• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Transaksi Non Tunai Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Pengaruh Transaksi Non Tunai Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ANALISIS PENGARUH TRANSAKSI NON TUNAI

TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

OLEH

DIO NANDO HASIBUAN

110523022

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN EKSTENSI

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

PENANGGUNG JAWAB SKRIPSI

Nama

: Dio Nando Hasibuan

NIM

: 110523022

Program Studi

: S1 - Ekonomi Pembangunan Ekstensi

Konsentrasi

: Perbankan

Judul

: Analisis Pengaruh Transaksi Non Tunai Terhadap

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Medan,

Januari 2015

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

LEMBAR PENGESAHAN

Nama

: Dio Nando Hasibuan

NIM

: 110523022

Program Studi

: S1 - Ekonomi Pembangunan Ekstensi

Konsentrasi

: Perbankan

Judul

: Analisis Pengaruh Transaksi Non Tunai Terhadap

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Pembimbing Skripsi

Pembaca Penilai

Wahyu Ario Pratomo, S.E., M.Ec.

Drs. Rahmad Sumanjaya M.Si.

NIP. 19730408 199802 1 001

NIP. 19490808 198103 1 001

Ketua Program Studi

(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK

Nama

: Dio Nando Hasibuan

NIM

: 110523022

Program Studi

: S1 - Ekonomi Pembangunan Ekstensi

Konsentrasi

: Perbankan

Judul

: Analisis Pengaruh Transaksi Non Tunai Terhadap

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Tanggal:

Januari 2015

Ketua Program Studi

Irsyad Lubis, S.E., M.Soc.Sc., Ph.D

NIP. 19710503 200312 1 003

Tanggal:

Januari 2015

Ketua Departemen

(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

Analisis Pengaruh Transaksi Non Tunai

Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai

tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara Medan.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau

lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat

izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma,

kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan

plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan

peraturan yang berlaku.

Medan,

Januari 2015

(6)

ABSTRAK

Analisis Pengaruh Transaksi Non Tunai Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Peningkatan penggunaan pembayaran non tunai yang terus meningkat saat ini telah

menggeser peran uang tunai dimasyarakat. Dengan didukung perkembangan

teknologi saat ini, sistem pembayaran non tunai telah bekembang semakin inovatif

yang mendorong pertumbuhan ekonomi melalui efek substitusi dan efisiensi dalam

perekonomian. Dengan menggunakan Model Vektor Auto Regresi (VAR), dampak

terhadap perekonomian dianalisis. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan

pembayaran non tunai menginduksi pertumbuhan ekonomi dan jumlah uang

beredar.

(7)

ABSTRACT

Analysis of the Effect of Non-Cash Transaction Against Economic Growth in Indonesia

Increased use of non-cash payments are increasing today has shifted the role of

cash in the community. With the support of current technological developments,

non-cash payment system has been developing States increasingly innovative

drive economic growth through the effect of substitution and efficiency in the

economy. By using the Vector Auto Regression Model (VAR), and the impact on

the economy are analyzed. The results showed an increase in non-cash payments

induce economic growth and money supply.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

memberikan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penelitian dan penulisan

skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Sumatera Utara. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari

sempurna, karena itu Peneliti mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak yang

dapat membangun untuk menjadikan skripsi ini lebih baik lagi. Dengan segala

kerendahan hati, Peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Peneliti telah banyak mendapatkan semangat dan doa untuk keberhasilan

dalam menyelesaikan studi dan skripsi ini dari Orang tua tercinta: Bapak Zam Zam

Amandarsyah Hasibuan dan Ibu Usriani Nasution. Dalam kesempatan ini, Peneliti

juga menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec., Ac., Ak., CA. selaku Dekan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec. selaku Ketua Departemen Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan

juga sebagai Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan,

dukungan, arahan kepada Peneliti.

3. Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si. selaku Sekretaris Departemen Ekonomi

(9)

4. Irsyad Lubis, SE, M.Soc. Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

5. Paidi Hidayat, S.E., M.Si. selaku Sekeretaris Program Studi Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

6. Drs. Rahmad Sumanjaya M.Si. selaku Dosen Pembaca Penilai yang telah

meluangkan waktu dan memberikan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

7. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera

Utara untuk segala bentuk jasa selama perkuliahan.

8. Bagi semua pihak, teman dan sahabat yang tidak dapat disebutkan satu persatu,

yang telah membantu penyelesaian studi, penelitian dan penyelesaian skripsi

ini.

Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-Nya kepada kita

dan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Januari 2015 Peneliti,

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 5

1.3Tujuan Penelitian ... 6

1.4Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Perkembangan Sistem Pembayaran... 7

2.1.1 Full-Bodied Money ... 8

2.1.2 Representative Full-Bodied Money ... 9

2.1.3 Fiat Money atau Credit Money ... 10

2.1.4 Rekening Giro (Checking Account) ... 11

2.1.5 Electronic Payment ... 12

2.2Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia dan Indikator Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai ... 14

2.2.1 Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia ... 14

2.3Pertumbuhan Perekonomian... 29

2.3.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik ... 31

2.3.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik ... 31

2.3.3 Model Pertumbuhan Agregat... 32

2.3.4 Teori Pertumbuhan Baru (New Growth Theory) ... 32

2.3.5 Teori Pertumbuhan Ekonomi Regional ... 33

2.4Dampak Perkembangan Alat Pembayaran Non Tunai Terhadap Perekonomian ... 33

2.4.1 Indikator Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai di Indonesia ... 33

2.4.2 Peranan Pembayaran Non Tunai terhadap Perekonomian 37 2.5Risiko Perkembangan Alat Pembayaran Non Tunai Terhadap Perekonomian ... 37

2.6Penelitian Terdahulu ... 38

(11)

2.6.2 Penelitian mengenai Persepsi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat dan Lembaga Penyedia Jasa Terhadap Sistem

Pembayaran Non Tunai... 39

2.6.3 Penelitian mengenai Potensi Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai di Jawa Tengah ... 40

2.6.4 Penelitian mengenai Monetary Policy, Monetary Areas, and Financial Development with Electronic Money. ... 41

2.6.5 Penelitian mengenai Electronic Money, Currency Demand and Signorage Loss in the G10 Countries. ... 41

2.7Kerangka Pemikiran ... 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1Jenis dan Sumber Data ... 43

3.2Metode Analisis Data ... 43

3.2.1 Uji Stasioneritas ... 43

3.2.2 Penetapan Lag Optional ... 44

3.3Uji Kointergrasi (Cointegration Test) ... 44

3.4Vector Auto Regression (VAR) ... 45

3.4.1 Impulse Response Function (IRF)... 46

3.4.2 Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) ... 47

3.5Bentuk-Bentuk VAR ... 47

3.5.1 Unrestricted VAR ... 47

3.5.2 Restricted VAR ... 48

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1Uji Stasioneritas ... 49

4.2Penentuan Lag Optimal ... 51

4.3Uji Kointegrasi ... 51

4.4Uji Kausalitas Granger ... 52

4.5Impulse Response Function (IRF) Uang Elektronik dengan Produk Domestik Bruto dan Jumlah Uang Beredar ... 54

4.6Variance Decomposition ... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan ... 57

5.2Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

(12)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

2.1 Jumlah Penerbit Kartu ATM/Debet Tahun 2013 28 3.1 Data, Simbol, dan Sumber Data 43 4.1 Hasil Uji Stasioneritas Tingkat Level (ADF) 49 4.2 Hasil Uji Stasioneritas Tingkat Level (PP) 50 4.3 Hasil Uji Stasioneritas Tingkat Difference (ADF) 50 4.4 Hasil Uji Stasioneritas Tingkat Difference (PP) 51 4.5 Hasil Penentuan Lag Optimal 51

4.6 Hasil Uji Kointegrasi 52

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Pemikiran 42

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

(15)

ABSTRAK

Analisis Pengaruh Transaksi Non Tunai Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Peningkatan penggunaan pembayaran non tunai yang terus meningkat saat ini telah

menggeser peran uang tunai dimasyarakat. Dengan didukung perkembangan

teknologi saat ini, sistem pembayaran non tunai telah bekembang semakin inovatif

yang mendorong pertumbuhan ekonomi melalui efek substitusi dan efisiensi dalam

perekonomian. Dengan menggunakan Model Vektor Auto Regresi (VAR), dampak

terhadap perekonomian dianalisis. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan

pembayaran non tunai menginduksi pertumbuhan ekonomi dan jumlah uang

beredar.

