• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA

4.4. Dampak yang Ditimbulkan dari Penerapan USU sebagai BHMN

4.4.1. Dampak Pola Pikir

Pendidikan hakekatnya memiliki fungsi sebagai sarana membentuk karakter bangsa. Dengan adanya suatu proses pendidikan yang dilalui oleh seorang individu maka diharapkan akan mampu melahirkan kaum-kaum intelektual yang nantinya bisa menopang keberlangsungan perjalanan bangsa yang bersandar pada kesejahteraan rakyat.

Akan tetapi keberadaan institusi pendidikan yang ada saat ini menjadi perdebatan sengit di berbagai kalangan pasca dirubahnya bentuk pendidikan menjadi badan hukum milik Negara. Pendidikan yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara sesuai dengan yang tertuang di dalam undang-undang oleh beberapa kalangan malah menjadi institusi yang menghamba pada modal dan kekuasaan. Keberadaan pendidikan tidak lebih sebagai ruang legitimasi akademik yang dijadikan alat pembenar dalam penerapan kebijakan-kebijakan yang ada. Hegemoni bahkan terkadang tidak jarang dilakukan di dalam

penerapan-penerapan kebijakan yang ada, sebagai suatu upaya untuk menciptakan sebuah kestabilan dalam mencapai tujuannya.

Gramsci menyatakan bahwa hegemoni merupakan penguasaan dengan kepemimpinan moral dan intelektual secara konsensual. Titik pangkal dari hegemoni adalah konsensus yang pada hakekatnya adalah upaya menggiring sekelompok orang agar menilai dan memandang masalah dalam kerangka yang sudah ditentukan.

Kekurangan basis konseptual yang membentuk kesadaran menyebabkan sekelompok orang ini terkadang menjadi tidak efektif di dalam memahami realita sosial menjadi kurang efektif. Bagi Garamsci, ada dua hal yang seringkali menerapkan hegemoni di dalam pengeluaran kebijakannya dan mempengaruhi penilaian seseorang di dalam memandang masalah dan realitas yang ada yaitu pendidikan di satu pihak dan mekanisme kelembagaan di lain pihak.

Proses pendidikan yang dilakukan oleh seseorang pasti berpengaruh terhadap cara dan sudut pandang seseorang nantinya. Sehingga di beberapa teori-teori sosial yang ada tidak jarang kita temukan tingkat pendidikan seseorang sangat mempengaruhi perilaku dan tindakan yang ditunjukkannya. Sementara mekanisme kelembagaan di sisi lain merupakan suatu hal yang akan seringkali kita temukan di dalam kehidupan sosial. Kelembagaan pendidikan misalnya yang pasti akan kita temui ketika kita melakukan suatu proses pendidikan. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan suatu lembaga pendidikan pasti akan berpengaruh

terhadap sistem pendidikan pula yang secara otomatis pasti akan mempengaruhi pola pikir yang kita miliki.

Seperti yang telah dijelaskan di atas sebelumnya sistem pendidikan kita saat ini sudah mengalami suatu babak baru yaitu babak badan hukum milik negara. Universitas Sumatera Utara merupakan salah satu universitas yang memutuskan untuk merubah bentuk menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Merujuk kepada teori yang dikemukakan oleh Gramsci yang mengatakan bahwa kelembagaan dan pendidikan merupakan dua hal yang dapat mempengaruhi cara pandang suatu individu maka perubahan bentuk BHMN ini pun oleh sekelompok orang diyakini sedikit banyaknya pasti akan membawa pengaruh.

Dengan mengusung slogan university for industry USU pun terlihat semakin memantapkan langkahnya untuk menjadi Badan Hukum Milik Negara. Banyak kalangan yang menganggap bahwa sebenarnya dari slogan ini saja kita sudah dapat mengambil kesimpulan awal bahwa terjadi pergeseran konsep. Seperti yang dikatakan oleh Eko Rusadi dari hasil wawancara yang dilakukan ”Universitas yang pada awalnya berkonsep untuk memberikan suatu pendidikan bagi masyarakat telah mengalami perubahan konsep menjadi konsep pendidikan yang digunakan sebagai sebuah investasi (education as investement)”. Lebih lanjutnya ia mengemukakan “Dari slogan yang diusung USU ini sendiri kita sudah dapat langsung mengerti bahwa sektor pendidikan sekarang ini

memfokuskan manusia sebagai fokus intinya. Artinya di sini manusia dianggap sebagai modal investasi yang sangat menguntungkan.”.

