• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA JAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA JAKARTA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

ISLAM DISIPLIN ILMU

“Paradigma dan Teknik Integrasi Ilmu”

Disusun Oleh :

Nama : Dicky Rudiansyah (1803025014)

Tumbur N Situmorang (1803025003)

Nurhanafi (1803025012)

Kelas : 6A

Mata Kuliah : Islam dalam Disiplin Ilmu

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

JAKARTA

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT dan segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikan dalam kehidupan sehari – hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

(3)

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii DAFTAR ISI ... iii BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Rumusan Masalah ... 2 1.3. Tujuan ... 2 BAB II PEMBAHASAN

2.1. Pengertian dan Model Integrasi Keilmuan ... 3 2.2. Pendekatan Islam Terhadap Dikotomi Ilmu ... 4 2.3. Latar Belakang Perlunya Integrasi Ilmu – Ilmu Agama Islam

dan Ilmu – Ilmu Umum ... 5 2.4. Paradigma Ilmu – Ilmu Agama Islam dan Ilmu – Ilmu Umum ... 7 2.5. Ilmu – Ilmu Agama Islam ... 9 BAB III KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan ... 13 3.2. Saran ... 13 DAFTAR PUSTAKA

(4)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemikiran tentang integrasi atau islamisasi ilmu pengetahuan ini yang dilakukan oleh kalangan intelektual muslim, tidak lepas dari kesadaran beragama. Secara totalitas ditengah ramainya dunia global yang sarat dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan sebuah konsep bahwa umat islam akan maju dapat menyusun orang – orang barat apabila mampu mentransformasikan dan menyerap secara actual terhadap ilmu pengetahuan dalam rangka memahami wahyu dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.

Proses islamisasi ilmu pengetahuan tidak lain adalah proses pengembalian atau pemurnian ilmu pengetahuan yang ada kepada konsep yang haqiqi yaitu tauhid, kesatuan makna kebesaran dan kesatuan sumber. Dari ketiga proses inilah kemudian diturunkan aksiologi (tujuan), epistemologi (metodologi), dan ontologi (objek) ilmu pengetahuan.

Di pandang dari sisi aksiologis (tujuan) ilmu dan teknologi harus memberi manfaat yang sebesar – besarnya bagi kehidupan manusia. Artinya ilmu dan teknologi menjadi instrument penting dalam setiap proses pembangunan sebagai usaha untuk mewujudkan kemaslahatan hidup manusia seluruhnya. Dengan demikian, ilmu pengetahuan dan teknologi haruslah memberikan manfaat sebesar – besarnya bagi kehidupan manusia.

Untuk mencapai sasaran tersebut, maka diperlukan suatu upaya mengintegrasikan ilmu – ilmu umum, sehingga akan tercapailah kemajuan yang seimbang antara kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dengan kemajuan dalam bidang agama, moral dan etika.

Sejalan dengan sasaran tersebut, maka pembahasan dalam makalah ini diarahkan pada upaya mendeskripsikan bangunan pohon ilmu – ilmu agama islam dan ilmu – ilmu umum secara utuh dan komprehensif sambal mengupayakan integrasinya dengan menggunakan pendekatan normative teologis, historis dan filosofis.

(5)

2

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut :

 Pengertian dan Model Integrasi Keilmuan

 Pendekatan Islam Terhadap Dikotomi Ilmu

 Latar Belakang Perlunya Integrasi Ilmu – ilmu Agama Islam dan Ilmu – ilmu Umum

 Paradigma Ilmu – ilmu Agama Islam dan Ilmu – ilmu Umum

 Ilmu – ilmu Agama Islam

1.3. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dalam pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut :

 Untuk Mengetahui Pengertian dan Model Integrasi Keilmuan

 Untuk Mengetahui Pendekatan Islam Terhadap Dikotomi Ilmu

 Untuk Mengetahui Latar Belakang Perlunya Integrasi Ilmu – ilmu Agama Islam dan Ilmu – ilmu Umum

 Untuk Mengetahui Paradigma Ilmu – ilmu Agama Islam dan Ilmu – ilmu Umum

(6)

3

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Pengertian dan Model Integrasi Keilmuan

Salah satu istilah yang paling popular dipakai dalam konteks integrasi ilmu – ilmu agama dan ilmu – ilmu umum adalah kata “Islamisasi”. Menurut Echols dan Hasan Sadily, kata Islamisasi berasal dari Bahasa inggris “Islamization” yang berarti pengislaman, dimana objeknya adalah orang atau manusia, bukan ilmu pengetahuan maupun objek lainnya.

