• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Gita Dwi Putri Mareta, 2015

Penggunaan teknik psikodrama untuk mereduksi konformitas teman sebaya yang berlebihan pada peserta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

Bagian pendahuluan merupakan pemaparan mengenai dasar dilakukannya penelitian, yaitu terdiri dari latar belakang penelitian, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta struktur organisasi skripsi. 1.1 Latar Belakang Penelitian

Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat terlepas dari peranan orang-orang yang berada disekitarnya, karena itu selama menjalani proses kehidupannya, manusia terus melakukan hubungan sosial. Ali & Asrori (2009, hlm. 85) mengungkapkan hubungan sosial mula-mula dimulai dari lingkungan rumah sendiri kemudian berkembang lebih luas lagi ke lingkungan sekolah, dan dilanjutkan kepada lingkungan yang lebih luas lagi, yaitu tempat berkumpulnya teman sebaya. Hubungan sosial yang dilakukan di lingkungan rumah dimulai sejak individu berada pada masa bayi dan terus berkembang sampai individu mulai memiliki lingkungan sosial yang lebih luas, dalam artian hubungan sosial terus berkembang seiring dengan perkembangan individu.

Salah satu tahap perkembangan yang penting dalam kehidupan individu adalah masa remaja. Menurut Yusuf (2009a, hlm. 184) “fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik sehingga mampu bereproduksi”. Selain perubahan dalam aspek fisik, terjadi pula perubahan dalam aspek lainnya yang meliputi aspek emosi, intelegensi dan sosial, seluruh aspek tersebut saling mempengaruhi satu sama lain (Yusuf, 2012b, hlm. 17).

Banyaknya perubahan yang terjadi pada diri remaja, membuat remaja sering kali mengalami kebingungan dalam menyikapinya, sebab itu Hurlock (1980, hlm. 207) menyebut masa remaja sebagai usia bermasalah. Berbagai hambatan akan

(2)

Gita Dwi Putri Mareta, 2015

Penggunaan teknik psikodrama untuk mereduksi konformitas teman sebaya yang berlebihan pada peserta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dialami remaja pada masanya, kenyataan ini erat kaitannya dengan kemampuan remaja dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. “Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah berhubungan dengan penyesuaian sosial” (Hurlock, 1980, hlm. 213). Remaja dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan orang-orang disekitarnya melalui pola baru, dengan mengatasnamakan diri yang sudah bukan anak lagi. Ali & Asrori (2009, hlm. 91) mengungkapkan “masa remaja bisa disebut sebagai masa sosial karena sepanjang masa remaja hubungan sosial semakin tampak jelas dan dominan”. Menginjak usia remaja individu mulai diperkenalkan pada lingkungan sosial yang lebih luas, sehingga keluarga bukan lagi satu-satunya yang berperan penting dalam perkembangannya.

Pengaruh teman sebaya memiliki peranan yang sangat kuat dalam perkembangan remaja, bahkan peran teman sebaya pada masa remaja dapat menjadi lebih penting dibandingkan dengan keluarga. Hal ini disebabkan karena remaja lebih banyak menghabiskan waktu di luar bersama teman sebayanya dibandingkan dengan pada masa sebelumnya, terutama dalam kegiatan di sekolah.

Menurut Horrock & Benimoff (dalam Hurlock, 1980, hlm. 214) „kelompok sebaya merupakan dunia nyata para anak muda, yang menyiapkan panggung dimana ia dapat menguji diri sendiri dan orang lain‟. Agar dapat diterima menjadi bagian kelompok teman sebayanya, maka remaja cenderung untuk melakukan penyesuaian. Penyesuaian remaja terhadap norma kelompok dengan berperilaku sama dengan kelompok teman sebaya disebut konformitas. “Konformitas merupakan suatu bentuk penyesuaian terhadap kelompok sosial karena adanya tuntutan dari kelompok sosial untuk menyesuaikan, meskipun tuntutan tersebut tidak terbuka” (Baron & Byrne, 2005, hlm. 53). Lebih lanjut lagi Myers (2012, hlm. 252) mengemukakan konformitas tidak hanya sekedar bertindak sesuai dengan tindakan yang dilakukan oleh orang lain, tetapi juga dipengaruhi oleh bagaimana mereka bertindak.

