• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DAN STRATEGI ADAPTASI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DI KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN, NUSA TENGGARA TIMUR ANGGA PRIMA SUKMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DAN STRATEGI ADAPTASI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DI KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN, NUSA TENGGARA TIMUR ANGGA PRIMA SUKMA"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

TIMOR TENGAH SELATAN, NUSA TENGGARA TIMUR

ANGGA PRIMA SUKMA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(2)

TENGAH SELATAN, NUSA TENGGARA TIMUR

Karya Ilmiah

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan

Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

ANGGA PRIMA SUKMA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(3)

ANGGA PRIMA SUKMA. Dampak Perubahan Iklim dan Strategi Adaptasi Masyarakat Sekitar Hutan di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara

Timur. Dibimbing oleh DIDIK SUHARJITO dan NIKEN

SAKUNTALADEWI

Perubahan iklim ditandai dengan adanya perubahan curah hujan, suhu, musim hujan dan kemarau dalam jangka waktu yang lama. Perubahan ini memberikan dampak terhadap sumberdaya alam dan kehidupan masyarakat. Perhatian utama perubahan iklim adalah dampak negatif seperti banjir, tanah longsor, erosi tanah, kekeringan, dan gagal panen yang menyebabkan kerentanan masyarakat. Masyarakat ini harus beradaptasi dengan perubahan di lingkungan sekitar mereka agar dapat bertahan hidup.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran dari pemahaman masyarakat terhadap perubahan iklim, mengidentifikasi dan mengklasifikasi dampak perubahan iklim terhadap kehidupan masyarakat, serta untuk mempelajari strategi adaptasi masyarakat terhadap perubahan iklim. Penelitian dilakukan di Desa Nenas dan Desa Bena, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Propinsi Nusa Tenggara Timur.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat tidak mengerti apa yang dimaksud dengan perubahan iklim. Apa yang masyarakat pahami adalah bahwa ada perubahan musim (hujan dan kemarau) yang tidak menentu. Perubahan musim yang tidak terduga memberikan kesulitan bagi masyarakat untuk menjadwalkan waktu tanam. Musim yang ekstrim (baik musim hujan dengan curah hujan tinggi dan kemarau panjang) memberikan dampak negatif secara langsung dan tidak langsung, kepada masyarakat dan lingkungan sekitarnya seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, ketersedian air yang terbatas, dan akhirnya dapat menurunkan produksi pertanian. Dampak negatif lain dari perubahan iklim adalah masalah kesehatan masyarakat, padang rumput dan semak kering yang rentan kebakaran.

Masyarakat telah melakukan beberapa strategi untuk beradaptasi seperti penanaman pohon untuk pengendalian banjir, penyesuaian pola tanam waktu tanam, mengubah spesies tanaman pertanian, membangun sumur, dan dengan bantuan dari Pemerintah Daerah untuk membangun saluran irigasi, serta pembuatan bak penampung air bersih. Strategi adaptasi yang diimplementasikan oleh masyarakat di desa penelitian sebagian besar merupakan adaptasi reaktif dan antisipatif.

(4)

ANGGA PRIMA SUKMA. Impacts of Climate Change and Forest Community Adaptation Strategy in Southern Central Timor District, East Nusa Tenggara. Supervised by DIDIK SUHARJITO and NIKEN SAKUNTALADEWI

Climate change is indicated by the change in precipitation, temperature, rainy and dry seasons within a long period of time. This change gives impacts to the natural resources and the lives of the communities. The main concern is the negative impacts of the climate change, such as floods, landslides, soil erosion, drought, and failure of food harvest that cause the vulnerability of the communities. These communities have to adapt with the changes in their surrounding environment in order for them to survive.

This research aimed to get pictures of the communities’ understanding of climate change, identify and classify the impacts of climate change on the lives of the communities, as well as to study their adaptation strategies to survive. The research is conducted in Nenas and Bena Villages, Southern Central Timor District, East Nusa Tenggara Province.

The results showed that most of the communities did not understand what it meant by climate change. What they did understand was that there was an uncertain changes in seasons (the rainy and dry seasons). This unpredictable seasons gave difficulties for the communities to schedule the planting time. The extreme weather (both the long period of wet season and the heavy rainfall) gave negative impacts, directly and indirectly, to the communities and its surrounding environment, such as flood, landslides, drought, limited water availability, and ultimately decreased the agricultural productions. Other negative impacts of the climate change were communities’ health problems, and dry grasslands and scrub that were prone to fires.

The communities had done some strategies to adapt, such as tree planting for flood control, adjustment of cropping pattern and planting time, changed the agricultural species, built wells, and with the help of the local governments they constructed irrigation and reservoir. Adaptation strategies implemented by the communities in the research villages were mostly reactive and anticipative adaptation.

(5)

Selatan, Nusa Tenggara Timur Nama Mahasiswa : Angga Prima Sukma

NRP : E14070090

Menyetujui, Komisi pembimbing

Ketua Anggota

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS Dr. Ir. Niken Sakuntaladewi, MSc NIP. 19630401 199403 1 001 NIP.19630305 198903 2 003

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP. 19630401 199403 1 001

(6)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Dampak Perubahan Iklim dan Strategi Adaptasi Masyarakat Sekitar Hutan di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur adalah benar-benar karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2012

Angga Prima Sukma E14070090

(7)

Penulis dilahirkan di Blora, Jawa Tengah pada tanggal 3 Agustus 1989 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Sudiyono dan Suwarti. Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis dimulai dari SDN Kepoh 2 dari tahun 1995 sampai dengan 2001, dilanjutkan SMPN 1 Randublatung yang diselesaikan pada tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan studi ke SMAN 1 Randublatung dan diselesaikan pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB, kemudian diterima sebagai mahasiswa Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif mengikuti beberapa kegiatan organisasi dan kepanitiaan di kampus, antara lain adalah sebagai anggota Forest

Manajement Student Club (FMSC) tahun 2009-2010, anggota Unit Kegiatan

Mahasiswa (UKM) Sepak bola tahun 2007-2010, anggota UKM Futsal tahun 2007-2008, anggota dalam kepanitiaan E-GREEN tahun 2009. Selain di organisasi, penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Silvikultur pada tahun 2010 dan magang di Perum Perhutani KPH Ngawi pada tahun 2009.

Penulis pernah melakukan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) jalur Kamojang-Sancang Barat, Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat dan KPH Cianjur, Jawa Barat serta Praktik Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT. Indexim Utama, Kalimantan Tengah.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyusun skripsi yang berjudul Dampak Perubahan Iklim dan Strategi Adaptasi Masyarakat Sekitar Hutan di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur di bawah bimbingan Dr. Ir. Didik Suharjito, MS dan Dr. Ir. Niken Sakuntaladewi, MSc.

(8)

Segala Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia rahmat dan nikmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Dampak Perubahan Iklim dan Strategi Adaptasi Masyarakat Sekitar Hutan di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Tidak lupa shalawat serta salam selalu penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW, keluarga dan para sahabatnya. Karya ilmiah ini disusun sebagai syarat kelulusan memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak dan strategi adaptasi masyarakat sekitar hutan di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur terhadap perubahan iklim. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada pengambil kebijakan dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim dalam jangka panjang.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, masukan dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, April 2012

(9)

Terima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan segala kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih kepada Pusat Penelitian Perubahan Iklim dan Kebijakan, Badan Litbang Kehutanan yang telah membiayai semua penelitian ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Segala kelancaran dalam penyelesaian skripsi juga tidak terlepas dari peran pihak-pihak yang selalu mendukung. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Didik Suhardjito, MS selaku Pembimbing I dan Dr. Ir. Niken Sakuntaladewi selaku Pembimbing II yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, saran dan masukan sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. 2. Bapak, Ibu dan kedua adik tercinta, serta seluruh keluarga yang telah

memberikan semangat, do’a, kasih sayangnya dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

3. Ir. Oemijati Rachmatsjah, MS selaku penguji dan Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr selaku ketua sidang atas masukan dan sarannya selama ujian komprehensif. 4. Pak Simon Sasi di Desa Nenas sekeluarga, Pak Ba’i di Desa Bena sekeluarga,

Kepala Dusun 3 Desa Benu, Pak Budi, Adit SVK’44 atas bantuannya selama pengambilan data di NTT.

5. Teman-teman tercinta di wisma Combikita Dheni, Gofir, Si Po, Hariadi, Novan, Bakri, Rio, Rinto, Bagus, Mas Fit, Mudo, Mas Andi atas doa dan dukungannya.