(16)

ABSTRACT

Analysis of the Effect of Non-Cash Transaction Against Economic Growth in Indonesia

Increased use of non-cash payments are increasing today has shifted the role of

cash in the community. With the support of current technological developments,

non-cash payment system has been developing States increasingly innovative

drive economic growth through the effect of substitution and efficiency in the

economy. By using the Vector Auto Regression Model (VAR), and the impact on

the economy are analyzed. The results showed an increase in non-cash payments

induce economic growth and money supply.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem pembayaran merupakan sistem yang berkaitan dengan pemindahan

sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain. Media yang digunakan untuk

pemindahan nilai uang tersebut sangat beragam, mulai dari penggunaan alat

pembayaran yang sederhana sampai pada penggunaan sistem yang kompleks dan

melibatkan berbagai lembaga berikut aturan mainnya. Kewenangan mengatur dan

menjaga kelancaran sistem pembayaran di Indonesia dilaksanakan oleh Bank

Indonesia yang dituangkan dalam Undang Undang Bank Indonesia.

Secara umum, sistem pembayaran terdiri atas beberapa komponen berupa

kebijakan, instrumen/alat pembayaran, mekanisme kliring dan setelmen,

kelembagaan, infrastruktur pendukung dan perangkat hukum. Beberapa contoh alat

/ instrumen pembayaran yang selama ini telah kita kenal adalah uang, kartu debit,

kartu kredit, traveller’s cheque, serta alat pembayaran elektronik seperti internet

banking, RTGS, transfer kredit melalui kliring dan sebagainya.

Sesuai amanat Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1999

tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor

3 tahun 2004, tugas Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran mencakup sistem

pembayaran tunai dan non tunai. Dalam perannya di bidang pembayaran tunai,

Bank Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa tanggung jawab yang dipikul untuk

mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah dalam jumlah dan pecahan yang

(18)

yang cukup banyak serta kondisi geografis yang sangat luas untuk mengedarkan

uang dalam jumlah dan pecahan yang tepat kepada masyarakat. Selain itu

penggunaan uang tunai sebagai alat pembayaran dirasakan mulai menimbulkan

masalah terutama tingginya biaya cash handling, risiko perampokan / pencurian,

kesehatan, kepraktisan serta uang palsu. Penggunaan uang kas dalam jumlah yang

sangat besar dalam jangka panjang akan menimbulkan beban bagi perekonomian

terutama berkaitan dengan cash handling dan rendahnya velocity of money. Di sisi

lain penggunaan uang tunai juga dapat mengakibatkan inefisiensi waktu karena

panjangnya antrian di sentra-sentra pembayaran serta ketidakpraktisan membawa

uang dalam jumlah yang cukup banyak.

Dari sisi sistem pembayaran non tunai, Bank Indonesia berkepentingan

untuk memastikan bahwa sistem pembayaran non tunai yang digunakan oleh

masyarakat dapat berjalan secara aman, efisien dan handal. Oleh karena itu,

perkembangan penggunaan alat pembayaran non tunai mendapat perhatian yang

serius dari Bank Indonesia mengingat perkembangan pembayaran non tunai

diharapkan dapat mengurangi beban penggunaan uang tunai dan semakin

meningkatkan efisiensi perekonomian dalam masyarakat. Meskipun dari sisi

teknologi alternatif penggunaan instrumen pembayaran non tunai sangat feasible

untuk menggantikan uang tunai namun demikian aspek psikologis, keamanan,

kenyamanan dan kepercayaan masyarakat terhadap uang kas kemungkinan besar

tetap merupakan hambatan yang masih harus dihadapi dalam pengembangan

(19)

Sejalan dengan perkembangan teknologi yang pesat, pola dan sistem

pembayaran dalam transaksi ekonomi terus mengalami perubahan. Kemajuan

teknologi dalam sistem pembayaran menggeser peranan uang tunai (currency)

sebagai alat pembayaran ke dalam bentuk pembayaran non tunai yang lebih efisien

dan ekonomis. Pembayaran non tunai umumnya dilakukan tidak dengan

menggunakan uang sebagai alat pembayaran melainkan dengan cara transfer antar

bank maupun transfer intra bank melalui jaringan internal bank sendiri. Selain itu

pembayaran non tunai juga dapat dilakukan dengan menggunakan kartu sebagai

alat pembayaran, misalnya dengan menggunakan kartu ATM, kartu debit, dan kartu

kredit.

Perkembangan teknologi informasi yang diikuti dengan tingkat persaingan

bank yang semakin tinggi mendorong sektor perbankan atau non bank untuk

semakin inovatif dalam menyediakan berbagai alternatif jasa pembayaran non tunai

berupa sistem transfer dan alat pembayaran menggunakan kartu elektronis

(electronic card payment) yang aman, cepat dan efisien, serta bersifat global

(Santomero dan Seater, 1996). Pembayaran elektronis tersebut, pada awal

perkembangannya masih terkait langsung dengan rekening nasabah bank yang

menggunakannya.

Dalam perkembangannya, beberapa negara telah menemukan dan

menggunakan produk pembayaran elektronis yang dikenal sebagai Electronic

Money (e-money), yang karakteristiknya berbeda dengan pembayaran elektronis

yang telah disebutkan sebelumnya. Pembayaran yang dilakukan dengan

(20)

secara langsung (online) dengan rekening nasabah di bank. Hal ini dapat terjadi

karena e-money merupakan produk stored value dimana sejumlah nilai dana

tertentu (monetary value) telah terekam (tersimpan) dalam alat pembayaran yang

digunakan tersebut.

Kehadiran alat-alat pembayaran non tunai tersebut di atas, semata-mata

tidak hanya disebabkan oleh inovasi sektor perbankan namun juga didorong oleh

kebutuhan masyarakat akan adanya alat pembayaran yang praktis yang dapat

memberikan kemudahan dalam melakukan transaksi. Kemudahan transaksi

tersebut dapat mendorong penurunan biaya dan waktu transaksi dan pada gilirannya

dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi (Dias, 2000).

Dalam dua dekade terakhir, alat pembayaran non tunai dianggap telah

berperan dalam menggantikan uang sebagai alat pembayaran. Metode pembayaran

secara transfer antar rekening bank semakin banyak menggantikan peran uang

dalam perdagangan besar dan transaksi transaksi keuangan nilai besar, sedangkan

alat pembayaran menggunakan kartu khususnya dalam bentuk kartu debit, kartu

ATM, kartu kredit, maupun stored value card / prepaid card seperti e-money telah

mulai menggantikan peran uang tunai dalam pembayaran retail (Lahdenpera, 2001).

King (1999) mengemukakan bahwa masa kejayaan monopoli bank sentral

dalam mengendalikan perekenomian melalui penerbitan uang dalam bentuk fiat

money secara bertahap akan berkurang sejalan dengan perkembangan alat

pembayaran non tunai (electronic money). Hal yang sama juga dikemukan oleh

(21)

teknologi informasi akan memberi implikasi pada berkurangnya peran base money

dalam transaksi pembayaran.

Di masa depan akan semakin banyak lagi industri yang akan terkonvergensi

karena interlinkage yang semakin berkembang. Berbagai bisnis baru diperkirakan

akan terus tumbuh dan berkembang terutama karena semakin berkembangnya

telecommunication network, akses komputer dan internet yang semakin meningkat

di kalangan masyarakat serta teknologi yang semakin murah. Hal ini tentunya akan

mendorong biaya transaksi pembayaran non tunai menjadi semakin murah karena

handling fee yang lebih rendah bila dibandingkan dengan transaksi menggunakan

uang tunai.

1.2 Perumusan Masalah

Terkait dengan perdebatan tersebut, penelitian ini mencoba mengkaji

dampak perkembangan pembayaran non tunai terhadap pertumbuhan

perekonomian dengan studi kasus data Indonesia. Kajian ini relevan untuk

dilakukan mengingat telah cukup pesatnya perkembangan teknologi sistem

pembayaran dan instrumen pembayaran non tunai di Indonesia. Oleh karena itu,

berdasarkan deskripsi di atas, inti permasalahan yang dapat diangkat dalam

penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh transaksi non tunai terhadap pertumbuhan

ekonomi Indonesia?

2. Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap transaksi non

(22)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menjelaskan bagaimana pengaruh penggunaan pembayaran non tunai

terhadap perekonomian, dalam hal ini GDP.