(3)

Konformitas dapat menjadi salah satu cara remaja untuk menutupi kelemahan yang dirasakan oleh dirinya. Melalui bergabung dengan kelompoknya remaja akan merasa tertutupi kelemahannya melalui kekuatan yang diperoleh dari teman-teman sekelomponya. “Banyak remaja yang khawatir tentang seberapa baik mereka disukai dan diterima oleh rekan-rekan mereka, yang akan menjelaskan mengapa remaja sering menyesuaikan diri dan menyesuaikan perilaku, sikap, dan keyakinan mereka kepada orang-orang di sekitar mereka” (McElhaney, dkk. 2008, dalam Tolley, 2013). Conger (dalam Yusuf, 2012b, hlm. 59) memaparkan berdasarkan survey nasional terhadap remaja di Amerika, ditemukan remaja memiliki kecenderungan yang kuat untuk menjadi populer dan konformitas. Remaja ingin selalu berada menjadi bagian dari kelompoknya, mereka akan melakukan konformitas terhadap kelompoknya dalam berbagai aspek yang ditunjukkan melalui tindakan ataupun pemikiran, hal tersebut dilakukan remaja agar terhindar dari sanksi kelompok. Hal ini senada dengan yang diungkapkan Myers (2012, hlm. 252) “konformitas adalah bertindak atau berpikir secara berbeda dari tindakan dan pikiran yang biasa kita lakukan jika kita sendiri”.

Russell & Bakken (2002, hlm. 1) mengungkapkan “remaja yang paling rentan terhadap konformitas teman sebaya berkisar antara kelas tujuh dan kelas delapan”. Kelas tujuh dan kelas delapan termasuk pada rentang usia remaja awal, ketika masa tersebut pengakuan dari kelompok teman sebaya sangat penting. Pada masa remaja awal kecenderungan untuk mengikuti standar-standar atau norma-norma teman sebaya lebih kuat daripada yang dilakukan pada masa kanak-kanak. Eccles (1999, hlm. 39) menyatakan “penyesuaian dengan kelompok teman sebaya dapat membuat masalah untuk remaja awal dan kebaikan remaja sering rusak oleh pengaruh negatif dari teman sebaya (khususnya oleh kelompok-kelompok)".

Ketika awal masa pencarian jati diri, remaja mulai memiliki keinginan untuk melepaskan ketergantungannya terhadap orangtua. Remaja berusaha untuk melakukan hal apa saja yang membuat dirinya dapat diterima oleh kelompok teman sebaya, termasuk melakukan hal-hal yang kurang berguna bagi dirinya, bahkan tidak sesuai dengan standar nilai yang telah ditetapkan oleh orangtuanya. Sloan (2009, hlm.

(4)

4

536) mengungkapkan “beberapa hasil penelitian telah menetapkan bahwa individu mungkin dipengaruhi oleh norma-norma kelompok bahkan ketika perilaku tersebut merugikan kesehatan atau kesejahteraan mereka sendiri”.

Yusuf (2009a, hlm. 14) menerangkan “perkembangan konformitas pada remaja dapat berdampak positif atau negatif, tergantung kepada siapa atau kelompok mana dia melakukan konformitasnya”. Pada dasarnya remaja perlu melakukan penyesuaian diri dengan teman-teman sebayanya, “menjadi bagian dari kelompok teman sebaya merupakan salah satu tugas perkembangan yang utama bagi remaja” (Bourne, 1978; Coleman & Hendry, 1990; Erikson, 1968, dalam Santor, dkk. 2000, hlm. 164). Namun konformitas yang baik adalah yang memiliki batasan dan tidak berlebihan. Burger (dalam Baron & Byrne, 2005, hlm. 65) mengemukakan “ada dua hal penting yang harus diperhatikan dalam melakukan konformitas, yaitu kebutuhan dalam mempertahankan individualitas dan kebutuhan untuk mempertahankan kontrol atas kehidupan sendiri”. Sehingga terdapat dua bentuk dampak negatif yang muncul akibat konformitas yang berlebihan, yaitu kehilangan identitas diri atau individualitas dan perilaku negatif sebagai akibat penyesuaian yang berlebihan terhadap kelompok negatif.

