• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

IV.1. Penyebaran Kuesioner

Proses wawancara dan penyebaran kuesioner di Kota Bandung dimulai dari tanggal 23 Agustus 2007 hingga 14 Desember 2007. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mendatangi responden untuk wawancara dengan harapan tingkat pengembalian kuesioner dari responden lebih cepat dan tinggi, beberapa responden ada yang mau diwawancara tetapi sebagian responden ada yang tidak mau atau tidak bisa diwawancara oleh karena kesibukkannya, maka untuk responden yang tidak mau diwawancara dilakukan penitipan kuesioner, dengan janji beberapa hari kemudian kuesioner tersebut dapat diambil.

Dalam rentang waktu tersebut, data kuesioner yang telah diisi dan dikembalikan mencapai jumlah 6 dari 26 perusahaan kontraktor, 17 dari 27 tenaga ahli bersertifikat dan 10 dari 30 tenaga ahli yang belum memiliki Sertifikat Keahlian. Untuk pengumpulan data lapangan di Kota Pekanbaru dilakukan dengan metoda wawancara karena jumlah responden hanya dibatasi untuk kontraktor dan tenaga ahli yang telah memiliki Sertifikat Keahlian. Untuk lebih jelasnya jumlah responden di Kota Bandung dan Kota Pekanbaru dapat dilihat pada Tabel berikut.

(2)

Tabel IV.1. Penyebaran Data di Kota Bandung dan Kota Pekanbaru Kuesioner

No Responden Jumlah

Responden Wawancara Titip Kembali

Total Kuesioner Kembali Kota Bandung 1 Pengguna Jasa 6 6 - Pemerintah 3 3 - - 3 - Swasta 3 3 - - 3 2 Asosiasi Profesi 4 4 - - 4 3 Asosiasi Perusahaan 2 2 - - 2 4 Kontraktor - Besar 4 4 0 0 4 - Menengah 36 10 26 6 16

5 Tenaga Ahli Yang Memiliki SKA

50 23 27 17 40

6 Tenaga Ahli Yang Tidak Memiliki SKA

40 10 30 10 20

Kota Pekanbaru

1 Kontraktor 4 4

- Besar 2 - - - 2

- Menengah 2 - - - 2

2 Tenaga Ahli Yang Memiliki SKA

4 - - - 4

TOTAL 150 59 83 33 92

IV.2. Uji Validasi

Uji Validitas dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada tiga responden kontraktor dan 3 responden tenaga ahli konstruksi yang telah memiliki Sertifikat Keahlian secara acak. Masukan-masukan yang diterima selanjutnya menjadi dasar untuk menyempurnakan materi dan format kuesioner. Perubahan yang dilakukan hanya sebatas penyempurnaan format penyajian kuesioner agar lebih mudah dimengerti dan diisi oleh responden. Menyangkut materi kuesioner tidak ada perubahan.

(3)

Pendidikan Responden Kota Bandung 0 5 5 6 0 0 5 13 31 4 4 2 1 2 4 0 0 0 0 0 10 0 0 0 10 20 30 40 Pengguna Jasa

Kontraktor Tenaga Ahli BerSKA Tenaga Ahli NonSKA Asosiasi Profesi Asosiasi Perusahaan R e s ponde n D3 S1 S2 Non-Teknik

Pendidikan Responden Kota Pekanbaru

0 0 4 3 0 1 0 0 0 1 2 3 4 5

Kontraktor Tenaga Ahli BerSKA

R e s p o nde n D3 S1 S2 Non-Teknik IV.3. Informasi tentang responden

Latar belakang responden mempengaruhi jawaban yang diberikan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner. Oleh karena itu pengenalan latar belakang responden akan bermanfaat untuk menganalisis pendapat/opini responden terhadap suatu permasalahan. Latar belakang tersebut dihimpun sebagai berikut:

IV.3.1. Pendidikan responden

Pendidikan responden terdiri dari SLTA, D3, S1, S2, dan Non-teknik dengan sebaran pada setiap kelompok sampel tampak pada gambar berikut:

Gambar.IV.1. Distribusi pendidikan responden Kota Bandung

(4)