2. Menjelaskan bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap

penggunaan pembayaran non tunai.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberi masukan kepada

setiap pengambil kebijakan dalam melihat pengaruh penerapan sistem pembayaran

non-tunai terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Penulis juga mengharapkan

semoga hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang berarti dan

memperkaya referensi untuk penelitian lebih lanjut.

Bagi penulis sendiri, penelitian ini diharapkan mampu memberi

pengetahuan yang lebih mendalam mengenai pengaruuh penerapan sistem

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan Sistem Pembayaran

Sistem pembayaran telah mengalami evolusi selama beberapa abad, sejalan

dengan perubahan sifat dan penggunaan uang sebagai alat pembayaran. Dalam

sejarah, koin merupakan jenis uang pertama yang banyak digunakan oleh berbagai

kelompok masyarakat sebagai alat pembayaran. Dalam perkembangannya, peran

koin sebagai alat pembayaran dilengkapi dengan kehadiran uang kertas yang

dianggap lebih nyaman dan lebih memudahkan proses transaksi karena lebih ringan

dengan biaya pembuatan yang lebih murah.

Perkembangan peran uang sebagai alat pembayaran terus mengalami

perubahan wujud yaitu dalam suatu bentuk alat pembayaran cek atau giral yang

memungkinkan pembayaran dengan cara transfer dana dari saldo rekening antar

institusi keuangan, khususnya bank. Pada dasarnya kita dapat mengganggap cek

atau giral sebagai jenis pertama alat pembayaran non tunai. Seiring dengan

perkembangan teknologi, berbagai instrumen pembayaran non tunai atau elektronik

mulai bermunculan dalam berbagai wujud antara lain phone banking, mobile

banking, ATM, kartu debet, kartu kredit, smart card, dan sebagainya. Sejauh ini,

seluruh pembayaran elektronis tersebut masih selalu terkait langsung dengan

rekening nasabah bank yang menggunakannya.

Dengan semakin majunya teknologi dan adanya kebutuhan akan alat

pembayaran yang praktis dan murah, di beberapa negara telah mulai dikembangkan

(24)

yang karakteristiknya berbeda dengan pembayaran elektronis yang telah disebutkan

sebelumnya, karena setiap pembayaran yang dilakukan dengan menggunakan

e-money tidak selalu memerlukan proses otorisasi dan online secara langsung dengan

rekening nasabah di bank (pada saat melakukan pembayaran tidak dibebankan ke

rekening nasabah di bank). E-money merupakan produk stored value dimana

sejumlah nilai (monetary value) telah terekam dalam alat pembayaran yang

digunakan (prepaid).

2.1.1 Full-Bodied Money

Pada jaman kuno, suatu benda tertentu yang memiliki sifat menarik, tahan

lama, dapat dibagi, dan unik, umumnya digunakan sebagai uang yang dipergunakan

secara luas sebagai media pertukaran. Koin logam merupakan jenis uang yang

pertama kali banyak di gunakan pada jaman dulu. Mulanya koin tersebut banyak

terbuat dari bahan besi dan tembaga. Sejalan dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan dunia penelitian, peran besi dan tembaga sebagai uang digantikan

masyarakat dengan koin perak dan emas yang dianggap lebih memberikan

kenyamanan dalam penggunaannya. Dalam dunia modern, jenis uang emas dan

perak dikeluarkan oleh pemerintah.

Jenis uang full-bodied money memiliki ciri tertentu dimana nilainya sebagai

barang adalah sama dengan nilainya sebagai uang. Kesamaan nilai dipengaruhi oleh

permintaan dan penawaran. Jika koin emas dianggap lebih bernilai sebagai logam

emas (atau suatu komoditas) dari pada fungsinya sebagai uang emas (alat tukar),

maka koin emas akan hilang dari perputaran / peredaran sebagai alat tukar dan akan

(25)

penggunaan emas ini (dari alat tukar menjadi komoditas) cenderung akan

menurunkan nilai emas sebagai komoditas dan menaikkan nilai emas sebagai alat

tukar yang akan berhenti setelah nilai emas sebagai komoditas sama dengan nilai

emas sebagai alat tukar.

Sebaliknya, jika emas lebih bernilai ketika difungsikan sebagai uang, maka

peran emas sebagai komoditas industri akan menurun untuk kemudian dijual

sebagai koin emas. Tekanan dari permintaan dan penawaran tersebut akan

memastikan bahwa nilai emas sebagai uang tidak jauh berbeda dengan nilai emas

sebagai komoditas. Fakta ini menumbuhkan kepercayaan terhadap koin emas dan

memastikan akseptabilitasnya sebagai alat tukar.

2.1.2 RepresentativeFull-Bodied Money

Industrialisasi yang terjadi pada awal abad 18 telah mendorong standar

hidup masyarakat yang semakin tergantung pada pertukaran transaksi ekonomi. Hal

ini menyebabkan penggunaan koin sebagai alat tukar dianggap kurang memberikan

kenyamanan dalam proses transaksi dalam jumlah besar akibat berat dan ukuran

koin yang terlalu besar. Bisa dibayangkan berapa banyak jumlah koin yang harus

dibawa dan disediakan ketika seseorang hendak membeli sebuah rumah. Untuk

alasan ini, maka diciptakan uang kertas yang pada mulanya masih tetap di jamin

dengan 100 persen logam berharga. Uang kertas yang menunjukkan bukti

kepemilikan atas suatu komoditas seperti emas dan perak dikenal sebagai

representative full-bodied money. Komoditas yang menjadi jaminan disimpan pada

(26)

Jenis uang ini diperkenalkan pertama kalinya di Inggris pada abad ke 16.

Pada mulanya, uang kertas dikeluarkan oleh perusahaan swasta dikenal sebagai

goldsmith yang pada dasarnya merupakan gudang yang menerima pengakuan klaim

atas sejumlah emas atau perak. Karena uang kertas tersebut dapat dipertukarkan

dengan sejumlah koin logam dalam jumlah tetap, maka uang kertas itu dengan

sendirinya menjadi sarana yang bisa diterima sebagai alat tukar sebagaimana koin

logam. Uang dengan bentuk ini juga beredar di Amerika yaitu berupa sertifikat

emas. Pemilik dan pembawa sertifikat emas bisa menyerahkan sertifikat tersebut

untuk memperoleh koin emas dari US Treasury. Hal yang sama pernah juga pernah

berlaku untuk koin perak dimana sertifikat perak banyak diterbitkan dan digunakan

di US dalam beberapa tahun.

2.1.3 Fiat Money atau Credit Money

Keharusan untuk menjamin uang kertas ataupun sertifikat emas atau perak

dengan 100% koin emas dinilai semakin tidak diperlukan guna menjawab

kebutuhan masyarakat yang memerlukan suatu jenis alat pembayaran yang semakin

efisien namun tetap dapat dipercaya. Hal ini dijawab dengan hadirnya credit money

sebagai suatu jenis uang yang nilainya sebagai uang lebih besar daripada nilainya

sebagai barang. Bahkan dalam keadaan tertentu, nilainya sebagai barang menjadi

tidak penting sama sekali sebagaimana uang kertas yang banyak kita lihat sekarang

ini. Sepanjang kita bisa menukarkan uang yang kita miliki dengan barang dan jasa

tidak akan ada yang peduli seberapa banyak emas yang diperlukan untuk menjamin

(27)

Jaminan uang jenis ini adalah kepercayaan masyarakat. Selanjutnya muncul

pertanyaan bagaimana memelihara tingkat kepercayaan masyarakat terhadap nilai

jenis uang ini? Caranya adalah dengan mengendalikan atau membatasi

pembentukan dan pencetakan uang. Dalam berbagai literatur, upaya menjaga

kepercayaan masyarakat terhadap nilai uang jenis ini dilakukan oleh bank sentral

melalui dengan cara menjaga keseimbangan jumlah uang beredar sesuai dengan

kebutuhan perekonomian.

Dewasa ini bisa dikatakan bahwa semua mata uang dan koin adalah uang

dalam bentuk fiat atau credit money, termasuk uang kertas dan logam rupiah yang

beredar di Indonesia. Hubungan antara stok emas dan supply uang saat ini

benar-benar sudah tidak relevan lagi. Nilai suatu mata uang tidak lagi ditentukan dari

bahan pembuatan uang namun ditentukan oleh kepercayaan masyarakat terhadap

kemampuan pemerintah yang dalam hal ini adalah bank sentral dalam menjaga

kestabilan moneter yaitu keseimbangan permintaan dan penawaran uang di dalam

suatu perekonomian. Kelebihan dari fiat money dibandingkan dengan full-bodied

money adalah penghematan yang diperoleh pemerintah dalam pengadaan uang.