Dalam konteks Islamisasi, ilmu pengetahuan yang harus mengaitkan dirinya pada prinsip tauhid adalah pencari ilmunya, bukan ilmu itu sendiri. Karena yang menentukan adalah manusia, manusia lah yang menghayati ilmu. Penghayatan para pencari ilmu itulah yang menentukan, apakah ilmunya berorientasi pada nilai – nilai islam atau tidak. Lebih lanjut, Islamisasi pada ilmu pengetahuan, menurut Faruqi, menghendaki adanya hubungan timbal balik antara realitas dengan aspek kewahyuan. Dalam konteks ini, untuk memahami nilai – nilai kewahyuan, umat islam harus memanfaatkan ilmu pengetahuan. Karena realitasnya, saat ini ilmu pengetahuanlah yang amat berperan dalam menentukan kemajuan umat manusia.

Sejak abad kemunduran islam (abad ke-12 M), karena para penguasa muslim kurang memberikan penghargaan terhadap ilmu pengetahuan hingga akhir abad ke-16, dimana mulai terputus hubungan antara dunia islam dengan aliran utama dalam sains dan teknologi. Umat islam sangat tertinggal jauh dibanding masyarakat barat yang justu mulai bangkit dari kegelapan pengetahuan setelah sekian lama terbelenggu dalam indoktrinasi teologi Kristiani.

Selain masalah ketertinggalan dalam penguasaan ilmu pengetahuan, hal terbesar yang umat islam ini adalah berkaitan dengan paradigma berpikir. Umat islam masih berpikir secara absurd. Bukan justru mengembangkan wacana – wacana keimanan, kemanusiaan, dan pengetahuan. Ini jelas menunjukan sebuah pola berpikir partikularistik dan rutialistik (Hidayat, 2000:10).

(7)

4

Dari definisi Islamisasi pengetahuan diatas, ada beberapa model islamisasi pengetahuan yang bisa dikembangkan dalam menatap era globalisasi, antara lain : model purifikasi, model moderenisasi islam, dan model neo-moderenisme.

Purifikasi bermakna pembersihan atau penyucian ilmu pengetahuan agar sesuai dengan nilai dan norma islam.

Model moderenisasi Islam ini berangkat dari kepedulian terhadap keterbelakangan umat islam di dunia kini, yang disebabkan oleh kepicikan berpikir, kebodohan, dan keterpurukan dalam memahami ajaran agamanya, sehingga sistem pendidikan islam dan ilmu pengetahuan agama islam tertinggal jauh dibelakang non-Muslim (Barat).

Sedangkan model neo-modernisme berusaha memahami ajaran – ajaran dan nilai – nilai mendasar yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Sunnah dengan mempertimbangkan khaznah intelektual Muslim klasik serta mencermati kesulitan – kesulitan dan kemudahan – kemudahan yang ditawarkan oleh dunia iptek. Landasan metodologis islamisasi pengetahuan model ini, menurut Saiful Muzani (1993) adalah sebagai berikut : pertamporera, persoalan – persoalan kontemporer umat islam harus dicari kejelasannya dari tradisi dan hasil ijtihad para ulama yang merupakan hasil interpretasi terhadap Al-Qur’an. Kedua, bila dalam tradisi tidak ditemukan jawaban yang sesuai dengan kondisi komtemporer, harus menelaah konteks sosio-historis dari ayat – ayat Al-Qur’an yang menjadi landasan ijtihad para ulama tersebut. Ketiga, melalui telaah historis akan terungkap pesan moral Al-Qur’an. Keempat, setelah itu baru menelaahnya dalam konteks umat islam dewasa ini dengan bantuan hasil – hasil studi yang cermat dari ilmu pengetahuan atas persoalan yang bersifat eavaluatif dan legiminatif sehingga memberikan pendasaran dan arahan moral terhadap persoalan yang ditanggulangi. Dari berbagai pengetahuan dan model islamisasi pengetahuan diatas dapat disimpulkan bahwa islamisasi dilakukan dengan upaya membangun kembali semangat umat islam dalam mengembangkan ilmu pengetahuan melalui kebebasan penalaran intelektual dan kajian – kajian rasional empiric dan filosofis dengan tetap merujuk kepada kandungan Al-Qur’an dan Sunnah nabi, sehingga umat islam bangkit dan maju menyusul ketertinggalannya dari umat lain, khususnya barat.

