• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian - Pengaruh Sistem Pembayaran Non Tunai Terhadap Stabilitas Moneter di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian - Pengaruh Sistem Pembayaran Non Tunai Terhadap Stabilitas Moneter di Indonesia"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah metode deskriptif yaitu suatu metode

dalam meneliti status, sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu

sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan

penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

sistemmatis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan

antar fenomena yang diselidiki.( Moh. Nazir, 2005). Adapun variabel independen

dalam penelitian ini adalah sistem pembayaran non tunai yang diwakili oleh Alat

Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK). Variabel dependennya adalah inflasi

dan nilai tukar Rupiah (nilai Kurs).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada website Bank Indonesia. Jadwal Penelitian

dimulai bulan Maret 2014 sampai dengan selesai.

3.3 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan sebuah penjelasan yang digunakan dalam

penelitian ini beserta satuan matematik atas setiap variabel tersebut. Dibawah ini

(2)

Tabel 3.1 : Definisi Operasional

Variabel Definisi Variabel Parameter

Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK)

alat pembayaran yang berupa Kartu Kredit, Kartu Automated Teller Machine (ATM) Kartu Debet, Kartu Prabayar, dan atau yang disamakan dengan itu.

Jumlah/angka dalam jutaan rupiah

Inflasi meningkatnya harga- harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga yang dimaksud adalah apabila terjadi kenaikan harga barang- barang secara meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga)

Nilai Tukar (Kurs) tarif yang menunjukkan nilai tukar mata uang tertentu dengan mata uang lainnya

Rupiah

terhadap mata uang tertentu

3.4 Skala Pengukuran Variabel

Pada penelitian ini yang digunakan untuk masing-masing variabel adalah

sebagai berikut:

1. Inflasi, Angka Inflasi yang digunakan didasarkan pada indeks harga

konsumen (IHK), serta dinyatakan dalam bentuk persentase laju inflasi

dengan menggunakan data sekunder dari Badan Pusat Statistik Indonesia

mulai dari bulan Januari tahun 2011 sampai dengan Maret 2014.

2. Nilai Tukar (kurs), tarif yang menunjukkan nilai tukar mata uang tertentu

dengan mata uang lainnya dengan standar pengukuran rupiah (Rp). Dalam

penelitian ini penulis menganggunakan data nilai tukar rupiah terhadap

Dolar Amerika Serikat (U$).

3. Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK), dalam penelitian in

(3)

total transaksi dari kartu debet dan ATM ditambah dengan total transaksi

dari kartu kredit yang dinyatakan dalam jutaan rupiah. Data yang digunakan

dari bulan Januari 2011 sampai dengan Maret 2014.

3.5 Jenis Data

Data yang dikumpulkan berupa data kuantitatif, yaitu data yang diukur

dalam suatu skala numerik. Sumber data penelitian ini merupakan data sekunder

dalam bentuk dokumentasi yang disajikan dalam format elektrik. Menurut Burhan

Bungin (2005:122), bahwa sumber sekunder adalah data yang diperoleh dari

sumber sekunder dari data yang kita butuhkan, misalnya data diperoleh dari badan

atau lembaga yang aktivitasnya mengumpilkan data atau keterangan yang relevan

dalam berbagai masalah. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data

penggunaan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK), Inflasi dan nilai kurs

yang diperoleh dari website Bank Indonesia

3.6 Teknik Analisis

Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan program computer

sofware Eviews 5.1.

3.7 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi

(4)

yang mendukung penelitian.

3.8 Model Analisis Data

Untuk menganalisa data dalam penelitian ini penulis menggunakan model

ekonometrik. Metode analisi data yang digunakan yaitu Fungsi Linear berganda

dengan meregresikan variabel-variabel yang ada dengan model kuadrat terkecil

biasa (Ordinary Leats Square/OLS). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi

penggunaan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK), inflasi, nilai tukar

rupiah (kurs) dinyatakan dalam fungsi :

Y = f (X1,Xt-1) ... (1)

Dari fungsi (1) dapat dispesifikasikan dengan menggunakan autoregresif :

Y = α + β1X1+ β2X2 + µ ... (2)

Dimana :

Y = Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK)

α = Intercept

β1 = Koefisien Regresi Inflasi

β2 = Koefisien Regresi Nilai Tukar (Kurs)

X1 = Inflasi

X2 = Nilai Tukar (Kurs)

(5)

3.9 Uji Statistik

3.9.1 Uji Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi yang dinyatakan dengan R2 berfungsi untuk

menyatakan seberapa besar variabel-variabel bebas mampu menjelaskan

hubungan terhadap variabel terikat. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai (0<R2<1).

Adapun kriteria pengujiannya yaitu :

1. Bila nilai R2 mendekati 1, hal ini berarti bahwa hubungan variabel inflasi

dan nilai tukar rupiah dengan variabel APMK adalah sempurna dan

positif, artinya apabila ada kenaikan tingkat inflasi dan nilai tukar rupiah

maka akan menyebabkan kenaikan penggunaan APMK.