Jabatan Responden Kota Bandung 1 4 0 0 0 0 3 15 7 0 2 1 2 1 33 20 2 1 0 5 10 15 20 25 30 35

Pengguna Jasa Kontraktor Tenaga Ahli BerSKA

Tenaga Ahli NonSKA

Asosiasi Profesi Asosiasi Perusahaan R e s ponde n

Manajer Puncak Manajer Menengah Staf Operasional

Dari gambar di atas tampak bahwa responden terbanyak yang mengisi kuesioner berpendidikan S1. Responden yang berpendidikan SLTA dan pendidikan non-teknik hanya berasal dari responden tenaga ahli konstruksi yang tidak memiliki Sertifikat Keahlian di Kota Bandung, dimana pada pada responden lainnya tidak ada.

IV.3.2. Jabatan responden

Pada penelitian ini kategori jabatan dibagi dalam tiga jenjang jabatan, yaitu manajer puncak, manajer menengah, dan staf operasional. Manajer puncak adalah pihak yang merumuskan kebijakan strategis instansi/perusahaan secara umum, dalam penelitian ini termasuk didalamnya Kepala Dinas, Direktur, Wakil Direktur, Direktris dan General Manager. Manajer menengah adalah pihak yang bertanggung jawab menjabarkan kebijakan strategis organisasi kedalam kebijakan yang lebih spesifik sesuai lingkup bidang masing-masing dan berwenang mengelola sumber daya yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini termasuk didalamnya, Direktur Cabang, Manajer Proyek, Penanggung Jawab Teknis (PJT), dan Penanggung Jawab Bidang (PJB). Dan Direktur Teknik. Staff operasional adalah pihak yang melaksanakan kebijakan operasional di masing-masing bidang. Gambaran distribusi jabatan responden tampak pada gambar berikut:

(5)

Jabartan Kerja Responden Kota Pekanbaru 1 0 3 2 0 2 0 1 2 3

Kontraktor Tenaga Ahli BerSKA

R

e

s

ponde

n

Manajer Puncak Manajer Menengah Staf Operasional

Pengalaman Kerja Resnponden Kota Bandung

1 5 10 6 3 1 3 9 18 9 1 1 2 4 8 5 0 0 0 2 4 0 0 0 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Pengguna Jasa Kontraktor Tenaga Ahli BerSKA

Tenaga Ahli NonSKA

Asosiasi Profesi Asosiasi Perusahaan J u m la h R e s p onde n

< 5 tahun 5 - 10 tahun 10 - 15 tahun > 15 tahun Gambar.IV.4. Distribus jabatan kerja responden Kota Pekanbaru

IV.3.3. Pengalaman kerja responden

Pengalaman responden dilihat dari lamanya responden telah bekerja pada bidang yang saat ini ditekuninya. Rentang waktu pengalaman disusun dalam rentang lima tahunan, mulai <5 tahun, 5-10 tahun, 10-15 tahun dan >15 tahun. Distribusi pengalaman responden tampak pada gambar berikut:

(6)

Pengalaman Kerja Responden Kota Pekanbaru 1 2 2 1 1 1 0 0 0 1 2 3

Kontraktor Tenaga Ahli BerSKA

J u m la h R e s ponde n

< 5 tahun 5 - 10 tahun 10 - 15 tahun > 15 tahun Gambar.IV.6. Distribusi pengalaman kerja responden Kota Pekanbaru

Dari gambar di atas tampak bahwa responden terbanyak yang mengisi kuesioner memiliki pengalaman kerja 5 sampai 10 tahun dan pengalaman kerja diatas 15 tahun hanya berasal dari responden kontraktor dan tenaga ahli konstruksi yang memiliki Sertifikat Keahlian di Kota Bandung.