2.2. Pendekatan Islam Terhadap Dikotomi Ilmu

Berbeda dengan Barat, bagi dunia Islam dikotomi bisa mengandung bahaya. Pandangan dikotomi dapat mengancam realisasi islam dalam kehidupan pribadi dan kebersamaan bermasyarakat, bahkan dikhawatirkan mendistorsi syari’ah. Akibat yang dirasakan di dalam masyarakat ilmu, seni, dan teknologi adalah menjadi wajarnya

(8)

5

pendapat yang berpendidikan ilmu, seni, dan teknologi adalah bebas nilai. Oleh Karena itu, ilmu berkembang tanpa arah yang jelas dari perspektif kesejahteraan umat manusia. Di negara – negara maju (Barat), para ilmuan seperti berlomba mengembangkan sains dan teknologi yang mempunyai potensi destruktif sangat tinggi bukan saja terhadap komunitas lain, melainkan juga terhadap komunitasnya sendiri. Bisa dibayangkan jika saja beberapa negara maju terlibat perang dengan menggunakan kemampuan senjata dan rudal andalanya, hampir bisa dipastikan dunia ini akan hancur. Bila dikotomi ilmu berkembang di dunia Islam, maka di antara akibatnya adalah tersosialisasikan adanya pembelahan antara ilmu pengetahuan umum dan agama. Pengetahuan umum di samping pengetahuan yang mencakup berbagai disiplin dan bidang kehidupan manusia secarakompleks dan plural, juga dimaksudkan sebagai ilmu yang tidak ada kaitan sama sekali dengan agama. Sedangkan ilmu pengetahuan agama dimaksudkan sebagai ilmu pengetahuan yang terbatas bahasannya pada persoalan – persoalan akidah, ibadah, dan akhlak semata. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan agama adalah ilmu pengetahuan yang wilayah bahasannya terbatas pada keimanan, ritual, dan ethik.

Selanjutnya umat islam akan mengalami salah paham terhadap islam sendiri. Agama Islam yang seharusnya memiliki ajaran yang universal, ternyata disalah pahami, sehingga dianggap hanya memiliki ruang gerak pranata kehidupan yang sempit sekali. Oleh karena itu, pembagian pengetahuan yang bersifat dikotomis itu, tentu tidak diterima oleh Islam, karena berlawanan dengan kandungan ajaran Islam sendiri. Jika ini terus – menerus, maka akan terjadi malapetaka bagi masa depan umat dan peradaban islam. Sehingga harus ada usaha keras untuk meluruskannya dalam perspektif Islam.

2.3. Latar Belakang Perlunya Integrasi Ilmu – Ilmu Agama Islam dan Ilmu – Ilmu Umum

Maraknya kajian dan pemikiran integrasi keilmuan (Islamisasi ilmu pengetahuan) dewasa ini yang santer didengungkan oleh kalangan intelektual muslim, antara lain Naquub Al-Attas dan Ismail Raji’Al-Faquri (1984: ix-xii), tidak lepas dari kesadaran berislam ditengah dunia gobal yang sarat dengan kemajuan ilmu teknologi.

