ABSTRAK
ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PEMBAYARAN
MENGGUNAKAN KARTU (APMK) DAN UANG ELEKTRONIK (E-MONEY) TERHADAP PERMINTAAN UANG KARTAL DI INDONESIA
(2008:01-2013:12)
Oleh
LUTFIDA SIWINASTITI
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh antara variabel transaksi pembayaran non tunai menggunakan APMK (kartu kredit, kartu ATM, kartu debit) dan uang elektronik (e-money) terhadap permintaan uang kartal di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang. Dalam penelitian ini, penggunaan APMK dan e-money dicerminkan dari volume transaksi yang tercipta dari penggunaan kartu kredit, kartu ATM, kartu debit dan e-money. Model analisis yang digunakan adalah alat analisis ekonometrika model koreksi kesalahan Error Correction Model (ECM) Model ini dapat menjelaskan perilaku jangka pendek maupun jangka panjang. Hasil analisis menunjukkan bahwa transaksi pembayaran non tunai dengan menggunakan APMK (kartu kredit, kartu ATM, kartu debit) memiliki pengaruh negatif dan signifikan dalam jangka pendek dan jangka panjang terhadap permintaan uang kartal di Indonesia. Sedangkan, transaksi pembayaran non tunai dengan menggunakan uang elektronik (e-money) berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan uang kartal di Indonesia baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
ABSTRACT
EFFECT ANALYSIS OF THE USE OF PAYMENT CARD (APMK) AND ELECTRONIC MONEY (E- MONEY) TO THE DEMAND FOR CURRENCY
IN INDONESIA (2008:01-2013:12)
By
LUTFIDA SIWINASTITI
This study aims to analyze the influence of variables of non-cash payment transactions using APMK (credit cards, ATM cards, debit cards) and electronic money (e-money) against the demand for currency in Indonesia in the short and long run. In this study, the use of APMK and e-money are reflected on the volume of transactions created by the use of credit cards, ATM cards, debit cards and e-money. Model used the tool of Error Correction Model (ECM) of econometrical analysis This model can explain the behavior of short and long run. The results showedthat non-cash payment transactions using APMK (credit cards, ATM cards, debit cards) have negative and significant impact in the short and long run on the demand for currency in Indonesia. Meanwhile, non-cash payment transactions using electronic money (e-money) has positive and significant impact on the demand for currency in Indonesia in the short and long run.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 24 September 1991, sebagai anak pertama
dari tiga bersaudara, dari Bapak Adi Purwantoro, S.E., M.M. dan Ibu Atik Yudhiarti,
Amd.
Penulis memulai pendidikan formal tahun 1997 di SDN Teladan 02 Rawa Laut,
Pahoman, Bandarlampung dan diselesaikan pada tahun 2003. Kemudian, penulis
melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 196 Jakarta Timur dan
diselesaikan pada tahun 2006 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 58
Jakarta Timur diselesaikan pada tahun 2009.
Tahun 2010, penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Lampung melalui jalur
SNMPTN dan menjalani aktifitas sebagai mahasiswa jurusan Ekonomi
Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Pada tahun 2013, penulis mengikuti
Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama 40 hari di Desa Neglasari Kabupaten Pringsewu.
Di tahun yang sama, penulis mengikuti Kuliah Kunjung Lapangan (KKL) di Bank
MOTO
“Barangsiapa bersungguh-sungguh, sesungguhnya kesungguhannya itu adalah untuk
dirinya sendiri” (QS. Al-Ankabut: 6)
“Barangsiapa bertakwa pada Allah, maka Allah memberikan jalan keluar kepadanya dan memberi rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Barangsiapa yang bertaqwa pada Allah, maka Allah jadikan urusannya menjadi mudah. barangsiapa yang bertaqwa pada Allah akan dihapuskan dosa- dosa nya dan mendapatkan pahala
yang agung” (QS. Ath-Thalaq: 2, 3, 4)
"Engkau berpikir tentang dirimu sebagai seonggok materi semata, padahal di dalam dirimu tersimpan kekuatan tak terbatas"
(Ali Bin Abi Thalib RA)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini Saya persembahkan untuk Allah SWT, sebagai rasa syukur atas ridho-Nya
serta karunia-Nya sehingga skripsi ini telah terselesaikan dengan baik.
Alhamdulillaahirabbil’alamiin.
Untuk Bapak Adi Purwantoro dan Ibu Atik Yudhiarti, terima kasih atas doa,
kesabaran, motivasi, bimbingan dan saran yang selama ini tak henti diberikan untuk
kelancaran skripsi ini.
Kedua adik perempuan Saya, Lutfira Abidarini dan Lutfika Radhiansari, terima kasih
atas doa, motivasi dan keceriaannya.
Dosen-dosen serta sahabat-sahabat terbaik yang turut memberikan saran, motivasi,
juga doa yang menambahkan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.
Juga almamater tercinta. Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
SANWACANA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Penggunaan Alat Pembayaran
Menggunakan Kartu (APMK) dan Uang Elektronik (E-Money) Terhadap Permintaan
Uang Kartal di Indonesia (2008:01 – 2013:12)” adalah salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana Ekonomi di Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Satria Bangsawan, S.E., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Lampung;
2. Bapak Muhammad Husaini, S.E., M.Si., selaku Ketua Jurusan Ekonomi
Pembangunan;
3. Ibu Asih Murwiati, S.E., M.E., selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan;
4. Ibu Tiara Nirmala, S.E.,M.Sc., selaku Pembimbing atas kesediaannya untuk
6. Bapak Muhammad Husaini, S.E., M.Si., selaku Pembimbing Akademik atas
semangat, doa dan dukungannya selama ini;
7. Seluruh staf pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung;
8. Bapak dan Ibu Staf Administrasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Lampung;
9. Yang tercinta Bapak dan Ibuku atas kasih sayang, doa yang tulus, kesabaran,
motivasi, perhatian, pengorbanan, dan dukungannya selama ini;
10.Yang tersayang kedua adikku Lutfira Abidarini dan Lutfika Radhiansari atas doa,
motivasi dan keceriaannya selama ini;
11.Yang terkasih Dhani Dharmawan atas doa, perhatian, motivasi, kesetiaan dan
kesabarannya selama ini;
12.Keluarga besar Bapak Adi Purwantoro dan Ibu Atik Yudhiarti atas doa, kasih
sayang, harapan dan motivasinya;
13.Keluarga besar Bapak Bambang Soewondo dan Ibu Titin Suprihatin atas doa,
harapan, kasih sayang, bantuan dan motivasinya;
14.Keluarga besar Bapak Marwan, Ibu Dyah dan Livia Danisha atas doa, dukungan
dan bantuannya selama ini;
15.Sahabat tercinta dan tersayang, Gita Krishanti dan Firlana Bunga Fatimah serta
teman- teman Vokasi Perumahsakitan Universitas Indonesia yang selalu
17.Sahabat – sahabat seperjuangan Tutwuri, Shinta, Monica, Dina, Sonia, Dania,
Tetik, Desta, Renny, Susanti, Claudya, Dwintha, Devy, Citra, Icha, Hana, Yanu,
Irfan, Andhyka, Kevin, Yogi atas motivasi, kerja dan kekompakkannya selama
ini;
18.Sahabat- sahabat KKN penulis Lala, Idha, Yosita, Rendy, Angga, Azis, Bang
Ryo, Ganda yang telah menjadi penyemangat penulis dalam menyusun skripsi ini;
19.Keluarga kecil Kost Hj. Erma, Ibu Erma, Mbak Tika, Mbak Nopa, Septi, Bebby,
Muthia, Fanny, Yuzu cang, Resti, Nurma, Ira, Mbak Rut, Eka, Ungga, atas canda,
tawa, harapan, kebersamaan yang selalu kalian berikan kepada penulis;
20.Rekan – rekan angkatan 2010, kakak tingkat dan adik tingkat Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Lampung;
21.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu – persatu yang telah
memberikan bantuan dalam penulisan skripsi.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan
tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua. Aamiin Ya Rabbalalamiin.