Dengan semakin kecil sumber daya negara yang digunakan untuk mengadakan

uang, sumber daya tersebut dapat dialokasikan ke kegiatan sosial produktif lainnya.

Kelebihan lainnya adalah bahwa jumlah uang beredar ditentukan oleh manusia,

tidak tergantung pada penemuan suatu jenis pertambangan seperti emas.

2.1.4 Rekening Giro (Checking Account)

Inovasi penting dalam perubahan proses pembayaran adalah munculnya cek

(28)

saldo di lembaga penyimpanan yang umumnya adalah bank. Penggunaan cek

memungkinkan masyarakat untuk bertransaksi dalam jumlah besar tanpa harus

membawa banyak peti uang sekaligus, dan juga mengurangi biaya transpostasi

dalam rangka membawa uang tersebut untuk transaksi. Dengan demikian

penemuan cek dipandang telah meningkatkan efisiensi perekonomian.

Penempatan uang dalam jumlah besar pada rekening giro pada suatu

lembaga keuangan jauh lebih aman daripada memegang uang tersebut sendiri yang

memerlukan tempat penyimpanan khusus dengan resiko hilang atau dicuri. Selain

itu, rekening giro juga menyediakan kemudahan dalam catatan transaksi yang bisa

menjadi informasi yang bermanfaat bagi pemilik dana. Semakin maju suatu

perekonomian biasanya diikuti dengan semakin besarnya proporsi uang giral yang

dimiliki masyarakat.

2.1.5 Electronic Payment

Dalam kurun waktu yang panjang sejak dimulainya barter dalam sistem

pertukaran, telah kita temui tiga inovasi besar dalam alat pembayaran yaitu

Full-bodied money, Fiat paper money dan token coins dan checking accounts (rekening

giro). Inovasi tersebut masih berlanjut hingga kini dan dalam literatur disebut

sebagai generasi keempat yang secara umum dapat kita kategorikan dalam

kelompok sistem pembayaran elektronik atau dapat dikategorikan dengan sistem

pembayaran non tunai (non cash electronic funds transfer system).

Pembayaran elektronis adalah pembayaran yang memanfaatkan teknologi

informasi dan komunikasi seperti Integrated Circuit (IC), cryptography dan

(29)

saat ini antara lain phone banking, internet banking, kartu kredit dan kartu debit /

ATM. Seluruh pembayaran elektronis tersebut, kecuali kartu kredit selalu terkait

langsung dengan rekening nasabah bank yang menggunakannya. Dalam hal ini

setiap instruksi pembayaran yang dilakukan nasabah, baik melalui phone banking,

internet banking, kartu kredit maupun kartu debit / ATM, selalu melalui proses

otorisasi dan akan dibebankan langsung ke dalam rekening nasabah tersebut.

Lebih lanjut, beberapa negara dewasa ini mulai memperkenalkan produk

pembayaran elektronis yang dikenal sebagai Electronic Money (e-money) atau

dapat disebut juga digital money. Perbedaan e-money dengan alat pembayaran

elektronis yang telah disebutkan sebelumnya adalah setiap pembayaran dengan

menggunakan e-money tidak selalu memerlukan proses otorisasi dan tidak terkait

secara langsung dengan rekening nasabah di bank (White, 1996).

Bank for International Settlement (BIS, 1996) mendefinisikan e-money

sebagai produk stored-value atau prepaid card dimana sejumlah nilai uang

(monetary value) disimpan secara elektronis dalam suatu peralatan elektronis. Nilai

elektronis dapat diperoleh dengan menyetorkan sejumlah uang tunai atau dengan

pendebetan rekeningnya di bank untuk kemudian disimpan dalam peralatan

elektronis yang miliknya. Dengan peralatan tersebut, pemiliknya dapat melakukan

pembayaran atau menerima pembayaran, dimana nilainya akan berkurang pada saat

digunakan untuk melakukan pembayaran atau bertambah jika menerima

pembayaran atau pada saat pengisian kembali. Definisi e-money lebih difokuskan

pada suatu jenis prepaid card yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan

(30)

dapat digunakan untuk keperluan tertentu seperti kartu telepon sebagaimana yang

berlaku di Indonesia.

Sampai saat ini, belum ada produk e-money yang dikeluarkan oleh bank

atau lembaga keuangan lainnya di Indonesia. Namun demikian, sejauh ini upaya

penerbitan e-money masih belum dapat terealisasi sehubungan dengan terjadinya

krisis moneter yang menyebabkan biaya pengembangan menjadi relatif mahal.

Meskipun relatif masih dalam tahap perkembangan awal, e-money mempunyai

potensi dalam menggeser peran uang tunai untuk pembayaran-pembayaran yang

bersifat retail sebab transaksi retail tersebut dapat dilakukan dengan lebih mudah

dan murah baik bagi konsumen maupun pedagang.

Perkembangan sistem pembayaran yang identik dengan perkembangan

penggunaan uang dalam sistem pembayaran memungkinkan kita untuk

menggunakan pendekatan permintaan uang sebagai alat bantu untuk menganalisis

faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan uang atau perkembangan sistem

pembayaran. Selanjutnya bab ini juga akan mencoba memberikan microfoundation

model permintaan uang yang dapat melihat dampak perkembangan alat pembayaran

non tunai dengan menggunakan pendekatan utility function representative agent.

2.2 Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia dan Indikator

Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai 2.2.1 Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia

Sistem Pembayaran merupakan sistem yang berkaitan dengan pemindahan

dana dari satu pihak ke pihak lain yang melibatkan berbagai komponen seperti

(31)

infrastruktur dan sistem hukum. Tugas Bank Indonesia di bidang sistem

pembayaran mencakup sistem pembayaran tunai dan non-tunai sebagaimana

diamanatkan oleh Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1999

tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan undang-Undang-Undang

No.3 tahun 2004.

Di bidang pembayaran tunai, Bank Indonesia merupakan satu-satunya

lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah serta

mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Dalam hal ini,

kebijakan Bank Indonesia diarahkan untuk memenuhi ketersediaan uang kartal

dalam jumlah yang cukup dan pecahan yang sesuai, menjaga kualitas yang layak

edar, melakukan tindakan untuk menanggulangi meluasnya peredaran uang palsu

dan meningkatkan pelayanan perkasan.

Di bidang sistem pembayaran non tunai, Bank Indonesia berwenang

mengatur sistem kliring antar bank dalam mata uang rupiah dan valuta asing (valas).

Penyelenggaraan kliring tersebut dapat dilakukan secara langsung oleh Bank

Indonesia atau oleh pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia. Selain

penyelenggaraan kliring, penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank

dalam mata uang Rupiah dan valas diselenggarakan juga oleh Bank Indonesia atau

pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia.

Di sisi sistem pembayaran non tunai, sebagaimana international common

practice sistem pembayaran di Indonesia diklasifikasikan menjadi sistem

pembayaran yang bersifat Systemically Important Payment System (SIPS), System

(32)

sebagai SIPS dan SWIPS. SIPS adalah sistem yang memproses transaksi-transaksi

pembayaran yang bernilai besar dan apabila terjadi kegagalan dalam sistem

pembayaran ini dapat menyebabkan terjadinya systemic risk yang dapat

menimbulkan gangguan terhadap stabilitas sistem keuangan, contohnya adalah

sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS).

Sementara itu SWIPS adalah sistem pembayaran yang digunakan oleh

masyarakat luas, yang apabila terganggu, misalnya karena seringnya terjadi system

breakdown atau adanya fraud akan mengakibatkan ketidaknyamanan masyarakat

dan pada gilirannya dapat menimbulkan turunnya kepercayaan masyarakat atas

sistem dan alat-alat pembayaran yang diproses melalui sistem tersebut. Di

Indonesia yang termasuk dalam kategori SWIPS adalah Sistem Kliring Nasional

Bank Indonesia (SKNBI) dan penyelenggaraan alat pembayaran dengan

menggunakan kartu (APMK). Sementara, sistem pembayaran yang bukan sebagai

SIPS dan SWIPS contohnya adalah money remittance.