Potensi keyakinan terhadap sistem Islam yang bisa mengungguli sistem ilmu pengetahuan Barat yang tengah mengalami krisis identitas inilah yang kemudian memberikan kesadaran baru kepada umat islam untuk melakukan upaya Islamisasi ilmu pengetahuan.

(9)

6

Usaha menuju integrasi keilmuan sejatinya telah dimulai sejak abad ke-9, meski mengalami pasang surut. Pada masa Al-Farabi (lahir tahun 257 H/890 M) gagasan tentang kesatuan dan hierarki ilmu yang muncul sebagai hasil penyelidikan hidup subur dan mendapatkan tempatnya. Tak peduli dari saluran mana saja, manusia – pencari ilmu pengetahuan – mendapatkan ilmu itu (Osman Bakar, 1998:61-2). Dengan demikian, gagasan integrasi keilmuan Al-Farabi dilakukan atas dasar wakyu Islam dari ajaran – ajaran Al-Qur’an dan Hadist.

Usaha Natsir untuk mengintegralkan sistem pendidikan Islam direalisasikan dengan mendirikan lembaga pendidikan islam, yang menyatukan dua kurikulum, antara kurikulum yang dipakai sekolah – sekolah tradisional yang lebih banyak memuat pelajaran umum (Arman Arief, tt:iii). Tidak beda jauh dengan gagasan yang dikembangkan Harun Nasution dalam upayanya menyatukan dikotomi ilmu – ilmu agama Islam dan ilmu – ilmu umum di lembaga pendidikan tinggi Islam.

Setidaknya ada dua sebab utama kelemahan pendekatan ini.

 Pertama, akar keilmuan yang berbeda antara ilmu – ilmu agama dan ilmu – ilmu umum.

 Kedua, modernisasi dan Islamisasi ilmu pengetahuan melalui kurikulum dan kelembagaan, walaupun dilakukan dengan tujuan terciptanya integralisme dan integrasi keilmuan Islam dan umum, sampai kapanpun akan tetap menyisakan dikotomi keilmuan.

Berbagai dikotomi antara ilmu – ilmu agama Islam dan ilmu – ilmu umum pada kenyataannya tidak mampu diselesaikan dengan pendekatan modernisasi sebagimana dilakukan Abduh dan Ahmad Khan atau Mukti Aki dan Harun Nasution, amak Ismail Raji Al-Faruqi dan Naquib Al-Attas melakukan pendekatan berbeda dalam rangka Islamisasi pengetahuan (integrasi keilmuan), yakni dengan pendekatan purifikasi atau penyucian.

Dikotomi keilmuan sebagai penyebab kemunduran berkepanjangan umat Islam ini sudah berlangsung sejak abad ke-16 hingga abad ke-17 yang dikenal sebagai abad stagnasi pemikiran Islam. Dikotomi ilmu – ilmu agama Islam dan ilmu – ilmu umum juga disebabkan karena adanya kolonialisme Barat atas dunia Islam sejak abad ke-18 hingga abad ke-19, dimana negara – negara Islam tidak mampu menolak upaya – upaya yang dilakukan Barat, terutama injeksi budaya dan peradabannya.

(10)

7

Dikotomi ini pada kelanjutannya, berdampak negative terhadap kemajuan Islam. Menurut Ikhrom (2001: 87-89), setidaknya ada empat masalah akibat dikotomi ilmu – ilmu umum dan ilmu – ilmu Islam.

 Pertama, munculnya ambivalensi dalam sistem pendidikan islam; dimana selama ini, lembaga – lembaga semacam pesantren dan madrasah mencitrakan dirinya sebagai lembaga pendidikan Islam dengan corak tafaqquh fi al-din yang menganggap persoalan mu’amalah bukan garapan mereka; sementara itu modernisasi sistem pendidikan dengan memasukan kurikulum pendidikan umum kedalam lembaga tersebut telah mengubah citra pesantren dan madrasah sebagai lembaga tafaqquh fi al-din tersebut.

