• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.7 Dampak Simulasi Kebijakan

Simulasi penerimaan dalam penelitian ini dilakukan melalui peningkatan pajak, retribusi, bagi hasil SDA, bagi hasil pajak, dan DAU masing-masing

sebesar 10 persen. Simulasi tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa kenaikan DAU pada tiga tahun terakhir rata-rata sebesar 10 persen dan DAU tahun ini tidak boleh lebih kecil dari DAU tahun sebelumnya. Alokasi DAU digunakan untuk menutup gap yang terjadi akibat kebutuhan daerah melebihi potensi penerimaan daerah. Oleh karena itu awal dari simulasi penerimaan dalam penelitian ini adalah peningkatan DAU sebesar 10 persen, kemudian diikuti oleh peningkatan dana bagi hasil dan PAD dengan persentase yang sama.

Simulasi dilakukan dengan meningkatkan pengeluaran sektor industri sebesar 100 persen. Hal tersebut dilakukan karena sektor industri merupakan sektor yang berperan strategis untuk meningkatkan daya saing ekonomi karena sektor ini terkait langsung dalam menciptakan lapangan kerja, menambah penghasilan, dan mengurangi kemiskinan. Selain itu dilakukan simulasi dengan meningkatkan pengeluaran pertanian sebesar 10 persen.karena sektor pertanian merupakan sektor yang berkaitan erat dengan ketersediaan pangan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, sehingga sektor tersebut berperan penting dalam pembangunan perekonomian nasional. Kemudian untuk mengetahui alokasi anggaran yang tepat diantara ketiga sektor, maka dilakukan simulasi dengan peningkatan pengeluaran sektor infrastruktur yang senilai dengan 10 persen anggaran sektor pertanian, yaitu kurang lebih 7 persen.

Dampak berbagai simulasi kebijakan terhadap kinerja fiskal dan perekonomian provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 24. Peningkatan pajak sebesar 10 persen memberikan dampak positif terhadap semua variabel, kecuali retribusi, DAU, dana perimbangan, kesenjangan fiskal, distribusi pendapatan, dan kemiskinan. Jika terjadi kenaikan pajak maka PAD naik, kenaikan PAD akan meningkatkan kapasitas fiskal, karena kapasitas fiskal merupakan penjumlahan dari PAD dan dana bagi hasil. Dengan adanya peningkatan kapasitas fiskal, maka kesenjangan fiskal akan turun, dan hal tersebut akan menurunkan penerimaan retribusi. Pajak merupakan potensi yang dimiliki oleh suatu daerah, sehingga peningkatannya akan menurunkan DAU. Penurunan DAU berdampak pada penurunan dana perimbangan, karena komponen dana perimbangan adalah dana bagi hasil, DAU, dan DAK. Peningkatan pajak menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan.

Tabel 24 Dampak Berbagai Simulasi Kebijakan terhadap Kinerja Fiskal dan

Ekonomi di Indonesia Tahun 2005-2009 (%)