Bandarlampung, Juli 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 11
C. Tujuan Penelitian ... 13
D. Kerangka Pemikiran ... 14
E. Hipotesis Penelitian ... 15
F. Ruang Lingkup ... 15
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis ... 16
1. Definisi Sistem Pembayaran ... 16
2. Sejarah Perkembangan Sistem Pembayaran ... 17
3. Sistem Pembayaran di Indonesia ... 18
3.1. Sistem Pembayaran Tunai... 18
3.2. Sistem Pembayaran Non Tunai ... 20
4. APMK (Alat Pembayaran Menggunakan Kartu) ... 22
4.1. Kartu Kredit ... 22
4.2. Kartu ATM... 24
4.3. Kartu Debit... 24
5. Uang Elektronik (E-Money) ... 28
6. Teori Permintaan Uang ... 33
6.1. Teori Klasik ... 33
6.2. Teori Keynes ... 37
6.3. Teori Pasca Keynes ... 40
1. Model Ekonomi ... 47
2. Model ECM (Error Correction Model) ... 47
D. Prosedur Analisis Data ... 49
1. Uji Stasioneritas ... 49
2. Uji Kointegrasi ... 50
E. Analisis Data ... 51
1. Uji Asumsi Klasik ... 51
1.1. Uji Normalitas ... 51
1.2. Uji Multikolinearitas ... 52
1.3. Uji Autokorelasi ... 52
1.4. Uji Heteroskedastisitas ... 53
2. Uji Hipotesis ... 53
2.1. Uji t-statistik ... 53
2.2. Uji F-statistik ... 54
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 56
1. Uji Stasioneritas ... 56
1.1. Uji Stasioneritas Data pada Ordo Level ... 57
1.2. Uji Stasioneritas Data pada Ordo First Difference ... 58
2. Uji Kointegrasi ... 59
3. Error Correction Model (ECM) ... 60
4. Uji Asumsi Klasik ... 63
4.1. Uji Normalitas ... 63
4.2. Uji Multikolinearitas ... 63
4.3. Uji Autokorelasi ... 64
4.4. Uji Heteroskedastisitas ... 64
5. Uji Hipotesis ... 65
5.1. Uji t-statistik ... 65
5.2. Uji F-statistik ... 65
B. Pembahasan ... 66
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 71
B. Saran ... 72
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Penelitian Terdahulu ... 41
2. Nama, Satuan Pengukuran Variabel, dan Sumber Data ... 45
3. Hasil Uji Stasioneritas Phillips-Perron Unit Root Periode Januari 2008-Desember 2013 pada Ordo Level ... 57
4. Hasil Uji Stasioneritas Phillips-Perron Unit Root Periode Januari 2008-Desember 2013 pada Ordo First Difference ... 58
5. Hasil Uji Stasioneritas Phillips-Perron Unit Root Periode Januari 2008-Desember 2013 pada Ordo Level untuk Data Residual dari Estimasi ... 59
6. Hasil Estimasi ECM ... 60
7. Uji Normalitas ... 63
8. Uji Multikolinearitas ... 63
9. Uji Autokorelasi ... 64
10. Uji Heteroskedastisitas ... 64
11. Hasil Uji t-Statistik pada Persamaan ECM ... 65
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Jumlah APMK dan E-Money yang Beredar di Indonesia ... 6
2. Kerangka Pemikiran ... 14
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem pembayaran dalam transaksi ekonomi mengalami kemajuan yang pesat seiring
dengan perkembangan teknologi yang canggih. Kemajuan teknologi dalam sistem
pembayaran telah menggantikan peranan uang tunai (currency) yang dikenal
masyarakat sebagai alat pembayaran pada umumnya ke dalam bentuk pembayaran
non tunai yang lebih efektif dan efisien. Hal ini didukung dengan semakin banyaknya
perusahaan-perusahaan ataupun pusat perbelanjaan di Indonesia yang menerima
transaksi pembayaran dengan menggunakan sistem pembayaran non tunai. Cepat,
aman, nyaman, mudah dan efesien dalam bertransaksi merupakan alasan masyarakat
Indonesia memiliki respon yang besar terhadap sistem pembayaran non tunai dan
sistem pembayaran non tunai ini telah dikembangkan oleh pihak bank maupun non
bank sebagai lembaga penyelenggara sistem pembayaran di Indonesia.
Perkembangan teknologi informasi yang diikuti dengan tingkat persaingan bank
yang semakin tinggi mendorong sektor perbankan atau non bank untuk semakin
inovatif dalam menyediakan berbagai alternatif jasa pembayaran non tunai berupa
payment) yang aman, cepat dan efisien, serta bersifat global (Santomero dan Seater,
1996).
Sistem pembayaran yang efisien dapat diukur dari kemampuan dalam menciptakan
biaya yang minimal untuk mendapatkan manfaat dari suatu kegiatan transaksi.
Pengguna jasa alat pembayaran akan menggunakan jasa alat pembayaran yang
memiliki harga yang relatif lebih rendah sehingga biaya transaksi yang harus
dikeluarkan juga rendah. Melalui penurunan biaya transaksi dan peningkatan
kecepatan transaksi, inovasi pembayaran elektronik membuat sistem pembayaran non
tunai lebih efektif (Snellman dan Vesalla, 1999).
Saat ini pemenuhan kebutuhan masyarakat Indonesia berupa barang dan jasa dapat
diimbangi dengan kemajuan teknologi dalam sistem pembayaran non tunai yang
bersifat elektronik. Menurut Listfield dan Montes-Negret (1994), sistem pembayaran
yang tanpa kertas ini tidak hanya efektif untuk transaksi bernilai besar, melainkan
juga untuk pembayaran rutin (seperti listrik, air ledeng, serta gaji) serta pembayaran
yang sensitif terhadap waktu (seperti, pembayaran bunga).
Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas yang mengatur bidang sistem pembayaran
di Indonesia telah mencanangkan Grand Desain Upaya Peningkatan Penggunaan
Pembayaran NonTunai atau sering disebut dengan Toward a Less Cash Society
(LCS). Perkembangan transaksi pembayaran menuju Less Cash Society merupakan
arah perubahan yang tidak dapat dihindari. Transaksi dengan pembayaran uang secara
yang diperoleh negara melalui penghematan biaya transaksi, diharapkan adanya
kecenderungan arah perubahan transaksi tunai menuju transaksi non tunai. Less cash
society dapat didefinisikan sebagai budaya atau tren yang berkembang di masyarakat
dalam melakukan transaksi pembayaran menggunakan media pembayaran non tunai.
(Van Hove, 2006:21).
Menurut Bank Indonesia (2004), instrumen pembayaran non tunai dapat dibagi
kedalam tiga kategori berdasarkan fisik alat yang digunakan,yaitu :
1. Instrumen- instrumen berbasis warkat/kertas atau paper based instrument.
2. Instrumen- instrumen berbasis kartu atau card based instruments.
3. Instrumen- instrumen berbasis elektronik atau electronic based instruments.
Sistem pembayaran adalah suatu mekanisme yang menunjukkan adanya aliran
sejumlah nilai dari pembeli ke penjual dalam sebuah transaksi. Jika dikaitkan dengan
isu perkembangan sistem pembayaran elektronik yang ternyata terbukti lebih efisien
dari sistem pembayaran paper based maka dapat dikatakan sistem pembayaran
mengalami proses menuju yang lebih efisien. Sejak berkembangnya sistem
pembayaran non tunai elektronik memerlukan biaya hanya sepertiga sampai setengah
dari sistem pembayaran non tunai berbasis kertas (paper based) maka jelaslah bahwa
biaya sosial dalam sistem pembayaran dapat dikurangi dengan mengimplementasikan
Beberapa instrumen pembayaran non tunai yang berkembang di masyarakat sekarang
ini, selain yang umum diketahui seperti kartu kredit, kartu debit, kartu ATM, kartu
prabayar, kartu klub serta e-banking (Bank Indonesia,2004). Isu paling sentral dalam
studi mengenai sistem pembayaran elektronis dewasa ini adalah inovasi sistem
pembayaran elektronik berbasis kartu, terutama Alat Pembayaran dengan
Menggunakan Kartu (APMK) dan uang elektronik (e-money).
Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) adalah seluruh instrumen
sistem pembayaran yang pada umumnya berbasis kartu antara lain: kartu Anjungan
Tunai Mandiri (ATM), kartu kredit, kartu debit, serta jenis kartu lain yang dapat
digunakan sebagai alat pembayaran seperti misalnya kartu smart, e-wallet, serta
beberapa alat pembayaran lain yang dapat dipersamakan dengan kartu (Bank
Indonesia, 2005). Pembayaran elektronis tersebut, pada awal perkembangannya
masih selalu terkait langsung dengan rekening nasabah bank yang menggunakannya.
Dalam perkembangannya, beberapa negara telah menemukan dan menggunakan
produk pembayaran elektronis yang dikenal sebagai uang elektronik (e-money), yang
karakteristiknya berbeda dengan pembayaran elektronis yang telah disebutkan
sebelumnya APMK (kartu ATM, kartu debit dan kartu kredit). E- money tidak
memerlukan proses otorisasi dan keterkaitan langsung (on-line) dengan rekening
nasabah di bank karena e-money merupakan produk stored value yaitu penyimpan
nilai dana tertentu (monetary value) telah tersimpan dalam alat pembayaran yang
elektronik (e-money) sebagai produk stored-value atau prepaid card dimana sejumlah
nilai uang (monetary value) disimpan secara elektronis dalam suatu peralatan
elektronis.
Bank Indonesia mencatat telah ada 22 penerbit kartu kredit yang terdiri dari dua
puluh bank dan dua lembaga selain bank. Penerbit kartu ATM tercatat sebanyak 50
penerbit .Sementara itu, sudah terdapat 56 buah bank yang menerbitkan kartu debit.