Healy dan Browner (dalam Yusuf, 2012b, hlm. 61) menemukan 67% dari 3.000 anak nakal di Chicago ternyata karena mendapat pengaruh dari teman sebayanya. Konformitas yang berlebihan rentan menimbulkan dampak-dampak negatif bagi remaja, sebab terdapat beberapa tuntutan kelompok teman sebaya yang berada di luar batas wajar atau bersifat negatif, dan akan semakin berdampak negatif ketika remaja tidak mampu menghindarinya atau tidak dapat mengontrol dirinya. Yusuf (2009a, hlm 14) menerangkan dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan remaja yang nakal, menjadi pecandu Napza, meminum minuman keras, free sex, atau berperilaku kriminal, berperilaku sadis (seperti geng motor) dikarenakan meniru atau mengikuti perilaku teman sepergaulannya, hal tersebut merupakan akibat dari konformitas terhadap kelompok yang negatif. Sloan (2009, hlm. 536) menjabarkan beberapa contoh perilaku yang berpotensi berbahaya dan telah terbukti dipengaruhi

(5)

oleh konformitas meliputi pesta makan, diet berlebihan, merokok, konsumsi alkohol yang berlebihan, penggunaan kokain remaja, dan keterlibatan geng.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yuliana (2013) mengenai perilaku konformitas negatif pada peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1 Bancak Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2012/2013 menunjukkan 25% peserta didik memiliki konformitas negatif yang sangat tinggi, 26,1% peserta didik memiliki konformitas negatif yang tinggi, 23,9% peserta didik konformitas negatifnya sedang, dan 25% peserta didik yang konformitas negatifnya rendah. Hasil penelitian tersebut mengartikan jumlah peserta didik yang memiliki konformitas negatif lebih dominan dibandingkan peserta didik yang tidak memiliki konformitas negatif. Selanjutnya berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Cynthia (2007) mengenai konformitas kelompok dan perilaku seks bebas pada remaja, menunjukkan adanya hubungan positif yang sangat signifikan antara konformitas kelompok dengan perilaku seks bebas pada remaja. Penelitian lainnya dilakukan oleh Cipto & Kuncoro (2009) mengenai harga diri dan konformitas terhadap kelompok dengan perilaku minum-minuman beralkohol pada remaja. Hasil penelitiannya menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara harga diri dan konformitas terhadap kelompok dengan perilaku minum-minuman beralkohol pada remaja. Berdasarkan beberapa hasil penelitian mengenai konformitas di atas terlihat perilaku konformitas remaja cenderung mengarah pada perilaku-perilaku negatif.

Hasil studi observasi di SMP Negeri 43 Bandung yang dilakukan selama melaksanakan kegiatan Program Pengalaman Lapangan (PPL) pada tahun ajaran 2013/2014, ditemukan tidak sedikit peserta didik terutama kelas VIII yang membentuk kelompok-kelompok. Perilaku yang ditunjukkan oleh kelompok meliputi menyamakan penampilan, gaya berbicara, merokok, memilih untuk bolos sekolah ketika beberapa anggota kelompoknya tidak sekolah, saling memberikan contekan, serta membela temannya yang bermasalah tanpa memastikan kebenarannya. Hal tersebut adalah bentuk perilaku negatif akibat konformitas teman sebaya yang berlebihan pada remaja.

(6)

6

Sistem pendidikan di sekolah sejatinya tidak hanya mengarahkan peserta didik untuk memperoleh keterampilan kognitif yang ditandai dengan perolehan prestasi yang gemilang. Namun mengarahkan pula peserta didik untuk memiliki keterampilan sosial dan pengelolaan diri yang baik ditandai dengan sikap dan perilaku yang terdidik, yang menunjang pada kesuksesan hidup yang efektif. Ini sejalan dengan ungkapan Hurlock (dalam Yusuf, 2012b, hlm. 54) „sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadian anak (peserta didik) baik dalam cara berpikir, bersikap maupun berperilaku‟. Lebih lanjutnya Rutter (dalam Yusuf, 2012b, hlm. 55) menyatakan „sekolah yang efektif adalah sekolah yang memajukan, meningkatkan atau mengembangkan prestasi akademik, keterampilan sosial, sopan satun, sikap positif terhadap belajar, rendahnya angka absen peserta didik, dan memberikan keterampilan-keterampilan yang memungkinkan peserta didik dapat bekerja‟. Hal ini mengartikan bahwa mengembangkan keterampilan sosial peserta didik merupakan tanggung jawab pihak sekolah.