Variabel Nilai dasar

Skenario

1 2 3 4 5 6 7 8

Pajak 1162128438 10.000 -0.029 -0.315 -0.314 0.584 0.594 6.538 1.395 Retribusi 254319183 -0.707 10.000 -0.665 -0.662 0.015 0.168 -0.955 -0.004 Bagi hasil SDA 1132462979 0.000 0.000 10.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 Bagi hasil pajak 1137440315 0.294 0.053 0.087 10.000 1.026 0.929 10.606 2.075 DAU 5396959082 -1.000 -0.218 -0.935 -0.931 10.000 0.120 -1.503 -0.113 PAD 1759178745 6.504 1.426 -0.304 -0.303 0.388 0.417 4.181 0.921 Dana bagi hasil 2269903225 0.147 0.027 5.033 5.011 0.514 0.466 5.314 1.040 Dana perimbangan 8334593290 -0.607 -0.134 0.765 0.762 6.615 0.205 0.474 0.210 Total penerimaan 11721482270 0.544 0.119 0.498 0.496 4.762 0.208 0.965 0.287 Pengeluaran pertanian 442154419 0.192 0.042 0.252 0.251 2.364 10.000 0.430 0.132 Pengeluaran industri 35942888 2.188 0.479 0.063 0.063 1.622 0.195 100.000 0.377 Pengeluaran infrastruktur 549916192 0.473 0.103 0.175 0.174 1.806 0.095 0.535 7.000 Total pengeluaran 11467650590 0.037 0.008 0.018 0.018 0.183 0.391 0.356 0.342 Kapasitas Fiskal 4029082005 2.923 0.638 2.703 2.691 0.459 0.444 4.820 0.988 Kesenjangan Fiskal 7438568267 -1.526 -0.333 -1.436 -1.429 0.033 0.362 -2.062 -0.008 PDRB sektor pertanian 11252431690 0.079 0.017 0.104 0.103 0.972 4.112 0.177 0.054 PDRB sektor industri 15026196950 0.995 0.218 0.029 0.029 0.738 0.089 45.462 0.171 PDRB sektor jasa 22903878430 0.396 0.087 0.146 0.146 1.513 0.080 0.448 5.865 PDRB 64870832902 0.384 0.084 0.076 0.076 0.874 0.762 10.719 2.120 PDRB perkapita 8959038 0.420 0.076 0.125 0.108 1.467 1.328 15.163 2.966 Tenaga kerja pertanian 1574925 0.075 0.016 0.099 0.098 0.923 3.904 0.168 0.052 Tenaga kerja industri 432319 0.287 0.063 0.008 0.008 0.213 0.026 13.132 0.050 Tenaga kerja jasa 1395951 0.148 0.032 0.055 0.054 0.564 0.030 0.167 2.186 Total tenaga kerja 3636974 0.123 0.027 0.065 0.064 0.641 1.705 1.698 0.867 Distribusi pendapatan 0.7359 -0.161 -0.072 0.183 0.037 -1.336 -0.846 -7.114 -1.926 Kemiskinan 17.0934 -0.033 -0.006 -0.010 -0.009 -0.117 -0.108 -1.215 -0.242

Sumber: Hasil Pengolahan

Ket. : Skenario 1= peningkatan pajak 10% Skenario 2= peningkatan retribusi 10% Skenario 3= peningkatan bagi hasil SDA 10% Skenario 4= peningkatan bagi hasil pajak 10% Skenario 5= peningkatan DAU 10%

Skenario 6= peningkatan pengeluaran pertanian 10% Skenario 7= peningkatan pengeluaran industri 100% Skenario 8= peningkatan pengeluaran infrastruktur 7%

Peningkatan pajak menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan karena salah satu fungsi pajak adalah redistribusi pendapatan dari masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi yang lebih tinggi kepada masyarakat yang kemampuannya lebih rendah. Dengan menurunnya ketimpangan distribusi pendapatan maka rata-rata provinsi di Indonesia telah berhasil melaksanakan

fungsi redistribusi. Fungsi redistribusi pajak terlihat pada pengenaan pajak progresif di Indonesia, dimana tarif pengenaan pajak dilakukan dengan persentase yang semakin tinggi dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, dan kenaikan persentase untuk setiap jumlah tertentu setiap kali naik (Wikipedia, 2010), misalnya pajak progresif kendaraan bermotor.

Pajak yang dipungut pemerintah akan digunakan untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Penurunan kemiskinan terjadi karena peningkatan PAD akan meningkatkan pengeluaran sektoral, peningkatan pengeluaran sektoral akan meningkatkan PDRB sektoral, yang selanjutnya meningkatkan PDRB dan PDRB per kapita. Peningkatan PDRB per kapita akan menurunkan kemiskinan. Peningkatan pajak sebesar 10 persen akan meningkatkan PAD sebesar 6.504 persen, sedangkan dampaknya terhadap total penerimaan adalah sebesar 0.544 persen.

