• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak terhadap tenaga ahli konstruksi jika mereka diwajibkan memiliki Sertifikat Keahlian

Dalam dokumen BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA (Halaman 36-40)

lah R esp o n d e n Ya Tidak

Rata-rata biaya untuk pengurusan satu SKA

0 0 20 4 0 0 0 5 10 15 20 25

Bandung ( 20 Responden) Pekanbaru (4 Responden)

J u m la h R e s pond e n

< 2 Juta 2 - 5 Juta > 5 Juta

Gambar IV.27. Pendapat responden kontraktor terhadap biaya pengurusan Sertifikat Keahlian

Gambar IV.28. Besaran biaya untuk pengurusan Sertifikat Keahlian

C. Dampak terhadap tenaga ahli konstruksi jika mereka diwajibkan memiliki Sertifikat Keahlian

1. Adanya pengakuan yang resmi dan berlaku secara nasional terhadap kompetensi dan profesionalisme keinsinyuran dari seseorang yang menyandang sertifikasi keahlian konstruksi.

Hal ini terwujud karena senua Sertifikat Keahlian yang dikeluarkan oleh asosiasi profesi yang mendapat akreditasi LPJK berlaku untuk setiap daerah yang ada di Indonesia.

Pernahkah anda merasakan pembinaan yang berkelanjutan dari Asosiasi Profesi

4 0 36 4 0 10 20 30 40

Bandung ( 40 Responden) Pekanbaru (4 Responden)

J u m la h R e s pon de n

Pernah Tidak Pernah

2. Tersedianya kesempatan peningkatan kompetensi dan melalui pembinaan keprofesian yang berkelanjutan.

Kesempatan peningkatan kompetensi dan profesionalisme itu melalui pembinaan keprofesian yang berkelanjutan tidak terlalu dirasakan oleh beberapa tenaga ahli konstruksi. Dari survei diperoleh bahwa semua responden tenaga ahli bersertifikat keahlian hanya memiliki kesempatan peningkatan kompetensi dengan meningkatkan kualifikasi keahlian mereka berdasarkan pengalaman dan prestasi kerja yang mereka miliki, sedangkan pembinaan berkelanjutan yang dilakukan oleh asosiasi profesi sangat kurang bahkan tidak ada didapatkan oleh tenaga ahli yang menjadi anggotanya, hal ini terlihat bahwa sebagian besar responden tenaga ahli (36 responden) di Kota Bandung dan semua responden tenaga ahli (4 responden) di Kota Pekanbaru tidak merasakan pembinaan berkelanjutan oleh asosiasi profesi dan menganggap asosiasi profesi hanya terfokus melakukan sertifikasi.

Gambar IV.29. Pembinaan yang berkelanjutan yang dilakukan oleh Asosiasi Profesi kepada anggotanya

Tenaga ahli konstruksi yang tidak merasakan pembinaan dari Asosiasi Profesi tempat mereka bernaung mengatakan bahwa asosiasi hanya sebagai tempat pengurusan SKA dan perpanjangan SKA, yang ujung-ujungnya adalah biaya.

3. Terciptanya jalur profesi sebagai jalur jenjang karier, di samping jalur struktural dan manajemen, sehingga lebih meningkatkan kesetiaan seseorang pada profesi, yang akan meningkatkan keprofesionalan orang tersebut.

Dari semua responden tenaga ahli konstruksi di Kota bandung dan Kota Pekanbaru menyatakan bahwa perusahaan tempat mereka bekerja menentukan besaran upah dan jenjang karir mereka berdasarkan dari prestasi kerja, bukan dikarenakan memiliki Sertifikat Keahlian. Berhubung semua responden tenaga ahli adalah mereka yang dibiayai pengurusan sertifikat keahliannya oleh perusahaan mereka, maka mereka menganggap dengan dibiayai pengurusan Sertifikat Keahlian mereka oleh perusahaan, berarti mereka juga harus memberikan suatu yang berharga kepada perusahaan yaitu dengan meningkatkan prestasi kerja dan loyalitas kepada perusahaan.

4. Terdapatnya kemudahan untuk turut serta dalam proyek-proyek pembangunan konstruksi bila persyaratan keprofesionalan kelak telah diberlakukan Pemerintah.

Hal ini sangat dirasakan oleh semua tenaga ahli di Kota bandung dan Kota Pekanbaru. Dari survei diperoleh bahwa semua tenaga ahli bersertifikat keahlian menyatakan bahwa mereka selalu dipekerjakan di proyek oleh perusahaan mereka, karena sebagian besar kontraktor rata-rata memiliki tenaga ahli bersertifikat keahlian hanya 1-2 tenaga ahli untuk setiap bidang pekerjaan.