 Kedua, munculnya kesenjangan antara sistem pendidikan Islam dan ajara Islam. Sistem pendidikan yang ambivalen mencerminkan pandangan dikotomis yang memisahkan ilmu – ilmu agama Islam dan ilmu – ilmu umum (Kuntowijoyo, 1991: 352).

 Ketiga, terjadinya didintegrasi sistem pendidikan Islam, dimana masing – masing sistem :( (modern/umum) Barat dengan agama (Islam) tetap bersikukuh mempertahankan kediriannya.

 Keempat, munculnya inferioritas pengelola lembaga pendidikan Islam. Hal ini disebabkan karena sistem pendidikan Barat yang pada kenyataannya kurang menghargai nilai – nilai kultural dan moral telah dijadikan tolak ukur kemajuan dan keberhasilan sistem pendidikan bangsa kita.

Dengan demikian, paradigma integrasi ilmu – ilmu agama dan ilmu – ilmu umum muncul sebagai bentuk kekhawatiran sebagian pemikir muslim terhadap ancaman yang sangat dominan terhadap pandangan non-muslim, khususnya pandangan ilmuwan Barat sehingga umat Islam harus menyelamatkan identitas dan otoritas ajaran agamanya.

2.4. Paradigma Ilmu – Ilmu Agama Islam dan Ilmu – Ilmu Umum

a. Paradigma Integrasi – Interkoneksi

Paradigma Integrasi – Interkoneksi itu muncul karena adanya dikotomi pendidikan agama sains, dan filsafat. Selain itu disebabkan oleh perilaku manusia yang berperilaku tidak pada mestinya. Ditambah pada krisis lingkungan energi dan lain – lain. Faktanya dikotomi pendidikan lah yang menjadi pangkal dari segala faktor munculnya paradigma integrasi – interkoneksi. Dengan adanya paradigma

(11)

8

integrasi – interkoneksi ini diharapkan mampu mencapai keterpaduan antara pendidikan agama, sains, dan filsafat. Segala krisis dapat teratasi atau paling tidak berkurang.

b. Pengertian, Tujuan, dan Harapan Integrasi – Interkoneksi

Integrasi – Interkoneksi adalah suatu paradigma, pendekatan, sebagai upaya mempertemukan ilmu agama (Islam), dengan ilmu – ilmu umum dengan filsafat. Salah satu universitas yang menggunakan paradigma ini adalah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. UIN Sunan Kalijaga menggunakan pedoman ini untuk menyatukan ilmu umum/sains, agama dan filsafat agar bisa tercapai kesatuan ilmu yang intergratif dan interkonektif. Prof. H. Amin Abdullah adalah tokoh penggagas integrasi di UIN Sunan Kalijaga. Integrasi – Interkoneksi keilmuan diemban sebagai visi dan misi dari UIN Sunan Kalijaga sebagai awal perubahan atau transformasi dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga menjadi UIN Sunan Kalijaga pada tahun 2004. Dialog keilmuan yang bersifat integrasi – interkoneksi dilakukan dalam wilayah internal ilmu – ilmu keislaman, juuga dikembangkan integrasi-interkoneksi ilmu-ilmu keislaman dengan ilmu umum. Diantara ilmu umum dan ilmu keislaman menyadari akan keterbatasan pada masing – masing ilmu. Oleh karena itu, perlu adanya dialog diantara keduanya, kerjasama, guna melengkapi kekurangan pada masing – masing ilmu jika masing – masing berdiri sendiri. Paradigma integrasi-interkoneksi ini diharapkan mampu mendialogkan segitiga keilmuan UIN Sunan Kalijaga yang dikenal dengan sudut hadarah al-nas, hadarah al-‘ilm, dan hadarah al-falsafah. Sehingga semua matakuliah yang disampaikan dan dikembangkan di UIN Sunan Kalijaga harus mencerminkan sebuah keilmuan yang terpadu. Saling menunjang diantara ketiga entitas keilmuan yang ada (pengembangan keilmuan yang secara dikotomis). Selain itu, integrasi-interkoneksi diharapkan mampu menjadi solusi dari berbagai krisis yang melanda manusia dana lam dewasa ini sebagai akibat dari ketidakpedulian suatu ilmu terhadap ilmu yang lain.

c. Landasan Integrasi-Interkoneksi

Ada beberapa landasan dalam membangun integrasi-interkoneksi, diantaranya : normative-teologis, filosofis, kultural, sosiologis, psikologis, historis.