Peningkatan retribusi memberi dampak positif terhadap semua variabel, kecuali pajak, DAU, dana perimbangan, kesenjangan fiskal, distribusi pendapatan, dan kemiskinan. Pajak dan retribusi merupakan komponen dari PAD, dimana PAD merupakan komponen dari kapasitas fiskal. Pemberian DAU digunakan untuk mengatasi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan daerah, dan antar pemerintah daerah, sehingga jika kapasitas fiskal semakin besar maka DAU semakin kecil. Peningkatan retribusi sebesar 10 persen akan meningkatkan PAD sebesar 1.426 persen. Peningkatan tersebut lebih kecil dibandingkan peningkatan yang diakibatkan oleh peningkatan pajak, hal itu terjadi karena penerimaan pajak daerah lebih besar daripada penerimaan retribusi.

Dampak peningkatan bagi hasil SDA dan bagi hasil pajak terhadap penerimaan pajak, retribusi, DAU, PAD, kesenjangan fiskal, dan kemiskinan adalah negatif, sedangkan dampaknya terhadap variabel fiskal dan ekonomi yang lain semua positif. Peningkatan bagi hasil SDA akan meningkatkan dana bagi hasil, yang terdiri dari bagi hasil SDA dan pajak, dengan peningkatan tersebut maka kapasitas fiskal meningkat. Peningkatan kapasitas fiskal akan menurunkan DAU. Peningkatan kapasitas fiskal juga akan menurunkan kesenjangan fiskal, karena kesenjangan fiskal merupakan selisih dari total pengeluaran dengan

kapasitas fiskal. Penurunan kesenjangan fiskal akan diikuti oleh penurunan pajak dan retribusi, sehingga PAD pun menurun. Peningkatan bagi hasil SDA sebesar 10 persen akan meningkatkan dana bagi hasil sebesar 5.033 persen, sedangkan peningkatan bagi hasil pajak sebesar 10 persen akan meningkatkan dana bagi hasil sebesar 5.011 persen. Dampaknya terhadap total penerimaan masing-masing untuk dana bagi hasil SDA dan pajak adalah sebesar 0.498 dan 0.496 persen. Dampak peningkatan DAU sebesar 10 persen akan meningkatkan penerimaan daerah sebesar 4.762 persen. Peningkatan DAU akan meningkatkan dana perimbangan, peningkatan dana perimbangan akan meningkatkan pengeluaran sektoral, yang pada akhirnya meningkatkan total pengeluaran. Dampak peningkatan DAU sebesar 10 persen terhadap pengeluaran pertanian adalah peningkatan pengeluaran tersebut sebesar 2.364 persen. Sedangkan dampaknya terhadap pengeluaran industri adalah peningkatan sebesar 1.622 persen, untuk pengeluaran infrastruktur dampaknya yaitu 1.806 persen. Dampak peningkatan DAU sebesar 10 persen terhadap total pengeluaran adalah sebesar 0.183 persen. DAU adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pembelanjaan, tetapi ternyata pemberian DAU kepada daerah belum mampu menurunkan kesenjangan fiskal. Dari Tabel 24 dapat dilihat bahwa kenaikan DAU akan meningkatkan kesenjangan fiskal sebesar 0.033 persen. Meskipun belum mampu meratakan kemampuan keuangan antar daerah, DAU telah berhasil menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan. Peningkatan DAU sebesar 10 persen akan menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan sebesar masing-masing 1.336 dan 0.117 persen. Hal itu terjadi karena peningkatan DAU akan meningkatkan dana perimbangan, kenaikan dana perimbangan akan menaikkan pengeluaran sektoral, selanjutnya meningkatkan PDRB sektoral. Peningkatan PDRB sektoral akan meningkatkan PDRB, kemudian meningkatkan PDRB per kapita.

Pertanian merupakan sektor yang berperan sangat penting bagi pembangunan perekonomian nasional karena sektor pertanian merupakan sektor yang berkaitan erat dengan ketersediaan pangan, sehingga pemerintah harus berperan aktif dalam meningkatkan output sektor tersebut melalui kebijakan