2. Bila nilai R2 mendekati 0, hal ini berarti bahwa hubungan variabel inflasi

dan nilai tukar rupiah dengan penggunaan APMK adalah lemah atau tidak

ada hubungan, yang berarti apabila terjadi kenaikan atau penurunan pada

variabel inflasi dan variabel nilai tukar rupiah maka tidak akan

berpengaruh terhadap kenaikan atau penurunan penggunaan APMK.

3. Jika R2 mendekati -1, hal ini berarti bahwa hubungan variabel inflasi dan

nilai tukar rupiah dengan penggunaan APMK adalah sempurna dan

negatif, artinya apabila ada kenaikan padaa variabel inflasi dan variabel

nilai tukar rupiah maka akan menyebabkan adanya penurunan penggunaan

(6)

3.9.2 Uji F (F-test)

Untuk mengetahui kebenaran pengaruh nyata secara statistik diantara

inflasi dan nilai tukar rupiah secara bersama-sama terhadap APMK digunakan Uji

F (F-test), yaitu untuk menilai kualitas garis regresi yang dihasilkan.

F-hitung = R2/ (k-1)

(1-R2)/ (n-k)

Dimana :

R2 = Koefisien Determinasi

k = Banyaknya Variabel Bebas

n = Jumlah Sampel

H0 : β1= β2 = 0,

Ha : β1 ≠ β2≠ 0

H0 diterima jika Fhitung < Ftabel

Artinya bahwa tidak ada pengaruh nyata antara inflasi dan nilai tukar

rupiahterhadap APMK.

Ha diterima jika Fhitung < Ftabel

Artinya ada pengaruh nyata antara inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap

APMK.

3.9.3 Uji T (T-test)

Uji T (T-test) merupakan suatu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui

apakah masing-masing variabel inflasi dan nilai tukar rupiah berpengaruh

(7)

Nilai t- hitung dapat diperoleh dengan rumus :

t-hitung =

Sbi (bi-b)

Dimana :

bi : Koefisien Variabel Bebas ke i

b : Nilai Hipotesis Nol

Sbi : Simpangan Baku dari Variabel Bebas ke-i

Hipotesis yang digunakan :

H0 : β1= β2 = 0,

Ha : β1 ≠ β2≠ 0

H0 diterima jika thitung < Ttabel

Artinya bahwa variabel inflasi dan nilai tukar rupiah tidak berpengaruh

nyata terhadap variabel APMK.

Ha diterima jika thitung < Ttabel

Artinya ada pengaruh nyata antara inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap

APMK.

3.10 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

3.10.1 Uji Multikolinieritas (Multikolinerarity test)

Uji multikolinoeritas digunakan untuk menguji terdapatnya hubungan

linier yang sempurna atau hampir sempurna antara inflasi dan nilai tukar rupiah

(8)

pengaruh antara variabel inflasi dan nilai tukar dalam persamaan regresi tersebut

tidak saling berkolerasi. Untuk mendeteksi multikolinieritas ini digunakan cara

regresi parsial.

Uji ini digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya korelasi (hubungan)

antar variabel bebas yang dapat diketahui melalui R2. Apabila R2 dari

masing-masing regresi dari variabel kemudian dibandingkan dengan nilai R2 model awal

maka didalam regresi parsial tersebut terdapat multikolinieritas.

3.10.2 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi digunakan untuk mengukur pengaruh silang antara

variabel pengganggu inflasi dan nilai tukar rupiah untuk menguji autokorelasi ini

menggunakan Langrange Multiplier Test (LM – Test).

Dengan membandingkan nilai X2hitung X2tabel dengan kriteria penilaian

sebagai berikut :

a. Jika nilai X2hitung > X2tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa tidak

ada autokorelasi dalam model empiris yang digunakan ditolak.

b. Jika nilai X2hitung > X2tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa tidak

(9)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Perekonomian Indonesia tahun 2011-2014

Perekonomian Indonesia pada tahun 2011 menunjukkan daya tahan yang

kuat di tengah meningkatnya ketidakpastian ekonomi global, tercermin pada

kinerja pertumbuhan yang bahkan lebih baik dan kestabilan makroekonomi yang

tetap terjaga. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6,5%, angka tertinggi

dalam sepuluh tahun terakhir, disertai dengan pencapaian inflasi pada level yang

rendah sebesar 3,79%. Peningkatan kinerja tersebut disertai dengan perbaikan

kualitas pertumbuhan yang tercermin dari tingginya peran investasi dan ekspor

sebagai sumber pertumbuhan, penurunan tingkat pengangguran dan kemiskinan,

serta pemerataan pertumbuhan ekonomi antardaerah yang semakin membaik.

(Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2011, Bank Indonesia)

Di sisi eksternal, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mengalami surplus

yang relatif besar dengan cadangan devisa yang meningkat dan nilai tukar rupiah

yang mengalami apresiasi. Di sektor keuangan, stabilitas sistem keuangan tetap

terjaga meski sempat terjadi tekanan di pasar keuangan pada semester II tahun

2011 sebagai dampak memburuknya krisis yang terjadi di kawasan Eropa dan

Amerika Serikat (AS). Dengan ketahanan ekonomi yang kuat dan risiko utang

luar negeri yang rendah, didukung oleh kebijakan makroekonomi yang tetap

pruden dan berbagai langkah kebijakan struktural yang terus ditempuh selama ini,

(10)

Fundamental ekonomi Indonesia yang kuat mampu meminimalkan

dampak dari gejolak ekonomi global. Ketidakpastian yang muncul akibat krisis

utang Eropa dan kekhawatiran terhadap prospek pemulihan perekonomian AS

telah memicu gejolak di pasar keuangan dan pelemahan pertumbuhan ekonomi

global tahun 2011. Dampak dari gejolak global tersebut ke Indonesia lebih banyak

dirasakan di pasar keuangan terutama pasar saham dan obligasi, sementara

dampak pada sektor riil relatif minimal.

Di sektor keuangan, penarikan modal luar negeri oleh sebagian investor

pada semester II tahun 2011 memberikan tekanan pada nilai tukar rupiah, imbal

hasil obligasi Pemerintah, dan harga saham. Namun, dengan langkah-langkah

stabilisasi oleh Bank Indonesia dan Pemerintah, didukung oleh kuatnya

fundamental sektor keuangan dan terjaganya stabilitas makroekonomi, gejolak

pasar keuangan dapat dihindari. Di sektor riil, daya tahan perekonomian Indonesia

dari sisi eksternal didukung oleh diversifikasi pasar ekspor dengan semakin

besarnya perdagangan intra-regional di kawasan Asia dan semakin meningkatnya

peran foreign direct investment (FDI).

Dari sisi domestik, daya tahan ekonomi juga didukung oleh kuatnya daya

beli terkait dengan meningkatnya pendapatan dan struktur demografi yang

sebagian besar berada dalam usia produktif. Di samping fundamental ekonomi

yang kuat, respons kebijakan yang tepat mampu menopang ketahanan

perekonomian nasional. Bank Indonesia dan Pemerintah melakukan koordinasi

kebijakan dalam memperkuat fundamental ekonomi sekaligus memitigasi dampak

(11)

dan makroprudensial secara terukur dan pada waktu yang tepat telah berhasil

menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Bauran kebijakan tersebut

diterapkan melalui respons kebijakan suku bunga dan nilai tukar, serta kebijakan

makroprudensial dalam rangka pengelolaan aliran modal asing dan likuiditas

perbankan. Bauran kebijakan moneter dan makroprudensial tersebut juga

didukung oleh strategi komunikasi dalam rangka meningkatkan efektivitas

transmisi kebijakan moneter dan mengurangi ketidakpasti an pelaku pasar.

Dalam bidang perbankan, Bank Indonesia terus memperkuat ketahanan

perbankan, meningkatkan fungsi pengawasan, dan mendorong intermediasi yang

diarahkan pada sektor-sektor produktif. Dari sisi Pemerintah, kebijakan fiskal

diarahkan kepada peningkatan stimulus dengan tetap menjaga kesinambungan

fiskal. Secara sektoral, Pemerintah terus berupaya mendorong dan meningkatkan

kualitas pertumbuhan ekonomi melalui perbaikan iklim investasi, percepatan

pembangunan infrastruktur, peningkatan daya saing industri dan produk ekspor,

serta peningkatan ketahanan pangan nasional termasuk dalam rangka stabilisasi

harga. Koordinasi kebijakan antara Bank Indonesia dan Pemerintah untuk

meningkatkan daya tahan ekonomi dan stabilitas makro juga diperkuat melalui

implementasi Protokol Manajemen Krisis (PMK) dan pengendalian inflasi di

pusat dan daerah melalui forum Tim Pengendalian Inflasi (TPI) dan Tim

Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).

Prospek ekonomi Indonesia tahun 2012 diprakirakan masih tetap kuat,

meskipun risiko yang berasal dari pelemahan ekonomi global masih tinggi.

(12)

inflasi diprakirakan dapat berada di kisaran sasaran 4,5% ± 1%. Pertumbuhan

ekonomi terutama bersumber dari perekonomian domestik dengan peran investasi

yang semakin meningkat. Pasar domestik yang besar, terjaganya stabilitas

makroekonomi, suku bunga yang rendah, perbaikan iklim investasi, dan status

investment grade merupakan faktor pendorong tingginya pertumbuhan investasi

ke depan. (Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2012, Bank Indonesia)

Sejalan dengan itu, arus modal masuk FDI diperkirakan akan meningkat

lebih tinggi sehingga surplus NPI akan tetap besar. Kondisi ini mendukung

tercapainya stabilitas nilai tukar rupiah dalam menghadapi risiko tingginya

gejolak arus modal. Meskipun demikian, risiko pelemahan ekonomi global dapat

menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung ke batas bawah kisaran

prakiraan apabila tidak ditempuh langkah-langkah stimulus baik dari sisi moneter

maupun fiskal.