2.2.1.1Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai

Dalam rangka melaksanakan kewenangan tunggal di bidang pembayaran

tunai, Bank Indonesia telah menetapkan misi yang menjadi arah dari setiap

kebijakan pengedaran uang. Rumusan misi dimaksud adalah memenuhi kebutuhan

uang rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang

sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi yang layak edar. Rumusan misi ini dijabarkan

dalam aktivitas dengan dukungan sarana maupun prasarana yang diperlukan.

(33)

1. Setiap uang yang dikeluarkan dimaksudkan agar dapat mempermudah

kelancaran transaksi pembayaran tunai, dapat diterima dan dipercaya oleh

masyarakat. Berkenaan dengan hal tersebut, uang perlu memiliki beberapa

karakteristik yaitu mudah digunakan dan nyaman (user friendly), tahan lama

(durable), mudah dikenali (easily recognized) dan sulit dipalsukan (secure

against counterfeiting).

2. Bank Indonesia mengupayakan tersedianya jumlah uang tunai di

masyarakat secara cukup, dengan memperhatikan kesesuaian jenis

pecahannya. Untuk ini, diperlukan perencanaan yang baik terutama dalam

perencanaan pengadaan maupun perencanaan distribusinya.

3. Perlu diupayakan tersedianya kelembagaan pendukung untuk mewujudkan

terciptanya kelancaran arus uang tunai yang layak edar, baik secara regional

maupun nasional.

Dalam rangka mencapai misi tersebut di atas maka Bank Indonesia

merumuskan kegiatan strategis pengedaran uang sebagai berikut :

1. Dalam pengeluaran uang baru harus dilandasi suatu penelitian dan

perencanaan yang matang sehingga uang baru yang dikeluarkan memiliki

kualitas yang baik sebagaimana karakteristik uang yang diuraikan di atas.

Penelitian dan perencanaan tersebut dilaksanakan dalam rangka penetapan

desain gambar uang, bahan uang, unsur pengaman, teknik cetak, serta

kesesuaiannya dengan peralatan perkasan seperti mesin sortasi, ATM,

(34)

2. Kebijakan stok uang yang memungkinkan selalu tersedianya uang dalam

jumlah yang cukup dengan berbagai pecahan untuk memenuhi penarikan

dan persediaan uang. Kebijakan ini harus didukung oleh rencana cetak yang

akurat, kebijakan tingkat kelayakan edar yang dapat ditolerir serta sistem

distribusi yang memadai.

3. Memiliki sistem distribusi uang yang efektif sehingga menjamin

ketersediaan stok uang yang cukup, lancar, dan tepat waktu. Hal ini dapat

terealisir apabila terdapat rencana distribusi uang yang akurat, kelancaran

transportasi, dan keefektifan kantor Depot Kas dalam melaksanakan

fungsinya.

4. Adanya suatu kebijakan yang lebih mendorong keterlibatan perbankan

maupun lembaga lainnya dalam membantu tugas pengedaran uang oleh

Bank Indonesia.

2.2.1.2Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai

2.2.1.2.1Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan Oleh Bank Indonesia Sistem Kliring

Pasal 16 UU Bank Indonesia menyatakan, Bank Indonesia berwenang

mengatur sistem kliring antar bank dalam mata uang rupiah dan atau valuta asing.

Adanya kliring diharapkan dapat meningkatkan penggunaan instrument

pembayaran giral dan mendorong masyarakat untuk menyimpan dana di bank.

Secara umum manfaat yang dapat ditarik dengan adanya penyelenggaraan kliring

untuk transaksi antar bank adalah memberikan alternatif bagi masyarakat dalam

(35)

dan bagi bank merupakan salah satu layanan kepada nasabah di samping untuk

dapat menjadi salah satu sumber fee based income.

Penyelesaian transaksi keuangan melalui mekanisme kliring untuk pertama

kali terjadi di Indonesia pada 15 Februari 1909 antar enam bank utama di Jakarta.

Selanjutnya dengan berlakunya UU No.13/1968 tentang Bank Sentral pada Pasal

30 butir a. diatur bahwa Bank Indonesia melakukan pembinan kepada perbankan

salah satunya dengan jalan memperluas, memperlancar dan mengatur lalu lintas

pembayaran giral dan menyelenggarakan kliring antar bank. Sesuai amanat UU ini

penyelenggaraan kliring antar bank dilakukan oleh Bank Indonesia.

Pada awalnya, pelaksanaan kliring di Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia

dilaksanakan secara manual. Pada perkembangannya, sejalan dengan

meningkatnya transaksi ekonomi yang ditandai dengan meningkatnya jumlah bank

/ kantor peserta kliring serta kuantitas maupun volume warkat kliring yang

dikliringkan, sistem penyelenggaraan kliring lokal di Jakarta diubah menjadi sistem

otomasi kliring pada 1990. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dan

efisiensi pelaksanaan kliring.

Sementara itu, di beberapa kota lain yang warkat kliringnya relatif cukup

banyak dilakukan perubahan sistem kliring menjadi semi otomasi kliring lokal

(SOKL). Di tempat-tempat yang tidak terdapat kantor Bank Indonesia,

penyelenggaraan kliring dilakukan oleh bank pemerintah atau bank pembangunan

daerah yang ditunjuk oleh Bank Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar penyelesaian

transaksi keuangan dapat dilakukan secara efektif dan efisien melalui kliring baik

(36)

Pada April 1996 dilakukan perubahan jadwal kliring Jakarta yang semula

bersifat same day settlement / T-0 (penyelesaian transaksi di lakukan dalam satu

hari dimana tanggal setoran kliring sama dengan tanggal valuta kliring) diubah

menjadi next day settlement / T+1 (penyelesaian transaksi kliring dilakukan pada

hari kerja berikutnya). Perubahan ini disebabkan semakin sempitnya waktu

penyelesaian kliring sebagai akibat tingginya volume warkat kliring. Perubahan

jadwal kliring tersebut di satu sisi memberi kesempatan yang lebih lapang bagi

peserta kliring dalam melakukan persiapan transaksi pasar uang antar bank dan bagi

penyelenggara dalam menyelesaikan perhitungan kliring dan persiapan kliring

Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Di sisi yang lain hal tersebut memberikan dampak

negatif berupa timbulnya float dana kliring akibat adanya perbedaan waktu

pendebetan dana dan pengkreditan (time lag) yang relatif lama (over night).

Sehubungan dengan timbulnya float dan untuk mempercepat penyelesaian

akhir transaksi pembayaran antar bank atas hasil kliring lokal dan transaksi pasar

uang antar bank, sejak 13 Agustus 1999 jadwal penyelenggaraan Kliring Lokal di

Jakarta, Surabaya, Bandung dan Medan diubah kembali menjadi same day

settlement. Selanjutnya, pada 18 September 1998, Bank Indonesia meresmikan

beroperasinya penggunaan Sistem Kliring Elekronik Jakarta (SKEJ).

Adanya keragaman sistem kliring yang digunakan dan keterbatasan

cakupan wilayah dalam melaksanakan transfer kredit antar bank melalui kliring

yang masih bersifat lokal menyebabkan Bank Indonesia melakukan pengembangan

(37)

mengakomodir kebutuhan pelaksanaan transfer kredit antar bank ke seluruh

wilayah Indonesia tanpa kewajiban melakukan pertukaran fisik warkat (paperless).

Bagi Bank Indonesia, manfaat yang diperoleh dengan diterapkannya

SKNBI adalah (i) efisiensi waktu dan biaya dalam hal operasional kliring

(paperless) dan pemeliharaan aplikasi kliring; (ii) tersedianya jangkauan transfer

antar bank melalui kliring yang lebih luas dengan diakomodasikannya kliring antar

wilayah untuk transfer kredit; (iii) memenuhi prinsip-prinsip manajemen risiko

dalam penyelenggaraan kliring yang bersifat multilateral netting sesuai dengan

Core Principles yang dikeluarkan oleh Bank for International Settlement.

Sementara itu bagi Bank manfaat yang diperoleh adalah efisiensi biaya operasional

dalam pencetakan dan proses administrasi warkat kredit dan semakin luasnya

jangkauan layanan Bank kepada nasabah.

Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)

Sistem BI-RTGS adalah sistem transfer dana elektronik yang penyelesaian

setiap transaksinya dilakukan dalam waktu seketika. BI-RTGS berperan penting

dalam proses aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses

transaksi pembayaran yang termasuk High Value Payment System (HVPS) atau

transaksi bernilai besar yaitu transaksi Rp. 100.000.000 atau lebih.