peningkatan alokasi anggaran pertanian. Dalam penelitian ini, simulasi dilakukan dengan meningkatkan pengeluaran pertanian sebesar 10 persen. Kenaikan pengeluaran pertanian sebesar 10 persen akan meningkatkan PDRB sektor pertanian sebesar 4.112 persen. Sedangkan dampaknya terhadap total PDRB adalah sebesar 0.762 persen. Peningkatan PDRB sektor pertanian sebesar 4.112 persen akan diikuti oleh penyerapan tenaga kerja sektor pertanian sebesar 3.904 persen, sedangkan dampaknya terhadap total penyerapan tenaga kerja adalah sebesar 1.705 persen. Dampak peningkatan pengeluaran pertanian sebesar 10 persen terhadap distribusi pendapatan adalah penurunan ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.846 persen, sedangkan dampaknya terhadap kemiskinan adalah penurunan persentase penduduk miskin sebesar 0.108 persen. Peningkatan PDRB akibat peningkatan pengeluaran pertanian akan meningkatkan pajak sebesar 0.594 persen, sehingga PAD juga naik, selanjutnya meningkatkan kapasitas fiskal. Selain itu, peningkatan pengeluaran pertanian akan meningkatkan total pengeluaran sehingga kesenjangan fiskal naik, hal tersebut akan menaikkan retribusi sebesar 0.168 persen.

Kenaikan pengeluaran industri sebesar 100 persen akan meningkatkan PDRB sektor industri sebesar 45.462 persen. Dampak peningkatan pengeluaran industri sebesar 100 persen terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri adalah terjadinya penyerapan tenaga kerja sektor ini sebesar 13.132 persen. Dampaknya terhadap total PDRB adalah peningkatan PDRB sebesar 10.719 persen, sedangkan terhadap total penyerapan tenaga kerja adalah peningkatan penyerapan tenaga kerja sebesar 1.698 persen. Dampak peningkatan pengeluaran industri ini begitu besar terhadap pertumbuhan ekonomi, tetapi hal tersebut hanya simulasi, dengan hanya memperhatikan variabel-variabel yang ada dalam sistem persamaan, tetapi dalam kenyataan tentunya tidak demikian. Karena selain dipengaruhi oleh pengeluaran industri, karakteristik daerah juga menentukan, misalnya ketersediaan bahan baku, kemampuan pasar dalam menyerap hasil produksi, dan kemampuan sumber daya manusianya. Selain itu tidak semua daerah di Indonesia bisa dijadikan kawasan industri, penentuannya harus didasarkan pada potensi yang dimiliki daerah. Jadi penentuan suatu daerah sebagai kawasan bidang tertentu harus memperhatikan potensi daerah tersebut,

misalnya pemerintah sekarang ini berencana mengembangkan Sumatera sebagai sentra produksi dan pengolahan hasil bumi, dan lumbung energi nasional; Jawa sebagai pendorong industri dan jasa nasional; Kalimantan sebagai pusat produksi dan pengolahan hasil tambang, dan lumbung energi nasional; Bali dan Nusa Tenggara sebagai pintu gerbang pariwisata dan pendukung pangan nasional; Sulawesi dan Maluku Utara sebagai pusat produksi dan pengolahan hasil pertanian, perkebunan, dan perikanan nasional; Papua dan Maluku sebagai pengolahan sumber daya alam yang melimpah.

Dari hasil pengolahan dapat dikatakan bahwa meskipun sektor industri mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih besar dibanding sektor pertanian tetapi dampaknya terhadap proporsi penyerapan tenaga kerja lebih besar dilakukan oleh sektor pertanian daripada sektor industri. Hal ini terjadi karena karakteristik sektor pertanian yang padat karya, sedangkan sektor industri merupakan sektor yang padat modal. Peningkatan pengeluaran industri sebesar 100 persen akan menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 7.114 persen dan kemiskinan sebesar 1.215 persen. Dibandingkan dengan dampak yang ditimbulkan dari peningkatan pengeluaran pertanian, dampak terhadap distribusi pendapatan dan kemiskinan lebih besar dilakukan oleh peningkatan pengeluaran industri. Karena peningkatan PDRB per kapita akibat peningkatan pengeluaran industri lebih besar dari pada peningkatan PDRB per kapita akibat peningkatan pengeluaran pertanian. Kenaikan PDRB akibat kenaikan pengeluaran industri akan menaikkan pajak, kenaikan pajak akan menaikkan PAD, selanjutnya menaikkan kapasitas fiskal. Kenaikan kapasitas fiskal akan menurunkan kesenjangan fiskal, dan hal itu akan menurunkan retribusi. Meskipun retribusi turun, tetapi PAD tidak turun, hal itu terjadi karena kenaikan pajak lebih besar daripada penurunan retribusi. Sehingga kapasitas fiskal tetap naik dan dampaknya terhadap DAU adalah penurunan sebesar 1.503 persen.