Layanan bimbingan dan konseling yang merupakan bagian integral dari sistem pendidikan bertujuan membantu peserta didik untuk dapat berkembang secara optimal, termasuk pencapaian tugas perkembangan yang berkaitan dengan bidang sosial. Sebab itu layanan bimbingan dan konseling diperlukan untuk membantu peserta didik yang memiliki konformitas teman sebaya berlebihan, agar dapat terhindar dari pengaruh negatif yang biasa muncul. Asch pada tahun 1951 (dalam Baron & Byrne, 2005, hlm. 56) seorang psikolog sosial yang melakukan penelitian terhadap perilaku konformitas, hasil penelitiannya menemukan bahwa ketika melakukan konformitas sebenarnya subjek mengalami tekanan yang cukup besar meskipun tekanan tersebut tidak terlihat. Karena itu Myers (2012, hlm. 298) menyatakan “penekanan psikologi sosial terhadap kekuatan tekanan sosial harus disertai dengan penekanan tambahan mengenai kekuatan dari orang tersebut”. Seorang individu harus memiliki kekuatan diri untuk mampu terhindar dari penekanan sosial yang berlebihan. Lebih lanjut lagi Myers (2012, hlm. 295) mengungkapkan seseorang dapat bertindak sesuai nilainya sendiri, terlepas dari

(7)

kekuatan yang memberikan dorongan kepada orang tersebut dan salah satu caranya adalah dengan menegaskan keunikan.

Peserta didik yang memiliki konfomitas teman sebaya yang berlebihan memerlukan bantuan untuk dapat lebih memahami dirinya dan mampu mengekspresikan keunikan dirinya tanpa adanya tekanan dari kelompok teman sebaya melalui layanan bimbingan dan konseling. Terdapat berbagai teknik dalam bimbingan dan konseling, sehingga perlu dikembangkan penelitian mengenai penggunaan teknik bimbingan dan konseling untuk mereduksi konformitas teman sebaya yang berlebihan pada peserta didik.

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah Penelitian

Konformitas teman sebaya merupakan upaya penyesuaian yang dilakukan oleh peserta didik usia remaja terhadap kelompok teman sebayanya dengan harapan dapat diterima menjadi bagian dari kelompok tersebut. Hal ini sejalan dengan pengertian konformitas yang diungkapkan oleh Baron dan Byrne (2005, hlm. 53) yaitu “bentuk penyesuaian terhadap kelompok sosial karena adanya tuntutan dari kelompok sosial untuk menyesuaikan, meskipun tuntutan tersebut tidak terbuka”. Konformitas teman sebaya pada peserta didik terlihat dari kecenderungan untuk selalu menyamakan berbagai aspek dengan kelompok acuan sehingga dapat terhindar dari celaan maupun keterasingan.

Aspek yang biasa dirubah untuk disamakan dapat dalam bentuk perilaku maupun pikiran. “Konformitas adalah bertindak atau berpikir secara berbeda dari tindakan dan pikiran yang biasa kita lakukan jika kita sendiri” (Myers, 2012, hlm. 252). Konformitas yang berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif bagi peserta didik, sebab peserta didik bersikap tanpa mempedulikan kepentingan dan keunikan dirinya sendiri, dikarenakan adanya keinginan atau tuntutan untuk sama dengan anggota kelompok lainnya. Peserta didik cenderung untuk tidak mempertimbangkan nilai benar atau salah, mereka tetap melakukan apapun yang menjadi tuntutan dari kelompok teman sebayanya, dan diantaranya dapat berupa tindakan negatif. Burger (dalam Baron & Byrne, 2005, hlm. 65) mengemukakan “ada dua hal penting yang

(8)

8

harus diperhatikan dalam melakukan konformitas, yaitu kebutuhan dalam mempertahankan individualitas dan kebutuhan untuk mempertahankan kontrol atas kehidupan sendiri”.

Layanan bimbingan dan konseling diperlukan dalam membantu peserta didik agar mampu terlepas dari pengaruh negatif yang disebabkan oleh konformitas yang berlebihan. Jenis layanan yang diperlukan berupa bantuan responsif atau penyembuhan, sehingga bentuk layanan yang dapat diberikan adalah melalui bentuk konseling. Boy dan Pine (Depdikbud, dalam Yusuf & Nurihsan, 2010, hlm. 9) menyatakan „tujuan konseling di sekolah adalah membantu peserta didik menjadi lebih matang dan lebih mengaktualisasikan dirinya, membantu peserta didik maju dengan cara yang positif, membantu dalam sosialisasi peserta didik dengan memanfaatkan sumber-sumber dan potensinya sendiri‟.