6. Teman-teman MNH’44 dan khususnya Sukma, Dewanti, Santi atas bantuan, semangat, dukungan dan kebersamaan kalian.

7. Teman-teman di FOSIMAPERA Blora terimakasih atas dukungan dan doanya.

Bogor, April 2012

(10)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Iklim ... 4

2.2 Strategi Adaptasi ... 5

2.3 Masyarakat Sekitar Hutan ... 6

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian ... 8

3.2 Definisi Operasional ... 9

3.3 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 11

3.4 Bahan dan Alat ... 11

3.5 Metode Pengambilan Data ... 13

3.6 Data Yang Dikumpulkan ... 13

3.7 Metode Pengolahan Data dan Analisis ... 14

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis dan Topografi ... 15

4.2 Iklim ... 16

4.3 Kondisi Demografi ... 17

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemahaman Masyarakat Sekitar Hutan Mengenai Perubahan Iklim ... 19

5.2 Dampak Perubahan Musim Ekstrim ... 22

(11)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 36 6.2 Saran ... 36 DAFTAR PUSTAKA ... 38 LAMPIRAN

(12)

No. Halaman

1. Metode pengolahan dan analisis data ... 14

2. Luas penggunaan lahan di Desa Nenas ... 16

3. Jenis mata pencaharian di Desa Nenas dan Desa Bena ... 18

4. Tingkat pendidikan masyarakat Desa Nenas dan Desa Bena ... 18

5. Kalender musim sebelum tahun 1990, rentang tahun 1990 sampai 2009 serta pada tahun 2010 ... 20

6. Klasifikasi dampak langsung dan dampak turunan di Desa Nenas ... 27

7. Klasifikasi dampak langsung dan dampak turunan di Desa Bena ... 28

(13)

No. Halaman

1. Kerangka pemikiran ... 11

2. Peta sebaran desa di Kecamatan Fatumnasi (lokasi penelitian: Desa Nenas berwarna kuning) ... 12

3. Peta sebaran desa di Kecamatan Amanuban Selatan (lokasi penelitian: Desa Bena berwarna kuning) ... 12

4. Grafik rata-rata curah hujan Desa Nenas periode 2000-2010 ... 21

5. Grafik rata-rata curah hujan Desa Bena periode 2000-2010 ... 22

6. Mata pencaharian utama masyarakat Desa Nenas ... 23

7. Mata pencaharian utama masyarakat Desa Bena ... 24

8. Masyarakat Desa Bena yang kesulitan dalam memenuhi kebutuhan air bersih pada musim kemarau ... 26

9. Bangunan fisik sebagai solusi terhadap kekurangan air ... 29

10. Pembuatan sumur galian dan sumur sementara di sekitar sungai sebagai upaya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan air ... 30

11. Pohon asam (kiri) sebagai salah satu alternatif untuk menambah penghasilan keluarga saat musim kemarau dan buah asam yang siap untuk dijual (kanan) ... 33

(14)

No. Halaman

1. Kuesioner identitas responden ... 41

2. Daftar pertanyaan kuesioner ... 42

3. Dokumentasi di lapangan ... 44

4. Data curah hujan bulanan Desa Nenas... 47

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perubahan iklim merupakan isu global yang disebabkan adanya perubahan pada parameter iklim seperti suhu, curah hujan, kelembaban udara, angin, kondisi awan, presipitasi maupun radiasi matahari (Aliadi et al. 2008). Salah satu penyebab perubahan iklim yang terjadi adalah kejadian pemanasan global. Pemanasan global terjadi akibat dari peningkatan efek rumah kaca yang disebabkan oleh peningkatan konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer (Handoko et al. 2008). Meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (GRK) merupakan masalah penting yang harus diatasi melalui kegiatan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Di sisi lain sumber penyerap GRK, yaitu hutan semakin berkurang dari sisi kualitas dan luasnya (Indartik et al. 2009).

Hutan merupakan bagian penting dari usaha global untuk menghadapi perubahan iklim. Hutan yang menyediakan beragam bahan baku dalam bentuk makanan, jasa ekosistem, bahan bakar dan material, sangat diperlukan manusia di masa depan dalam menghadapi perubahan iklim (Locatelli et al. 2009). Kondisi hutan yang berkurang baik kualitas dan luasnya memberikan pengaruh terhadap masyarakat di sekitarnya. Menurut Hilman (2007), perubahan iklim dapat memberikan dampak serius terhadap kerusakan hutan seperti kebakaran, jika hutan tidak dikelola dengan baik.

Dewasa ini dampak perubahan iklim memberikan pengaruh yang cukup signifikan diberbagai sektor seperti kehutanan, pertanian, kesehatan, perikanan dan sektor lainnya. Pada umumnya dampak negatif yang paling dirasakan di sektor-sektor tersebut. Menurut Hilman (2007), Indonesia sudah rentan terhadap risiko bencana alam, seperti banjir, longsor, erosi, badai tropis, kekeringan, dan akan menghadapi risiko yang lebih besar lagi ke depan akibat perubahan iklim.

Wilayah Indonesia memiliki keragaman kondisi sumber daya alam dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang berbeda sehingga rentan dan beresiko terhadap perubahan iklim. Berbagai studi kasus tentang dampak dan strategi adaptasi terhadap perubahan iklim sudah banyak dilakukan, seperti penelitian

(16)

yang dilakukan Kaimuddin (2000) tentang kajian dampak perubahan iklim dan tataguna lahan terhadap keseimbangan air, Sakuntaladewi (2010), yang meneiliti dampak perubahan musim dan strategi adaptasi pengelolaan, Ardia (2005) dampak keragaman iklim El Nino Southern Oscillation (ENSO) terhadap pengeluaran rumah tangga petani, dan Hilman (2007) mengenai rencana aksi nasional dalam menghadapi perubahan iklim. Penelitian mengenai dampak perubahan iklim masih menjadi permasalahan yang perlu dibahas. Oleh karena itu, diperlukan penelitian mengenai dampak perubahan iklim dan strategi adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar hutan atau masyarakat lokal. Meskipun sudah ada beberapa penelitian yang membahas dampak perubahan iklim namun masih belum memberikan gambaran tentang dampak perubahan iklim yang dirasakan oleh masyarakat sekitar hutan.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka penelitian ini mencoba menggali informasi mengenai dampak perubahan iklim dan kemampuan adaptif masyarakat dalam mengembangkan strategi penanggulangan dari fenomena perubahan iklim.

1.2 Perumusan Masalah

Perubahan iklim memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap kehidupan masyarakat dan lingkungan. Dampak langsung seperti musim yang tidak menentu, banjir, longsor, erosi, kekeringan, gagal tanam dan gagal penen sudah dirasakan masyarakat di daerah kering. Dampak-dampak negatif tersebut mempengaruhi pola kehidupan masyarakat daerah kering seperti di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Respon masyarakat dalam menghadapi perubahan iklim adalah dengan melakukan adaptasi. Strategi adaptasi seperti pembuatan saluran irigasi, pembuatan sumur untuk mengatasi kekeringan merupakan salah satu contoh konkret yang dilakukan masyarakat dalam menghadapi perubahan iklim. 1.3 Tujuan

Tujuan dilakukan penelitian ini sebagai berikut:

1. Mengetahui pemahaman masyarakat terhadap perubahan iklim.

2. Mengidentifikasi dan mengklasifikasi dampak perubahan iklim terhadap kehidupan masyarakat.

(17)

1.4 Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Memberikan informasi tentang adaptasi masyarakat di dalam hutan ataupun sekitar hutan terhadap perubahan iklim dan musim ekstrim.

2. Mengatahui dampak perubahan musim ekstrim yang dirasakan masyarakat daerah kering.

3. Sebagai masukan kepada pengambil kebijakan dalam mengantisipasi dampak perubahan musim dalam jangka panjang.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perubahan Iklim

Perubahan iklim global sebagai implikasi dari pemanasan global telah mengakibatkan ketidakstabilan atmosfer di lapisan bawah terutama yang dekat dengan permukaan bumi. Perubahan temperatur atmosfer menyebabkan kondisi atmosfer kian tidak stabil dan menimbulkan terjadinya anomali-anomali terhadap parameter cuaca yang berlangsung lama. Dalam jangka panjang anomali-anomali parameter cuaca tersebut akan menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Dampak-dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim tersebut diantaranya adalah: a) Meningkatnya frekuensi bencana alam/cuaca ekstrim seperti tanah longsor, banjir, kekeringan, dan badai tropis b) Mengancam ketersediaan air c) Mengakibatkan pergeseran musim dan perubahan pola hujan d) Menurunkan produktivitas pertanian e) Peningkatan temperatur akan mengakibatkan kebakaran hutan f) Mengancam biodiversitas dan keanekaragaman hayati (Susandi et al. 2008). Beberapa daerah tertentu di Indonesia sangat rentan terhadap berbagai bahaya perubahan iklim antara lain seperti kekeringan, banjir, tanah longsor, dan kenaikan permukaan air laut. Hal ini sangat signifikan pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat dan keadaan sumberdaya alam (Lietmann 2009).