Sedangkan penerbit uang elektronik ada 17 penerbit yaitu terdiri dari sembilan bank
dan delapan lembaga non bank.
Pengembangan instrumen sistem pembayaran non tunai berbasis kartu elektronik di
Indonesia memiliki potensi yang besar. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan
transaksi dengan menggunakan APMK (kartu kredit, kartu ATM, kartu debit) dan
e-money yang sangat signifikan dalam beberapa tahun terakhir, adanya kemudahan
dalam penggunaan dan pengembangan teknologi, kecenderungan dan tuntutan
masyarakat untuk bertransaksi dengan menggunakan instrumen yang lebih efisien dan
aman, serta beberapa keunggulan instrumen pembayaran elektronik dibandingkan
dengan penggunaan uang tunai telah mendorong Bank Indonesia untuk lebih
mengupayakan terciptanya masyarakat yang berkecenderungan non tunai.
Metode pembayaran secara transfer antar rekening bank semakin banyak
menggantikan peran uang dalam perdagangan besar dan transaksi transaksi keuangan
nilai besar, sedangkan alat pembayaran menggunakan kartu khususnya dalam bentuk
e-money telah mulai menggantikan peran uang tunai dalam pembayaran retail
(Lahdenpera, 2001).
Sumber : Bank Indonesia (data diolah)
Gambar 1. Jumlah APMK dan E-Money yang Beredar di Indonesia Tahun 2008–2013
Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa peningkatan jumlah kartu pembayaran
elektronik yang beredar merefleksikan kepercayaan masyarakat dan tuntutan
akan sistem pembayaran yang lebih efisien sangat besar diindikasikan dari jumlah
kartu pembayaran elektronis beredar di masyarakat yaitu mencapai 1.044.703.350
dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2013. Masyarakat pada umumya telah memiliki
kepercayaan bahwa sistem pembayaran elektronik yang mengikuti perkembangan
teknologi dan tuntutan kebutuhan masyarakat akan dapat meningkatkan efektifitas
dalam sistem pembayaran yang juga akan menunjang aktivitas kehidupan masyarakat
khususnya di Indonesia.
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Kartu Debit
Kartu ATM
Kartu Kredit
Hal ini yang menarik perhatian para ekonom untuk melakukan kajian ekonomi
mengenai sistem pembayaran elektronik dalam cakupan yang lebih luas, tidak hanya
sebatas sektor perbankan saja. Penelitian mereka berkesimpulan sama, yaitu besarnya
manfaat sistem pembayaran elektronik terhadap perekonomian suatu negara
khususnya bagi lembaga keuangan. Secara empiris, dalam prakteknya di dunia nyata,
keberadaan sistem pembayaran elektronik menuntut penyedia jasa pembayaran
(dalam hal ini perbankan) mencari cara untuk meningkatkan manfaat jasanya bagi
para nasabah yaitu dengan cara menurunkan biaya transaksi. Begitu pula dengan para
pebisnis dan pengusaha, mereka akan mencari cara untuk meminimalisir biaya
transaksi mereka, khususnya yang terkait dengan penggunaan jasa perbankan.
Perkembangan penggunaan sistem pembayaran elektronik akan memberikan
kemudahan transaksi yang akan mendorong penurunan biaya transaksi dan pada
gilirannya dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi (Dias, 2001). Penggunaan
pembayaran elektronik selain meningkatkan pendapatan masyarakat melalui
penurunan biaya transaksi dan penghematan waktu juga meningkatkan pendapatan
masyarakat melalui pendapatan bunga yang diperoleh dari dana kas yang seharusnya
dibawa dalam setiap kali bertransaksi namun ditempatkan di bank dalam bentuk
tabungan. Dari sisi bank atau lembaga penerbit alat pembayaran non tunai,
peningkatan penggunaan pembayaran elektronik merupakan sumber pendapatan
berbasis biaya (fee base income) karena nasabah pengguna pembayaran elektronik
akan dikenakan biaya administrasi setiap bulannya. Selain itu, fee based juga
transfer atau pembayaran tagihan. Khusus untuk alat pembayaran elektronik
berbentuk prepaid cards atau e-money, penerbit memperoleh pendapatan tidak hanya
dari fee based income namun juga dalam bentuk pembiayaan tanpa bunga
(interest-free debt financing) sebesar saldo e-money yang ada di penerbit.
Peningkatan penggunaan sistem pembayaran non tunai seperti APMK (kartu ATM,
kartu debit, kartu kredit) dan uang elektronik (e-money) telah berdampak terhadap
fungsi permintaan uang yang dimana permintaan uang merupakan salah satu faktor
penting untuk bank sentral dalam menentukan kebijakan moneter. Penggunaan alat
pembayaran ini secara perlahan telah merubah pola hidup masyarakat dalam
melakukan transaksi ekonomi. Sebagaimana diuraikan di atas, gambaran efek
substitusi antara sistem pembayaran non tunai dengan uang tunai akan semakin
terlihat jelas. Sebab, kini penggunaan kartu pembayaran jenis tersebut menjadi
alternatif alat transaksi masyarakat selain uang. Bila ditinjau dari sudut ekonomi
makro, apabila perekonomian secara luas menggalakkan penggunaan kartu
pembayaran ini maka hal ini akan berpengaruh negatif terhadap permintaan uang
(Yilmazkuday, 2006).
Seiring perkembangan APMK yang terdiri dari kartu kredit, kartu ATM dan kartu
debit akan berpengaruh negatif terhadap permintaan uang kartal. Kartu kredit yang
memiliki prinsip “buy now, pay later” yaitu dimana transaksi pemilik kartu
ditanggung oleh penerbit kartu terlebih dahulu dan dilunasi oleh pemilik kartu pada
penerbit kartu). Transaksi tersebut dapat memudahkan pemilik kartu karena tidak
perlu membawa uang berlebihan pada saat akan melakukan transaksi, maka kartu
kredit akan memiliki hubungan yang negatif terhadap permintaan uang kartal. Hal ini
didukung oleh penelitian Sahabat (2009), bahwa transaksi kartu kredit memiliki
hubungan yang negatif terhadap permintaan uang kartal.
Selanjutnya, kartu debit dan kartu ATM memiliki hubungan negatif terhadap
permintaan uang kartal karena dalam penggunaannya dapat menunjukkan tingkat
awareness masyarakat akan kemudahan, keamanan dan kenyamanan yang
ditawarkan dari penggunaan kartu debit dan kartu ATM tersebut sehingga, secara
perlahan namun pasti penciptaan masyarakat less cash dapat berkembang di
Indonesia dan kartu debit dapat mensubtitusi penggunaan uang kartal (Sahabat,
2009). Perkembangan e-money sebagai pengganti uang kartal dalam melakukan
transaksi bernominal kecil seperti membayar tol, bensin, transportasi,dll akan
berpengaruh negatif terhadap permintaan uang kartal.
Berdasarkan uraian di atas, ternyata dalam sudut pandang ilmu ekonomi studi
mengenai sistem pembayaran non tunai sangat menarik. Isu paling sentral dalam studi
mengenai alat pembayaran elektronik dewasa ini adalah bagaimana pengaruh inovasi
sistem pembayaran elektronik dengan kartu, dalam hal ini kartu ATM, kartu debit,
kartu kredit dan e-money terhadap permintaan uang (money demand) khususnya di
Ditinjau dari segi makroekonomi, adanya tambahan pendapatan yang diperoleh
konsumen dari penggunaan digital money akan mendorong konsumsi dan permintaan
masyarakat terhadap barang dan jasa yang pada gilirannya berpotensi mendorong
aktivitas sektor riil (Dias, 2001).
Dewasa ini, masyarakat sudah mulai mengurangi kebiasaan untuk membawa uang
dalam jumlah yang besar di dalam dompetnya karena selain dipandang tidak aman
juga dinilai tidak praktis. Besar kecilnya uang yang dapat dibawa oleh masyarakat
dalam dompet atau sakunya dapat dipertimbangkan sebagai kendala bagi masyarakat
untuk melakukan konsumsi. Kehadiran alat pembayaran non tunai berbentuk kartu
menghilangkan kendala tersebut dan berpotensi untuk mendorong kenaikan tingkat
konsumsi. Kemudahan dalam berbelanja yang diberikan bagi nasabah bank yang
memiliki alat pembayaran non tunai dapat mendorong kenaikan konsumsi dari
nasabah tersebut. Kenaikan konsumsi pada akhirnya akan mempengaruhi peningkatan
pendapatan nasional dan dapat mendorong meningkatnya permintaan uang (money
demand).