IV.3.4. Kualifikasi perusahaan kontraktor

Kualifikasi perusahan penyedia jasa pada penelitian ini dikualifikasikan atas dua kelompok yaitu besar dan menengah (PP 28 tahun 2000). Kualifikasi ini dipakai karena kepemilikan tenaga ahli bersertifikat keahlian hanya pada kontraktor dengan kualifikasi besar dan menengah (Peraturan LPJK no. 11 tahun 2006) Kualifikasi penyedia jasa yang menjadi sampel penelitian ini tampak pada gambar berikut:

(7)

Kualifikasi perusahaan kontraktor 4 2 16 2 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

Bandung (20 responden) Pekanbaru (4 responden)

R esp o n d e n Besar Menengah

Bidang usaha perusahaan konstruksi

65% 50% 85% 50% 30% 25% 20% 25% 40% 25% 0% 20% 40% 60% 80% 100%

Bandung (20 responden) Pekanbaru (4 responden)

% R e s pon de n

Arsitektur Sipil Mekanikal Elektrikal Tata Lingkungan

Gambar.IV.7. Kualifikasi responden dari perusahaan kontraktor di Kota Bandung dan Kota Pekanbaru

Tampak bahwa umumnya penyedia jasa yang menjadi sampel penelitian untuk Kota Bandung adalah penyedia jasa yang berkualifikasi menengah dengan persentase 80% dan untuk sampel penyedia jasa di Kota Pekanbaru jumlah kontraktor menengah sama banyak dengan kontraktor besar.

IV.3.5. Bidang usaha perusahaan kontraktor

Bidang usaha perusahan penyedia jasa pada penelitian ini dibagi menjadi 5 bidang pekerjaan jasa pelaksana yaitu arsitektur, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan (Peraturan LPJK no. 11 tahun 2006). Bidang usaha penyedia jasa yang menjadi sampel penelitian ini tampak pada gambar berikut:

Gambar.IV.8. Bidang usaha responden dari perusahaan kontraktor di Kota Bandung dan Kota Pekanbaru

(8)

Usia perusahaan kontraktor 1 2 7 2 7 5 0 1 2 3 4 5 6 7 8

Bandung (20 responden) Pekanbaru (4 responden)

R esp o n d e n

< 5 tahun 5 - 10 tahun 10 - 15 tahun > 15 tahun

Tampak bahwa umumnya penyedia jasa yang menjadi sampel penelitian untuk Kota Bandung dan Kota Pekanbaru adalah penyedia jasa yang bergerak dibidang pekerjaan sipil dan arsitektur dengan persentase besar dan sama dengan 50%.

IV.3.6. Usia perusahaan kontraktor

Usia perusahaan kontraktor dilihat dari lamanya perusahaan tersebut berdiri dan bergerak dibidang konstruksi. Rentang waktu usia peusahaan disusun dalam rentang lima tahunan, mulai <5 tahun, 5-10 tahun, 10-15 tahun dan >15 tahun. Distribusi pengalaman responden tampak pada gambar berikut:

Gambar.IV.9. Usia responden dari perusahaan kontraktor di Kota Bandung dan Kota Pekanbaru

Variasi usia perusahaan kontaktor tampak lebih beragam pada kelompok sampel perusahaan kontraktor di Kota Bandung. Hal ini terjadi karena jumlah sampel perusahaan kontraktor untuk Kota Bandung lebih banyak 5 kali lipat dari jumlah sampel perusahaan kontraktor untuk Kota Pekanbaru.

IV.4. Analisis dan Pembahasan

IV.4.1. Gambaran umum kewajiban sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi di Indonesia

Kepemilikan Sertifikat Keahlian oleh tenaga ahli konstruksi di Kota Bandung telah telah ada sebelum dikeluarkannya Undang-undang nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, tetapi dalam jumlah yang sangat kecil. Permintaan

(9)

Sudah berapa lama tenaga ahli memiliki sertifikat keahlian 2 0 11 1 27 3 0 5 10 15 20 25 30

Bandung (40 responden) Pekanbaru (4 responden)

re

s

p

onde

n

Sebelum tahun 2000 Antata tahun 2000 - 2003 Sesudah tahun2003

Sejak kapan kontraktor memiliki tenaga ahli bersertifikat keahlian 2 0 2 2 16 2 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

Bandung (20 responden) Pekanbaru (4 responden)