Pemanasan yang terjadi pada sistem iklim bumi merupakan hal yang jelas terasa, seiring dengan banyaknya bukti dari pengamatan kenaikan temperatur udara dan laut, pencairan salju dan es di berbagai tempat di dunia, dan naiknya permukaan laut global. Pemanasan global dapat menyebabkan terjadi perubahan yang signifikan dalam sistem fisik dan biologis. Perubahan seperti peningkatan intensitas badai tropis, perubahan pola angin, mempengaruhi masa reproduksi hewan dan tanaman, distribusi spesies dan ukuran populasi, frekuensi serangan hama dan wabah penyakit. Selain itu, pemanasan global juga dapat mempengaruhi berbagai ekosistem yang berlokasi tinggi dan ekosistem-ekosistem pantai (IPCC 2007). Perubahan iklim terjadi karena banyaknya CO2 di atmosfer. Keadaan ini memberikan dampak terhadap ekosistem hutan dan kehidupan manusia, terutama mereka yang berdomisili di negara berkembang yang kondisi sosial ekonominya

(19)

dan penghidupannya bergantung pada hutan. Hasil penelitian di berbagai negara antara lain menunjukkan adanya perubahan fenologi dan produktivitas tumbuhan, pergerakan spesies, jumlah populasi tumbuhan pohon, merebaknya serangga, dan perubahan distribusi spesies (Ayres et al. 2009).

2.2 Strategi Adaptasi

Konsep-konsep kunci dalam kajian adaptasi sosial budaya adalah perilaku adaptif (adaptive behavior), tindakan strategis (strategic action) dan strategi adaptasi (adaptive strategy). Perilaku adapatif menunjukkan bentuk perilaku menyesuaikan cara-cara pada tujuan, mencapai kepuasan, melakukan pilihan-pilihan secara aktif maupun pasif. Tindakan strategis lebih spesifik menunjuk pada perilaku aktif yang dirancang untuk mencapai tujuan. Sedangkan strategi adaptasi menunjuk pada tindakan spesifik yang dipilih oleh individu dalam proses pengambilan keputusan dengan suatu derajat keberhasilan yang dapat diperkirakan (Bates 2001).

Indonesia sekarang ini sudah rentan terhadap risiko bencana alam, seperti banjir, longsor, erosi, badai tropis, kekeringan, dan akan menghadapi risiko yang lebih besar lagi ke depan akibat perubahan iklim. Apabila langkah-langkah penanganan yang konkret tidak segera dilaksanakan, maka target-target Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals) untuk bidang-bidang yang berkaitan dengan kemiskinan, kelaparan, dan kesehatan akan sulit dicapai. Adapun kemungkinan target-target pembangunan yang telah tercapai selama puluhan tahun ini juga terancam (Hilman 2007). Oleh karena itu, adaptasi perubahan iklim harus diimplementasikan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan dengan mengintegrasikan aspek ekonomi, sosial, dan ekologi.

Agenda adaptasi perubahan iklim difokuskan pada area yang rentan terhadap perubahan iklim, yakni sumber daya air, pertanian, perikanan, pesisir dan laut, infrastruktur dan pemukiman, kesehatan, dan kehutanan. Berdasarkan tujuan pembangunan, maka agenda adaptasi dalam strategi pembangunan perlu disusun dalam rentang waktu yaitu:

1. Bersifat segera

Membangun kemampuan dan ketahanan dalam menghadapi anomali iklim atau variabilitas iklim saat ini. Pertama dengan program pengurangan resiko

(20)

bencana terkait iklim melalui program penghutanan kembali, penghijauan terutama di kawasan hutan atau lahan yang kritis, baik di hulu maupun di hilir (kawasan pesisir) dengan keterlibatan masyarakat. Kedua peningkatan kesadaran dan penyebarluasan informasi perubahan iklim dan informasi adaptasi pada berbagai tingkat masyarakat terutama untuk masyarakat yang rentan sebagai tindakan kesiapsiagaan dini dan peningkatan kesadaran tentang bencana iklim yang semakin meningkat.

Selanjutnya dengan peningkatan kapasitas pengkajian ilmiah tentang perubahan iklim dan dampaknya, upaya pengendaliannya serta mengembangkan model proyeksi perubahan iklim jangka pendek, menengah dan panjang untuk skala lokal atau regional. Peningkatan kapasitas untuk mengintegrasikan perubahan iklim dengan mengutamakan adaptasi perubahan iklim kedalam perencanaan, perancangan infrastruktur, pengelolaan konflik, dan pembagian kawasan air tanah untuk institusi pengelolaan air. Pengarus-utamaan adaptasi perubahan iklim kedalam kebijakan dan program di berbagai sektor (dengan fokus pada penanggulangan bencana, pengelolaan sumberdaya air, pertanian, kesehatan dan industri).

2. Jangka menengah dan panjang

Pengembangan sistem infrastruktur, tata-ruang, sektor-sektor yang tahan dan tanggap terhadap perubahan iklim. Selain itu, program pengembangan penataan kembali tata ruang wilayah pada kawasan pantai perlu dilakukan (Hilman 2007).

2.3 Masyarakat Desa Hutan

Masyarakat desa hutan merupakan masyarakat yang dalam bersikap, berpikir dan bertindak selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun-temurun (Kepdirjen No.109/Kpts/V/1997). Sedangkan pengertian masyarakat menurut Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 2005 adalah kumpulan orang yang mempunyai kepentingan sama yang tinggal di daerah yuridiksi yang sama.

Masyarakat dalam pengertian sosiologi tidak dipandang sebagai suatu kumpulan individu-individu semata. Masyarakat merupakan suatu pergaulan

(21)

hidup, oleh karena manusia hidup bersama. Seleksi masyarakat pengguna hutan dapat dilakukan dengan memperhatikan 2 hal, yaitu pengertian tentang masyarakat dan tipologi masyarakat. Masyarakat (community) adalah sekumpulan orang yang mendiami suatu tempat tertentu, yang terikat dalam suatu norma, nilai dan kebiasaan yang disepakati bersama oleh kelompok yang bersangkutan. Tipologi masyarakat adalah pengelompokan masyarakat, baik berdasarkan sumber mata pencaharian masyarakat (misalnya masyarakat petani, masyarakat perkebunan, masyarakat nelayan, masyarakat hutan), maupun berdasarkan wilayah tinggalnya (masyarakat desa atau rural community, dan masyarakat kota (Afri et al. 2008).

(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Penelitian

Dewasa ini, dampak perubahan iklim sudah dirasakan masyarakat di beberapa daerah kering di Indonesia. Dampak perubahan iklim tersebut antara lain seperti suhu bertambah panas, musim yang tidak menentu, kesulitan prediksi tanam, dan perubahan arus laut. Menurut Aldrian et al. (2011), aktivitas manusia yang melakukan pembakaran bahan bakar fosil, perubahan penggunaan lahan, menyebabkan efek gas rumah kaca (CO2, CH4, N2O) semakin meningkat. Hal ini berdampak pada peningkatan suhu global, pencairan lapisan es, kenaikan permukaan laut, dan perubahan curah hujan. Perubahan tersebut mengakibatkan dampak negatif berupa kebakaran hutan, kekeringan, kenaikan muka laut, puting beliung, longsor, banjir, rusaknya infrastruktur, dan muncul penyakit.

Pengaruh negatif dari perubahan iklim sangat dirasakan masyarakat yang hidupnya bergantung dengan sumberdaya alam seperti petani. Sebagian besar masyarakat lokal (petani) tidak memahami mengenai perubahan iklim, namun masyarakat selalu mengalami dampak negatif dari perubahan iklim. McKay

(2009), menyatakan bahwa dengan memahami pengaruh negatif perubahan iklim dan dampaknya, petani dapat menyiapkan diri dan beradaptasi. Petani telah menghadapi beragam kondisi iklim, namun beberapa strategi mungkin tidak lagi berhasil karena cuaca yang semakin tidak menentu. Petani butuh tambahan informasi yang dikomunikasikan secara efektif agar bisa beradaptasi terhadap

perubahan iklim. Menurut Susandi et al. (2008), dampak-dampak yang

ditimbulkan oleh perubahan iklim diantaranya adalah: a) Meningkatnya frekuensi bencana alam/cuaca ekstrim seperti tanah longsor, banjir, kekeringan, dan badai tropis b) Mengancam ketersediaan air c) Mengakibatkan pergeseran musim dan perubahan pola hujan d) Menurunkan produktivitas pertanian e) Peningkatan temperatur akan mengakibatkan kebakaran hutan.

Dampak perubahan iklim diklasifikasikan dalam dampak langsung dan dampak turunan. Dampak langsung dimaksudkan sebagai dampak yang langsung terjadi terhadap lingkungan dan dapat dilihat serta dirasakan. Sedangkan dampak

(23)

turunan merupakan akibat dari dampak terhadap lingkungan yang terjadi beberapa waktu kemudian dan dapat dirasakan langsung baik bagi rumah tangga maupun kelompok (Yayasan Pelangi Indonesia 2009).