Dari sisi produsen, peningkatan konsumsi yang diikuti dengan efisiensi biaya
transaksi akan meningkatkan profit bagi produsen yang kemudian berpotensi untuk
mendorong aktivitas usaha dan eskpansi usaha. Semakin efisien biaya transaksi yang
diperoleh dari penggunaan alat pembayaran non tunai semakin besar potensi
peningkatan output. Hal ini pada gilirannya mendorong peningkatan produksi di
penggalakkan penggunaan sistem pembayaran non tunai di masyarakat dalam jangka
panjang akan menghemat biaya cetak uang.
B. Rumusan Masalah
Friedman, et al (1999) mengatakan, bahwa perkembangan teknologi informasi akan
memberikan implikasi pada berkurangnya uang kartal (base money) dalam transaksi
pembayaran. Inovasi sistem pembayaran dengan menggunakan sistem pembayaran
elektronik transfer melalui pasar uang yang modern akan mengurangi kebutuhan dan
permintaan akan perlunya memelihara sejumlah likuiditas (reserve balances) pada
bank sentral.
Perkembangan yang cukup menarik perhatian saat ini adalah kompetisi yang terjadi
antara alat-alat pembayaran elektronik tersebut (Greenspan, 1996). Jumlah penerbit
kartu ATM, kartu debit, kartu kredit dan e- money serta volume transaksi dengan
menggunakan kartu elektronik tersebut semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Perkembangan teknologi informasi (IT) telah memacu kompetisi ini untuk
meningkatkan kepuasan nasabah terhadap layanan perbankan (Warjiyo, 2006).
Perekonomian di berbagai negara kini sedang mencari sistem pembayaran yang ideal
(khususnya dalam transaksi pembayaran yang bernilai besar maupun kecil) dan aman
(khususnya dalam menggunakan teknologi informasi internet). Pembahasan yang
akan dianalisa pada penelitian ini adalah pengaruh penggunaan kartu elektronik
(sebagai alternatif media transaksi masyarakat terhadap permintaan uang, khususnya
society” karena terkendala dari kebiasaan masyarakat Indonesia yaitu memegang
uang. Namun, penggunaan kartu elektronik sebagai alat transaksi pembayaran telah
mendapat tempat dan perhatian tersendiri bagi sebagian masyarakat Indonesia.
Potensi pasar dan bisnis kartu pembayaran kini semakin meningkat seiring dengan
bergulirnya proses pemulihan ekonomi. Disamping memberikan berbagai kemudahan
dalam bertransaksi, penggunaan alat pembayaran non tunai secara luas diduga
memiliki implikasi pada berkurangnya permintaan terhadap uang yang diterbitkan
bank sentral, base money, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi pelaksanaan
tugas bank sentral dalam melaksanakan kebijakan moneter, khususnya dalam
pengendalian besaran moneter (Costa dan Grauwe, 2001).
Beberapa kajian lainnya seperti dilakukan oleh Goodhart (2000), Freedman (2000),
dan Woodford (2000) memiliki sudut pandang yang berbeda terhadap implikasi
perkembangan alat pembayaran non tunai pada kebijakan moneter. Mereka
berpendapat bahwa perkembangan teknologi pembayaran tidak akan mempengaruhi
pelaksanaan kebijakan moneter. Lebih lanjut, Lahdenpera (2001) dalam kajiannya
menyatakan bahwa dampak perkembangan teknologi pembayaran terhadap
pelaksanan kebijakan moneter adalah tergantung pada tingkat preferensi masyarakat
dalam memilih alat pembayaran untuk melakukan transaksi. Pramono, et al (2006)
mencatat bahwa kenaikan pembayaran menggunakan kartu yaitu kartu ATM, kartu
Terkait dengan perdebatan tersebut, penelitian ini mencoba menambah khasanah
literatur dengan mengkaji dampak perkembangan alat pembayaran non tunai
khususnya, pembayaran dengan kartu elektronik terhadap permintaan uang dengan
studi kasus data Indonesia. Kajian ini relevan untuk dilakukan, mengingat pesatnya
perkembangan teknologi sistem pembayaran dan instrumen pembayaran non tunai di
Indonesia.
Dengan demikian permasalahan yang akan menjadi fokus pembahasan, yaitu:
1. Apakah penggunaan APMK (kartu kredit, kartu ATM, kartu debit) dan e-money
berpengaruh terhadap permintaan uang kartal di Indonesia dalam jangka pendek?
2. Apakah penggunaan APMK (kartu kredit, kartu ATM, kartu debit) dan e-money
berpengaruh terhadap permintaan uang kartal di Indonesia dalam jangka panjang?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, terungkap bahwa kajian
empiris antara sistem pembayaran elektronik dengan kartu yaitu kartu ATM, kartu
debit, kartu kredit dan e-money yang dilaksanakan di Indonesia. Fokus utama dalam
penelitian ini adalah mengkaji pengaruh penggunaan APMK (kartu kredit, kartu
ATM, kartu debit) dan e-money terhadap permintaan uang kartal di Indonesia.
Permintaan uang merupakan salah satu parameter utama yang diperhatikan dan dikaji
dalam pengambilan kebijakan moneter. Oleh karena itulah, maka tujuan dari
1. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan APMK (kartu kredit, kartu ATM, kartu
debit) dan e-money terhadap permintaan uang kartal di Indonesia dalam jangka
pendek.
2. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan APMK (kartu kredit, kartu ATM, kartu
debit) dan e-money terhadap permintaan uang kartal di Indonesia dalam jangka
panjang.
D. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini memiliki fokus dalam mengkaji pengaruh penggunaan kartu
pembayaran elektronik (proxy volume transaksi dari kartu ATM, kartu debit, kartu
kredit dan e- money) terhadap permintaan uang kartal. Keterkaitan antara latar
belakang serta perumusan masalah dengan variabel-variabel penelitian diuraikan pada
diagram alir (flow-chart) dalam Gambar 2.
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
PENGGUNAAN APMK DAN
E- MONEY
KARTU KREDIT
KARTU ATM
KARTU
DEBIT E - MONEY
VOLUME TRANSAKSI
E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis berperan sebagai pedoman pelaksanaan penelitian dan membantu membuat
rancangan kesimpulan. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Diduga penggunaan APMK (kartu kredit, kartu ATM, kartu debit) dan e-money
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan uang kartal di Indonesia
dalam jangka pendek.
2. Diduga penggunaan APMK (kartu kredit, kartu ATM, kartu debit) dan e-money
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan uang kartal di Indonesia
dalam jangka panjang.
F. Ruang Lingkup
Penelitian ini hanya terbatas pada ruang lingkup APMK (kartu kredit, kartu ATM,
kartu debit) dan e-money terhadap permintaan uang kartal (money demand) di
Indonesia. Menurut ahli ekonomi J.M. Keynes, permintaan uang adalah yaitu
permintaan uang sebagai alat transaksi dan berjaga-jaga serta untuk spekulasi. Untuk
mengetahui hubungan penggunaan APMK dan e-money dengan permintaan uang
kartal digunakan variabel dari masing-masing alat pembayaran non tunai tersebut.
Variabel tersebut adalah volume transaksi dan nilai transaksi dari kartu ATM, kartu
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.Tinjauan Teoritis
1. Definisi Sistem Pembayaran
Mishkin (2001), mengungkapkan secara sederhana bahwa sistem pembayaran
adalah metode untuk mengatur transaksi dalam perekonomian.
Sistem pembayaran adalah sesuatu yang penting karena membentuk spesialisasi
yang terjadi dalam produksi dan membantu menciptakan transaksi yang efisien
(Humphrey, 2001). Hal ini pada akhirnya pun akan mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi dan efisiensi dalam pasar uang.
Menurut Listfield dan Montes-Negret (1994), sistem pembayaran adalah
peraturan, standar, serta instrumen yang digunakan untuk pertukaran nilai
keuangan (financial value) antara dua pihak yang terlibat untuk melepaskan diri
dari kewajiban.
Menurut UU Bank Indonesia No.23/1999, sistem pembayaran adalah suatu sistem
yang mencakup seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme, yang digunakan
untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang
2. Sejarah Perkembangan Sistem Pembayaran
Sistem pembayaran telah mengalami evolusi selama beberapa abad, sejalan
dengan perubahan hakikat/sifat dan penggunaan uang sebagai alat pembayaran.
Dalam sejarah, koin metalik merupakan jenis uang pertama yang banyak
digunakan oleh berbagai kelompok masyarakat sebagai alat pembayaran. Dalam
perkembangannya, peran koin sebagai alat pembayaran dilengkapi dengan
kehadiran uang kertas yang dianggap lebih nyaman dan lebih memudahkan proses
transaksi karena lebih ringan dengan biaya pembuatan yang lebih murah. Masalah
yang timbul dalam sistem pembayaran adalah emas dan perak cukup berat dalam
jumlah tertentu sehingga susah untuk didistribusikan dan tidak praktis, maka
evolusi ini berubah ke dalam penggunaan uang fiat (uang kepercayaan). Uang fiat
adalah uang kertas yang diumumkan oleh pemerintah sebagai alat transaksi
(Miskhin, 2001). Kelebihan dari uang fiat ini adalah beratnya yang lebih ringan
daripada koin emas atau perak dan membantu pemerintah untuk berhemat dalam
pengadaan uang. Selain itu, uang kertas ini menjadi legal dalam sistem
pembayaran maka dalam perkembangannya setiap negara memiliki jenis mata
uangnya sendiri.