Sementara itu, rencana kebijakan Pemerintah terkait dengan BBM

bersubsidi dan komoditas strategis lainnya dapat memberikan tekanan ke atas

terhadap perkembangan inflasi kedepan.

Dalam tahun 2012, Bank Indonesia telah mengoptimalkan peran bauran

kebijakan moneter untuk menjaga inflasi tetap berada di dalam kisaran sasarannya

serta mendorong pertumbuhan ekonomi dalam rangka memitigasi risiko

perlambatan ekonomi global. Sementara di bidang perbankan, Bank Indonesia

akan meningkatkan efisiensi perbankan untuk mengoptimalkan kontribusinya

dalam perekonomian dengan tetap memperkuat ketahanan perbankan. Di samping

(13)

(financial inclusion). Di bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia terus

meningkatkan efisiensi, keandalan, dan keamanan serta penerapan aspek

perlindungan konsumen, baik dalam sistem pembayaran nasional maupun

hubungan sistem pembayaran dengan luar negeri. Dengan langkah-langkah ini,

pertumbuhan ekonomi tahun 2012 diyakini dapat kembali berada di tengah

kisaran prakiraan.

Dalam jangka menengah, dengan perekonomian dunia yang diperkirakan

akan membaik dan kebijakan struktural yang terus dilakukan khususnya di bidang

investasi dan infrastruktur, pertumbuhan ekonomi Indonesia mempunyai prospek

untuk tumbuh lebih tinggi dan berkesinambungan dengan stabilitas

makroekonomi yang terjaga. Perekonomian nasional diprakirakan akan tumbuh

mencapai 6,6%-7,4% dan inflasi yang semakin menurun dan menuju 4,0% ± 1%

pada tahun 2016.

Kinerja perekonomian Indonesia pada tahun 2012 cukup menggembirakan

di tengah perekonomian dunia yang melemah dan diliputi ketidakpastian.

Pertumbuhan ekonomi dapat dipertahankan pada tingkat yang cukup tinggi, yaitu

6,2%, dengan inflasi yang terkendali pada tingkat yang rendah (4,3%) sehingga

berada pada kisaran sasaran inflasi 4,5±1%. Di tengah menurunnya kinerja

ekspor, pertumbuhan ekonomi lebih banyak ditopang oleh permintaan domestik

yang tetap kuat. Hal ini didukung oleh kondisi ekonomi makro dan sistem

keuangan yang kondusif sehingga memungkinkan sektor rumah tangga dan sektor

usaha melakukan kegiatan ekonominya dengan lebih baik. Selain itu, kuatnya

(14)

terjadinya ketidakseimbangan neraca transaksi berjalan. (Laporan Perekonomian

Indonesia Tahun 2012, Bank Indonesia)

Perekonomian Indonesia pada tahun 2013 diprakirakan tumbuh lebih

tinggi, namun sejumlah risiko dan tantangan perlu diantisipasi. Sejalan dengan

membaiknya perekonomian dunia, terutama pada semester II 2013, perekonomian

Indonesia diprakirakan akan tumbuh sebesar 6,3-6,8% dengan inflasi tetap terjaga

sesuai dengan sasaran Bank Indonesia sebesar 4,5±1%. Permintaan domestik

diprakirakan tetap menjadi penyumbang utama pertumbuhan ekonomi. (Laporan

Perekonomian Indonesia Tahun 2013, Bank Indonesia)

Namun sejumlah tantangan dan risiko perlu diantisipasi untuk menjaga

stabilitas ekonomi makro dan sistem keuangan. Pertama, konsumsi BBM yang

terus meningkat di tengah semakin menurunnya produksi migas dalam negeri

akan terus meningkatkan impor migas dan beban subsidi sehingga semakin

menambah tekanan terhadap kesinambungan fiskal dan defisit transaksi berjalan.

Kedua, struktur perekonomian dengan ketergantungan impor yang tinggi

khususnya untuk barang modal dan bahan baku, dalam jangka pendek dapat

menimbulkan kerentanan terhadap keseimbangan eksternal ketika kegiatan

investasi terus mengalami peningkatan. Dengan latar belakang tersebut, kebijakan

Bank Indonesia akan diarahkan pada upaya pencapaian keseimbangan internal dan

eksternal.

Dalam hubungan ini, kebijakan Bank Indonesia diarahkan untuk mencapai

sasaran inflasi dan menjaga keseimbangan neraca pembayaran. Arah kebijakan

(15)

moneter akan ditempuh secara konsisten untuk mengarahkan inflasi tetap terjaga

dalam kisaran sasaran yang ditetapkan. Kedua, kebijakan nilai tukar akan

diarahkan untuk menjaga pergerakan rupiah sesuai dengan kondisi

fundamentalnya. Ketiga, kebijakan makroprudensial diarahkan untuk menjaga

kestabilan sistem keuangan. Keempat, penguatan strategi komunikasi kebijakan

untuk mendukung efektivitas kebijakan Bank Indonesia. Kelima, penguatan

koordinasi Bank Indonesia dan Pemerintah dalam mendukung pengelolaan

ekonomi makro dan stabilitas sistem keuangan.