 Landasan Normatif-teologis

Cara memahami sesuatu dengan menggunakan ajaran yang diyakini berasal dari Tuhan. Bersifat mutlak. Al-Qur’an dan Al-Sunnah tidak

(12)

9

membedakan antara ilmu – ilmu agama (Islam) dan ilmu – ilmu umum (sains-teknologi dan sosial humaniora)

 Landasan filosofis

Perpaduan antara ilmu agama dan ilmu umum diharapkan mampu memahami kompleksitas kehidupan manusia

 Landasan cultural

Pendidikan tidak boleh mengabaikan budaya (potensi) lokal. Jika budaya atau potensi lokal tidak dijadikan basis pengembangan keilmuan maka akan terjadi proses elitism ilmu, sehingga ilmu menjadi kurang berfungsi dalam kehidupan nyata.

 Landasan sosiologis

Landasan sosiologis ini muncul karena adanya anggapan lulusan Universitas Islam atau UIN Sunan Kalijaga kurang mampu menyelesaikan masalah masyarakat. Dengan paradigma integrasi – interkoneksi para lulusan Universitas Islam mampu menyelesaikan masalah masyarakat

 Landasan psikologi

Adanya pembacaan parsial dapat menyebabkan perpecahan kepribadian. Oleh karena itu adanya landasan psikologis diharapkan mengubah menjadi pembacaan secara terpadu dan menyeluruh memperkuat kepribadian.

 Landasan historis

Pada abad modern tekanan dari ilmu-ilmu agama mulai berkurang, bahkan hampir tidak ada. Ilmu umum mampu berkembang pesat, namun mengabaikan norma-norma agama dan ilmu umum meningkat, dari kompak menjadi sejahtera dan mencapai puncak lestari.

2.5. Ilmu – Ilmu Agama Islam

Ilmu – ilmu agama Islam, atau yang dalam Bahasa Al-Ghazali disebut dengan al-ulum al-syariah merupakan ilmu – ilmu yang diperoleh dari nilai – nilai dan tidak hadir melalui akal, seperti aritmatika atau melalui riset, seperti ilmu kedokteran atau melalui pendengaran seperti ilmu Bahasa.

 Ilmu Tauhid/Ilmu Aqidah

Ilmu tauhid adalah ilmu yang membicarakan tentang sifat – sifat Allah SWT dan sifat – sifat para utusannya yang terdiri dari sifat yang wajib, sifat

(13)

10

jaiz dan sifat yang mustahil, selain dari itu juga menerangkan segala yang memungkinkan dapat diterima oleh akal, untuk menjadikan bukti dan dalil, dengan dibantu oleh masalah sam’iyat agar dapat mempercayai dalil itu dengan yakin tanpa keraguan di hati.

Kitab : Aqidatul Awwam, Jauhid Tauhid, dll.

 Ilmu Al-Qur’an/Ulumul Qur’an

Secara etimologi, kata Ulumul Qur’an berarti dari Bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata ulum adalah bentuk jama’ dari kata “ilmu” yang berarti ilmu – ilmu. Kata ulum yang disandarkan kepada kata Al-Qur’an telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaannya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian, imlu tafsir, ilmu qira’at, ilmu rasmil Qur’an, ilmu I’jazil Qur’an, ilmu asbabun nuzul, dan ilmu – ilmu yang ada kaitannya dengan Al-Qur’an menjadi bagian dari ulumul Qur’an.

Ilmu yang membahas tentang keadaan Al-Qur’an dari segi turunnya, sanadnya, adabnya, makna – maknanya, baik yang berhubungan dengan hukum – hukumnya, dan sebagainya.