Kenaikan pengeluaran infrastruktur sebesar 7 persen akan meningkatkan PDRB sektor jasa sebesar 5.865 persen, yang akan diikuti dengan peningkatan penyerapan tenaga kerja sektor tersebut sebesar 2.186 persen. Dampaknya terhadap total PDRB yaitu sebesar 2.12 persen, sedangkan dampaknya terhadap total penyerapan tenaga kerja yaitu sebesar 0.867 persen. Kenaikan pengeluaran

infrastruktur berdampak pada penurunan ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan masing-masing sebesar 1.926 dan 0.242 persen. Kenaikan PDRB akibat kenaikan pengeluaran infrastruktur akan menaikkan pajak, kenaikan pajak akan menaikkan PAD, selanjutnya menaikkan kapasitas fiskal. Kenaikan kapasitas fiskal akan menurunkan DAU.

Berdasarkan uraian di atas maka pengeluaran industri merupakan jenis pengeluaran yang dapat memberikan dampak terbesar terhadap PDRB. Jenis pengeluaran yang memberikan dampak terbesar kedua setelah pengeluaran industri adalah pengeluaran infrastruktur, sedangkan pengeluaran pertanian memberikan dampak terkecil terhadap PDRB. Meskipun pengeluaran industri memberikan dampak terbesar terhadap PDRB tetapi dampaknya terhadap penyerapan tenaga kerja relatif lebih kecil dibandingkan pengeluaran pertanian. Jika peningkatan PDRB sektor industri sebesar 45.462 persen mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja sektor tersebut sebesar 13.132 persen, atau kurang lebih 30 persen dari peningkatan PDRB sektor industri, maka proporsi peningkatan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian terhadap PDRB sektor pertanian sekitar 90 persen. Pengeluaran industri juga merupakan jenis pengeluaran yang memberikan dampak terbesar pada penurunan ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan.

Dampak berbagai simulasi kebijakan terhadap kinerja fiskal dan ekonomi provinsi di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa dapat dilihat pada Tabel 25. Untuk provinsi di Jawa kenaikan penerimaan pajak dan retribusi daerah sebesar 10 persen akan meningkatkan PAD masing-masing sebesar 6.647 dan 1.748 persen. Sedangkan dampaknya terhadap total penerimaan adalah sebesar masing-masing 0.727 dan 0.191 persen. Peningkatan bagi hasil SDA sebesar 10 persen akan meningkatkan penerimaan dana bagi hasil sebesar 2.477 persen, sedangkan peningkatan bagi hasil pajak sebesar 10 persen akan meningkatkan dana bagi hasil sebesar 7.525 persen. Sedangkan dampaknya terhadap total penerimaan adalah kenaikan total penerimaan masing-masing sebesar 0.144 dan 0.438 persen. Peningkatan DAU sebesar 10 persen akan meningkatkan total penerimaan sebesar 4.278 persen. Peningkatan DAU ternyata belum berhasil menurunkan kesenjangan fiskal, hal ini terjadi karena peningkatan DAU akan meningkatkan dana

perimbangan, selanjutnya akan meningkatkan pengeluaran pemerintah daerah. Peningkatan pengeluaran pemerintah akan meningkatkan kebutuhan fiskal, kesenjangan fiskal merupakan selisih dari kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal. Sehingga jika kebutuhan fiskal meningkat maka kesenjangan fiskal meningkat.

Peningkatan pengeluaran pertanian sebesar 10 persen berdampak pada peningkatan PDRB dan penyerapan tenaga kerja masing-masing sebesar 0.409 dan 0.778 persen. Sedangkan dampaknya terhadap distribusi pendapatan dan kemiskinan adalah penurunan ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.805 persen dan kemiskinan sebesar 0.042 persen. Peningkatan pengeluaran industri sebesar 100 persen akan meningkatkan PDRB sebesar 8.114 persen dan penyerapan tenaga kerja sebesar 1.060 persen. Dampaknya terhadap distribusi pendapatan dan kemiskinan adalah penurunan ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 15.383 persen dan penurunan kemiskinan sebesar 0.626 persen.