Dalam perkembangannya, pada triwulan IV 2013, berbagai respons bauran

kebijakan dapat segera mengurangi tekanan pada stabilitas makroekonomi.

Tekanan inflasi berangsur-angsur dapat dikendalikan sehingga kembali pada pola

normalnya sejak September 2013. Kuatnya dampak kenaikan harga BBM

bersubsidi memang tidak dapat dihindari telah mendorong inflasi keseluruhan

tahun 2013 meningkat menjadi 8,4% dari 4,3% pada 2012, atau berada di atas

sasaran inflasi yang telah ditetapkan sebesar 4,5±1%. (Laporan Perekonomian

Indonesia Tahun 2013)

Namun, apabila dibandingkan dengan inflasi di tahun 2005 dan 2008 saat

harga BBM bersubsidi dinaikkan, inflasi 2013 masih berada di bawah 10%, lebih

rendah dibandingkan dengan inflasi tahun 2005 dan 2008 yang tercatat di atas

10%. Perkembangan positif ini dipengaruhi respons kebijakan Bank Indonesia

yang mengantisipasi kenaikan inflasi sebelum kenaikan harga BBM bersubsidi

dan koordinasi kebijakan yang erat dengan Pemerintah dalam mengendalikan

(16)

Seperti tercermin pada perkembangan ekonomi triwulan IV 2013, respons

bauran kebijakan juga mulai mengarahkan ekonomi ke tingkat yang lebih

seimbang, namun tetap dibarengi penyesuaian ekonomi yang terkendali dan tidak

memberikan tekanan berlebih. Pada satu sisi, upaya menekan permintaan

domestik membuahkan hasil dengan termoderasinya konsumsi dan investasi yang

diikuti penurunan impor.

Di sisi lain, penyesuaian nilai tukar sesuai dengan fundamentalnya juga

kembali mendorong ekspor industri pengolahan yang sebelumnya mengalami

pelemahan. Dengan perkembangan ini, meskipun lebih lambat dari pertumbuhan

2012, pertumbuhan ekonomi Indonesia keseluruhan tahun 2013 tercatat 5,8%,

lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi peer countries. Pada sisi lain,

ekspor yang membaik dan impor yang menurun telah mendorong menurunnya

defisit transaksi berjalan secara signifikan menjadi 2% dari PDB pada triwulan IV

2013, jauh lebih rendah dari defisit transaksi berjalan pada triwulan-triwulan

sebelumnya.

Transaksi modal finansial juga mengalami perbaikan yang bersumber dari

penarikan pinjaman luar negeri korporasi, penarikan simpanan bank domestik di

luar negeri, dan arus masuk Penanaman Modal Asing Langsung yang tetap stabil.

Secara keseluruhan tahun 2013, defisit transaksi berjalan 2013 meningkat

dibandingkan dengan defisit tahun sebelumnya sehingga mencapai 3,3% dari

PDB, tetapi tidak setinggi perkiraan semula. Cadangan devisa dapat

dipertahankan pada tingkat yang cukup aman yaitu 99,4 miliar dolar AS atau

(17)

Pada awal tahun 2014, nilai tukar memiliki sedikit kenaikan namun inflasi

tidak berpengaruh signifikan, bahkan mengalami sedikit penurunan dari 8,38%

menjadi 8,22%. Melalui kebijakan yang diambil oleh bank Indonesia, sampai

bulan April 2014 angka inflasi dan nilai tukar rupiah dapat menurun untuk

mencapai kestabilan perekonomian secara global. Inflasi dapat ditekan hingga

mencapai angka 7,25% sampai akhir April 2014 bahkan nilai tukar berada pada

posisi Rp 11.379 perdolar US walau sempat mengalami kenaikan diakhir tahun

2013 dan awal tahun 2014.

4.2 Perkembangan Sistem Pembayaran 2011-2014

Sistem Pembayaran merupakan sistem yang berkaitan dengan pemindahan

sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain. Media yang digunakan untuk

pemindahan nilai uang tersebut sangat beragam, mulai dari penggunaan alat

pembayaran yang sederhana sampai pada penggunaan sistem yang kompleks dan

melibatkan berbagai lembaga berikut aturan mainnya. Kewenangan mengatur dan

menjaga kelancaran sistem pembayaran di Indonesia dilaksanakan oleh Bank

Indonesia yang dituangkan dalam Undang Undang Bank Indonesia.

Dalam menjalankan mandat tersebut, BI mengacu pada empat prinsip

kebijakan sistem pembayaran, yakni keamanan, efisiensi, kesetaraan akses dan

perlindungan konsumen. Aman berarti segala risiko dalam sistem pembayaran

seperti risiko likuiditas, risiko kredit, risiko fraud harus dapat dikelola dan

dimitigasi dengan baik oleh setiap penyelenggaraan sistem pembayaran. Prinsip

(18)

digunakan secara luas sehingga biaya yang ditanggung masyarakat akan lebih

murah karena meningkatnya skala ekonomi. Kemudian prinsip kesetaraan akses

yang mengandung arti bahwa BI tidak menginginkan adanya praktek monopoli

pada penyelenggaraan suatu sistem yang dapat menghambat pemain lain untuk

masuk. Terakhir adalah kewajiban seluruh penyelenggara sistem pembayaran

untuk memperhatikan aspek-aspek perlindungan konsumen.

