• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Dampak Perubahan Musim Ekstrim

Gambar 5 Grafik rata-rata curah hujan Desa Bena periode 2000-2010. 5.1.2 Penentuan datangnya musim hujan dan kemarau

Para petani di desa penelitian sudah tidak lagi menggunakan kalender musim dalam menentukan jadwal menanam. Mereka mulai menanam dengan melakukan pengamatan secara langsung di lapangan. Masyarakat Desa Nenas atau desa bagian hulu memiliki suatu kearifan lokal yang unik untuk menentukan musim tanam yakni dengan mengamati tanda-tanda alam. Tanda alam tersebut seperti suara ayam hutan yang berkokok pada sore hari, pohon mangga yang mulai berbunga atau berbuah dan suara burung hujan (koloulan) yang digunakan masyarakat untuk mengetahui musim hujan datang.

Tanda alam yang digunakan masyarakat Desa Bena atau desa bagian hilir dalam menentukan musim hujan adalah dengan mempertimbangkan suara air laut. Apabila suara air laut terdengar keras, maka hujan akan segera turun. Selain itu, beberapa masyarakat ada yang melakukan perhitungan bulan atau rasi bintang untuk menentukan waktu musim tanam.

5.2 Dampak Perubahan Musim Ekstrim

Perubahan musim yang ekstrim akan mempengaruhi ketersedian air untuk kebutuhan hidup masyarakat dan pertanian. Ketersediaan air merupakan variabel utama yang mempengaruhi petani untuk memutuskan jadwal tanam, jadwal panen

serta kegiatan lain dalam mengelola tanaman. Adanya keterbatasan air menjadikan petani sangat tergantung pada curah hujan dalam menentukan jadwal menanam (Ardia 2005). Kondisi perubahan musim yang tidak menentu tersebut berdampak pada masyarakat petani sangat bergantung pada kondisi alam sekitarnya. Dampak tersebut berpengaruh terhadap masyarakat Desa Nenas dan Desa Bena yang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani. Sebanyak 80 % masyarakat Desa Nenas mata pencahariannya merupakan petani, baik lahan kering maupun lahan basah. Sedangkan untuk mata pencaharian lain seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 3,59 %, pengusaha kecil 1,57 %, TNI atau POLRI sebanyak 2,02 % serta lain-lain sebanyak 12,78 %.

Gambar 6 Mata pencaharian masyarakat Desa Nenas (2010) (data diolah).

Sedangkan di Desa Bena sebanyak 61,67 % masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani. Adapun sumber mata pencaharian sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) mencapai 8,74 %, nelayan mencapai 7,82 %, pengusaha kecil 6 persen dan lain-lain sebanyak 14,83 %.

Gambar 7 Mata pencaharian masyarakat Desa Bena (2010) (data diolah). 5.2.1 Dampak dari curah hujan yang tinggi

Dampak perubahan musim yang tidak menentu dan curah hujan tinggi memberikan dampak terhadap sektor pertanian dan lingkungan. Selain itu keadaan topografi yang berbukit dan cukup curam merupakan salah satu daerah yang rawan terhadap dampak curah hujan yang tinggi. Hal ini akan menjadi rawan bencana apabila kondisi tutupan lahannya yang sudah banyak terbuka atau beralih fungsi lahannya. Kondisi ini dialami oleh masyarakat Desa Nenas yang berada di hulu sungai Noelmina, yang memiliki topografi cukup curam. Lokasi ladang masyarakat Desa Nenas yang berada dibukit-bukit dengan lahan yang cukup terbuka menjadi rawan ketika curah hujan yang tinggi datang. Sektor yang paling rentan terhadap dampak curah hujan yang tinggi adalah pertanian masyarakat seperti gagal tanam jagung, ladang-ladang masyarakat mengalami longsor dan area sawah yang terkikis karena banjir.

Curah hujan yang tinggi pada akhir tahun 2009 dan tahun 2010 menyebabkan sungai (nono) Kofi meluap sehingga beberapa sawah masyarakat terkena banjir. Akibatnya banyak tanaman padi yang rusak sehingga hasil produksi menurun. Dampak lain yang dirasakan akibat curah hujan yang tinggi berupa longsor, petani gagal tanam jagung, dan ladang masyarakat mengalami erosi. Selain itu curah hujan yang tinggi pada tahun 2010 juga memaksa petani hanya mengandalkan hasil tanaman sayuran seperti wortel, daun bawang, ubi kayu, buncis, kacang merah dan ubi jalar.