Peningkatan pengeluaran infrastruktur sebesar 7 persen akan meningkatkan PDRB sebesar 1.663 persen dan penyerapan tenaga kerja sebesar 0.571 persen. Peningkatan tersebut akan menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan masing-masing sebesar 2.1 dan 0.131 persen. Berdasarkan uraian di atas maka provinsi di Pulau Jawa, pengeluaran industri provinsi merupakan jenis pengeluaran yang memberikan dampak terbesar terhadap PDRB. Tetapi dalam hal penyerapan tenaga kerja, pengeluaran pertanian memberikan dampak yang lebih besar dari pada pengeluaran industri. Dalam hal distribusi pendapatan, pengeluaran industri memberikan dampak terbesar dalam penurunan ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan.

Pada dasarnya dampak peningkatan pajak, retribusi, bagi hasil pajak, bagi hasil SDA hampir sama dengan dampaknya terhadap rata-rata provinsi di Jawa. Perbedaannya yaitu peningkatan DAU di luar Pulau Jawa akan menurunkan penerimaan retribusi, sedangkan di Indonesia dan Jawa berdampak sebaliknya. Hal tersebut terjadi karena kenaikan DAU akan menaikkan dana perimbangan, yang selanjutnya menaikkan pengeluaran sektoral. Peningkatan pengeluaran sektoral berdampak pada kenaikan kesenjangan fiskal. Kenaikan kesenjangan fiskal seharusnya menaikkan retribusi, tetapi tidak demikian di luar Jawa, karena penerimaan retribusi dipengaruhi oleh PDRB non pertanian.

Share PDRB pertanian terhadap total PDRB di luar Pulau Jawa (14 sampai 45 persen) masih tinggi, sehingga share PDRB non pertanian di luar Pulau Jawa tidak begitu tinggi sehingga pemerintah daerah sulit menemukan sumber-sumber penerimaan retribusi, sehingga penerimaan retribusi turun.

Peningkatan pengeluaran pertanian sebesar 10 persen akan meningkatkan PDRB sebesar 1.086 persen, hal tersebut akan diikuti dengan peningkatan penyerapan tenaga kerja sebesar 2.918 persen. Peningkatan pengeluaran infrastruktur sebesar 7 persen akan meningkatkan PDRB sebesar 2,54 persen. Sedangkan dampaknya terhadap peningkatan penyerapan tenaga kerja adalah sebesar 1,254 persen. Peningkatan pengeluaran industri sebesar 100 persen akan meningkatkan PDRB dan pengerapan tenaga kerja masing-masing sebesar 13.114 dan 2.532 persen. Peningkatan PDRB yang cukup besar tersebut dapat terjadi jika daerah mampu menggunakan semua sumber daya yang dimilikinya secara potensial, baik sumber daya alam maupun manusia. Peningkatan tersebut di luar Pulau Jawa tidak mudah karena infrastruktur dasar yang tersedia belum memadai. Menurut Menteri Perindustrian, jika akan dilakukan penyebaran pusat industri di luar Pulau Jawa melalui klaster industri berdasarkan wilayah, maka pembagunan infrastruktur dasar harus dilakukan, misalnya pembangunan jalan, prasarana pendidikan, dll. Luasnya wilayah kabupaten di luar Pulau Jawa dengan sebaran penduduk yang tidak merata membuat infrastruktur dasar menjadi mahal dan kurang menguntungkatn secara ekonomis. Sehingga pertumbuhan PDRB sebesar 13.114 sebagai akibat simulasi peningkatan pengeluaran industri sebesar 100 persen sulit tercapai.