Proses perubahan pembayaran adalah munculnya cek. Penggunaan cek dapat
memberikan kemudahan masyarakat untuk bertransaksi dalam jumlah besar tanpa
harus membawa banyak uang tunai dan juga dapat mengurangi biaya transportasi.
Tidak seperti sistem pembayaran tunai, dalam penggunaan cek terjadi dua proses,
yaitu aliran cek secara fisik, serta transfer dana yang digunakan dalam transaksi
biaya waktu dan transportasi, karena cek bersifat front-office payments, yang
hanya bisa dicairkan di kantor bank yang bersangkutan.
Pada tahun 1958, Bank of America mengenalkan kartu kredit (Global Insight,
2003). Untuk kepentingan ekspansi bisnis maka para penerbit Bank of America
mendirikan Visa pada tahun 1977. Penggunaan kartu kredit memungkinkan
nasabah mendapatkan barang dan jasa secara kredit, dan melunasinya dengan cek
atau rekeningnya yang berada pada bank pemegang lisensi penerbit kartu kredit
tersebut (Visa, Mastercard, dll). Perkembangan ini terus berlanjut dengan
penemuan varian-varian alat pembayaran elektronik lain seperti kartu debet, smart
cards, internet banking, dan lain-lain.
Perkembangan produk pembayaran elektronis yaitu uang elektronik (e-money)
sudah mulai dikenalkan ke beberapa negara termasuk Indonesia. Perbedaan uang
elektronik (e-money) dengan alat pembayaran elektronis lain seperti (kartu kredit,
kartu ATM, kartu debit, dll) adalah dari sisi penggunaannya. Uang elektronik
(e-money) tidak memerlukan otorisasi dan tidak terikat langsung dengan rekening
nasabah di bank.
3. Sistem Pembayaran di Indonesia 3.1. Sistem Pembayaran Tunai
Pembayaran tunai merupakan pembayaran yang umum dilakukan di Indonesia.
Pembayaran tunai lebih banyak menggunakan uang kartal baik kertas dan logam
sebagai alat pembayaran. Di Indonesia, uang kartal masih memegang peran
Dalam masyarakat modern seperti sekarang ini pemakaian alat pembayaran tunai
seperti uang kartal memang cenderung lebih kecil dibandingkan dengan
penggunaan uang giral karena munculnya masalah inefisiensi dalam penggunaan
uang kartal. (Bank Indonesia, 2012).
Sumber : Bank Indonesia (data diolah)
Gambar 3. Perkembangan Uang Kartal yang Diedarkan (CUR) di Indonesia Tahun 2008-2013 (Miliar Rupiah)
Sejalan dengan perkembangan perekonomian di Indonesia, penyediaan uang
kartal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam transaksi tunai cenderung
semakin meningkat, sebagaimana tercermin dari peningkatan uang kartal yang
diedarkan (CUR). Grafik di atas menggambarkan jumlah uang yang didedarkan di
Indonesia dari tahun 2008- 2013. Dari grafik tersebut dapat dilihat posisi akhir
tahun 2008 sampai dengan 2013 menunjukkan kecenderungan meningkat. Jumlah
uang yang diedarkan (CUR) pada akhir 2013 mencapai Rp 47.084.702 miliar atau
meningkat 2 kali lipat dibandingkan dengan akhir 2008. 0
2008; 01 2008; 05 2008; 09 2009; 01 2009; 05 2009; 09 2010; 01 2010
; 05
2010; 09 2011; 01 2011; 05 2011; 09 2012; 01 2012; 05 2012
Meskipun secara total jumlah uang kartal yang diedarkan meningkat, namun laju
pertumbuhannya berfluktuasi. Laju pertumbuhan tertinggi terjadi pada 2011 yang
mencapai 33,3% dan terendah pada tahun 2009 yang hanya 2,9% dari tahun 2008
sebesar Rp 16.695.000 miliar menjadi Rp 18.661.100 miliar.
3.2. Sistem Pembayaran Non Tunai
a. Instrumen Berbasis Warkat/Kertas (Paper Based Instruments)
Instrumen- instrumen berbasis warkat ini, umumnya sudah lama dipergunakan
dalam praktek perbankan. Beberapa instrumen yang masuk dalam kategori ini
adalah cek, bilyet giro, nota debet dan nota kredit (Bank Indonesia, 2006).
1. Cek adalah surat perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang
tertentu.
2. Bilyet giro adalah surat perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana
untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan
kepada rekening pemegang yang disebutkan namanya.
3. Nota debit adalah warkat yang digunakan untuk menagih dana pada bank lain
untuk bank atau nasabah bank yang menyampaikan warkat tersebut.
4. Nota kredit adalah warkat yang digunakan untuk menyampaikan dana pada
bank lain untuk bank atau nasabah yang menerima warkat tersebut.
5. Wesel bank untuk transfer, wesel yang diterbitkan oleh bank khusus untuk
sarana transfer.
6. Surat bukti penerimaan transfer adalah surat bukti penerimaan transfer dari
luar kota yang dapat ditagih kepada bank penerima dana transfer melalui
b.Instrumen Berbasis Kartu dan Berbasis Elektronik (Card Based Instruments and Electronic Based Instruments)
Beberapa jenis kartu pembayaran, baik yang bersifat kredit seperti kartu kredit
dan private-label cards (misalnya: kartu pasar swalayan) maupun yang bersifat
debit, seperti debit cards dan ATM (Automated Teller Machine) telah banyak
dikenal oleh masyarakat Indonesia. Di samping itu, ada juga kartu yang biasa
disebut smart card atau chip card, sejenis kartu yang dananya telah tersimpan
dalam chip elektronik. Jenis kartu ini contohnya adalah kartu telepon prabayar
(Bank Indonesia, 2006). Kartu plastik adalah salah satu bentuk populer dari sistem
pembayaran elektronik. Sistem pembayaran elektronik adalah pembayaran yang
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi seperti Integrated Circuit
(IC), cryptography dan jaringan komunikasi.
Pembayaran elektronis yang banyak berkembang dan dikenal saat ini antara lain
phone banking, internet banking, kartu kredit dan kartu debit/ATM. Seluruh
pembayaran elektronis tersebut, kecuali kartu kredit selalu terkait langsung
dengan rekening nasabah bank yang menggunakannya. Lebih lanjut, beberapa
negara dewasa ini mulai memperkenalkan produk pembayaran elektronis yang
4. APMK (Alat Pembayaran Menggunakan Kartu)
Menurut Peraturan Bank Indonesia No.11/11/PBI/2009, tentang penyelenggaran
kegiatan APMK (Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu) adalah alat
pembayaran yang berupa kartu kredit, kartu Automated Teller Machine (ATM)
dan/atau kartu debit.
4.1. Kartu Kredit
a. Pengertian Kartu Kredit
Kartu kredit adalah alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat
digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu
kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan atau untuk melakukan
penarikan tunai dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih
dahulu oleh penerbit atau aquirer dan pemegang kartu berkewajiban melakukan
pelunasan kewajiban pembayaran tersebut pada waktu yang disepakati baik secara
sekaligus ataupun secara angsuran.
b. Manfaat Kartu Kredit 1) Bagi nasabah
a) Transaksi lebih praktis dan tidak perlu membawa uang tunai;
b) Tidak khawatir menerima uang palsu;
c) Tidak perlu mengeluarkan uang pada saat itu juga;
d) Berguna disaat-saat darurat, disaat uang tunai tidak tersedia;
2) Bagi bank atau lembaga pembiayaan
a) Iuran tahunan;
b) Bunga yang dikenakan saat berbelanja;
c) Biaya administrasi;
d) Biaya denda terhadap keterlambatan pembayaran.
c. Mekanisme Operasional Kartu Kredit
1. Pemegang kartu mengadakan perjanjian dengan penerbit kartu kredit dan
berdasarkan perjanjian ini pihak penerbit menerbitkan kartu kredit atas
nama pemegang kartu. Pemegang kartu dapat berbelanja pada toko-toko
atau bidang jasa lainnya yang bersedia melayani (yang mana sebelumnya
pedagang (merchant) telah pula mengadakan perjanjian dengan pihak
penerbit kartu kredit).
2. Pemegang kartu kredit mengadakan perjanjian jual beli dengan pedagang
(merchant).