Curah hujan yang tinggi juga berpengaruh terhadap stok madu yang dihasilkan petani madu. Apabila musim hujan cukup tinggi mereka tidak memanen hasil madu di hutan karena banyak air yang tercampur dalam madu sehingga menurunkan kualitas madu. Petani madu Desa Nenas memiliki jadwal untuk memanen madu yakni pada bulan April, Mei dan Juni yang merupakan bulan-bulan kering. Madu merupakan mata pencaharian sampingan bagi masyarakat untuk menambah pengasilan mereka. Harga madu yang mencapai Rp 100.000,- sampai Rp 200.000,- per botol ukuran 1 liter menjadi alasan masyarakat untuk mencari madu.

Hal yang sama juga di alami oleh masyarakat petani Desa Bena yang merupaka desa bagian hilir Das Noelmina. Pada tahun 2010 sampai awal tahun 2011 mereka gagal menanam jagung dan hasil panen padi menurun karena curah hujan yang tinggi. Selain itu, Desa Bena juga mengalami dampak banjir yang menyababkan sebagian Dusun Tiga tergenang air. Kondisi topografi yang datar dan berada di hilir sungai mengakibatkan rawan terhadap banjir apabila curah hujan yang tinggi terjadi di wilayah ini. Kondisi lain yang dapat menyebabkan banjir melanda Desa Bena adalah perubahan kondisi DAS oleh masyarakat seperti pengelolaan agroekosistem lahan yang minim upaya konservasi, sistem ternak lepas dengan minim pengawasan, dan kebiasaan membakar pada periode tertentu.

Banjir yang melanda Dusun Tiga mengakibatkan beberapa rumah-rumah masyarakat, kandang ternak dan pekarangan tergenang oleh air. Selain itu, menurut keterangan responden banjir yang terjadi pada April 2011 mengakibatnya puluhan hektar sawah masyarakat Desa Bena terendam oleh air. Area persawahan padi masyarakat yang sudah menguning rusak atau ambruk karena dihantam banjir tersebut. Kondisi ini mengakibatkan hasil produksi tanaman berkurang sampai 40% per hektar.

5.2.2 Dampak dari musim kemarau ekstrim

Pada saat musim kemarau masyarakat Desa Nenas tidak begitu kesulitan untuk mendapatkan air untuk kebutuhan rumah tangga dikarenakan Desa Nenas (daerah hulu) dikelilingi Cagar Alam Gunung Mutis. Keberadaan Cagar Alam ini sangat membantu dalam menjaga sumber mata air saat musim kemarau. Dampak musim kemarau ekstrim hanya dirasakan dalam pemeliharaan tanaman pertanian.

Menurut responden, mereka harus mengambil air dari sumber mata air dekat gunung untuk keperluan pertanian. Hal tersebut sesuai dengan yang disampaikan oleh Suryatmojo (2006), yang menjelaskan bahwa peran hutan terhadap pengendalian air salah satunya yakni dalam pengendalian aliran (hasil air). Sampai saat ini masih dipercayai bahwa hutan yang baik mampu mengendalikan daur air artinya hutan yang baik dapat menyimpan air selama musim hujan dan melepaskannya di musim kemarau. Kepercayaan ini didasarkan atas masih melekatnya dihati masyarakat bukti-bukti bahwa banyak sumber-sumber air dari kawasan hutan yang baik tetap mengalir pada musim kemarau.

Hal ini berbeda dengan Desa Bena yang kondisi hutannya berupa hutan lahan kering yang di dominasi oleh semak belukar dan pohon duri. Apabila musim kemarau terjadi dalam kurun waktu 6 sampai 7 bulan dapat menyebabkan sumber mata air kering, kekurangan air untuk pertanian dan kebutuhan rumah tangga, serta rumput-rumput dan semak mengering. Akibatnya memberikan dampak terhadap berkurangnya pakan ternak masyarakat dan rawan terjadi kebakaran. Beberapa masyarakat di Desa Bena harus jalan berkilometer untuk mendapatkan air. Masyarakat biasanya mengambil air di sumber mata air menggunakan gerobak roda dua yang diisi dengan jerigen ukuran 5 liter. Satu gerobak yang digunakan dapat memuat antara 20-28 jerigen.