R

esp

on

den

Sebelum tahun 2000 Antata tahun 2000 - 2003 Sesudah tahun2003

Sertifikat Keahlian meningkat drastis setelah dikeluarkannya UUJK tahun 1999, terutama setelah tahun 2003 semenjak dikeluarkannya Keputusan Presiden no 80 tahun 2003 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah, hal serupa juga terjadi di Kota Pekanbaru. Pada Gambar IV.10 dan Gambar IV.11 terlihat hanya 2 dari 40 responden tenaga ahli di Kota Bandung yang telah memiliki Sertifikat Keahlian dan 3 dari 20 responden kontraktor Kota Bandung yang telah memiliki tenaga ahli bersertifikat keahlian sejak 7 tahun yang lalu sebelum dikeluarkannya UUJK tahun 1999.

Gambar IV.10. Sejak kapan tenaga ahli konstruksi memiliki Sertifikat Keahlian

(10)

Meningkatnya jumlah tenaga ahli yang memiliki Sertifikat Keahlian, khususnya setelah dikeluarkannya Keputusan Presiden no 80 tahun 2003 disebabkan karena pada Keputusan Presiden tersebut menyatakan bahwa untuk dapat mengikuti pengadaan barang dan jasa pemerintah, kontraktor harus memiliki tenaga ahli bersertifikat keahlian. Setelah dikeluarkannya Keputusan Presiden tersebut, jumlah tenaga ahli konstruksi yang memiliki Sertifikat Keahlian meningkat drastis, ini terlihat pada Gambar IV.10. dan Gambar IV.11, 27 dari 40 responden tenaga ahli Kota Bandung baru memiliki Sertifikat Keahlian empat tahun belakangan ini dan 16 dari 20 responden kontraktor di Kota Bandung baru memiliki tenaga ahli bersertifikat keahlian empat tahun belakangan ini, hal yang hampir sama juga terjadi di Kota Pekanbaru.

Persyaratan kepemilikan Sertifikat Keahlian oleh tenaga ahli untuk pekerjaan Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandung baru dimulai pada awal tahun 2004, sedangkan penerapan kepemilikan Sertifikat Keahlian di Pekanbaru baru dimulai pada awal tahun 2005. Persyaratan kepemilikan SKA di Kota Pekanbaru hanya diwajibkan pada personil tim inti keteknikan untuk proyek yang akan dikerjakan oleh kontrakt9or, khususnya project manager dan site manager. Hal ini berbeda dengan Kota Bandung yang telah mempersyaratkan semua personil tim inti keteknikan yang dimiliki kontraktor untuk memiliki Sertifikat Keahlian. Untuk pengguna jasa dari pihak swasta di kota Bandung (3 responden) belum ada yang mempersyaratkan kepemilikan tenaga ahli bersertifikat keahlian.

Untuk pekerjaan milik pemerintah, tenaga ahli yang diajukan oleh kontraktor pada saat penawaran tidak harus berstatus pegawai tetap perusahaan tetapi boleh dari luar perusahaan dengan persyaratan tenaga ahli tersebut tidak sedang bekerja pada proyek lain. Sampai saat ini, sebagian besar kontraktor di Kota Bandung hanya memiliki tenaga ahli tetap sebanyak kurang dari 5 orang, ini terlihat pada Gambar IV.6, 15 dari 20 responden hanya memiliki tenaga ahli bersertifikat kurang dari 5 orang dan hanya 2 responden yang memiliki tenaga ahli bersertifikat lebih dari 10 orang, hal yang hampir sama juga terjadi di Kota Pekanbaru..