Upaya konseling yang dapat dilakukan untuk membantu peserta didik usia remaja yang memiliki konformitas teman sebaya yang berlebihan adalah melalui teknik psikodrama. Penggunaan psikodrama lebih menekankan dalam membantu konseli untuk dapat mengekspresikan dirinya tanpa adanya tekanan dari kelompok teman sebayanya, dengan harapan konseli tidak memiliki konformitas yang berlebihan dan dapat terhindar dari perilaku negatif. Chimera & Baim, (2010, hlm. 1) menjabarkan tujuan dari psikodrama

Psikodrama dapat membantu orang untuk lebih memahami diri sendiri dan sejarah mereka, mengatasi kerugian dan trauma, mengatasi ketakutan, meningkatkan hubungan intim dan sosial mereka, mengekspresikan dan mengintegrasikan pikiran dan emosi yang tertahan, berlatih keterampilan baru atau mempersiapkan diri untuk masa depan.

Myers (2012, hlm. 296) mengemukakan salah satu cara untuk mengurangi konformitas yang berlebihan adalah dengan menegaskan keunikan baik dalam bentuk pemikiran maupun tindakan. Dalam pendekatan psikodrama terdapat konsep mengenai ekspresi diri dimana konseli diarahkan untuk mampu mengeskpresikan pikiran dan tindakan secara terbuka. Hal ini sejalan dengan ungkapan Blatner (dalam Corsini & Wedding, 2007, hlm. 12) dalam konsep psikodrama terdapat ekspresi diri yang melampaui tingkat kognitif, mengarahkan untuk bertindak, untuk melakukan,

(9)

untuk melawan ketakutan yang mendalam, dan keterbatasan pasif yang dialami pada masa lalu.

Melalui penggunaan psikodrama diharapkan peserta didik yang memiliki konformitas teman sebaya yang berlebihan mampu menunjukkan keunikan dirinya sendiri dihadapan anggota kelompok lainnya, serta mampu menghargai setiap keunikan yang dimiliki masing-masing anggota kelompoknya, dengan begitu peserta didik akan menghargai keunikan masing-masing individu, dan tidak memaksakan diri untuk selalu menyamakan pemikiran dan tindakan, sehingga dapat terhindar dari dampak negatif perilaku konformitas teman sebaya yang berlebihan. Oleh karena itu rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah teknik psikodrama efektif untuk mereduksi konformitas teman sebaya yang berlebihan pada peserta didik?”

Berdasarkan identifikasi masalah konformitas teman sebaya dan teknik psikodrama, maka terdapat beberapa rumusan masalah secara spesifik yang diajukan dalam penelitian, yaitu sebagai berikut.

1) Bagaimana gambaran umum konfomitas teman sebaya pada peserta didik kelas VIII SMP Negeri 43 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015?

2) Bagaimana rancangan teknik psikodrama untuk mereduksi konformitas teman sebaya yang berlebihan pada peserta didik kelas VIII SMP Negeri 43 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015?

3) Bagaimana keefektifan pelaksanaan intervensi layanan konseling kelompok dengan menggunakan teknik psikodrama dalam mereduksi konformitas teman sebaya yang berlebihan pada peserta didik kelas VIII SMP Negeri 43 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh gambaran empiris mengenai keefektifan teknik psikodrama untuk mereduksi konformitas teman sebaya yang berlebihan pada peserta didik. Adapun tujuan penelitian secara spesifik, sebagai berikut.

(10)

10

1) Untuk memperoleh gambaran umum tentang konfomitas teman sebaya pada peserta didik kelas VIII SMP Negeri 43 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015. 2) Untuk memperoleh rancangan teknik psikodrama dalam mereduksi konformitas

teman sebaya yang berlebihan pada peserta didik kelas VIII SMP Negeri 43 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015.

3) Untuk mengetahui keefektifan pelaksanaan intervensi layanan konseling kelompok dengan menggunakan teknik psikodrama dalam mereduksi konformitas teman sebaya yang berlebihan pada peserta didik kelas VIII SMP Negeri 43 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015.