Sementara itu dalam kaitannya sebagai lembaga yang melakukan

pengedaran uang, kelancaran sistem pembayaran diejawantahkan dengan

terjaganya jumlah uang tunai yang beredar di masyarakat dan dalam kondisi yang

layak edar atau biasa disebut clean money policy.

Nilai transaksi transfer dana yang melalui sistem pembayaran selama

periode laporan tahun 2010 meningkat dibanding tahun sebelumnya. Untuk nilai

transaksi pembayaran selama tahun 2010 mencapai 58,05 ribu triliun atau

meningkat 27,8% dibandingkan tahun 2009. Sementara itu volume transaksi

pembayaran mencapai 2,14 miliar transaksi atau meningkat 15,46%.

Untuk mendukung lancarnya aktivitas pembayaran, inovasi-inovasi baru

dalam sistem pembayaran banyak tercipta sebagai dampak positif dari

perkembangan teknologi informasi. Hal ini tentunya bertujuan untuk memberikan

kemudahan dan kenyamanan bagi masyarakat pengguna. Namun demikian,

diperlukan suatu kebijakan dari Bank Indonesia untuk selalu menjaga dan

meningkatkan keamanan dan efisiensi dalam penyelenggaraan sistem pembayaran

dengan tetap memperhatikan pemenuhan aspek perlindungan konsumen.

(19)

sistem pembayaran di tahun 2010. Persiapan mengahadapi era integrasi ekonomi

di kawasan ASEAN melalui MEA terus dilakukan dan menjadi faktor utama

dalam penguatan infrastruktur sistem pembayaran, baik sistem pembayaran yang

diselenggarakan oleh Bank Indonesia maupun oleh pihak di luar Bank Indonesia.

Selama periode laporan, kebijakan penguatan infrastruktur untuk

meningkatkan keamanan dan efisiensi sistem pembayaran ditempuh oleh Bank

Indonesia dengan melakukan beberapa pengembangan, antara lain pengembangan

mekanisme Payment-versus-Payment (PvP) pada Sistem Bank Indonesia Real

Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS), Sistem Kliring Nasional Bank

Indonesia (SKNBI) melalui penyempurnaan implementasi close to real time

Failure to Settle (FtS) pada mekanisme kliring debet dan persiapan penyusunan

standar nasional untuk kartu ATM/Debet berbasis chip, dan inisiasi penyusunan

standar nasional uang elektronik.

Dari tahun 2008 sampai April 2014, terjadi lonjakan yang signifikan

terhadap permintaan dan pemakaian APMK sebagai bagian dari pembayaran non

tunai. Untuk itu semakin banyak pula pihak bank maupun instrumen ekonomi

yang menggunakan APMK ini sebagai langkah efisiensi dan kemudahan para

konsumennya.

Berdasarkan dari sumber infobank 2010 dan www.mediaindonesia.com,

dari 47 ribu mesin, BRI memiliki mesin ATM terbanyak yaitu 11111 mesin dan

Bank Mandiri telah menyebarkan 10361 mesin ATM. Pemilik mesin ATM ketiga

(20)

Sampai tahun 2012, sudah 47 ribu mesin ATM yang tersebar di seluruh

Indonesia dengan transaksi per harinya sebesar Rp. 7 triliun dan transaksi per

mesin per harinya adalah Rp. 157 juta. Hal ini menunjukkan bahwa bank juga

semakin giat melakukan inovasi sehingga masyarakat banyak beralih dari

pembayaran tunai ke pembayaran non tunai termasuk didalamnya APMK.

4.3 Gambaran Umum Alat Pembayaran dengan menggunakan Kartu (APMK) di Indonesia

Menurut Undang-undang Repulik Indonesia Nomor 23 tahun 1999 yang

telah diubah menjadi Undang-undang Nomor 3 tahun 2004, yang berisi tentang

tugas dan wewenang Bank Indoesia untuk memastikan penggunaan dimasyarakat

berjalan dengan aman, efisien dan mudah dalam hal pembayaran tunai dan non

tunai.