(11)

Berapa jumlah tenaga ahli bersertifikat yang dimiliki oleh kontraktor 15 2 3 2 2 0 2 4 6 8 10 12 14 16

Bandung (20 responden) Pekanbaru (4 responden)

R esp o n d e n

< 5 orang 5 - 10 0rang > 10 orang

Kualifikasi tenaga ahli bersertifikat keahlian yang dimiliki oleh kontraktor 20 4 20 4 3 1 0 5 10 15 20 25

Bandung (20 responden) Pekanbaru (4 responden)

R

e

s

ponde

n

Pemula Muda Madya Utama

Gambar IV.12. Jumlah tenaga ahli bersertifikat yang dimiliki oleh Kontraktor

Jumlah tenaga ahli dengan kualifikasi utama sangat minim di Kota Bandung dan Kota Pekanbaru. Pada Gambar IV.7 dapat dilihat bahwa hanya 3 dari 20 responden kontraktor di Kota Bandung dan hanya 1 dari 4 kontraktor di Kota Pekanbaru yang memiliki tenaga ahli berkualifikasi utama sedangkan untuk kualifikasi muda dan madya dimiliki oleh semua responden kontraktor di Kota Bandung dan Kota Pekanbaru, sedangkan untuk tenaga ahli dengan kualifikasi pemula tidak ada responden yang memilikinya.

Gambar IV.13. Kualifikasi SKA tenaga ahli yang dimiliki oleh kontraktor

Dari penjelasan data di atas diketahui bahwa sudah semua kontraktor di kota Bandung dan Kota Pekanbaru telah memiliki tenaga ahli bersertifikat keahlian,

(12)

tetapi masih ditemukan beberapa kontraktor (2-3 kontraktor setiap tender) yang gugur akibat tidak memenuhi kepemilikan tenaga ahli bersertifikat keahlian, seperti:

1. Masih ditemukan kontraktor yang menggunakan Sertifikat Keahlian palsu, tetapi untuk tahun anggaran 2007 hal ini tidak ditemukan lagi.

2. Kurangnya jumlah tenaga ahli bersertifikat yang dimiliki oleh kontraktor. 3. Masih ditemukan kontraktor yang menggunakan tenaga ahli yang sama. 4. Masih ditemukan tenaga ahli yang diajukan oleh kontraktor masih dalam masa

bertugas pada proyek yang masih berjalan.

Pada tahun 2007, penerapan kewajiban kepemilikan tenaga ahli bersertifikat keahlian tidak hanya pada pengadaan barang dan jasa pemerintah saja tetapi Penanggung Jawab Teknis (PJT) dan Penanggung Jawab Bidang (PJB) di perusahaan kontraktor juga harus memiliki Sertifikat Keahlian. Hal tersebut diatur dalam Peraturan LPJKN no.11 tentang Registrasi Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi menyatakan bahwa mulai tahun 2007, bagi kontraktor menengah dan besar yang ingin membuat sertifikat badan usaha (SBU) diwajibkan untuk memiliki 1 orang tenaga ahli bersertifikat keahlian untuk jabatan PJT dan 1 orang tenaga ahli bersertifikat keahlian untuk jabatan PJB untuk setiap bidang pekerjaan yang dimiliki oleh perusahaan (arsitektur, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan).

IV.4.2. Fenomena yang berkembang semenjak dikeluarkannya Undang-undang jasa konstruksi tahun 1999 mengenai kewajiban sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi di Indonesia.

A. Pemahaman masyarakat jasa konstruksi mengenai hal yang berhubungan dengan sertifikasi tenaga ahli konstruksi di Indonesia Sampai saat ini, masyarakat jasa konstruksi di Kota Bandung dan Pekanbaru telah mengenal Sertifikat Keahlian dengan baik, ini terlihat dari semua responden di Kota Bandung dan Pekanbaru, mereka mengetahui dengan baik apa yang dimaksud dengan Sertifikat Keahlian konstruksi, hanya 2 responden yaitu pengguna jasa dari pihak swasta yang kurang mengetahui dan hanya 1 responden

(13)

Pengetahuan responden mengenai Sertifikat Keahlian Pemula (SKA-P) 83.30% 100% 100% 100% 100% 100% 0.00% 25.00% 50.00% 75.00% 100.00% Bandung Pekanbaru % R e s ponde n

Pengguna jasa Kontraktor Tenaga ahli ber SKA Tenaga ahli tidak berSKA

pengguna jasa dari pihak swasta yang tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan Sertifikat Keahlian konstruksi.