1.4 Manfaat Penelitian

Apabila tujuan dari penelitian telah tercapai, maka terdapat beberapa manfaat yang diberikan dari penelitian baik secara teoretis maupun praktis. Manfaat tersebut sebagai berikut.

1) Teoretis

Secara teoretis, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pemahaman dan keilmuan mengenai perilaku sosial pada remaja terutama dalam hal konformitas teman sebaya pada peserta didik di SMP. Serta dapat menambah wawasan terkait penggunaan teknik psikodrama dalam bimbingan dan konseling. 2) Praktis

Secara praktis, manfaat dari penelitian ini antara lain.

a. Bagi Profesi Guru Bimbingan dan Konseling, dapat mengetahui kondisi peserta didik usia remaja awal, terutama mengenai perilaku konformitas terhadap teman sebaya, dan pengaruh negatif dari konformitas teman sebaya yang berlebihan. Serta dapat menggunakan layanan yang tepat untuk mereduksi konformitas teman sebaya yang berlebihan pada peserta didik. b. Bagi peneliti selanjutnya, dapat menjadi pengalaman dan menambah wawasan

terkait penggunaan teknik psikodrama serta konformitas teman sebaya pada peserta didik.

(11)

1.5 Struktur Organisasi Skripsi

Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang terdiri dari pendahuluan, kajian pustaka, metodologi penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, serta simpulan, implikasi dan rekomendasi.

Bab I merupakan pendahuluan, di dalamnya mengungkapkan tentang latar belakang penelitian, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta struktur organisasi skripsi.

Bab II kajian pustaka mengenai konformitas teman sebaya pada remaja dan teknik psikodrama, di dalamnya disajikan teori yang relevan sebagai landasan dilakukannya penelitian, penelitian terdahulu mengenai konformitas teman sebaya pada remaja dan penggunaan teknik psikodrama, serta asumsi, kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian.

Bab III yang merupakan metodologi penelitian, mengungkapkan tentang desain penelitian, partisipan, populasi dan sampel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, instrumen penelitian, prosedur penelitian, serta teknik pengumpulan dan analisis data.

Bab IV merupakan temuan penelitian dan pembahasan, yang di dalamnya memuat tentang hasil temuan penelitian dan pembahasan hasil analisis data mengenai penggunaan teknik psikodrama untuk mereduksi konformitas teman sebaya yang berlebihan pada peserta didik.

Bab V merupakan simpulan, implikasi dan rekomendasi, yang berisi kesimpulan dari keseluruhan penelitian yang dilakukan, dan rekomendasi terhadap berbagai pihak terkait kelanjutan penelitian.

Di akhir dilampirkan pula daftar pustaka dan kelengkapan lampiran yang digunakan dalam penyusunan skripsi.

Referensi

Dokumen terkait

Petisi, yang pertama diselenggarakan oleh ilmuwan individu yang mendukung teknologi RG telah menghasilkan lebih dari 1.600 tanda tangan dari ahli ilmu tanaman mendukung pernyataan

Secara parsial, variabel kualitas layanan yang terdiri dari: dimensi variabel bukti fisik (tangibles) dan empati (emphaty) berpengaruh secara signifikan dan

Berbagai dikotomi antara ilmu – ilmu agama Islam dan ilmu – ilmu umum pada kenyataannya tidak mampu diselesaikan dengan pendekatan modernisasi sebagimana dilakukan Abduh dan

Sekolah harus melakukan evaluasi secara berkala dengan menggunakan suatu instrumen khusus yang dapat menilai tingkat kerentanan dan kapasitas murid sekolah untuk

BILLY TANG ENTERPRISE PT 15944, BATU 7, JALAN BESAR KEPONG 52100 KUALA LUMPUR WILAYAH PERSEKUTUAN CENTRAL EZ JET STATION LOT PT 6559, SECTOR C7/R13, BANDAR BARU WANGSA MAJU 51750

Penelitian ini difokuskan pada karakteristik berupa lirik, laras/ tangganada, lagu serta dongkari/ ornamentasi yang digunakan dalam pupuh Kinanti Kawali dengan pendekatan

Dari hasil perhitungan back testing pada tabel tersebut tampak bahwa nilai LR lebih kecil dari critical value sehingga dapat disimpulkan bahwa model perhitungan OpVaR

Sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui yang berasal dari fosil yaitu minyak bumi dan batubara. Jawaban