Penyelesaian transaksi antar bank yang dilakukan dengan media kliring

menggunakan metode net settlement (penyelesaian akhir transaksi dilakukan pada

akhir hari) dipandang memiliki risiko yang cukup besar. Risiko tersebut disebabkan

(38)

credit risk yang harus ditanggung oleh peserta kliring jika terjadi default payment

terhadap salah satu peserta.

Implementasi sistem BI-RTGS, selain untuk mengurangi resiko kegagalan

juga memberikan banyak keuntungan lain. Bagi masyarakat, sistem ini

menyediakan sarana untuk transfer dana secara online dan real time, sedangkan

bagi perbankan selain dapat memberikan pelayanan kepada pengguna juga dapat

memantau pergerakan likuiditas rekening gironya di Bank Indonesia secara

menyeluruh dan komprehensif, sehingga dapat mengoptimalkan penggunaaan dana

perbankan di Bank Indonesia. Manfaat bagi Bank Indonesia adalah meminimalkan

terjadinya kegagalan bayar atau settlement, dan menyediakan alat pemantau

likuiditas perbankan sehingga membantu tugas Bank Indonesia dalam pengelolaan

moneter dan pengawasan perbankan.

Dengan BI-RTGS tersebut, sebagian dari penyelesaian transaksi non tunai

antar bank terutama yang bernilai besar dapat dilakukan dengan lebih cepat, efisien,

dan aman. Penyelesaian transaksi antar bank melalui sistem BI-RTGS

menunjukkan tren peningkatan baik dari sisi nilai dan volume transaksi. Hal ini

disebabkan semakin luasnya cakupan wilayah implementasi BI-RTGS, sehingga

semakin mendorong minat masyarakat untuk menggunakan jasa pembayaran non

(39)
[image:39.595.151.423.117.340.2]

Grafik 2.1

Nilai Transaksi Rata-Rata Harian BI-RTGS

Sistem Setelmen Surat Berharga (BI - Scripless Securities Settlement System) Guna mendukung perkembangan pasar uang, setelmen transaksi

perdagangan surat berharga yang berupa Surat Utang Negara dan Sertifikat Bank

Indonesia dilakukan melalui sistem yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia

yaitu sistem Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS).

Sistem ini menggabungkan sistem transaksi Bank Indonesia yang mencakup

pelaksanaan Operasi Pasar Terbuka, pemberian fasilitas pendanaan Bank Indonesia

kepada Bank dan pelaksanaan transaksi Surat Utang Negara (SUN) untuk dan atas

nama Pemerintah dalam satu sistem yang terintegrasi dan terhubung langsung

(online) antara Bank Indonesia dengan para pelaku pasar. Selain itu, BI-SSSS

mencakup juga sistem informasi antar pengguna BI-SSSS, sistem setelmen Surat

(40)

Pelaksanaan setelmen Surat Berharga melalui BI-SSSS dilakukan secara

seamless dengan sistem setelmen dana Peserta melalui Sistem Bank Indonesia -

Real Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS) memungkinkan Peserta BI-SSSS

memanfaatkan fasilitas setelmen secara Delivery Versus Payment (DVP) yang

dapat dilakukan secara cepat dan seketika sehingga risiko setelmen dapat

diminimalkan.

Transaksi jual beli surat berharga pemerintah dan Sertifikat Bank Indonesia

(SBI) melalui BI-SSSS, yang penyelesaian pembayarannya dilakukan melalui

sistem BI-RTGS, selama tahun 2013 mengalami penurunan (Grafik 2.2). Nilai surat

berharga yang ditatausahakan melalui BI-SSSS mencapai Rp. 26,6 ribu triliun,

turun 18,2% dibandingkan tahun 2012 yang sebesar Rp. 32,5 ribu triliun.

Nilai rata-rata harian transaksi yang dilakukan melalui sistem BI-SSSS

mencapai Rp. 108,1 triliun, menurun 18,0% dibandingkan tahun 2012 yang sebesar

[image:40.595.212.451.500.675.2]

Rp. 131,9 ribu triliun.

Grafik 2.2

(41)

2.2.1.2.2 Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan Pihak Diluar Bank

Indonesia

Penyelenggaraan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK)

Kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK) merupakan

bagian dari perkembangan sistem pembayaran non tunai. Yang termasuk dalam

APMK adalah aktivitas penggunaan instrumen pembayaran menggunakan kartu

seperti kartu ATM, kartu kredit, kartu debet. Transaksi pembayaran dengan

menggunakan instrumen APMK pada saat ini bersifat account based, sehingga

setelmen transaksi dilakukan pada level bank dengan metode yang dipilih oleh

masing-masing bank (penyelenggara) sesuai dengan skala operasional jaringannya.

Perkembangan jumlah pemegang APMK mengalami peningkatan dari

waktu ke waktu baik disisi volume dan nilai transaksi. Perkembangan tersebut

diprediksikan terus berlangsung sejalan dengan semakin beragamnya

fasilitas/fungsi APMK. Dengan kemajuan teknologi dalam sistem pembayaran dan

keinginan perbankan untuk meningkatkan layanan kepada nasabah, penggunaan

(42)
[image:42.595.189.480.111.366.2]

Grafik 2.3

Perkembangan Transaksi APMK 2.2.2 Indikator Pembayaran Non Tunai

Sejauh ini belum terdapat indikator pengukur perkembangan alat

pembayaran non tunai yang secara resmi digunakan di Indonesia. Pengukuran

indikator perkembangan pembayaran non tunai pada berbagai studi (Markose dan

Loke, 2000; BIS, 1999; dan RBA, 2003) umumnya menggunakan data

perkembangan volume transaksi melalui alat pembayaran menggunakan kartu

seperti ATM, kartu debet, dan kartu kredit. Selain itu, beberapa indikator rasio

seperti rasio antara konsumsi swasta terhadap uang kartal di masyarakat dan rasio

uang tunai terhadap M1 juga dapat digunakan sebagai indikator perkembangan

pembayaran non tunai.

Alat pembayaran non tunai menggunakan kartu (APMK) yang telah ada di

Indonesia sejauh ini adalah ATM, kartu debet, smart cards, kartu kredit, electronic

(43)

data mengenai perkembangan APMK di Indonesia baru dapat diperoleh sejak tahun

1999.

Sejalan dengan perkembangan teknologi, aktivitas pembayaran non tunai

yang dicerminkan dari berbagai alat pembayaran kartu di atas baik dilihat dari nilai

maupun jumlah transaksi menunjukkan tren peningkatan.

Dilihat dari dasar penerbitannya (underlying issuance), alat pembayaran

menggunakan kartu kredit dan alat pembayaran dengan kartu lainnya merupakan

dua jenis alat yang berbeda. Kartu kredit merupakan jenis kartu yang diterbitkan

atas dasar fasilitas kredit yang diberikan oleh penerbitnya, sedangkan kartu ATM,

debet, dan lainnya bukan merupakan fasilitas kredit melainkan jenis kartu yang

diterbitkan atas dasar rekening pemiliknya pada suatu bank. Untuk itu, indikator

perkembangan APMK dapat kita bagi menjadi dua bagian yaitu APMK atas dasar

fasilitas (facility based cards) dan APMK atas dasar rekening (account based

cards).

Peningkatan aktivitas pembayaran menggunakan kartu tersebut ditengarai

dipengaruhi selain oleh semakin tingginya minat dan permintaan masyarakat untuk

memiliki alat pembayaran berbasis kartu juga semakin tingginya tingkat persaingan

antar bank dalam menyediakan layanan jasa kepada konsumen.

Dilihat dari jenisnya, nilai transaksi pembayaran non tunai untuk kartu

kredit, kartu debet, dan kartu ATM masing masing juga menunjukkan trend

peningkatan selama periode pengamatan. Kartu ATM mendominasi peranan alat

pembayaran menggunakan kartu dengan pangsa sebesar 90% dari ketiga jenis kartu

(44)

Hal ini sejalan dengan upaya perbankan untuk menghimpun dana murah

melalui tabungan yang menyediakan ATM sebagai insentif untuk memberikan

kemudahan bagi konsumen dalam melakukan transaksi.

Peningkatan nilai dan volume transaksi menggunakan kartu ATM/debet

meningkatkan nilai dan volume transaksi menggunakan APMK mengingat hingga

saat ini kontribusi terbesar dalam transaksi APMK disumbang oleh kartu

ATM/debet. Sepanjang tahun 2012 dan tahun 2013, laju pertumbuhan nilai dan

[image:44.595.165.459.348.524.2]

volume transaksi menggunakan kartu ATM/debet sejalan dengan APMK.