Dampak perubahan iklim secara langsung dapat mempengaruhi masyarakat sekitar hutan yang hidupnya bergantung dari sumberdaya alam. Menurut IPCC (2007) komunitas yang paling miskin akan menjadi yang paling rentan terhadap dampak dari perubahan iklim, sebab mereka akan sulit untuk melakukan usaha untuk mencegah dan mengatasi dampak dari perubahan iklim dengan kurangnya kemampuan.

Pengaruh perubahan iklim memaksa masyarakat beradaptasi dengan tujuan untuk mengurangi dampak yang diakibatkan dari perubahan iklim. Adaptasi adalah suatu penyesuaian dalam sistem manusia atau alam dalam menanggapi rangsang iklim yang sebenarnya atau yang diperkirakan atau efeknya, yang meringankan kerusakan atau mengeksploitasi kesempatan-kesempatan yang meguntungkan (McCarthy et al. 2001).

Menurut Handoko et al. (2008), adaptasi pertanian yang dapat dilakukan antara lain: peningkatan luas areal tanam, meningkatkan produktivitas makanan, meningkatkan intensitas tanam, dan mengurangi tingkat konsumsi per kapita per tahun. Aspek penting dalam melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim adalah bagaimana menemukan cara-cara adaptasi yang membutuhkan biaya terendah sehingga dapat membantu masyarakat khusunya masyarakat miskin dalam melakukan adaptasi yang dibutuhkan.

1.2 Definisi Operasional

a. Perubahan iklim merupakan perubahan pada komponen iklim, yaitu suhu, curah hujan, kelembaban, angin dan awan (Aldrian et al. 2011). Beberapa indikator perubahan iklim ditunjukkan dengan adanya perubahan curah hujan, peningkatan suhu udara, dan perubahan musim (hujan dan kemarau) yang tidak menentu. Adanya perubahan dari beberapa indikator tersebut dapat memberikan dampak negatif terhadap sumberdaya alam dan manusia.

b. Pemahaman masyarakat terhadap perubahan iklim berdasarkan pada pemahaman mereka terhadap perubahan curah hujan, peningkatan suhu

(24)

udara, dan perubahan musim (hujan dan kemarau) yang dirasakan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya indikator yang digunakan seperti kalender musim (bulan basah dan bulan kering), kenaikan suhu udara, tanda-tanda alam dan curah hujan bulanan.

c. Dampak negatif dari perubahan iklim sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat, maka dari itu masyarakat perlu beradaptasi dalam upaya menguarangi dampak negatif yang ditimbulkan. Adaptasi yang dilakukan masyarakat umumnya untuk menghadapi perubahan curah hujan, peningkatan suhu udara, dan perubahan musim yang tidak menentu. Bentuk adaptasi yang dipilih masyarakat berupa adaptasi reaktif dan antisipatif. Adaptasi reaktif yang dilakukan berupa pembuatan bangunan fisik (saluran irigasi, bak air berih, dan sumur galian), penanaman pohon atau bambu disekitar aliran sungai. Sedangkan adaptasi antisipatif yang dilakukan masyarakat berupa adanya larangan menebang pohon, larangan untuk sistem bertani tebas tebang bakar, dan larangan untuk membakar hutan. Secara keseluruhan sumber pendanaan adaptasi yang dilakukan masyarakat beragam ada yang swadaya masyarakat, individu, dan bantuan dari pemerintah atau pihak luar. Berdasarkan uraian di atas, alur kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat disajikan dalam Gambar 1.

(25)

Gambar 1 Kerangka pemikiran. 3.3 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011. Pengambilan data dilakukan di Desa Nenas, Kecamatan Fatumnasi dan Desa Bena, Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Propinsi Nusa Tenggara Timur.

3.4 Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang dipergunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Peta wilayah desa (Gambar 2 dan Gambar 3) 2. Alat tulis

3. Kuisioner 4. Kamera

Pemahaman masyarakat mengenai perubahan iklim Perubahan Iklim

 Perubahan curah hujan

 Perubahan musim yang tidak menentu

 Peningkatan suhu udara

Dampak Langsung  Banjir  Longsor  Kebakaran hutan  Kekeringan Dampak Turunan  Pendapatan menurun  Produksi menurun Strategi Adaptasi Masyarakat

(26)

Gambar 2 Peta sebaran desa di Kecamatan Fatumnasi (lokasi penelitian: Desa Nenas berwarna kuning).

Gambar 3 Peta sebaran desa di Kecamatan Amanuban Selatan (lokasi penelitian: Desa Bena berwarna kuning).

Legenda : Batas wlayah

Legenda : Batas wlayah

(27)

3.5 Metode Pengambilan Data

Metode dalam pengambilan sampel dilakukan pemilihan secara purposive

sampling terhadap responden yang terkait dengan dampak perubahan iklim yaitu

masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Pemilihan sampel berdasarkan pada masyarakat yang tinggal di hulu dan hilir DAS Noelmina. Jumlah responden yang diambil sebanyak 30 orang dalam satu desa. Metode ini diambil dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang ada di lapangan seperti akses di lapangan, waktu dan cuaca yang tersedia dalam pengumpulan data di lapangan.

Teknik pengambilan data yang dilakukan dalam kegiatan penelitian dengan cara sebagai berikut:

1. Observasi, yaitu mengumpulkan data melalui pengamatan terhadap kegiatan dan keadaan di daerah penelitian secara langsung.

2. Studi pustaka, sebagai keperluan untuk menunjang penelitian dengan mempelajari literatur, laporan, skripsi penelitian, data instansi pemerintah yang berhubungan dengan strategi adaptasi dan dampak terhadap perubahan iklim.

3. Teknik wawancara terhadap tokoh-tokoh masyarakat dan perwakilan instansi pemerintah terkait.

3.6 Data yang dikumpulkan

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan metode wawancara dan observasi lapangan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait dan studi literatur.

Data primer yang dikumpulkan meliputi:

a. Data identitas responden yaitu: nama, umur, pendidikan, pekerjaan. b. Data kalender musim lokasi penelitian.

c. Data tentang dampak perubahan musim terhadap sumber daya alam, sosial ekonomi masyarakat.

d. Data tentang strategi adaptasi yang dilakukan masyarakat terhadap perubahan iklim.

Data sekunder yang dikumpulkan meliputi:

a. Data mengenai tentang kondisi umum lokasi penelitian (letak, luas, iklim, geografi dan topografi).

(28)

b. Data monografi desa di lokasi penelitian yang meliputi: jumlah penduduk, pendidikan, mata pencaharian.

3.7 Metode Pengolahan Data dan Analisis

Data yang didapat diolah dengan tabulasi. Data kualitatif ditulis secara deskriptif dengan menguraikan dan menggambarkan fenomena-fenomena yang ditemukan. Hasil data yang sudah terkumpul diinterpretasikan dan dideskripsikan dalam bentuk teks, gambar dan tabel untuk kemudian dibahas mengenai dampak perubahan iklim terhadap lingkungan dan strategi adaptasi kehidupan masyarakat. Tabel 1 Metode pengolahan dan analisis data

No Jenis Data Metode Pengolahan dan Analsis

1. Jenis-jenis dampak perubahan iklim terhadap lingkungan hutan dan kehidupan masyarakat

a. Klasifikasi jenis-jenis dampak terhadap kondisi sumberdaya hutan, sumberdaya manusia dan kondisi lingkungan pemukiman dan fasilitas umum

b. Analisis deskriptif

2. Jenis adaptasi dan hambatan masyarakat dalam melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim

a. Klasifikasi bentuk adaptasi

b. Klasifikasi bentuk-bentuk adaptasi sesuai jenis sumber pendanaan

c. Klasifikasi kendala sosial dan ekonomi beradaptasi

d. Analisis deskriptif Sumber: Sylviani dan Sakuntaladewi (2010)

(29)

BAB IV

KONDISI UMUM

4.1 Kondisi Geografis dan Topografi

Desa Nenas merupakan salah satu desa di Kecamatan Fatumnasi yang berada dekat dengan kawasan Cagar Alam Gunung Mutis. Desa ini berada pada ketinggian 1200-1400 mdpl. Desa Nenas terletak di 09° 35,383´LS dan 124° 12,561´BT dengan luas wilayah sebesar 69,53 Km². Batas-batas wilayah Desa Nenas secara administrasi adalah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Nuapin, Kecamatan Fatumnasi b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Fatumnasi, Kecamatan Fatumnasi c. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bonleu, Kecamatan Miumafo Barat d. Sebelah Barat berbatasan Desa Noebesi, Kecamatan Nunbena

Wilayah Desa Nenas secara umum berbukit-bukit dan dataran tinggi atau pegunungan yang memiliki tingkat kemiringan cukup tinggi. Lahan yang ada di Desa Nenas sebagian besar merupakan hutan lahan kering sekunder yang ditumbuhi oleh semak-semak dan pohon cemara. Sawah-sawah masyarakat Desa Nenas berada dekat dengan aliran sungai yang memiliki kelerengan cukup rendah. Sedangkan kebun ataupun ladang-ladang masyarakat berada di bukit-bukit dengan kelerengan yang cukup tinggi. Ladang masyarakat biasa ditanami dengan tanaman sayuran seperti wortel, daun bawang, kacang tanah, bawang bombay, ubi jalar, ubi kayu dan buah-buahan.