3. Selanjutnya, pedagang (merchant) menagih pembayaran kepada penerbit
kartu kredit, dan penerbit kartu kredit mengadakan pembayaran terlebih
dahulu atas hutang pemegang kartu kredit (dalam hal pembayaran ini
perusahaan penerbit kartu kredit mendapat komisi dari pihak pemegang
(merchant)).
4. Pada waktu yang ditentukan perusahaan penerbit kartu kredit melakukan
4.2. Kartu ATM
a. Pengertian Kartu ATM
Kartu ATM adalah alat pembayaran menggunakan kartu yang dapat digunakan
untuk melakukan penarikan tunai dan/atau pemindahan dana dimana kewajiban
pemegang kartu dipenuhi seketika dengan mengurangi secara langsung simpanan
pemegang kartu pada Bank atau Lembaga Selain Bank yang berwenang untuk
menghimpun dana sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
b. Manfaat Kartu ATM
1) Mudah. Tidak perlu datang ke bank untuk melakukan transaksi atau
memperoleh informasi.
2) Aman. Tidak perlu membawa uang tunai untuk melakukan transaksi belanja
di toko.
3) Fleksibel. Transaksi penarikan tunai/pembelanjaan via ATM/EDC dapat
dilakukan dijaringan bank sendiri, jaringan lokal dan internasional.
4) Leluasa. Dapat bertransaksi setia saat meskipun hari libur.
4.3. Kartu Debit
a. Pengertian Kartu Debit
Kartu debit adalah alat pembayaran menggunakan kartu yang dapat digunakan
untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan
ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan, dimana kewajiban pemegang kartu
pada bank atau lembaga selain bank yang berwenang untuk menghimpun dana
sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
b. Manfaat Kartu Debit
1. Seorang konsumen yang tidak layak mengkredit dan mungkin merasa sulit
atau tidak mungkin untuk mendapatkan kartu kredit dapat lebih mudah
mendapatkan kartu debit, sehingga memudahkannya untuk melakukan
transaksi "plastik". Misalnya, undang-undang sering mencegah anak-anak
dari mengambil hutang, yang mencakup penggunaan kartu kredit, tetapi
tidak bagi transaksi kartu debit online.
2. Seperti , kartu debit diterima oleh pemilik usaha dengan identifikasi diri
yang kurang dan pengawasan dari cek pribadi, sehingga membuat
transaksi lebih cepat dan lebih efisien. Tidak seperti cek pribadi, pedagang
umumnya tidak percaya bahwa pembayaran melalui kartu debet mungkin
kemudian ditolak.
3. Tidak seperti kartu kredit, yang membebankan biaya lebih tinggi dan
tingkat bunga ketika uang muka diperoleh, kartu debit dapat digunakan
untuk mendapatkan uang tunai dari ATM atau transaksi berbasis PIN tanpa
c. Mekanisme Operasional Kartu Debit
Terdapat dua mekanisme penggunaan kartu debit untuk transaksi belanja yang
saat ini masih menggunakan teknologi magnetic stripe, yaitu:
1. Menggunakan tanda tangan
a) Kartu debit yang di serahkan ke kasir akan diproses dengan cara
menggesekan kartu ke mesin EDC (Electronic Data Capture).
b) Setelah digesek, terjadi proses online untuk verifikasi data dan kecukupan
saldo pemegang kartu yang ada pada database server penerbit kartu.
c) Setelah proses verifikasi selesai, mesin EDC akan mengeluarkan bukti
transaksi yang akan ditandatangani oleh pemegang kartu yang melakukan
transaksi.
2. Menggunakan PIN
a) Kartu debit yang diserahkan ke kasir akan diproses dengan cara
menggesekan kartu ke mesin EDC.
b) Setelah digesek, kasir akan meminta pengguna untuk mengisi PIN pada
mesin EDC. Apabila PIN pengguna benar, akan terjadi proses online untuk
verifikasi data dan kecukupan saldo pemegang kartu yang ada pada
database server penerbit kartu.
c) Setelah proses verifikasi selesai, mesin EDC akan mengeluarkan bukti
transaksi yang akan ditandatangani oleh pemegang kartu yang melakukan
d)Pihak- pihak yang Terkait dalam Penggunaan APMK
Transaksi penggunaan APMK mengikuti proses dasar transaksi sebagai berikut:
1. Card Holder (you)
Orang yang memiliki account pada lembaga institusi yang mengeluarkan kartu
pembayaran (kartu debit atau kartu kredit).
2. Retailer/ Merchant
Organisasi yang menerima pembayaran atas barang atau jasa dari cardholder
(dapat berupa outlet, supermarket, dan toko).
3. Acquirer
Bank atau lembaga selain bank yang melakukan kegiatan APMK baik sebagai
financial acquirer (melakukan kegiatan pembayaran terlebih dahulu kepada
pemegang kartu) atau sebagai technical acquirer (menyediakan sarana yang
diperlukan dalam pemrosesan kegiatan APMK).
4. Card Scheme
Organisasi penyedia jaringan kartu kredit yang mengontrol dan mengatur
transaksi kartu kredit. Misalnya: Visa, MasterCard dan Maestro.
5. Card Issuer
Bank atau lembaga keuangan yang mengeluarkan kartu pembayaran (kredit, debit,
5. Uang Elektronik (E-Money)
a. Pengertian Uang Elektronik (e-money)
Uang elektronik (e-money) memiliki fisik berbentuk kartu plastik dan definisinya
menurut Bank Indonesia adalah uang yang digunakan dalam transaksi internet
dengan cara elektronik yaitu penggunaan jaringan komputer (seperti internet dan
sistem penyimpanan harga digital).
Perbedaan mendasar antara uang elektronik dengan Alat Pembayaran
Menggunakan Kartu ( APMK ) seperti kartu kredit, kartu debit dan kartu ATM
adalah uang elektronik (e-money) bersifat prabayar (prepaid) sedangkan APMK
bersifat akses.
1) Prabayar / prepaid:
a) Nilai uang telah tercatat dalam instrumen e-money atau sering disebut
stored value.
b) Dana yang tercatat dalam e-money sepenuhnya berada dalam penguasaan
konsumen.
c) Pada saat transaksi, perpindahan dana dalam bentuk electronic value dari
kartu e-money milik konsumen kepada terminal merchant dapat dilakukan
secara offline, dalam hal verifikasi cukup dilakukan pada level merchant
2) Akses (APMK):
a) Tidak ada pencatatan dana pada instrumen kartu.
b) Dana sepenuhnya berada dalam pengelolaan bank sepanjang belum ada
otorisasi dari nasabah untuk melakukan pembayaran.
c) Pada saat transaksi, instrumen kartu digunakan untuk melakukan akses
secara online ke komputer issuer untuk mendapatkan otorisasi melakukan
pembayaran atas beban rekening nasabah, baik berupa rekening simpanan
(kartu debet) maupun rekening pinjaman (kartu kredit). Setelah di otorisasi
oleh issuer, rekening nasabah kemudian akan langsung di debet. Dengan
demikian pembayaran menggunakan kartu kredit dan kartu debet
mensyaratkan adanya komunikasi on-line ke komputer issuer.
Menurut Peraturan Bank Indonesia No.11/12/PBI/2009 Tanggal 13 April 2009
tentang uang elektronik (e-money) adalah alat pembayaran yang memenuhi
unsur-unsur sebagai berikut :
1. Diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu oleh
pemegang kepada penerbit;
2. Nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media seperti server
atau chip;
3. Digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan
4. Nilai uang elektronik yang disetor oleh pemegang dan dikelola oleh penerbit
bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
yang mengatur mengenai perbankan.
Pengertian e-money mengacu pada definisi yang dikeluarkan oleh Bank for
International Settlement (BIS) dalam salah satu publikasinya pada bulan Oktober
1996. Dalam publikasi tersebut e-money didefinisikan sebagai “stored-value or
prepaid products in which a record of the funds or value available to a consumer
is stored on an electronic devicein the consumer’s possession” (produk
stored-value atau prepaid dimana sejumlah nilai uang disimpan dalam suatu media
elektronis yang dimiliki seseorang). Lebih lanjut dijelaskan bahwa nilai uang
dalam e-money akan berkurang pada saat konsumen menggunakannya untuk
pembayaran. Disamping itu e-money yang dimaksudkan disini berbeda dengan
“single-purpose prepaid card” lainnya seperti kartu telepon, sebab e-money yang
dimaksudkan disini dapat digunakan untuk berbagai macam jenis pembayaran
(multi purposed).
b. Manfaat Uang Elektronik (e-money)
1. Lebih cepat dan nyaman dibandingkan dengan uang tunai, khususnya
untuk transaksi yang bernilai kecil (micro payment), disebabkan nasabah
tidak perlu menyediakan sejumlah uang pas untuk suatu transaksi atau
harus menyimpan uang kembalian. Selain itu, kesalahan dalam
menghitung uang kembalian dari suatu transaksi tidak terjadi apabila
2. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu transaksi dengan e-money
dapat dilakukan jauh lebih singkat dibandingkan transaksi dengan kartu kredit
atau kartu debit, karena tidak harus memerlukan proses otorisasi on-line, tanda
tangan maupun PIN. Selain itu, dengan transaksi off-line, maka biaya
komunikasi dapat dikurangi.