Peningkatan pengeluaran pertanian sebesar 10 persen berdampak pada penurunan ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 1.157 persen dan penurunan kemiskinan sebesar 0.12 persen. Peningkatan pengeluaran industri sebesar 100 persen akan menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan sebesar masing-masing 9.46 dan 1.324 persen. Peningkatan pengeluaran infrastruktur sebesar 7 persen akan menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan sebesar 2.407 dan 0.263 persen. Berdasarkan uraian di atas, maka untuk provinsi di luar Pulau Jawa pengeluaran yang berdampak paling besar terhadap PDRB adalah pengeluaran industri,

sedangkan pengeluaran yang berdampak paling besar terhadap penyerapan tenaga kerja adalah pengeluaran pertanian. Selain berdampak terbesar terhadap PDRB, pengeluaran industri juga berdampak paling besar dalam penurunan ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan.

Selain simulasi dari sisi penerimaan dan pengeluaran, dalam penelitian ini juga dilakukan simulasi campuran, yaitu gabungan simulasi penerimaan dan pengeluaran. Simulasi campuran dilakukan dengan meningkatkan DAU sebesar 0.85 persen dan pengeluaran pertanian sebesar 10 persen, meningkatkan DAU sebesar 0.85 persen dan pengeluaran industri sebesar 100 persen, meningkatkan DAU sebesar 0.85 persen dan pengeluaran infrastruktur sebesar 7 persen. Hasil simulasi campuran dapat dilihat pada Tabel 26.

Peningkatan DAU sebesar 0.85 persen dan pengeluaran pertanian sebesar 10 persen di Indonesia berdampak pada peningkatan PDRB sebesar 0.813 persen dan penyerapan tenaga kerja sebesar 1.723 persen, sedangkan dampaknya pada kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan yaitu penurunan kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan sebesar masing-masing 1.874 persen dan 0.115 persen. Peningkatan DAU sebesar 0.85 persen dan pengeluaran industri sebesar 10 persen di Indonesia berdampak pada peningkatan PDRB sebesar 10.884 persen dan penyerapan tenaga kerja sebesar 1.842 persen. Peningkatan DAU sebesar 0.85 persen dan pengeluaran industri sebesar 10 persen akan berdampak pada penurunan ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan sebesar masing-masing 7.982 persen dan 1.241 persen. Peningkatan DAU sebesar 0.85 persen dan pengeluaran infrastruktur sebesar 7 persen di Indonesia berdampak pada peningkatan PDRB sebesar 2.151 persen dan penyerapan tenaga kerja sebesar 0.907 persen, selain itu peningkatan DAU sebesar 0.85 persen dan pengeluaran infrastruktur sebesar 7 persen akan menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan sebesar masing-masing 2.4 persen dan 0.247 persen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peningkatan DAU dan pengeluaran industri secara bersama-sama akan menimbulkan dampak yang paling besar terhadap peningkatan PDRB, penurunan kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan antar wilayah di Indonesia, sedangkan peningkatan DAU dan pengeluaran pertanian secara bersama-sama akan

menimbulkan dampak yang paling besar terhadap peningkatan penyerapan tenaga kerja. Dampak peningkatan DAU dan pengeluaran industri secara bersama-sama di Jawa dan Luar Jawa terhadap peningkatan PDRB, penurunan kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan juga paling besar diantara dampak peningkatan DAU dan peningkatan pengeluaran pertanian, dan peningkatan DAU dan peningkatan pengeluaran infrastruktur.

Tabel 26 Dampak Simulasi Kebijakan Campuran terhadap Kinerja Fiskal dan

Ekonomi di Indonesia, Jawa, dan Luar Jawa Tahun 2005-2009 (%)

Variabel

Skenario

9 10 11 9 10 11 9 10 11

Indonesia Jawa Luar Jawa

Pajak 0.627 6.650 1.417 0.367 5.422 1.195 0.849 7.703 1.607 Retribusi 0.166 -0.950 -0.002 0.101 -0.262 0.072 0.245 -1.805 -0.093 Bagi hasil SDA 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 Bagi hasil pajak 0.993 10.838 2.116 0.202 2.896 0.596 1.329 14.215 2.762