Tabel 2.1

Jumlah Penerbit Kartu ATM / Debet Tahun 2013

Penerbit Jumlah

Bank Umum Konvensional 87

Bank Umum Syariah 8

BPR 11

Total 106

Selain dari alat pembayaran menggunakan kartu, peningkatan aktivitas

pembayaran non tunai juga dapat diindikasikan oleh rasio nilai konsumsi swasta

terhadap uang kartal yang diedarkan di masyarakat yang menunjukkan

perkembangan meningkat. Hal ini mengindikasikan tren semakin menurunnya

penggunaan uang tunai dalam mendukung aktivitas konsumsi masyarakat.

Perkembangan yang sama dapat ditemui pada negara-negara yang juga

(45)

Indikator lain yang dapat digunakan untuk menggambarkan perkembangan

pembayaran non tunai adalah rasio uang kartal terhadap giro dan transaksi

pembayaran berbasis kartu. Penggunaan transaksi pembayaran berbasis kartu pada

perhitungan rasio ini dimaksudkan agar dapat memberikan gambaran

perkembangan pembayaran non tunai yang lebih baik.

Dari sisi teknis perhitungan, rasio ini memiliki kelemahan karena

digunakannya jenis data yang berbeda yakni data flow pada transaksi pembayaran

dan jenis data stok pada giro dan deposito. Namun demikian, hal tersebut

diperkirakan hanya akan berpengaruh pada perbedaan besaran (magnitude) rasio

yang dihasilkan. Sementara arah dari perkembangan rasio tersebut masih dapat

digunakan untuk memberikan gambaran perkembangan pembayaran non tunai.

Semakin kecil rasio tersebut mengindikasikan semakin tingginya aktivitas

pembayaran non tunai. Kondisi ini sejalan dengan perkembangan beberapa

indikator lainnya yang menggambarkan tren peningkatan preferensi masyarakat

terhadap pembayaran non tunai.

2.3 Pertumbuhan Perekonomian

Pertumbuhan Ekonomi adalah sebagi suatu ukuran Kuantitatif yang

menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu

apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Sudono Sukirno, 2006).

Pembangunan Ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi ditambah dengan

perubahan, artinya ada tidaknya pembangunan ekonomi dalam suatu Negara pada

suatu tahun tertentu tidak saja diukur dari kenaikan produksi barang dan jasa yang

(46)

berlaku dalam berbagai aspek kegiatan ekonomi seperti perkembangan pendidikan,

perkembangan teknologi, peningkatan dalam kesehatan, peningkatan dalam

infrastruktur yang tersedia (Sudono Sukirno 2006).

Investasi akan menambah barang modal dan teknologi yang digunakan juga

makin berkembang. Disamping itu tenaga kerja bertambah sebagai akibat

perkembangan penduduk seiring dengan meningkatnya pendidikan dan

keterampilan mereka.

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting guna

menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi suatu negara. Menurut Arsyad

(1999) pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik Bruto/

Pendapatan Nasional Bruto tanpa memandang apakah kenaikan tersebut lebih besar

atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur

ekonomi terjadi atau tidak identik dengan pembangunan (development).

Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu syarat dari banyak syarat yang diperlukan

dalam proses pembangunan (Meier, 1989).

Pertumbuhan ekonomi hanya mencatat peningkatan produksi barang dan

jasa secara nasional, sedang pembangunan berdimensi lebih luas. Salah satu sasaran

pembangunan ekonomi daerah adalah meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi

daerah. Pertumbuhan ekonomi daerah diukur dengan pertumbuhan Pendapatan

Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut harga konstan. Laju pertumbuhan

PDRB akan memperlihatkan proses kenaikan output perkapita dalam jangka

(47)

Pemahaman indikator pertumbuhan ekonomi biasanya akan dilihat dalam

kurun waktu tertentu, misalnya tahunan. Aspek tersebut relevan untuk dianalisa

sehingga kebijakan-kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh pemerintah untuk

mendorong aktivitas perekonomian domestik dapat dinilai efektifitasnya.

2.3.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik

Menurut ekonom Klasik, Smith, pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh

dua faktor utama yakni pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk

(Arsyad,1999). Unsur pokok dari sistem produksi suatu negara ada tiga :

1. Sumber daya alam yang tersedia merupakan wadah paling mendasar dari

kegiatan produksi suatu masyarakat dimana jumlah sumber daya alam yang

tersedia mempunyai batas maksimum bagi pertumbuhan suatu

perekonomian.

2. Sumber daya insani (jumlah penduduk) merupakan peran pasif dalam proses

pertumbuhan output, maksudnya jumlah penduduk akan menyesuaikan

dengan kebutuhan akan tenaga kerja.

3. Stok modal merupakan unsur produksi yang sangat menentukan tingkat

pertumbuhan output.

2.3.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

Menurut teori pertumbuhan Neo Klasik, pertumbuhan output selalu

bersumber dari satu atau lebih dari 3 (tiga) faktor yakni kenaikan kualitas dan

kuantitas tenaga kerja, penambahan modal (tabungan dan investasi) dan

(48)

2.3.3 Model Pertumbuhan Agregat

Glasson (1997) menyatakan bahwa teori pertumbuhan regional jangka

panjang harus memperhitungkan faktor-faktor yang dianalisis jangka pendek

diasumsikan konstan, yakni seperti penduduk, upah, harga, teknologi dan distribusi

pendapatan. Mobilitas faktor-faktor terutama tenaga kerja dan modal harus menjadi

pertimbangan yang sangat penting. Pada umunya orang sependapat bahwa

pertumbuhan regional dapat terjadi sebagai akibat dari penentu-penentu endogen

maupun eksogen yakni faktor-faktor yang terdapat pada daerah yang bersangkutan

ataupun faktor-faktor di luar daerah atau kombinasi dari keduanya.

Faktor-faktor penentu penting dari dalam daerah meliputi distribusi

faktor-faktor seperti tanah, tenaga kerja dan modal, sedangkan salah satu faktor-faktor penentu

dari luar daerah yang penting adalah tingkat permintaan dari daerah lain terhadap

komoditas yang dihasilkan oleh daerah tersebut. Suatu pendekatan yang lebih baru

untuk menjelaskan faktor penentu endogen dari pertumbuhan ekonomi regional

adalah melalui penggunaan model ekonomi makro.

2.3.4 Teori Pertumbuhan Baru (New Growth Theory)

Teori ini memberikan kerangka teoritis untuk menganalisis pertumbuhan

yang bersifat endogen, Pertumbuhan ekonomi merupakan hasil dari dalam sistem

ekonomi. Teori ini menganggap bahwa pertumbuhan ekonomi lebih ditentukan

oleh sistem produksi, bukan berasal dari luar sistem.

Kemajuan teknologi merupakan hal yang endogen, pertumbuhan

merupakan bagian dari keputusan pelaku-pelaku ekonomi untuk berinvestasi dalam

(49)

modal yang tumbuh bukan hanya modal fisik saja tapi menyangkut modal manusia

(Romer, 1994).

Akumulasi modal merupakan sumber utama pertumbuhan ekonomi.

Definisi modal/kapital diperluas dengan memasukkan model ilmu pengetahuan dan

modal sumber daya manusia. Perubahan teknologi bukan sesuatu yang berasal dari

luar model atau eksogen tapi teknologi merupakan bagian dari proses pertumbuhan

ekonomi.

Dalam teori pertumbuhan endogen, peran investasi dalam modal fisik dan

modal manusia turut menentukan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Tabungan

dan investasi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan

(Mankiw, 2000).

2.3.5 Teori Pertumbuhan Ekonomi Regional

Pertumbuhan ekonomi daerah merupakan suatu proses pemerintah daerah

dan masyarakatnya dalam mengelola sumberdaya yang ada untuk menciptakan

lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam

wilayah tersebut (Lincoln Arsyad, 1999).

2.4 Dampak Perkembangan Alat Pembayaran Non Tunai Terhadap Perekonomian

2.4.1 Indikator Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai di Indonesia Meskipun sejauh ini belum banyak terdapat indikator pengukur

perkembangan alat pembayaran non tunai yang secara resmi digunakan di

Indonesia, tetapi secara umum pengukuran perkembangan pembayaran non tunai

(50)

volume transaksi alat pembayaran non tunai, rasio antara konsumsi swasta terhadap

uang kartal di masyarakat dan rasio uang tunai terhadap M1.