3. Electronic value dapat diisi ulang kedalam kartu e-money melalui berbagai
sarana yang disediakan oleh issuer.
c. Mekanisme Operasional Uang Elektronik (e-money)
1. Penerbitan (issuance) dan pengisian nilai uang (top-up atau loading) Pengisian nilai uang pertama kali kedalam e-money dapat dilakukan
terlebih dahulu oleh issuer sebelum dijual kepada ke konsumen. Untuk
selanjutnya, konsumen dapat melakukan pengisian ulang (top up) yang
umumnya dapat dilakukan melalui ATM dan terminal- terminal
pengisian ulang yang telah dilengkapi peralatan khusus oleh issuer.
Proses pengisian ulang melalui ATM/ terminal pada umumnya dirancang
agar dapat langsung mempengaruhi/mendebet rekening nasabah yang
telah link dengan kartu e-money milik konsumen. Proses pengisian ulang
pada umumnya dilakukan secara on-line dengan koneksi langsung ke
komputer issuer, namun demikian dimungkinkan pula pengisian
dilakukan secara offline dimana penyelesaian transaksi oleh issuer
Dalam beberapa kasus, untuk produk e-money yang “reloadable” dimungkinkan
pula bersaldo negatif (overdraft) dimana pada saat ada penagihan, dana tersebut
akan ditalangi dari rekening nasabah yang telah diperjanjikan sebelumnya.
2. Transaksi pembayaran
Pada saat seseorang melakukan pembayaran dengan menggunakankartu e-money,
maka mekanisme yang dilakukan secara garis besar adalah sebagai berikut :
a. Konsumen meng-insert/ mengarahkan kartu ke terminal merchant;
b. Terminal merchant memeriksa kecukupan saldo e-money terhadap nominal
yang harus dibayar;
c. Jika saldo pada kartu e-money lebih besar dari nominal transaksi,terminal
memerintahkan kartu untuk mengurangi saldo pada kartu sejumlah nominal
transaksi;
d. Kartu milik konsumen kemudian memerintahkan terminal untuk menambah
saldo pada terminal sebesar nominal transaksi.
3. Deposit, Collection a) Deposit/Refund
Pada beberapa produk, nasabah pemegang e-money dapat melakukan
refund atau penyetoran kembali dana pada e-money yang tidak
b) Collection
Proses collection biasanya dilakukan oleh merchant yaitu penyetoran electronic
value yang diterima oleh merchant dari konsumen kepada issuer untuk untung
rekening merchant.
d. Pihak- pihak yang Terkait dalam Penggunaan Uang Elektronik (e-money) Transaksi penggunaan e-money mengikuti proses dasar transaksi sebagai berikut:
1. Card Issuer
Bank atau lembaga keuangan yang mengeluarkan e-money kepada
nasabahnya.
2. Card Holder (you)
Orang yang memiliki account pada lembaga institusi yang mengeluarkan
e-money.
3. Retailer/ Merchant
Organisasi yang menerima pembayaran atas barang atau jasa dari card
holder (dapat berupa outlet, supermarket, dan toko-toko).
6. Teori Permintaan Uang 6.1. Teori Klasik
Teori ini sebenarnya adalah teori mengenai permintaan dan penawaran akan uang,
beserta interaksi antara keduanya. Fokus dari teori ini adalah pada hubungan
antara penawaran uang atau jumlah uang beredar dengan nilai uang atau tingkat
permintaan akan uang. Perubahan akan jumlah uang beredar atau penawaran uang
berinteraksi dengan permintaan akan uang dan selanjutnya menentukan nilai uang.
a. Irving Fisher
M.Vt = P.T...(2.1)
Dalam setiap transaksi selalu ada pembeli dan penjual. Jumlah uang yang
dibayarkan oleh pembeli harus sama dengan uang yang diterima oleh penjual. Hal
ini berlaku juga untuk seluruh perekonomian: didalam suatu periode tertentu nilai
dari barang-barang atau jasa-jasa yang dibeli harus sama dengan nilai dari barang
yang dijual. Nilai dari barang yang dijual sama dengan volume transaksi (T)
dikalikan harga rata-rata dari barang tersebut (P). Dilain pihak nilai dari barang
yang ditransaksikan ini harus sama dengan volume uang yang ada dimasyarakat
(M) dikalikan berapa kali rata-rata uang bertukar dari tangan satu ke tangan yang
lain, atau rata “perputaran uang”, dalam periode tersebut (Vt). M.Vt = P.T adalah
suatu identitas, dan pada dirinnya bukan merupakan suatu teori moneter. Identitas
ini bisa dikembangkan, seperti oleh Fisher, menjadi teori moneter sebagai berikut:
Vt, atau “transaction velocity of circulation” adalah suatu variabel yang
ditentukan oleh faktor-faktor kelembagaan yang ada didalam suatu masyarakat,
dan dalam jangka pendek bisa dianggap konstan. T, atau volume transaksi, dalam
periode tertentu ditentukan oleh tingkat output masyarakat (pendapatan nasional).
Identitas tersebut diberi “nyawa” dengan mentransformasikannya dalam bentuk:
Permintaan atau kebutuhan akan uang dari masyarakat adalah suatu proporsi
tertentu 1/Vt dari nilai transaksi (PT). Persamaan (2), bersama dengan persamaan
yang menunjukkan posisi equilibrium di sektor moneter
Md = Ms...(2.3)
Dimana Ms = supply uang beredar (yang dianggap ditentukan oleh pemerintah)
menghasilkan
Ms = 1/Vt.P.T...(2.4)
Persamaan (4) berbunyi : dalam jangka pendek tingkat harga umum (P) berubah
secara proporsional dengan perubahan uang yang diedarkan oleh pemerintah.
Dalam teori ini, T ditentukan oleh tingkat output equilibrium masyarakat, yang
untuk Fisher dan para ahli ekonomi Klasik, adalah selalu pada posisi “full
employment” (Hukum Say atau Say’s Law). Vt atau transaction velocity of
circulation, Fisher mengatakan bahwa permintaan akan uang timbul dari
penggunaan uang dalam proses transaksi. Besar-kecilnya Vt ditentukan oleh sifat
proses transaksi yang berlaku di masyarakat dalam suatu periode (Boediono,2005:
18).
b. Teori Cambridge (Marshall-Pigou)
Teori ini seperti halnya teori Fisher dan teori-teori klasik lainnya, berpangkal
pokok pada fungsi uang sebagai alat tukar umum. Karena itu, teori-teori Klasik
melihat kebutuhan uang atau permintaan akan uang dari masyarakat sebagai
kebutuhan akan alat tukar yang likuid untuk tujuan transaksi. Perbedaan utama
antara teori ini dengan Fisher, terletak pada tekanan dalam teori permintaan uang
berbagai kemungkinan bentuk kekayaan, yang salah satunya berbentuk uang.
Perilaku ini dipengaruhi oleh pertimbangan untung-rugi dari pemegang kekayaan
dalam bentuk uang. Teori Cambridge lebih menekankan faktor-faktor perilaku
(pertimbangan untung-rugi) yang menghubungkan antara permintaan akan uang
seseorang dengan volume transaksi yang direncanakannya. Teoritisi Cambridge
mengatakan bahwa permintaan akan uang selain dipengaruhi oleh volume
transaksi dan faktor kelembagaan (Fisher), juga dipengaruhi oleh tingkat bunga,
besar kekayaan warga masyarakat, dan ramalan/harapan dari masyarakat
mengenai masa mendatang.
Jadi dalam jangka pendek, teoritisi Cambridge menganggap bahwa jumlah
kekayaan, volume transaksi dan pendapatan nasional mempunyai hubungan yang
proporsional-konstan satu sama lainnya. Teori Cambridge menganggap bahwa,
cateris paribus permintaan akan uang adalah proporsional dengan tingkat
pendapatan nasional.
Md = k.P.Y ... (2.5)
dimana Y adalah pendapatan nasional riil.
Supply akan uang (Ms) dianggap ditentukan oleh pemerintah. Dalam posisi
keseimbangan maka :
Ms = Md ... (2.6)
sehingga :
Ms = k.P.Y ... (2.7)
atau :
Jadi, cateris paribus tingkat harga umum (P) berubah secara proporsional dengan
perubahan volume uang yang beredar. Tidak banyak berbeda dengan teori Fisher,
kecuali tambahan cateris paribus (yang berarti tingkat harga, pendapatan nasional
riil, tingkat bunga dan harapan adalah konstan). Perbedaan ini cukup penting,
karena teori Cambridge tidak menutup kemungkinan bahwa faktor-faktor seperti
tingkat bunga dan expectation berubah, walaupun dalam jangka pendek. Jika,
faktor-faktor berubah maka k juga berubah. Teori Cambridge mengatakan kalau
tingkat bunga naik, ada kecenderungan masyarakat mengurangi uang yang ingin
mereka pegang, meskipun volume transaksi yang mereka rencanakan tetap.