Di sisi sistem pembayaran non tunai, sebagaimana international common

practice sistem pembayaran di Indonesia diklasifikasikan menjadi sistem

pembayaran yangbersifat Systemically Important Payment System (SIPS), System

Wide Important Payment System (SWIPS) dan sistem pembayaran yang bukan

sebagai SIPS dan SWIPS.SIPS adalah sistem yang memproses transaksi-transaksi

pembayaran yang bernilai besar dan apabila terjadi kegagalan dalam sistem

pembayaran ini dapat menyebabkan terjadinya systemic risk yang dapat

menimbulkan gangguan terhadap stabilitas sistem keuangan, contohnya adalah

(21)

Sementara itu SWIPS adalah sistem pembayaran yang digunakan oleh

masyarakat luas, yang apabila terganggu, misalnya karena seringnya terjadi

system breakdown atau adanya fraud akan mengakibatkan ketidaknyamanan

masyarakat dan pada gilirannya dapat menimbulkan turunnya kepercayaan

masyarakat atas sistem dan alat-alat pembayaran yang diproses melalui sistem

tersebut. Di Indonesia yang termasuk dalam kategori SWIPS adalah Sistem

Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dan penyelenggaraan alat pembayaran

dengan menggunakan kartu (APMK). Sementara, sistem pembayaran yang bukan

sebagai SIPS dan SWIPS contohnya adalah money remittance.

Kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK)

merupakan bagian dari perkembangan sistem pembayaran non tunai. Yang

termasuk dalam APMK adalah aktivitas penggunaan instrumen pembayaran

menggunakan kartu seperti kartu ATM, kartu kredit, kartu debet. Transaksi

pembayaran dengan menggunakan instrumen APMK pada saat ini bersifat

account based, sehingga setelmen transaksi dilakukan pada level bank dengan

metode yang dipilih oleh masing-masing bank (penyelenggara) sesuai dengan

skala operasional jaringannya.

Perkembangan jumlah pemegang APMK mengalami peningkatan dari

waktu ke waktu baik disisi volume dan nilai transaksi. Perkembangan tersebut

diprediksikan terus berlangsung sejalan dengan semakin beragamnya

fasilitas/fungsi APMK. Dengan kemajuan teknologi dalam sistem pembayaran

dan keinginan perbankan untuk meningkatkan layanan kepada nasabah,

(22)

hanya untuk penarikan tunai atau pengecekan saldo namun juga dapat digunakan

untuk melakukan berbagai jenis pembayaran (misalnya pembayaran tagihan listrik

dan telpon, pebelian pulsa, belanja online dan lain-lain).

Menurut statistik Bank Indonesia, terjadi peningkatan yang signifikan

terhadap penggunaan APMK mulai dari tahun 2011 sampai April 2014.

Tabel 4.1 Perkembangan APMK tahun 2011 sampai April 2014

Pe r iode Ta h u n 2 0 1 1 Ta h u n

Kr e dit 14,785,382 14,817,168 15,091,684 15,124,109 15,150,829 15,100,335 15,209,803

Ka r t u ATM 3,623,992 4,533,187 6,292,164 6,314,019 6,443,526 6,512,880 6,591,572

Ka r t u ATM

+ D e be t 59,761,318 73,219,365 83,170,125 83,765,345 85,192,517 80,505,714 81,314,701

Sumber : Bank Indonesia

Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa dari tahun 2011 sampai April 2014

semakin maraknya penggunaan APMK selain di dorong oleh banyaknya mesin

ATM dan EDC (Electrinoc Data Captured), didorong pula oleh banyaknya

merchant APMK yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia.

4.4 Hasil dan Analisa Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, digunakan untuk

mengetahui bagaimana pengaruh inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap

Penggunaan Alat Pembayaran menggunakan Kartu (APMK) di Indonesia mulai

(23)

4.4.1 Analisis Koefisien Determinasi

Adapun hasil dari koefisien determinasi (R2) dalam penelitian ini adalah

0,81 maka hal ini menunjukkan bahwa R2 mendekati 1 yang berarti bahwa adanya

hubungan antara variabel inflasi dan nilai tukar rupiah dengan variabel APMK

yang bersifat positif dan sempurna, artinya apabila ada kenaikan tingkat inflasi

dan nilai kurs maka akan menyebabkan kenaikan penggunaan APMK.

Tabel 4.2 Hasil Regresi berganda

Sumber : Data olahan, Eviews 5.1

4.4.2 Hasil Uji F (F-test)

Hasil dari F –test dalam penelitian ini yaitu F hitung = 81,29 sedangkan nilai

F tabel = 7,31 maka hal ini berarti bahwa Ha diterima karena F hitung > F tabel . Hal ini

berarti bahwa ada pengaruh nyata antara variabel inflasi, nilai tukar rupiah

terhadap penggunaan APMK.

4.4.3 Hasil Uji T (T-test)

(24)

artinya ada pengaruh nyata antara inflasi dan nilai kurs terhadap penggunaan

APMK.

4.4.4 Hasil Uji Multikolinieritas

Hasil menunjukkan bahwa korelasi antar variabel cukup erat. Hal ini dapat

dilihat dari nilainya 0,72 dan 0,88. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan

linier yang hampir sempurna antara inflasi dan nilai kurs tersebur secara

individual terhadap penggunaan APMK.

Tabel 4.3 Hasil uji Multikolinieritas

Sumber : Data Olahan Eviews 5.1

4.4.5 Hasil Uji Autokorelasi

Pengujian Autokorelasi digunakan untuk mengetahui pengaruh silang

antara variabel pengganggu inflasi dan nilai tukar. Dalam pengujian ini hasil dari

Durbin-Watson Stat adalah 0,217 sedangkan nilai X2tabel adalah 4,08 hal ini

berarti ada autokorelasi pada model regresi diatas.

