun volume transaksi. Hal ini disebabkan semakin luasnya cakupan wilayah
implementasi BI-RTGS, sehingga semakin mendorong minat masyarakat untuk
menggunakan jasa pembayaran non tunai tersebut.
Sementara itu, tren yang sama juga terjadi dengan penyelesaian transaksi
melalui mekanisme kliring. Salah satu faktor yang mendorong peningkatan
transaksi kliring adalah penerapan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
(SKNBI) yang dapat mengakomodir kebutuhan pelaksanaan transfer kredit antar
bank ke seluruh wilayah Indonesia tanpa kewajiban melakukan pertukaran fisik
warkat (paperless).
Selain BI-RTGS dan kliring, perkembangan pembayaran non tunai juga
dapat diindikasikan dengan perkembangan alat pembayaran dengan menggunakan
kartu (APMK). Kegiatan APMK merupakan aktivitas penggunaan instrumen
maupun kartu prabayar (e-money). Transaksi pembayaran dengan menggunakan
instrumen APMK pada saat ini bersifat account based, sehingga setelmen transaksi
dilakukan pada level bank dengan metode yang dipilih oleh masing-masing bank
(penyelenggara) sesuai dengan skala operasional jaringannya.
Perkembangan transaksi APMK mengalami peningkatan dari waktu ke
waktu baik disisi volume dan nilai transaksi. Perkembangan tersebut diprediksikan
terus berlangsung sejalan dengan semakin beragamnya fasilitas dan fungsi APMK.
Dengan kemajuan teknologi dalam sistem pembayaran dan keinginan perbankan
untuk meningkatkan layanan kepada nasabah, penggunaan fungsi APMK menjadi
lebih beragam. Penggunaan kartu ATM tidak hanya untuk penarikan tunai atau
pengecekan saldo namun juga dapat digunakan sebagai kartu debet untuk
melakukan berbagai jenis pembayaran (misalnya pembayaran tagihan listrik dan
telepon).
APMK yang telah ada di Indonesia sejauh ini adalah kartu ATM, kartu
debet, smartcards, kartu kredit dan prepaid card. Informasi dan data mengenai
perkembangan APMK di Indonesia baru dapat diperoleh sejak tahun 1999.
Sejalan dengan perkembangan teknologi, aktivitas pembayaran non tunai
yang dicerminkan dari berbagai alat pembayaran kartu di atas baik dilihat dari nilai
maupun jumlah transaksi menunjukkan peningkatan.
2.4.1.2Rasio Nilai Konsumsi Swasta Terhadap Uang Kartal Yang Diedarkan Selain terlihat dari peningkatan volume transaksi non tunai, peningkatan
aktivitas pembayaran non tunai juga dapat diindikasikan oleh rasio nilai konsumsi
perkembangan meningkat. Hal ini mengindikasikan tren semakin menurunnya porsi
penggunaan uang tunai dalam mendukung aktivitas konsumsi masyarakat.
Perkembangan yang sama dapat ditemui pada negara-negara yang juga menerapkan
pengembangan dalam alat pembayaran non tunai.
2.4.1.3Rasio Uang Kartal Terhadap Giro Dan Transaksi Pembayaran Berbasis Kartu
Indikator lain yang dapat digunakan untuk menggambarkan perkembangan
pembayaran non tunai adalah rasio uang kartal terhadap giro dan transaksi
pembayaran berbasis kartu. Penggunaan transaksi pembayaran berbasis kartu pada
perhitungan rasio ini dimaksudkan agar dapat memberikan gambaran
perkembangan pembayaran non tunai yang lebih baik. Dari sisi teknis perhitungan,
rasio ini memiliki kelemahan karena digunakannya jenis data yang berbeda yakni
data flow pada transaksi pembayaran dan jenis data stok pada giro dan deposito.
Namun demikian, hal tersebut diperkirakan hanya akan berpengaruh pada
perbedaan besaran (magnitude) rasio yang dihasilkan. Sementara arah dari
perkembangan rasio tersebut masih dapat digunakan untuk memberikan gambaran
perkembangan pembayaran non tunai. Semakin kecil rasio tersebut
mengindikasikan semakin tingginya aktivitas pembayaran non tunai. Kondisi ini
sejalan dengan perkembangan beberapa indikator lainnya yang menggambarkan
2.4.2 Peranan Pembayaran Non Tunai terhadap Perekonomian
Peningkatan pembayaran non tunai berpotensi untuk dapat memberikan
manfaat atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui beberapa cara yakni:
mengurangi opportunity cost masyarakat, meningkatkan pendapatan masyarakat
melalui pendapatan bunga dan fee base income dan pembiayaan tanpa bunga
(khusus kartu prabayar/e-money) yang diterima Bank atau penerbit APMK,
mendorong kenaikan tingkat konsumsi dan velocity of money serta mendorong
aktivitas sektor riil dan pertumbuhan ekonomi.
2.5 Risiko Perkembangan Alat Pembayaran Non Tunai Terhadap Perekonomian
Disamping memberikan keuntungan bagi perekonomian sebagaimana
dijelaskan di atas, terdapat pula beberapa risiko dari penerbitan dan penggunaan
alat pembayaran non tunai yang dapat mempengaruhi ekonomi dan sistem
keuangan :
1. Peningkatan default risks yang ditimbulkan dari penerbitan kartu kredit atau
kartu pra bayar. Kedua jenis kartu ini memiliki potensi permasalahan dalam
penyelesaian tagihan atau penyelesaian kliring bilamana terjadi wanprestasi
dari salah satu pihak yang terlibat. Risiko default bisa disebabkan oleh
nasabah yang seenaknya menggunakan fasilitas kartu ini namun tidak mau
menyelesaikan tagihan. Dari sisi penerbit, default juga disebabkan
kurangnya kehati-hatian dalam proses persetujuan penggunaan alat
pembayaran menggunakan kartu. Pengaturan yang jelas akan pener