 Ilmu Akhlaq

Ilmu akhlak adalah ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku manusia agar mempunyai adab dan sopan santun dengan pergaulan baik perbuatan sesame manusia maupun dengan Sang Pencipta. Kita dibina untuk mengetahui peraturan dan prosedur yang sesuai agar tidak bertindak sesuka hati. Bila kita mampu mengimplementasikan ilmu ini maka pergaulan akan menjadi indah dan sangat disayangi baik oleh manusia, hewan maupun Sang Pencipta seperti Akhlak Nabi Muhammad SAW. Nabi sendiri diutus, yang pertama tugasnya adalah memperbaiki akhlak manusia yang saat itu semua menjurus akhlak Jahiliyah.

(14)

11

 Ilmu Hadits

Ilmu hadits atau yang sering diistilahkan dalam Bahasa Arab dengan Ulumul Hadits yang mengandung dua kata, yaitu ‘ulum’ dan ‘al-hadis’. Kata ulum dalam Bahasa Arab adalah bentuk jamak dari ‘ilm, yang berarti ilmu – ilmu, sedangkan al-Hadis dari segi Bahasa mengandung beberapa arti, diantaranya baru, sesuatu yang dibicarakan, sesuatu yang sedikit dan banyak.

Kitab : Fathul Bari, Subulus Salam, Bulughul Maram, dll.

 Ilmu Ushul Fiqih

Kata ushul fiqh adalah kata ganda yang berasal dari kata “ushul” dan “fiqh” yang secara etimologi mempunyai arti “faham yang mendalam”. Sedangkan ushul fiqh dalam definisinya secara termologis adalah ilmu tentang kaidah – kaidah yang membawa kepada usaha merumuskan hukum – hukum syara’ dari dalil – dalilnya yang terpenci.

Kitab : Al-Ushul min Ilmil Ushul

 Ilmu Fiqih

Ilmu fiqih adalah ilmu untuk mengetahui hukum Allah yang dihubungkan dengan segala amaliah makallaf baik yang wajib, sunah, mubah, makruh atau haram yang digali dari dalil – dalil yang jelas (tafshili). Produk ilmu fiqih adalah “fiqih”. Sedangkan kaidah – kaidah istinbath (mengeluarkan) hukum dari sumbernya dipelajari dalam ilmu “Ushul Fiqih”.

Kitab : Kifayatul Akhyar, Safinatun Najah

 Ilmu Faraidh

Faroidh adalah bentuk kata jamak dari kata faridhoh. Sedangkan Faridhoh diambil dari kata fardh yang artinya taqdir (ketentuan). Ilmu Faraidh merupakan bagian dari Ilmu Fiqih yaitu Ilmu yang membahas hukum – hukum waris dan ketentuan – ketentuan serta pembagian – pembagiannya. Kitab : Matan Ar-Rahbiyah

 Ilmu Tajwid

Pengertian Tajwid menurut Bahasa (ethimologi) adalah memperindah sesuatu. Sedangkan menurut istilah, Ilmu Tajwid adalah pengetahuan tentang kaidah serta cara – cara membaca Al-Qur’an dengan sebaik –

(15)

12

baiknya. Tujuan ilmu tajwid adalah memelihara bacaan Al-Qur’an dari kesalahan dan perubahan serta memelihara lisan (mulut) dari kesalahan membaca. Belajar ilmu tajwid itu hukumnya fardlu kifayah, sedangkan membaca Al-Qur’an dengan baik (sesuai dengan ilmu tajwid) itu hukumnya Fardlu ‘Ain.

(16)

13

BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Integrasi adalah pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat. 2. Islamisasi adalah menunjuk pada proses pengislaman, dimana objeknya adalah

orang atau manusia, bukan ilmu pengetahuan maupun objek lainnya. 3. Paradigma dalam disiplin ilmu adalah cara pandang orang terhadap diri dan

lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir, bersikap, dan bertingkah laku, sedangkan integrasi ilmu adalah penyatuan ilmu islam dengan ilmu – ilmu yang lain, sehingga ilmu – ilmu tersebut tidak bertentangan dan dikotomis.