Hal yang serupa juga ditambahkan oleh Veni Judo Agustian Fatahillah ”Bukan hal yang tidak mungkin sudah terjadi perubahan pola pikir mahasiswa sebagai suatu dampak yang mengiringi dari perubahan bentuk ini”. Hal ini disebabkan karena perubahan bentuk menjadi BHMN secara otomatis memberikan suatu wewenang kepada universitas untuk membuat kebijakan-kebijakan sendiri yang dianggap perlu. Tentu saja hal ini dapat menimbulkan adanya hegemoni kekuasaan yang terjadi seperti yang dikatakan oleh Veni Judo Agustian Fatahillah ”Mekanisme kelembagaan (dalam hal ini universitas), terkadang menjadikan kelompok yang berkuasa mampu menentukan serangkaian kebijakan-kebijakan yang akan dikeluarkan misal kenaikan uang kuliah, uang dana kelengkapan akademik bahkan uang pkl dan uang sidang dan bukan hal yang tidak mungkin pula mereka dapat melakukan suatu dominasi ideologi, contoh nyatanya adalah standar kelulusan 6 tahun bagi mahasiswa”.

Hal tersebut secara tidak langsung telah menciptakan sebuah manipulasi pemikiran yang telah merasuk kedalam pola fakir mahasiswa yang ada..senada dengan yang disampaikan zaky sahreza bahwa BHMN juga memberikan sebuah manipulasi pemikiran contoh nyatanya adalah perubahan pola pikir itu dapat kita lihat dari sikap-sikap yang ditunjukkan mahasiswa yang lebih keapada study

oriented, fobia terhadap organisasi organisasi mahasiswa yang dalam hal ini

kemampuan bersosialisasi yang rendah serta hilangnya nuansa kritis, dan apatisnya mahasiswa terhadap lingkungan sekitar. Zaky juga mengemukakan pernyataannya ”Pendidikan itu bukan hanya permasalahan mampu atau tidaknya kita beradaptasi dengan lingkungan setelah kita selesai dari bangku perkuliahan. Tetapi juga bagaimana cara untuk melahirkan ilmu pengetahuan dan teori. Teori tersebut bukanlah teori yang memanfaatkan keadaan, tetapi yang mengubah keadaan. Maka jika pendidikan diupayakan hendak membebaskan, tugas teori adalah membangun lebih kepada nilai. Sehingga bukan hanya berkutat terhadap permasalahan hasil dan nilai tetapi juga sejauh apa kita memahami ilmu yang telah kita dapat”.

Emile Durkheim menyatakan bahwa, pendidikan bermakna ganda, satu sisi berfungsi sebagai pencerahan dan pembebasan, tetapi di sisi lain yang berfungsi sebagai belenggu kesadaran.. Sehingga bukan hal yang tidak mungkin mahasiswa saat ini secara sadar maupun tidak telah masuk kedalam keterasingan yang dalam. Seperti yang dikatakan oleh Karl Marx bahwa manusia itu pada dasarnya bebas dan universal. Namun seiring dengan melihat alam maka terjadi perubahan sudut pandang untuk mendapat uang (pragmatis). Dengan demikian, manusia tersebut mengasingkan hakekatnya yang bebas dan universal. Manusia bekerja seperti binatang yaitu demi satu tujuan supaya ia bisa hidup. Yang demikian lantas muncul kelas-kelas yang saling berhadapan dan bertentangan. Hal ini terjadi sebagai upaya untuk memperebutkan suatu lahan demi kepentingan mereka. Hal yang demikian ini lah yang diyakini dapat menimbulkan jarak antar manusia dan dengannya manusia semakin terasing dari sesamanya.

Oleh karena penguasaan ideologi kelas dan konsep investasi manusia oleh penguasa ini lah yang diyakini dapat merubah sebuah pola fikir mahasiswa yang lebih mengedepankan hal hal yang pragmatis didalam mencapai tujuan pendidikannya. Seperti yang dikemukakan oleh ferdiansya putra ”Perubahan pola fikir ini telah mengakibatkan hilangnya makna hakikat pendidikan yang seharusnya.yaitu proses produksi kesadaran kritis, seperti menumbuhkan kesadaran kelas, kesadaran gender ataupun kesadaran lainnya”. Pendidikan seharusnya mampu menciptakan ruang untuk mengidentifikasi dan mengalanalisis secara bebas dan kritis untuk tranformasi sosial. Dengan kata lain, tugas pendidikan adalah memanusiakan manusia (humanisasi) yang telah mengalami proses dehumanisasi yang dikarenakan dari sistem dan struktur yang tidak adil.

Dokumen terkait