Berdasarkan tata guna lahan Desa Nenas, yang mendominasi wilayah desa adalah hutan lahan kering sekunder dengan persentase mencapai 66,01 %. Sedangkan tata guna lainnya seperti hutan lahan kering primer memiliki luas mencapai 26,88 %, semak belukar 6,87 %, pertanian lahan kering 0,13 %, dan pemukiman 0,10 %. Tata guna lahan Desa Nenas secara lengkap disajikan dalam Tabel 2.

(30)

Tabel 2 Luas penggunaan lahan di Desa Nenas

No. Pengunaan Lahan Luas

(ha) (%)

1 Pemukiman 7 0,10

2 Pertanian lahan kering dan semak 9 0,13

3 Semak belukar 462 6,87

4 Hutan lahan kering primer 1.808 26,88

5 Hutan lahan kering sekunder 4.440 66,01

Total 6.726 100,00

Sumber: BPKH wilayah XIV Nusa Tenggara Timur (2006) dalam BPDAS Kupang (2010)

Desa Bena merupakan salah satu desa yang berada di ketinggian kurang dari 500 m dpl. Desa Bena terletak di Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Luas wilayah Desa Bena sebesar 14 Km². Jarak desa dari ibukota kabupaten adalah 59 Km. Batas-batas wilayah Desa Bena secara administrasi adalah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Polo, Desa Batnun, Kecamatan Amanuban Selatan

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Timor

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Oebelo, Kecamatan Amanuban Selatan d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kupang

Secara umum wilayah di Desa Bena berupa dataran rendah. Penggunaan lahan yang ada di Desa Bena meliputi persawahan, ladang dan savana untuk penggembalaan ternak. Kondisi vegetasi di sekitar desa berupa semak, tumbuhan duri, pohon asam serta tumbuhan lontar. Hasil hutan yang dapat dimanfaatkan masyarakat seperti buah asam, buah, daun, nira dan kayu dari pohon lontar.

4.2 Iklim

Kondisi Desa Nenas berada di daerah yang cukup tinggi dengan curah hujan mencapai 300 mm per bulan menyebabkan Desa Nenas mudah terkena erosi dan longsor. Jumlah hujan basah yang ada di Desa Nenas berkisar 6-7 bulan. Suhu rata-rata harian di Desa Nenas mencapai 25°C. Data curah hujan dalam 10 tahun terakhir yang terhimpun di stasiun pengamatan yang berlokasi Kasetnana, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) secara lengkap tercantum dalam

(31)

Lampiran. Sedangkan Desa Bena memiliki curah hujan yang tidak begitu tinggi. Musim kemarau atau kondisi bulan kering di Desa Bena lebih banyak dibanding penghujan. Data BMKG dalam 10 tahun terakhir menunjukkan bulan kering rata-rata mencapai 5 bulan. Musim kering tinggi dimulai pada bulan Juni hingga Oktober. Hal tersebut membuat masyarakat Desa Bena kesulitan air saat musim kemarau dan tidak jarang mereka harus berjalan 2 km-3 km untuk mendapatkan air. Data rata-rata curah hujan Desa Bena yang berlokasi di stasiun Panite secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3.

4.3 Kondisi Demografi

Jumlah penduduk yang ada di Desa Nenas sebanyak 2.112 jiwa yang terdiri dari laki-laki 998 jiwa dan perempuan 1.114 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 446 KK. Sedangkan jumlah penduduk yang ada di Desa Bena sebanyak 2.829 jiwa yang terdiri dari laki-laki 1.416 jiwa dan perempuan 1.413 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 767 KK (Data Monografi Desa 2010).

Sebagian besar masyarakat Desa Nenas dan Desa Bena bermata pencaharian sebagai petani baik petani lahan kering maupun lahan basah. Selain itu mata pencaharian sebagai pengusaha kecil (kios, pedagang) di Desa Bena cukup banyak, hal ini karena akses jalan yang sudah bagus. Berikut data mata pencaharian masyarakat Desa Nenas dan Desa Bena disajikan pada Tabel 3.

(32)

Tabel 3 Jenis mata pencaharian di Desa Nenas dan Desa Bena

No. Mata Pencaharian Utama Jumlah (KK)

Desa Nenas Desa Bena

1 Petani 357 473

2 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 16 67

3 Dokter swasta 4 3

4 Pensiunan 4 13

5 Pengusah kecil/menengah (kios / warung, pedagang ternak, penjual kain tenun) 7 46 6 Dukun terlatih 3 10 7 TNI/POLRI 9 1 8 Nelayan - 60 9 Lain-lain 46 94 Jumlah 446 767

Sumber: Data Monografi Desa Nenas (2010) dan Desa Bena (2009)

Pendidikan masyarakat di desa penelitian rata-rata tamat Sekolah Dasar (SD). Tingkat pendidikan masyarakat di desa penelitian secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4 Tingkat pendidikan masyarakat Desa Nenas dan Desa Bena

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa)

Desa Nenas Desa Bena

1 Tidak tamat SD 85 100 2 SD/sederajat 1097 1376 3 SLTP/sederajat 542 985 4 SLTA/sederajat 361 274 5 Perguruan tinggi 27 94 Jumlah 2112 2829

(33)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pemahaman Masyarakat Sekitar Hutan Mengenai Perubahan Iklim Perubahan iklim dirasakan oleh setiap responden, meskipun sebagian besar responden belum mengerti istilah perubahan iklim itu. Tingkat pendidikan masyarakat yang sebagian besar tamat Sekolah Dasar (SD) dan lokasi desa yang terpencil menyebabkan istilah perubahan iklim belum dimengerti oleh masyarakat. Masyarakat mengerti bahwa musim sudah berubah, mereka kesulitan dalam memprediksi masa tanam dan suhu udara yang bertambah panas. Kondisi tersebut sangat memberikan pengaruh yang besar terhadap kehidupan dan pertanian masyarakat.

Perubahan iklim yang terjadi telah mengakibatkan kerugian yang cukup signifikan terhadap sebagian besar masyarakat petani di desa penelitian. Hal tersebut sesuai dengan yang disampaikan Soebijoto (2009), bahwa perubahan iklim telah merugikan sebagian besar masyarakat petani di Indonesia. Banyak petani kesulitan menentukan musim tanam karena prediksi mereka terhadap musim hujan sering meleset. Petani terkadang tidak menyangka jika musim hujan berlangsung singkat. Bagi para petani rentang musim hujan mempengaruhi pertimbangan memilih jenis tanaman yang akan ditanam. Perubahan rentang waktu musim hujan dan curah hujan mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan hewan yang menjadi hama tanaman.

5.1.1 Penilaian responden terhadap curah hujan

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat Desa Nenas dan Desa Bena menunjukkan bahwa terjadi peningkatan curah hujan rata-rata bulanan yang paling tinggi pada tahun 2010. Pada tahun 2010 terjadi musim yang ekstrim, yakni musim hujan berlangsung selama 10 bulan dengan intensitas hujan tinggi dimulai pada bulan Oktober sampai dengan April. Pada tahun 2010 musim kemarau hanya terjadi 2 bulan dan masih terdapat curah hujan dengan intensitas rendah. Berbeda dengan tahun 1990 sampai dengan tahun 2009 curah hujan terjadi selama 7 bulan. Sementara musim kemarau pada rentang tahun 1990-2009 hanya terjadi 5 bulan,

(34)

yang dimulai pada bulan Mei sampai dengan September. Musim kemarau yang terjadi pada bulan Mei masih terdapat curah hujan rendah, namun pada bulan selanjutnya tidak terdapat hujan. Sedangkan sebelum tahun 1990 curah hujan terjadi selama 6 bulan.

Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan musim (hujan dan kemarau) sehingga mengakibatkan kalender musim menjadi berubah. Hal ini berdampak pada jadwal musim (musim tanam) masyarakat menjadi tidak menentu. Kalender musim sebelum dan sesudah tahun 2010 disajikan lengkap pada Tabel 5.