Demikian juga faktor expectation mempengaruhi: bila seandainya masa datang
tingkat bunga akan naik (yang berarti penurunan surat berharga atau obligasi)
maka orang akan cenderung untuk mengurangi jumlah surat berharga yang
dipegangnya dan menambah jumlah uang tunai yang mereka pegang, dan ini pun
bisa mempengaruhi “k” dalam jangka pendek (Boediono, 2005: 23).
6.2. Teori Keynes
Meskipun bisa dikatakan bahwa teori uang Keynes adalah teori yang bersumber
dari teori Cambridge, tetapi Keynes mengemukakan sesuatu yang berbeda dengan
teori moneter tradisi klasik. Pada hakekatnya perbedaan ini terletak pada
penekanan pada fungsi uang yang lain, yaitu sebagai store of value dan bukan
hanya sebagai means of exchange. Teori ini kemudian dikenal dengan nama teori
a. Motif Transaksi dan Berjaga-jaga
Orang memegang uang guna memenuhi dan melancarkan transaksinya, dan
permintaan akan uang dari masyarakat untuk tujuan ini sangat dipengaruhi oleh
tingkat pendapatan nasional dan tingkat bunga. Semakin tinggi tingkat pendapatan
semakin besar volume transaksi dan semakin besar pula kebutuhan uang untuk
tujuan transaksi. Permintaan uang untuk tujuan transaksi ini pun tidak merupakan
suatu proporsi yang selalu konstan, tetapi dipengaruhi pula oleh tinggi rendahnya
tingkat bunga. Hanya saja faktor tingkat bunga untuk permintaan transaksi untuk
uang ini tidak ditekankan oleh Keynes, akan tetapi tingkat bunga ditekankan pada
permintaan uang untuk tujuan spekulasi.
Motif berjaga-jaga (precautionary motive), orang akan mendapat manfaat dari
memegang uang untuk menghadapi keadaan-keadaan yang tidak terduga, karena
sifat uang yang liquid, yaitu mudah ditukarkan dengan barang-barang lain.
Menurut Keynes, permintaan uang untuk tujuan berjaga-jaga ini dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang sama dengan faktor yang mempengaruhi permintaan uang
untuk transaksi, yaitu terutama dipengaruhi pula oleh tingkat penghasilan orang
tersebut dan dipengaruhi pula oleh tingkat bunga (meskipun tidak kuat
pengaruhnya).
b. Motif Spekulasi
Pada garis besarnya, teori Keynes membatasi pada keadaan dimana pemilik
kekayaan bisa memilih memegang kekayaannya dalam bentuk uang tunai atau
obligasi (bond). Uang tunai dianggap tidak memberikan penghasilan sedangkan
Dalam teori Keynes, dibicarakan khusus obligasi yang memberikan suatu
penghasilan berupa sejumlah uang tertentu setiap periode selama waktu yang tak
terbatas.
Secara umum bisa ditulis dengan persamaan sebagai berikut :
K = R.P ... (2.9)
Dimana K adalah hasil per tahun yang diterima, R adalah tingkat bunga, dan P
adalah harga pasar atau nilai sekarang dalam obligasi tersebut. Persamaan tersebut
bisa juga ditulis sebagai berikut :
P = K/R ... (3.0)
yang menunjukkan bahwa (karena K adalah konstan) harga pasar obligasi (P)
berbanding terbalik dengan tingkat bunga R bila tingkat bunga turun, maka berarti
harga pasar obligasi naik, dan sebaliknya bila tingkat bunga naik maka harga
pasar obligasi turun, atau dengan kata lain semakin tinggi tingkat suku bunga
semakin rendah permintaan uang tunai oleh seseorang atau masyarakat. Karena,
semakin tinggi tingkat suku bunga, maka semakin besar ongkos memegang uang
tunai sehingga seseorang atau masyarakat lebih baik membeli obligasi. Sebaliknya
apabila tingkat suku bunga semakin rendah maka semakin rendah pula ongkos
memegang uang tunai dan semakin besar seseorang atau masyarakat untuk
menyimpan uang tunai. Teori permintaan uang Keynes mempunyai implikasi
bahwa fungsi permintaan akan uang (Liquidity Preference) adalah fungsi yang
tidak stabil, dalam arti bahwa fungsi ini bisa bergeser dari waktu ke waktu. Hal ini
karena Keynes menekankan faktor uncertainly dan expectation dalam menentukan
6.3. Teori Pasca Keynes
Teori permintaan uang Keynes mendasarkan pada adanya dua motif memegang
uang kas, yakni motif transaksi dan spekulasi. Motif transaksi tergantung dari
pendapatan. Sedangkan, motif spekulasi tergantung dari tingkat bunga.
Perkembangan selanjutnya dari teori Keynes ini didasarkan atas dua pembagian
tersebut, yang masing-masing dilakukan oleh William J. Baumol dan James
Tobin. Dalam menganalisa permintaan uang, keduanya menggunakan pendekatan
yang berbeda, antara lain:
a. Permintaan Uang Untuk Tujuan Transaksi
Teori ini diperkembangkan oleh Baumol (1952) dan juga Tobin (1956) yang
masing-masing menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan
uang untuk tujuan transaksi.
1) Baumol menggunakan pendekatan teori penentuan persediaaan barang yang
biasa dipakai dalam dunia perusahaan. Baumol menganalisa tingkah laku
individu, dan menganggap bahwa pendapatan mereka diterima sekali
(misalnya tiap bulan). Namun, individu tersebut harus membelanjakannnya
sepanjang waktu (satu bulan). Hal ini mengingatkan, bahwa kekayaan
individu tersebut selain berupa uang kas dapat berupa surat berharga yang
menghasilkan bunga, serta adanya ongkos atau biaya unruk memerlukan surat
2) Elastisitas permintaan uang kas untuk tujuan transaksi terhadap tingkat
penghasilan memaksa individu untuk menyediakan alat pembayar guna
membiayai transaksinya. Namun, tidak berarti bahwa alat pembayar ini harus
berupa uang kas dapat sebagian berupa surat berharga yang memberikan
bunga.
Hal ini tergantung besarnya surat berharga tersebut. Apabila tingkat bunga tinggi
(dibanding dengan biaya transaksi) maka individu akan mengurangi pembayaran berupa uang kas dan akan mengurangi surat-surat berharga. Sebaliknya apabila
surat berharga rendah (dibandingkan dengan biaya transaksi) maka individu
tersebut akan memperbanyak uang kas untuk transaksi dan tingkat bunga.
b. Permintaan Uang Untuk Tujuan Spekulasi
Selain dikembangkan oleh Keynes, teori ini juga dikembangkan oleh James Tobin
dalam tulisannya yang berjudul “ Liquidity Preference as Behavior Towards Risk
“. Review of Economic Studies, Februari 1958. Pokok-pokok teorinya adalah
sebagai berikut: kekayaan seseorang dapat diwujudkan dalam bentuk uang kas
dan obligasi (pembagian ini sejalan dengan Keynes). Uang kas tidak
menghasilkan, sedangkan obligasi dapat menghasilkan pendapatan yang berupa
bunga serta perubahan harga obligasi sebagai akibat terjadinya perubahan tingkat
bunga. Dipandang dari seorang pemilik kekayaan (bukan pengusaha) teori tentang
permintaan uang dapat disamakan dengan teori permintaan akan barang konsumsi.
Sehingga, permintaan terhadap uang kas tergantung pada tiga faktor utama, yaitu:
Jumlah total kekayaan, harga dan pendapatan dan selera dan kesukaan dari
B. Tinjauan Empiris
Tabel 1. Penelitian Terdahulu 1.
The Effects of Credit and Debit Cards on the Currency Demand
Hakan Yilmazkuday.2006
Generalized Method of Moment (GMM)
Berdasarkan data di Turki menunjukkan bahwa baik kredit dan kartu debit berpengaruh negatif terhadap permintaan uang, efek dari penggunaan kartu debit pada permintaan uang lebih besar dari efek dari penggunaan kartu kredit, efek negatif yang signifikan dari kartu kredit dan debit pada permintaan uang memiliki juga implikasi yang berorientasi kebijakan moneter.
Digital Money: Review of Literature and Simulation of Welfare Improvement of This Technological Advance Joilson Dias, 2001
Analisis Derivatif
Kesejahteraan dan dampak moneter yang disebabkan oleh penggunaan uang digital:
1. Mengurangi kebutuhan uang kertas dan akibatnya mengurangi pendapatan pemerintah dari seignorage 2. Menurunkan permintaan uang