Gambar IV.14. Pengetahuan responden mengenai Sertifikat Keahlian Pemula

Responden dari pengguna jasa yang kurang mengetahui (2 responden) dan tidak mengetahui (1 responden) mengenai Sertifikat Keahlian beralasan mereka tidak pernah mempersyaratkan kepemilikan tenaga ahli bersertifikat keahlian kepada kontraktor dan yang mereka ketahui bahwa persyaratan kepemilikan Sertifikat Keahlian baru untuk pekerjaan pemerintah. Beberapa alasan pengguna jasa dari pihak swasta tidak pernah mempersyaratkan kepemilikan tenaga ahli bersertifikat keahlian kepada kontraktor dapat dilihat pada Tabel IV.2.

Tabel IV.2. Alasan owner swasta tidak pernah mempersyaratkan SKA

No Alasan Pribadi

(1 responden)

Developer (2 responden) 1. Tidak mengetahui mengenai SKA •

2. Perencanaan dibuat oleh konsultan perencana dan

tidak pernah mempersyaratkan SKA • •

3. Lebih mengutamakan pengalaman kontraktor • • 4. Tidak percaya terhadap kredibilitas SKA •

5. Hanya mempersyaratkan SBU/IUJK • •

(14)

Sampai saat ini pengguna jasa swasta yang tidak pernah mempersyaratkan kepemilikan tenaga ahli bersertifikat keahlian kepada kontraktor tidak ditemukan permasalahan yang berarti dalam pelaksanaan pekerjaan di lapangan.

Pengetahuan masyarakat jasa konstruksi mengenai Sertifikat Keahlian Pemula (SKA-P) sangat rendah sekali, ini terlihat di Kota Bandung hanya 1 dari 6 pengguna jasa yang mengetahui mengenai SKA-P, 1 responden lagi kurang mengetahui, dan 4 responden termasuk 1 instansi pemerintah tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan SKA-P. Hal ini juga diperkuat dengan hanya 4 dari 20 responden kontraktor, 7 dari 40 responden tenaga ahli bersertifikat, dan 2 dari 20 tenaga ahli yang belum memiliki Sertifikat Keahlian yang mengetahui apa itu yang dimaksud dengan Sertifikat Keahlian Pemula (SKA-P). Hal yang sama juga terjadi di Kota Pekanbaru, semua responden kontraktor (4 responden) dan semua responden tenaga ahli (4 responden) tidak tahu mengenai Sertifikat Keahlian Pemula (SKA-P).

Gambar IV.15. Pengetahuan responden mengenai Sertifikat Keahlian Pemula

Kekurang tahuan ini disebabkan karena semua responden kontraktor tidak ada yang memiliki tenaga ahli dengan kualifikasi pemula dan kebijakan Sertifikat Keahlian Pemula (SKA-P) baru dilakukan pda tahun 2006 dan tidak pernahnya pemerintah mempersyaratkan kepemilikan tenaga ahli dengan kualifikasi pemula pada persyaratan tender.

Pengetahuan responden mengenai sertifikat keahlian pemula (SKA-P) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Bandung Pekanbaru R esp o n d e n

Pengguna jasa Kontraktor Tenaga ahli ber SKA Tenaga ahli tidak berSKA 2/6 4/20 7/40 2/20 1/4 0/4

(15)

Cara tenaga ahli konstruksi untuk mendapatkan Sertifikat Keahlian (SKA) 100% 100% 0% 20% 40% 60% 80% 100% 120%

Bandung (40 Responden) Pekanbaru (4 Responden)

% R e s pond e n

B. Bagaimana cara tenaga ahli konstruksi untuk dapat memiliki Sertifikat Keahlian

Untuk dapat memiliki Sertifikat Keahlian, hampir semua tenaga ahli konstruksi dibiayai pengurusannya oleh kontraktor tempat mereka bekerja. Pernyataan ini didasari oleh hasil survei yang menggambarkan bahwa semua responden tenaga ahli di Kota Bandung (40 responden) dan Pekanbaru (4 responden) dibiayai oleh perusahaan mereka untuk melakukan sertifikasi keahlian mereka. Pada Gambar IV.16 dapat dilihat bahwa semua responden kontraktor di Kota Bandung (20 responden) dan Pekanbaru (4 responden) pernah membiayai pengurusan Sertifikat Keahlian para tenaga ahli yang mereka miliki.