Tabel 5 Kalender musim sebelum tahun 1990, rentang tahun 1990 sampai 2009 serta pada tahun 2010

Tahun Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

2010 xxx xxx xx xxx xx x x xx xx xxx xxx xxx

’90-‘09 xxx xxx xx xx x xx xxx xxx

< ’90 xxx xxx xx x xx xxx xxx

Keterangan :

x : intensitas hujan rendah xx : intensitas hujan sedang xxx : intensitas hujan tinggi

Hasil dari kalender musim masyarakat tidak berbeda dengan data curah hujan per bulan dan per tahun dari stasiun Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Lasiana Kupang, yang menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan musim dengan curah hujan yang berbeda (lihat pada Gambar 4 dan Gambar 5). Rata-rata curah hujan Desa Nenas pada periode 2000-2005 musim kemarau mulai datang pada Juni, sedangkan periode 2006-2010 musim kemarau mulai bulan Juli (lihat Gambar 4). Pada periode tahun 2000-2005 musim kemarau terjadi selama 5, sedangkan periode 2006-2010 hanya terjadi selama 4 bulan. Sedangkan musim hujan yang ekstrim terjadi pada tahun 2010 dengan intensitas hujan tinggi yang terjadi di Desa Nenas dan Desa Bena. Pada tahun 2010 musim hujan dengan intensitas curah hujan yang tinggi terjadi pada bulan Januari-Mei dan bulan Oktober-Desember. Data hujan bulanan Desa Nenas secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4.

Musim hujan Musim kemarau

(35)

Gambar 4 Grafik rata-rata curah hujan Desa Nenas periode 2000-2010.

Perubahan musim yang tidak menentu juga dirasakan di Desa Bena. Grafik rata-rata curah hujan bulanan periode tahun 2000-2005 di Panite menunjukkan bahwa musim kemarau terjadi selama 5 bulan, sedangkan periode 2006-2010 terjadi selama 6 bulan. Sedangkan musim hujan pada periode tahun 2006-2010 terjadi pada bulan Desember sampai Mei (lihat Gambar 5). Hal ini dapat dilihat pada data curah hujan bulanan tahun 2010 yang menunjukkan bahwa terdapat curah hujan cukup tinggi sehingga terjadi musim hujan yang cukup lama yakni selama 9 bulan (lihat lampiran 4). Perubahan musim hujan dan kemarau yang tidak menentu tersebut sangat menyulitkan petani yang mengandalkan tanaman musiman. Hal ini dapat dilihat pada musim kemarau tahun 2008 dan 2009 yang masing-masing terjadi selama 7 dan 8 bulan. Sedangkan musim kemarau pada tahun 2010 terjadi hanya 3 bulan, hal ini menunjukkan bahwa musim yang ada di Desa Bena sudah tidak menentu. Musim hujan maupun kemarau yang tidak stabil dapat menyebabkan tanaman musiman mudah terserang hama atau hasil tidak maksimal.

(36)

Gambar 5 Grafik rata-rata curah hujan Desa Bena periode 2000-2010. 5.1.2 Penentuan datangnya musim hujan dan kemarau

Para petani di desa penelitian sudah tidak lagi menggunakan kalender musim dalam menentukan jadwal menanam. Mereka mulai menanam dengan melakukan pengamatan secara langsung di lapangan. Masyarakat Desa Nenas atau desa bagian hulu memiliki suatu kearifan lokal yang unik untuk menentukan musim tanam yakni dengan mengamati tanda-tanda alam. Tanda alam tersebut seperti suara ayam hutan yang berkokok pada sore hari, pohon mangga yang mulai berbunga atau berbuah dan suara burung hujan (koloulan) yang digunakan masyarakat untuk mengetahui musim hujan datang.

Tanda alam yang digunakan masyarakat Desa Bena atau desa bagian hilir dalam menentukan musim hujan adalah dengan mempertimbangkan suara air laut. Apabila suara air laut terdengar keras, maka hujan akan segera turun. Selain itu, beberapa masyarakat ada yang melakukan perhitungan bulan atau rasi bintang untuk menentukan waktu musim tanam.

5.2 Dampak Perubahan Musim Ekstrim

Perubahan musim yang ekstrim akan mempengaruhi ketersedian air untuk kebutuhan hidup masyarakat dan pertanian. Ketersediaan air merupakan variabel utama yang mempengaruhi petani untuk memutuskan jadwal tanam, jadwal panen

(37)

serta kegiatan lain dalam mengelola tanaman. Adanya keterbatasan air menjadikan petani sangat tergantung pada curah hujan dalam menentukan jadwal menanam (Ardia 2005). Kondisi perubahan musim yang tidak menentu tersebut berdampak pada masyarakat petani sangat bergantung pada kondisi alam sekitarnya. Dampak tersebut berpengaruh terhadap masyarakat Desa Nenas dan Desa Bena yang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani. Sebanyak 80 % masyarakat Desa Nenas mata pencahariannya merupakan petani, baik lahan kering maupun lahan basah. Sedangkan untuk mata pencaharian lain seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 3,59 %, pengusaha kecil 1,57 %, TNI atau POLRI sebanyak 2,02 % serta lain-lain sebanyak 12,78 %.

Gambar 6 Mata pencaharian masyarakat Desa Nenas (2010) (data diolah).

Sedangkan di Desa Bena sebanyak 61,67 % masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani. Adapun sumber mata pencaharian sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) mencapai 8,74 %, nelayan mencapai 7,82 %, pengusaha kecil 6 persen dan lain-lain sebanyak 14,83 %.

(38)

Gambar 7 Mata pencaharian masyarakat Desa Bena (2010) (data diolah). 5.2.1 Dampak dari curah hujan yang tinggi

Dampak perubahan musim yang tidak menentu dan curah hujan tinggi memberikan dampak terhadap sektor pertanian dan lingkungan. Selain itu keadaan topografi yang berbukit dan cukup curam merupakan salah satu daerah yang rawan terhadap dampak curah hujan yang tinggi. Hal ini akan menjadi rawan bencana apabila kondisi tutupan lahannya yang sudah banyak terbuka atau beralih fungsi lahannya. Kondisi ini dialami oleh masyarakat Desa Nenas yang berada di hulu sungai Noelmina, yang memiliki topografi cukup curam. Lokasi ladang masyarakat Desa Nenas yang berada dibukit-bukit dengan lahan yang cukup terbuka menjadi rawan ketika curah hujan yang tinggi datang. Sektor yang paling rentan terhadap dampak curah hujan yang tinggi adalah pertanian masyarakat seperti gagal tanam jagung, ladang-ladang masyarakat mengalami longsor dan area sawah yang terkikis karena banjir.

Curah hujan yang tinggi pada akhir tahun 2009 dan tahun 2010 menyebabkan sungai (nono) Kofi meluap sehingga beberapa sawah masyarakat terkena banjir. Akibatnya banyak tanaman padi yang rusak sehingga hasil produksi menurun. Dampak lain yang dirasakan akibat curah hujan yang tinggi berupa longsor, petani gagal tanam jagung, dan ladang masyarakat mengalami erosi. Selain itu curah hujan yang tinggi pada tahun 2010 juga memaksa petani hanya mengandalkan hasil tanaman sayuran seperti wortel, daun bawang, ubi kayu, buncis, kacang merah dan ubi jalar.

(39)

Curah hujan yang tinggi juga berpengaruh terhadap stok madu yang dihasilkan petani madu. Apabila musim hujan cukup tinggi mereka tidak memanen hasil madu di hutan karena banyak air yang tercampur dalam madu sehingga menurunkan kualitas madu. Petani madu Desa Nenas memiliki jadwal untuk memanen madu yakni pada bulan April, Mei dan Juni yang merupakan bulan-bulan kering. Madu merupakan mata pencaharian sampingan bagi masyarakat untuk menambah pengasilan mereka. Harga madu yang mencapai Rp 100.000,- sampai Rp 200.000,- per botol ukuran 1 liter menjadi alasan masyarakat untuk mencari madu.

Hal yang sama juga di alami oleh masyarakat petani Desa Bena yang merupaka desa bagian hilir Das Noelmina. Pada tahun 2010 sampai awal tahun 2011 mereka gagal menanam jagung dan hasil panen padi menurun karena curah hujan yang tinggi. Selain itu, Desa Bena juga mengalami dampak banjir yang menyababkan sebagian Dusun Tiga tergenang air. Kondisi topografi yang datar dan berada di hilir sungai mengakibatkan rawan terhadap banjir apabila curah hujan yang tinggi terjadi di wilayah ini. Kondisi lain yang dapat menyebabkan banjir melanda Desa Bena adalah perubahan kondisi DAS oleh masyarakat seperti pengelolaan agroekosistem lahan yang minim upaya konservasi, sistem ternak lepas dengan minim pengawasan, dan kebiasaan membakar pada periode tertentu.

Banjir yang melanda Dusun Tiga mengakibatkan beberapa rumah-rumah masyarakat, kandang ternak dan pekarangan tergenang oleh air. Selain itu, menurut keterangan responden banjir yang terjadi pada April 2011 mengakibatnya puluhan hektar sawah masyarakat Desa Bena terendam oleh air. Area persawahan padi masyarakat yang sudah menguning rusak atau ambruk karena dihantam banjir tersebut. Kondisi ini mengakibatkan hasil produksi tanaman berkurang sampai 40% per hektar.