2.4.1.1Perkembangan Volume Transaksi Non Tunai

Perkembangan sistem pembayaran di Indonesia secara umum sudah

mengarah ke sistem pembayaran non tunai. Hal tersebut tercermin dari transaksi

nilai besar (high value) dan transaksi nilai kecil (retail) yang dilakukan melalui

sarana Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), dan kliring yang

mengalami peningkatan secara signifikan dari tahun ke tahun.

Berdasarkan data transaksi melalui BI-RTGS, penyelesaian transaksi antar

bank melalui sistem BI-RTGS menunjukkan tren peningkatan baik dari sisi nilai

maupun volume transaksi. Hal ini disebabkan semakin luasnya cakupan wilayah

implementasi BI-RTGS, sehingga semakin mendorong minat masyarakat untuk

menggunakan jasa pembayaran non tunai tersebut.

Sementara itu, tren yang sama juga terjadi dengan penyelesaian transaksi

melalui mekanisme kliring. Salah satu faktor yang mendorong peningkatan

transaksi kliring adalah penerapan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia

(SKNBI) yang dapat mengakomodir kebutuhan pelaksanaan transfer kredit antar

bank ke seluruh wilayah Indonesia tanpa kewajiban melakukan pertukaran fisik

warkat (paperless).

Selain BI-RTGS dan kliring, perkembangan pembayaran non tunai juga

dapat diindikasikan dengan perkembangan alat pembayaran dengan menggunakan

kartu (APMK). Kegiatan APMK merupakan aktivitas penggunaan instrumen

(51)

maupun kartu prabayar (e-money). Transaksi pembayaran dengan menggunakan

instrumen APMK pada saat ini bersifat account based, sehingga setelmen transaksi

dilakukan pada level bank dengan metode yang dipilih oleh masing-masing bank

(penyelenggara) sesuai dengan skala operasional jaringannya.

Perkembangan transaksi APMK mengalami peningkatan dari waktu ke

waktu baik disisi volume dan nilai transaksi. Perkembangan tersebut diprediksikan

terus berlangsung sejalan dengan semakin beragamnya fasilitas dan fungsi APMK.

Dengan kemajuan teknologi dalam sistem pembayaran dan keinginan perbankan

untuk meningkatkan layanan kepada nasabah, penggunaan fungsi APMK menjadi

lebih beragam. Penggunaan kartu ATM tidak hanya untuk penarikan tunai atau

pengecekan saldo namun juga dapat digunakan sebagai kartu debet untuk

melakukan berbagai jenis pembayaran (misalnya pembayaran tagihan listrik dan

telepon).

APMK yang telah ada di Indonesia sejauh ini adalah kartu ATM, kartu

debet, smartcards, kartu kredit dan prepaid card. Informasi dan data mengenai

perkembangan APMK di Indonesia baru dapat diperoleh sejak tahun 1999.

Sejalan dengan perkembangan teknologi, aktivitas pembayaran non tunai

yang dicerminkan dari berbagai alat pembayaran kartu di atas baik dilihat dari nilai

maupun jumlah transaksi menunjukkan peningkatan.

2.4.1.2Rasio Nilai Konsumsi Swasta Terhadap Uang Kartal Yang Diedarkan Selain terlihat dari peningkatan volume transaksi non tunai, peningkatan

aktivitas pembayaran non tunai juga dapat diindikasikan oleh rasio nilai konsumsi

(52)

perkembangan meningkat. Hal ini mengindikasikan tren semakin menurunnya porsi

penggunaan uang tunai dalam mendukung aktivitas konsumsi masyarakat.

Perkembangan yang sama dapat ditemui pada negara-negara yang juga menerapkan

pengembangan dalam alat pembayaran non tunai.

2.4.1.3Rasio Uang Kartal Terhadap Giro Dan Transaksi Pembayaran Berbasis Kartu

Indikator lain yang dapat digunakan untuk menggambarkan perkembangan

pembayaran non tunai adalah rasio uang kartal terhadap giro dan transaksi

pembayaran berbasis kartu. Penggunaan transaksi pembayaran berbasis kartu pada

perhitungan rasio ini dimaksudkan agar dapat memberikan gambaran

perkembangan pembayaran non tunai yang lebih baik. Dari sisi teknis perhitungan,

rasio ini memiliki kelemahan karena digunakannya jenis data yang berbeda yakni

data flow pada transaksi pembayaran dan jenis data stok pada giro dan deposito.

Namun demikian, hal tersebut diperkirakan hanya akan berpengaruh pada

perbedaan besaran (magnitude) rasio yang dihasilkan. Sementara arah dari

perkembangan rasio tersebut masih dapat digunakan untuk memberikan gambaran

perkembangan pembayaran non tunai. Semakin kecil rasio tersebut

mengindikasikan semakin tingginya aktivitas pembayaran non tunai. Kondisi ini

sejalan dengan perkembangan beberapa indikator lainnya yang menggambarkan

(53)

2.4.2 Peranan Pembayaran Non Tunai terhadap Perekonomian

Peningkatan pembayaran non tunai berpotensi untuk dapat memberikan

manfaat atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui beberapa cara yakni:

mengurangi opportunity cost masyarakat, meningkatkan pendapatan masyarakat

melalui pendapatan bunga dan fee base income dan pembiayaan tanpa bunga

(khusus kartu prabayar/e-money) yang diterima Bank atau penerbit APMK,

mendorong kenaikan tingkat konsumsi dan velocity of money serta mendorong

aktivitas sektor riil dan pertumbuhan ekonomi.

2.5 Risiko Perkembangan Alat Pembayaran Non Tunai Terhadap Perekonomian

Disamping memberikan keuntungan bagi perekonomian sebagaimana

dijelaskan di atas, terdapat pula beberapa risiko dari penerbitan dan penggunaan

alat pembayaran non tunai yang dapat mempengaruhi ekonomi dan sistem

keuangan :

1. Peningkatan default risks yang ditimbulkan dari penerbitan kartu kredit atau

kartu pra bayar. Kedua jenis kartu ini memiliki potensi permasalahan dalam

penyelesaian tagihan atau penyelesaian kliring bilamana terjadi wanprestasi

dari salah satu pihak yang terlibat. Risiko default bisa disebabkan oleh

nasabah yang seenaknya menggunakan fasilitas kartu ini namun tidak mau

menyelesaikan tagihan. Dari sisi penerbit, default juga disebabkan

kurangnya kehati-hatian dalam proses persetujuan penggunaan alat

pembayaran menggunakan kartu. Pengaturan yang jelas akan pener

Gambar

Grafik 2.1 Nilai Transaksi Rata-Rata Harian BI-RTGS
Grafik 2.2
Grafik 2.3 Perkembangan Transaksi APMK
Tabel 2.1 Jumlah Penerbit Kartu ATM / Debet Tahun 2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pembayaran non tunai adalah pembayaran yang dilakukan tidak dengan menggunakan uang sebagai alat pembayaran, tetapi dengan cara transfer antar-bank ataupun transfer

Fokus pembahasan adalah melihat bagaimana pengaruh alat pembayaran non tunai, yang dalam penelitian ini dibatasi pada sistem pembayaran kartu kredit serta kartu debet,

Menurut hasil pengujian yang telah dijabarkan sebelumnya, dapat diketahui bahwa alat pembayaran cass-less yang pertama yaitu kartu ATM-debit dalam jangka panjang

Variabel Coefficient t-Statistic Prob.. Diketahui bahwa tingkat signifikan lebih kecil dari 0,05. Sehingga H2 dengan dugaan transaksi kartu debit berpengaruh positif

dengan menggunakan uang sebagai alat pembayaran, tetapi dengan cara transfer antar-bank ataupun transfer intra-bank melalui jaringan internal bank.. Pembayaran non

dalam penelitian ini adalah sistem pembayaran non tunai yang diwakili oleh Alat1. Pembayaran Menggunakan

Kartu ATM adalah alat pembayaran dalam bentuk kartu yang dapat digunakan untuk melakukan penarikan tunai dan atau pemindahan dana dimana kewajiban pemegang atau

Transaksi Kartu Debit, Kartu Kredit, dan Uang Elektronik terhadap pertumbuhan PDB di Indonesia tahun 2010:I – 2020:IV Berdasarkan dari hasil uji hipotesis yang telah dilakukan bahwa