DAU 0.850 0.850 0.850 0.850 0.850 0.850 0.850 0.850 0.850

PAD 0.438 4.255 0.936 0.266 3.613 0.819 0.580 4.786 1.032

Dana bagi hasil 0.498 5.431 1.060 0.152 2.179 0.448 0.583 6.237 1.212 Dana perimbangan 0.686 2.029 0.839 0.651 1.052 0.710 0.699 2.398 0.888 Total penerimaan 0.553 2.082 0.737 0.428 1.329 0.572 0.618 2.467 0.821 Pengeluaran pertanian 10.000 0.984 0.356 10.000 0.789 0.355 10.000 1.053 0.356 Pengeluaran industri 0.311 100.000 0.524 0.228 100.000 0.484 0.358 100.000 0.546 Pengeluaran infrastruktur 0.226 0.958 7.000 0.158 0.628 7.000 0.267 1.156 7.000 Total pengeluaran 0.397 0.397 0.351 0.304 0.394 0.385 0.445 0.399 0.333 Kapasitas Fiskal 0.471 4.918 1.006 0.225 3.094 0.685 0.582 5.734 1.150 Kesenjangan Fiskal 0.357 -2.051 -0.004 0.342 -0.883 0.244 0.366 -2.691 -0.139 PDRB sektor pertanian 4.112 0.405 0.146 2.296 0.181 0.082 5.678 0.598 0.202 PDRB sektor industri 0.141 45.462 0.238 0.058 25.437 0.123 0.297 82.827 0.453 PDRB sektor jasa 0.189 0.803 5.865 0.087 0.345 3.842 0.328 1.420 8.595 PDRB 0.813 10.884 2.151 0.440 8.187 1.679 1.155 13.362 2.585 PDRB perkapita 1.419 15.495 3.025 0.726 10.430 2.146 1.513 16.175 3.143 Tenaga kerja pertanian 3.904 0.384 0.139 1.965 0.155 0.070 5.953 0.627 0.212 Tenaga kerja industri 0.041 13.132 0.069 0.015 6.789 0.033 0.101 28.260 0.154 Tenaga kerja jasa 0.071 0.299 2.186 0.032 0.128 1.424 0.123 0.533 3.228 Total tenaga kerja 1.723 1.842 0.907 1.416 1.416 1.416 2.947 2.794 1.323 Distribusi Pendapatan -1.874 -7.982 -2.400 -1.343 -7.484 -1.872 -10.357 -2.703 -2.150 Kemiskinan -0.115 -1.241 -0.247 -0.044 -0.634 -0.133 -0.128 -1.354 -0.268

Sumber: Hasil Pengolahan

Ket. : Skenario 9 = peningkatan DAU 0.85% dan pengeluaran pertanian 10% Skenario 10= peningkatan DAU 0.85% dan pengeluaran industri 100% Skenario 11= peningkatan DAU 0.85% dan pengeluaran infrastruktur 7%

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap penerimaan pajak adalah PDRB, kesenjangan fiskal, dan jumlah penduduk. Semua faktor tersebut berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak. Sedangkan faktor yang mempengaruhi penerimaan retribusi yaitu PDRB sektor non pertanian, kesenjangan fiskal, dan jumlah penduduk. Faktor-faktor tersebut berpengaruh positif terhadap penerimaan retribusi.

2. Faktor yang mempengaruhi bagi hasil SDA adalah PDRB pertambangan dan penggalian, PDRB pertambangan dan penggalian berpengaruh nyata positif terhadap bagi hasil SDA. Faktor-faktor yang mempengaruhi bagi hasil pajak adalah PDRB per kapita dan investasi.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi DAU secara nyata adalah kapasitas fiskal, total pengeluaran, luas wilayah, dan jumlah penduduk. Selain kapasitas fiskal, semua faktor berpengaruh positif terhadap DAU.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran pemerintah menurut sektor yaitu PDRB masing-masing sektor, PAD, dana perimbangan, dan pengeluaran pemerintah menurut sektor tahun sebelumnya.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi PDRB sektoral yaitu pengeluaran pemerintah menurut sektor, tenaga kerja sektoral, dan investasi.

6. Faktor-faktor yang mempengaruhi tenaga kerja sektoral yaitu PDRB sektoral dan tenaga kerja sektoral lain.

7. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap persentase penduduk miskin

Dokumen terkait