5.2.2 Dampak dari musim kemarau ekstrim

Pada saat musim kemarau masyarakat Desa Nenas tidak begitu kesulitan untuk mendapatkan air untuk kebutuhan rumah tangga dikarenakan Desa Nenas (daerah hulu) dikelilingi Cagar Alam Gunung Mutis. Keberadaan Cagar Alam ini sangat membantu dalam menjaga sumber mata air saat musim kemarau. Dampak musim kemarau ekstrim hanya dirasakan dalam pemeliharaan tanaman pertanian.

(40)

Menurut responden, mereka harus mengambil air dari sumber mata air dekat gunung untuk keperluan pertanian. Hal tersebut sesuai dengan yang disampaikan oleh Suryatmojo (2006), yang menjelaskan bahwa peran hutan terhadap pengendalian air salah satunya yakni dalam pengendalian aliran (hasil air). Sampai saat ini masih dipercayai bahwa hutan yang baik mampu mengendalikan daur air artinya hutan yang baik dapat menyimpan air selama musim hujan dan melepaskannya di musim kemarau. Kepercayaan ini didasarkan atas masih melekatnya dihati masyarakat bukti-bukti bahwa banyak sumber-sumber air dari kawasan hutan yang baik tetap mengalir pada musim kemarau.

Hal ini berbeda dengan Desa Bena yang kondisi hutannya berupa hutan lahan kering yang di dominasi oleh semak belukar dan pohon duri. Apabila musim kemarau terjadi dalam kurun waktu 6 sampai 7 bulan dapat menyebabkan sumber mata air kering, kekurangan air untuk pertanian dan kebutuhan rumah tangga, serta rumput-rumput dan semak mengering. Akibatnya memberikan dampak terhadap berkurangnya pakan ternak masyarakat dan rawan terjadi kebakaran. Beberapa masyarakat di Desa Bena harus jalan berkilometer untuk mendapatkan air. Masyarakat biasanya mengambil air di sumber mata air menggunakan gerobak roda dua yang diisi dengan jerigen ukuran 5 liter. Satu gerobak yang digunakan dapat memuat antara 20-28 jerigen.

Gambar 8 Masyarakat Desa Bena yang kesulitan dalam memenuhi kebutuhan air bersih pada musim kemarau.

(41)

5.2.3 Klasifikasi Dampak Langsung dan Turunan

Tanda-tanda perubahan iklim terjadi secara perlahan dan terjadi secara ekstrim serta menimbulkan dampak yang signifikan. Dampak yang ditimbulkan diklasifikasikan ke dalam dampak langsung dan dampak turunan. Dampak langsung dimaksudkan sebagai dampak yang langsung terjadi terhadap lingkungan dan dapat dilihat serta dirasakan. Sedangkan dampak turunan dimaksudkan sebagai akibat dari dampak terhadap lingkungan yang terjadi beberapa waktu kemudian dan dapat dirasakan langsung. Jenis klasifikasi dampak tersebut akan membedakan bagaimana strategi adaptasi yang digunakan (Yayasan Pelangi Indonesia 2009). Berikut tabel klasifkasi dampak perubahan musim yang terjadi di lokasi penelitian.

Tabel 6 Klasifikasi dampak langsung dan dampak turunan di Desa Nenas (hulu)

Fenomena Dampak

Langsung Turunan

Perubahan musim yang tidak menentu

a. Banjir

1. Sawah sekitar sungai rusak/terkikis banjir 2. Tanaman padi pada

rusak

b. Gagal tanam jagung c. Ladang masyarakat

terkena erosi sehingga Kondisi tanaman sayuran rusak d. Longsor

e. Kekurangan air untuk pertanian ladang f. Tanaman, rumput dan

semak mengering

 Curah hujan tinggi mengakibatkan jalan atau akses rusak sehingga membuat jumlah frekuensi pemasaran menurun

 Curah hujan tinggi mengakibatkan masyarakat tidak memanen madu (hasil hutan) sehingga

menyebabkan stok madu masyarakat untuk dijual menurun

Dampak dari fenomena musim yang tidak menentu yang dialami masyarakat Desa Nenas secara langsung pada diatas merupakan dampak dari curah hujan yang tinggi dan musim kemarau yang pajang. Poin (a) sampai dengan (d) pada dampak langsung merupakan beberapa dampak yang melanda ketika curah hujan yang tinggi terjadi di Desa Nenas. Sedangkan poin (e-f) merupakan dampak yang di alami masyarakat ketika musim kemarau yang panjang. Sementara dampak turunan yang dialami masyarakat Desa Nenas merupakan dampak yang dialami setelah terjadi curah hujan yang tinggi atau musim hujan.

(42)

Dampak dari fenomena musim yang tidak menentu yang dialami masyarakat Desa Bena secara langsung dan turunan disajikan secara lengkap pada Tabel 7.

Tabel 7 Klasifikasi dampak langsung dan dampak turunan Desa Bena (hilir)

Fenomena Dampak

Langsung Turunan

Perubahan musim yang tidak menentu

a. Banjir menyebabkan 1. Sawah sekitar sungai

rusak/terkikis banjir, sehingga tanaman padi rusak 2. Air menggenangi sebagian rumah warga dan pekarangan karena air hujan 3. Beberapa ternak kecil hanyut b. Kekurangan air untuk

pertanian

c. Frekuensi melaut nelayan menurun

d. Tanaman, semak menjadi kering sehingga akan rawan kebakaran e. Sumber mata air kering

a. Sawah rusak yang berakibat pada produksi menurun sehingga pendapatan petani menjadi menurun

 Akibat genangan air masyarakat mudah terkena diare, Muntaber, karena pencemaran air akibat dari kotoran ternak yang terendam air, kesulitan air bersih b. Pendapatan petani

menurun

c. Pendapatan nelayan menurun

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa masyarakat Desa Bena mengalami dampak langsung seperti banjir, kekurangan air, frekuensi melaut menurun, dan kekeringan. Dampak langsung pada poin (a) merupakan dampak dari adanya curah hujan tinggi yang melanda Desa Bena. Hal ini memberikan dampak turunan antara lain pendapatan petani menurun, masyarakat tekena penyakit, dan kesulitan air bersih. Sedangkan poin (b-e) pada dampak langsung merupakan dampak dari musim kemarau panjang.

5.3 Strategi Adaptasi Masyarakat

Upaya adaptasi terhadap perubahan iklim diharapkan fokus pada area yang rentan terhadap perubahan iklim seperti sumber daya air, pertanian, perikanan, infrastruktur, pemukiman, kesehatan, dan kehutanan. Program pengurangan resiko bencana terkait iklim melalui program penghutanan kembali, penghijauan terutama di kawasan hutan atau lahan yang kritis, baik di hulu maupun di hilir

(43)

(kawasan pesisir) dengan keterlibatan masyarakat sangat penting. Selain itu, peningkatan kesadaran dan penyebarluasan informasi perubahan iklim dan informasi adaptasi pada berbagai tingkat masyarakat terutama untuk masyarakat yang rentan sebagai tindakan kesiapsiagaan dini dan peningkatan kesadaran tentang bencana iklim yang semakin meningkat (Hilman 2007).

Secara naluri masyarakat baik di hulu (Desa Nenas) maupun di hilir (Desa Bena) memiliki kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan musim yang terjadi. Masyarakat berusaha untuk bertahan terhadap dampak yang ditimbulkan dari fenomena perubahan musim. Hasil tanaman pertanian yang tidak maksimal memaksa para petani untuk mengganti tanaman jagung dengan tanaman ubi kayu, wortel, daun bawang, semangka, sayuran-sayuran, dan cabe. Hasil tanaman pengganti akan dijual untuk menambah penghasilan hidup.

5.3.1 Strategi adaptasi terhadap kekurangan air

Masyarakat sudah merasakan bahwa ketersediaan air di desa mulai berkurang pada saat musim kemarau panjang. Masyarakat kesulitan air untuk kegiatan pertanian dan untuk kebutuhan sehari-hari. Hal ini membuat Pemerintah Daerah mengambil tindakan untuk mengatasi keterbatasan air di musim kemarau. Pemerintah Daerah membangun sarana bak penampung air dan saluran irigasi. Pembangunan bak penampung air bersih berfungsi menampung air dari sumber mata air yang dapat digunakan untuk kebutuhan hidup masyarakat ketika musim kering. Sedangkan saluran irigasi difungsikan sebagai irigasi sawah petani ketika musim kemarau datang, sehingga kegiatan pertanian tetap berjalan dengan baik.

(44)

Selain bantuan dari pemerintah tersebut, masyarakat juga membuat sumur galian pada tempat yang memiliki sumber mata air dan di sekitar sungai. Masyarakat di Desa Nenas membuat sumur di kaki-kaki gunung yang terdapat sumber mata air. Sumur yang digali masyarakat memiliki kedalaman 5-10 meter. Hal yang sama dilakukan masyarakat di Desa Bena, mereka membuat sumur galian dengan kedalaman 10-15 meter. Terdapat 10 sumur dengan kedalaman mencapai 15 meter di Desa Bena. Apabila musim kemarau panjang, hanya ada 8 sumur yang dapat dimanfaatkan. Sedangkan 2 sumur lainnya tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat karena airnya berubah menjadi asin. Keadaan ini memaksa masyarakat untuk mengambil air di sungai. Berdasarkan keterangan dari responden ada 4 titik sungai di dekat desa yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat (lihat Gambar 10).