4. Paradigma integrasi ilmu berarti cara pandang tertentu atau model pendekatan tertentu terhadap ilmu pengetahuan yang bersifat menyatukan, disebut paradigma integrasi ilmu integrative atau singkatnya paradigma integrasi ilmu integralistik yaitu pandangan yang melihat sesuatu ilmu sebagai bagian dari keseluruhan. 5. Pada dasarnya, Islam dan sains adalah sebuah kesatuan. Artinya, tanpa

diintegrasikan pun sebenarnya keduanya sudah terintegrasi dari asalnya. Jika ada pemisahan antara Islam dan sains, sebagaimana yang terjadi di dunia Islam, itu disebabkan karena kesalahpahaman dalam memahami nilai-nilai ajaran Islam yang universal (kaafah).

6. Agama dan ilmu dalam beberapa hal berbeda, namun dalam pada sisi tertentu memiliki kesamaan. Agama lebih mengedepankan moralitas dan menjaga tradisi yang sudah mapan (ritual), denderung eksklusif, dan subjektif. Sementara ilmu selalu memcari yang baru, tidak terlalu terkait dengan etika, progresif, bersifat inklusif, dan objektif. Kendati agama dan ilmu yang berbeda, keduanya memiliki kesamaan yakni bertujuan memberi ketenangan dan kemudahan bagi manusia.

3.2. Saran

Konsep ilmu pada masa abad pertengahan dan para ilmuwan Muslim diantaranya Al-Farabi, Ibnu Khaldun, Al-Ghazali maupun Al-Siraziy yang dibawanya pada dasarnya masih belum ada klarifikasi ilmu disatu sisi dan agama disisi lain. Klarifikasi ilmu yang diberikan para ahli pada masa ini bukan bertujuan untuk lebih

(17)

14

mempermudah manusia dalam mempelajari ilmu agar manusia memiliki keahlian tertentu dalam disiplin keilmuan, tapi tidak menafikkan ilmu lain sehingga terjadi keseimbangan dalam dirinya yang membawa kemanfaatan. Dan inilah falsafah yang dikandung al qur’an terkait dengan ilmu sebagaimana tercermin dalam wahyu pertama surat al – ‘Alaq: 1-5.

(18)

15

DAFTAR PUSTAKA

https://www.slideshare.net/mobile/AbuyThea/makalah-integrasi-ilmu

Pengembangan Paradigma Integrasi Ilmu: Harmonisasi Islam dan Sains dalam Pendidikan Fahri Hidayat (Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto)

Referensi

Dokumen terkait

Sub-CPMK14 : Mahasiswa mampu merencanakan kegiatan pengembangan solusi TIK dengan bantuan perangkat lunak manajemen proyek, menganalisa, merancang, mengembangkan model

• menganalisi konsep diskriminasi harga • menganalaisis kebijakan publik mengarah monopolis Project Based Learning Penugasan Mahasiswa : Synchronous 1 x 50’ Asynchronous: 2 x

• Mampu mengaplikasikan konsep dan prinsip dasar dalam ilmu kesehatan lingkungan dan kesehatan dan keselamatan kerja dan mampu memanfaatkan untuk melakukan analisis

Pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politk Universitas Muhammadiyah Yogyakarta..

personilnya dan terbatas yang menguasai proses penyidikan khususnya dibidang Reskrim terutama dalam hal menagani kasus dugaan pemalsuan sertipikat hak atas tanah masih sangat

M1 Mahasiswa memahami dan menguasai Sifat aljabar bilangan real, aksioma medan real (lapangan bilangan real), bilangan rasional dan bilangan irrasional, sifat urutan bilangan

Mata kuliah kimia ini mengajarkan pada mahasiswa gizi tentang kimia dasar anorganik dan organik meliputi pemahaman tentang atom, molekul, dan ion; stoikiometri; reaksi dalam

 Mampu mengaplikasikan konsep dan prinsip dasar dalam ilmu kesehatan lingkungan dan kesehatan dan keselamatan kerja dan mampu memanfaatkan untuk melakukan analisis