4.5 Pembahasan

Seiring dengan berkembangnya inovasi dari pihak perbankan di Indonesia

menyababkan banyak masyarakat yang beralih dari pembayaran tunai kepada

pemabayaran non tunai. Karena selain aman dan mudah dibawa kemana-mana,

tren juga merupakan salah satu faktor pendukungnya. Hal ini ternyata mambawa

(25)

perputaran uang, namun ternyata hal ini juga memiliki pengaruh yang positif

terhadap nilai tukar dan inflasi yang terjadi selama tahun 2011 sampai April 2014.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, maka dapat disimpulkan

bahwa peningkatan pembayaran menggunakan kartu memiliki pengaruh terhadap

inflasi dan nilai tukar rupiah. Hal ini terbukti hasil uji statistik yang menunjukkan

hasil R square yang mencapai 81%. Angka ini menunjukkan bahwa APMK

memiliki pengaruh sebesar 81% terhadap kenaikan inflasi dan nilai tukar rupiah

(26)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Kehadiran alat pembayaran non tunai bagi perekonomian memberikan

manfaat peningkatan efisiensi dan produktifitas keuangan yang mendorong

aktivitas sektor riil pada gilirannya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan

meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana diindikasikan oleh

peningkatan velocity of money. Inovasi dalam alat pembayaran non tunai dapat

menimbulkan komplikasi dalam penggunaan target kuantitas dalam pengendalian

moneter. Dalam penelitian ini penulis menemukan bahwa kehadiran alat

pembayaran non tunai menggunakan kartu dapat mempengaruhi inflasi dan nilai

tukar rupiah. Semakin banyak masyarakat menggunakan APMK secara langaug

mempercepat proses perputaran uang.

1. Meningkatnya transaksi APMK berpengaruh positif terhadap inflasi,

karena dari hasil regresi sebesar 0,81 menunjukkan bahwa adanya

hubungan positif antara APMK dan Inflasi. Hal ini berarti bila APMK naik

maka akan diikuti oleh kenaikan inflasi. Karena bila jumlah uang yang

beredar dimasyakat meningkat akan menyebabkan inflasi.

2. Dilihat dari hasil regresi terhadap ketiga variabel yaitu APMK, Inflasi dan

nilai tukar rupiah adalah 0,81 hal ini menunjukkan ada keterkaitan yang

kuat antara ketiga variabel tersebut. Kenaikan transaksi APMK diikuti

juga oleh kenaikan nilai tukar rupiah(kurs). Karena transaksi dalam negeri

(27)

5.2 Saran

Dari hasil penelitian ini, terlihat jelas bahwa ada pengaruh positif yang

antara penggunaan APMK, nilai tukar dan inflasi. Maka Bank Indonesia sebagai

lembaga yang ditunjuk oleh negara dalam hal pengendalian kebijakan moneter

hendaknya lebih melihat pada perputaran uang yang semakin cepat sehingga

mengambil kebijkan yang tepat.

1. Mengatur kebijakan pengadaan APMK dan mengontrol perputaran uang

sehingga kenaikan transaksi APMK tidak berdampak terhadap inflasi dan

Bank Indonesia melalui kebijkan APMK dapat menekan angka inflasi.

2. Mengatur kebijkan dan pengawasan APMK agar kenaikan transaksi

Gambar

Tabel 3.1 : Definisi Operasional
Tabel 4.1 Perkembangan APMK tahun 2011 sampai April 2014
Tabel 4.2 Hasil Regresi berganda
Tabel 4.3 Hasil uji Multikolinieritas

Referensi

Dokumen terkait

Heidegger memahami fenomenologi sebagai jalan masuk ke ontologi, sementara Ricoeur melihatnya sebagai satu ‘penafsiran’ (hermeneutic) terhadap realitas yang sesungguhnya.

Pengukuran secara langsung adalah ketika hasil pembacaan skala pada alat ukur secara langsung menyatakan nilai besaran yang diukur, tanpa perlu dilakukan penambahan,

Algoritme MK-NN dapat diterapkan untuk melakukan diagnosis penyakit anjing dengan beberapa tahapan yaitu menghitung jarak antar data latih, menghitung nilai

Berserulah kini dari puncak-puncak bukit. Ingatkanlah setiap orang akan kebenaran ini. Abaikanlah segala ejekan itu. Namun jika kamu menjelaskan kepada anak-anakKu

1) Kemampuan, yaitu merupakan kapasitas individu untuk untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan tersebut meliputi kemampuan intelektual dan

sebelum lewat waktu tunggu. Perkawinan Beda Agama Sebelum UU Perkawinan. Sebelum adanya UU Perkawinan, keadaan hukum perkawinan di Indonesia beragam. Setiap golongan

Dengan sengaja dimuka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan agama yang dianut di

Berdasarkan teori diatas, Anggaran berbasis kinerja adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang akan dilaksanakan oleh instansi pemerintah