Gambar 8 Masyarakat Desa Bena yang kesulitan dalam memenuhi kebutuhan air bersih pada musim kemarau.

5.2.3 Klasifikasi Dampak Langsung dan Turunan

Tanda-tanda perubahan iklim terjadi secara perlahan dan terjadi secara ekstrim serta menimbulkan dampak yang signifikan. Dampak yang ditimbulkan diklasifikasikan ke dalam dampak langsung dan dampak turunan. Dampak langsung dimaksudkan sebagai dampak yang langsung terjadi terhadap lingkungan dan dapat dilihat serta dirasakan. Sedangkan dampak turunan dimaksudkan sebagai akibat dari dampak terhadap lingkungan yang terjadi beberapa waktu kemudian dan dapat dirasakan langsung. Jenis klasifikasi dampak tersebut akan membedakan bagaimana strategi adaptasi yang digunakan (Yayasan Pelangi Indonesia 2009). Berikut tabel klasifkasi dampak perubahan musim yang terjadi di lokasi penelitian.

Tabel 6 Klasifikasi dampak langsung dan dampak turunan di Desa Nenas (hulu)

Fenomena Dampak

Langsung Turunan

Perubahan musim yang tidak menentu

a. Banjir

1. Sawah sekitar sungai rusak/terkikis banjir 2. Tanaman padi pada

rusak

b. Gagal tanam jagung c. Ladang masyarakat

terkena erosi sehingga Kondisi tanaman sayuran rusak d. Longsor

e. Kekurangan air untuk pertanian ladang f. Tanaman, rumput dan

semak mengering

 Curah hujan tinggi mengakibatkan jalan atau akses rusak sehingga membuat jumlah frekuensi pemasaran menurun

 Curah hujan tinggi mengakibatkan masyarakat tidak memanen madu (hasil hutan) sehingga

menyebabkan stok madu masyarakat untuk dijual menurun

Dampak dari fenomena musim yang tidak menentu yang dialami masyarakat Desa Nenas secara langsung pada diatas merupakan dampak dari curah hujan yang tinggi dan musim kemarau yang pajang. Poin (a) sampai dengan (d) pada dampak langsung merupakan beberapa dampak yang melanda ketika curah hujan yang tinggi terjadi di Desa Nenas. Sedangkan poin (e-f) merupakan dampak yang di alami masyarakat ketika musim kemarau yang panjang. Sementara dampak turunan yang dialami masyarakat Desa Nenas merupakan dampak yang dialami setelah terjadi curah hujan yang tinggi atau musim hujan.

Dampak dari fenomena musim yang tidak menentu yang dialami masyarakat Desa Bena secara langsung dan turunan disajikan secara lengkap pada Tabel 7.

Tabel 7 Klasifikasi dampak langsung dan dampak turunan Desa Bena (hilir)

Fenomena Dampak

Langsung Turunan

Perubahan musim yang tidak menentu

a. Banjir menyebabkan 1. Sawah sekitar sungai

rusak/terkikis banjir, sehingga tanaman padi rusak 2. Air menggenangi sebagian rumah warga dan pekarangan karena air hujan 3. Beberapa ternak kecil hanyut b. Kekurangan air untuk

pertanian

c. Frekuensi melaut nelayan menurun

d. Tanaman, semak menjadi kering sehingga akan rawan kebakaran e. Sumber mata air kering

a. Sawah rusak yang berakibat pada produksi menurun sehingga pendapatan petani menjadi menurun

 Akibat genangan air masyarakat mudah terkena diare, Muntaber, karena pencemaran air akibat dari kotoran ternak yang terendam air, kesulitan air bersih b. Pendapatan petani

menurun

c. Pendapatan nelayan menurun

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa masyarakat Desa Bena mengalami dampak langsung seperti banjir, kekurangan air, frekuensi melaut menurun, dan kekeringan. Dampak langsung pada poin (a) merupakan dampak dari adanya curah hujan tinggi yang melanda Desa Bena. Hal ini memberikan dampak turunan antara lain pendapatan petani menurun, masyarakat tekena penyakit, dan kesulitan air bersih. Sedangkan poin (b-e) pada dampak langsung merupakan dampak dari musim kemarau panjang.

Dokumen terkait