5. Terbukanya akses ke pasaran tenaga kerja keinsinyuran karena data-data pribadi dan kualifikasinya tercantum dalam data-base yang on-line.

Hal ini hanya dirasakan oleh beberapa tenaga ahli, terutama tenaga ahli yang memiliki Sertifikat Keahlian dengan kualifikasi utama. Dari survei diketahui bahwa sebagian kontraktor (4 dari 20 responden) di kota Bandung menggunakan informasi yang ada untuk mencari tenaga ahli dengan kualifikasi utama karena tenaga ahli dengan kualifikasi tersebut jumlahnya masih sangat sedikit, sedangkan untu mencari kualifikasi muda dan madya, kontraktor biasanya telah memiliki tenaga ahli langganan.

6. Terbukanya akses langsung ke pasaran tenaga kerja keinsinyuran di luar negeri karena diakuinya sertifikasi keahlian konstruksi di luar negeri.

Dampak ini tidak dapat diukur karena dari semua responden tenaga ahli Kota bandung dan Kota Pekanbaru mereka tidak pernah melamar kerja ke luar negeri.

7. Meningkatkan pendapatan dan nilai jual tenaga ahli yang memiliki Sertifikat Keahlian.

Dari hasil survei diperoleh bahwa dalam menentukan besaran gaji, kontraktor tidak mempertimbangkan kepemilikan Sertifikat Keahlian melainkan berdasarkan prestasi kera tenaga ahli yang bersangkutan. Dikarenakan kontraktor harus memiliki tenaga ahli bersertifikat keahlian, sehingga semua responden tenaga ahli (40 responden Kota Bandung dan 20 responden Kota Pekanbaru) mengatakan bahwa mereka sering dipekerjakan di proyek oleh perusahaan tempat mereka bekerja dan secara langsung akan berpengaruh langsung terhadap penghasilan mereka, dan tenaga ahli tersebut juga berpeluang untuk meningkatkan prestasi kerja mereka yang akan menjadi acuan perusahaan untuk menentukan upah dan jenjang karir tenaga ahli tersebut.

Bagi tenaga ahli yang tidak memiliki Sertifikat Keahlian, 17 dari 20 responden di Kota Bandung, mereka hanya menerima dua per tiga dari gaji yang diterima oleh tenaga ahli bersertifikat karena sisanya digunakan untuk membayar tanga ahali yang namanya digunkan pada penawaran.

Meningkatnya nilai jual juga terlihat dari sebagaian tenaga ahli bersertifikat (17 dari 40 responden) pernah mendapatkan tawaran untuk dari perusahaan kontraktor lain dan karena seringnya mendapatkan tawaran dari perusahaan lain, tenaga ahli yang memiliki Sertifikat Keahlian dengan kualifikasi utama (2 responden) menganggap Sertifikat Keahlian yang dimilikinya menjadi suatu kebanggaan, hal ini juga disebabkan karena sampai saat ini hanya

beberapa orang yang memiliki kualifikasi tersebut (944 dari 42,094 tenaga ahli bersertifikat keahlian) di Indonesia (LPJK, 2007).

8. Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memiliki Sertifikat Keahlian

Besarnya biaya yang dikeluarkan oleh tenaga ahli untuk pengurusan Sertifikat Keahlian tidak dapat di ukur karena semua tenaga ahli (40 responden di Kota Bandung dan 4 responden Kota Pekanbaru) pengurusan Sertifikat Keahlian mereka dibiayai oleh perusahaan tempat mereka bekerja. Permasalahan yang sering dialami oleh tenaga ahli adalah memenuhi persyaratan pendidikan dan pengalaman. Persyaratan pendidikan merupakan hal yang sangat memberatkan tenaga ahli, 10 dari 20 responden tenaga ahli yang tidak memiliki Sertifikat Keahlian di Kota Bandung terbentur dengan persyaratan tersebut karena mereka hanya memiliki pendidikan akhir SLTA dan sarjana non-teknik dan tidak ada cara untuk mengakali hal tersebut. Untuk persyaratan pengalaman, biasanya tenaga ahli yang dibiayai perusahaan mendapatkan bukti pengalaman kerja fiktif dari perusahaan mereka sesuai dengan persyaratan untuk kualifikasi yang diinginkan.

D. Dampak terhadap asosiasi profesi dengan kewajiban sertifikasi bagi

Dalam dokumen BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA (Halaman 36-40)

Dokumen terkait