Gambar 10 Pembuatan sumur galian dan sumur sementara di sekitar sungai sebagai upaya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan air.

Masyarakat harus berjalan sejauh 1-2 kilometer untuk mencapai sumur galian di sungai. Alat yang digunakan untuk mengambil air berupa jerigen-jerigen kecil yang berukuran 5 liter. Masyarakat mengangkut jerigen tersebut dengan menggunakan gerobak atau memanggul. Sumur galian di sekitar sungai yang dibuat bersifat sementara dan digunakan pada saat musim kemarau saja. Kegiatan ini dilakukan oleh semua masyarakat desa penelitian ketika musim kemarau panjang.

Perubahan musim yang terjadi sangat mempengaruhi ketahanan pangan masyarakat. Kondisi ini memaksa masyarakat beradaptasi untuk menyesuaikan dengan perubahan musim, baik musim hujan maupun kemarau. Adapun inisiatif

(45)

dari masyarakat atau kelompok untuk melakukan strategi adaptasi masyarakat agar keberadaan air tetap terjaga yakni dengan penanaman pohon beringin. Menurut kepercayaan masyarakat desa pohon beringin dapat menyimpan air, sehingga Pemerintah Desa menganjurkan untuk menanamnya di kebun-kebun masyarakat. Program penanaman di Desa Bena misalnya mendapat bantuan dari Balai Konservasi Sumber Daya Hutan (BKSDH) setempat berupa bibit tanaman pohon untuk ditanam di pekarangan masyarakat. Kegiatan ini merupakan salah satu upaya untuk menghijaukan desa agar masyarakat tidak kesulitan air ketika musim kemarau.

5.3.2 Strategi adaptasi untuk menanggulangi banjir

Dampak banjir merupakan masalah yang cukup signifikan bagi masyarakat dan lingkungan. Banjir yang terjadi di kedua desa penelitian mengakibatkan sawah rusak dan rumah tergenang air. Sawah masyarakat yang berada dekat dengan sungai mengalami dampak yang cukup parah. Adapun beberapa upaya masyarakat untuk mengurangi dampak banjir berupa penanaman pohon bambu disekitar sungai, pembuatan rumah panggung, dan pembuatan bangunan penahan dari batu. Masyarakat Desa Nenas misalnya melakukan strategi adaptasi dengan menanam pohon bambu disekitar sungai sebagai upaya untuk mengurangi laju air sungai, sehingga apabila curah hujan tinggi air dapat ditahan oleh pohon bambu. Selain itu, masyarakat Desa Nenas juga membuat bangunan penahan dari batu yang berfungsi untuk menahan tanah agar tidak longsor. Sedangkan strategi adaptasi masyarakat di Desa Bena untuk menanggulangi banjir, yakni dengan meninggikan rumah atau pembuatan rumah panggung.

Upaya strategi adaptasi untuk menanggulangi banjir merupakan gerakan yang dilakukan oleh masyarakat dan Pemerintah Desa. Adaptasi seperti penanaman misalanya merupakan gerakan yang dilakukan oleh Pemerintah Desa yang kemudian dilaksanakan oleh setiap masyarakat. Beberapa tahun terakhir kegiatan ini berjalan dengan baik dan Pemerintah Desa setempat menetapkan aturan agar masyarakat menjaga kondisi hutan serta memperketat larangan menebang pohon di sekitar sungai. Sedangkan adaptasi yang dilakukan seperti membuat rumah panggung dilakukan secara individu, selain itu ada beberapa yang mendapat bantuan dari masyarakat lainnya. Dari urain diatas bahwa terlihat

(46)

peran Pemerintah Desa sangatlah penting dalam mengantisipasi dan menanggulangi dampak dari perubahan iklim, sehingga masyarakat dapat bertahan dalam menghadapi dampak perubahan iklim nantinya.

5.3.3 Strategi adaptasi untuk meningkatkan pendapatan

Perubahan musim yang tidak menentu mengakibatkan pendapatan petani menurun. Hal ini mengakibatkan biaya yang dikeluarkan untuk pertanian lebih tinggi daripada saat musim normal. Secara langsung kondisi ini memaksa petani untuk menambah penghasilan selain dari hasil pertanian. Masyarakat Desa Bena memanfaatkan buah asam dari hutan dan pohon lontar dari mulai batang, daun, buah dan nira. Nira pohon lontar dimanfaatkan untuk membuat gula merah yang akan dijual. Sedangkan masyarakat Desa Nenas memanfaatkan hasil hutan non kayu seperti madu sebagai alternatif untuk meningkatkan pendapatan. Selain itu, ketika hujan tinggi masyarakat petani Desa Nenas tidak menanam jagung melainkan memanfaatkan hasil dari ubi kayu, ubi jalar, wortel serta daun bawang untuk kebutuhan hidup. Mereka menjual hasil pertanian yang dapat diambil dari ladang. Sementara itu, para ibu ada yang membuat kerupuk dari ubi kayu untuk dijual dengan tujuan menambah penghasilan keluarga.

Pada saat musim kemarau tidak banyak petani di Desa Bena yang menanam jagung, melainkan beberapa petani mengganti tanaman jagung dengan semangka dan sayuran seperti kangkung darat, bayam, tomat serta cabe. Hal ini dilakukan petani karena hasil yang cukup bagus pada saat musim kemarau. Selain itu alasan petani memilih buah semangka karena harga jualnya yang lumayan tinggi. Para petani Desa Bena mengganti tanaman jagung dengan semangka sejak 5 tahun terakhir. Kegiatan lain yang dilakukan masyarakat ketika musim kemarau adalah pengambilan buah asam dari kebun dan hutan-hutan sekitar. Kegiatan ini merupakan tradisi masyarakat Timor yang sudah sejak lama dilakukan masyarakat (Gambar 11). Pengambilan buah asam dalam beberapa tahun terakhir sering menjadi pilihan masyarakat untuk menambah pendapatan. Buah asam yang diperolah dijual kepada para pengepul untuk menambah penghasilan.

(47)

Gambar 11 Pohon asam (kiri) sebagai salah satu alternatif untuk menambah penghasilan keluarga saat musim kemarau dan buah asam yang siap untuk dijual (kanan).

5.3.4 Klasifikasi strategi adaptasi masyarakat

Adaptasi yang dilakukan di desa penelitian bersifat individu, kelompok atau masyarakat. Adaptasi yang dilakukan secara responsif atau reaktif dan dalam bentuk tertentu. Menurut McCarthy (2001), adaptasi reaktif adalah adaptasi yang dilakukan setelah dampak perubahan iklim teramati. Sedangkan adaptasi antisipasi atau proaktif dilakukan sebelum dampak perubahan iklim teramati. Masyarakat beradaptasi dengan tujuan untuk mengurangi dampak dari perubahan musim yang tidak menentu.

Bentuk adaptasi yang dilakukan secara individu (dengan dan tanpa bantuan pemerintah) di Desa Bena seperti membangun rumah panggung untuk mengatasi genangan air akibat dari banjir. Beberapa strategi adaptasi lain yang secara swadaya dilakukan masyarakat Desa Nenas adalah menanam pohon beringin dan bambu disekitar sungai. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya longsor. Pemerintah daerah memberikan bantuan untuk kegiatan adaptasi guna penanggulangan dampak perubahan iklim skala tinggi. Strategi adaptasi yang dilakukan masyarakat secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 8.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Sehubungan dengan dilaksanakannya Evaluasi Penawaran yang dilakukan oleh Pokja I Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Kabupaten Merangin Lingkup Dinas Pekerjaan Umum

Hal tersebut menandakan bahwa hipotesis pertama yang diajukan peneliti diterima artinya terdapat hubungan antara pola asuh autoritatif orang tua dan kontrol diri

Kami Menyembelih kambing aqiqah, mendokumentasikanya dan mengirim ketempat Anda berupa potongan kambing ( Daging, tulang dan jerohanya lengkap ) beserta bumbu khas solo.. Untuk

Dan kebanyakan orang akan lebih percaya apabila seseorang telah membuktikan kelezatannya, maka akan lebih banyak konsumen lainnya yang penasaran akan rasa Donut Kentang, dan

Ketersediaan karakteristik sistem informasi akuntansi manajemen di perusahaan akan sangat membantu tugas yang dihadapi manajer, oleh karena itu di suatu organisasi

kepada masyarakat, serta adanya unsur masyarakat itu sendiri yang mempunyai kepentingan agar apa yang dibutuhkan dapat terlayani dengan baik. Namun demikian dalam

Terima Kasih Yang sebesar-besarnya saya ucapkan kepada Prof.. Fauzie Sahil, SpOG(K) dan