Gambar IV.16 Cara tenaga ahli memiliki Sertifiakt Keahlian.

Gambar IV.17. Cara kontraktor memiliki tenaga ahli bersertifiakt keahlian. (20 Responden) (4 Responden)

Cara kontraktor memiliki tenaga ahli bersertifikat keahlian

2 15 4 20 4 0 5 10 15 20 25 Bandung Pekanbaru R e s p onde n

Melakukan perekrutan untuk pegawai tetap

Melakukan perekrutan untuk pegawai tidak tetap Membiayai tenaga ahli yang dimiliki

(16)

Alasan tenaga ahli belum memiliki sertifikat keahlian

10, 50% 6, 30%

4, 20%

Tidak memenuhi persyaratan pendidikan Tidak memenuhi persyaratan pengalaman Menunggu kebijakan dari perusahaan

Permasalahan yang sering dihadapi oleh tenaga ahli dalam pengurusan Sertifikat Keahlian adalah pemenuhan persyaratan pendidikan minimal yang harus dimiliki oleh tenaga ahli yang bersangkutan. Pada Gambar IV.18 terlihat bahwa 10 dari 20 tenaga ahli yang belum memiliki Sertifikat Keahlian beralasan mereka tidak bisa mengikuti sertifikasi tenaga ahli karena tidak memenuhi persyaratan minimum yang ditetapkan oleh asosiasi profesi yaitu D3 atau S1 keteknikan, sedangkan mereka memiliki pendidikan SLTA dan sarjana non-teknik yang sangat tidak memungkinkan untuk meneruskan sekolah mereka ke bidang keteknikan.

Gambar IV.18. Alasan tenaga ahli konstruksi tidak memiliki Sertifikat Keahlian.

Untuk memenuhi persyaratan pengalaman kerja, tenaga ahli (12 responden)yang dibiayai pengurusan sertifikat keahliannya oleh perusahaan menyatakan bahwa perusahaan mereka memberikan bukti pengalaman kerja fiktif untuk memenuhi persyaratan sesuai dengan kualifikasi sertifikat yang diinginkan meskipun karena pengalaman kerja mereka belum memenuhi persyaratan, sehingga hal ini juga menjadi salah satu alasan mengapa banyak tenaga ahli yang menunggu kebijakan perusahaan untuk membiayai proses sertifikasi tenaga ahli.

C. Bagaimana cara kontraktor untuk dapat memiliki tenaga ahli bersertifikat keahlian

Pada umumnya kontraktor lebih memilih membiayai pengurusan Sertifikat Keahlian tenaga ahli yang dimilikinya dari pada merekrut tenaga ahli bersertifikat dari luar perusahaan (Gambar IV.17), hal ini dapat dilihat pernyataan berikut:

(17)

Persentase proyek pemerintah dari semua proyek yang pernah dikerjakan kontraktor 4 1 16 3 0 5 10 15 20

bandung (20 responden) Pekanbaru (4 responden)

R esp o n d e n 100% 75% - !00% 50% - 75% < 50 %

1. Kontraktor membiayai pengurusan sertifikat keahlaian tenaga ahli yang dimiiki oleh perusahaan (20 responden Kota Bandung dan 4 responden Kota Pekanbaru)

2. Kontraktor melakukan perekrutan tenaga ahli bersertifikat keahlian untuk dijadikan pegawai kontrak untuk satu pekerjaan (15 responden Kota Bandung dan 4 responden Kota Pekanbaru)

3. Kontraktor melakukan perekrutan tenaga ahli bersertifikat keahlian untuk dijadikan pegawai tetap perusahaan (2 responden Kota Bandung)

Banyaknya jumlah perusahaan yang membiayai pengurusan Sertifikat Keahlian, dan banyaknya jumlah tenaga ahli yang pengurusan sertifikat keahliannya dibiayai perusahaan tempat mereka bekerja, dan sebagian besar tenaga ahli masih menganggap mahalnya biaya pengurusan Sertifikat Keahlian menggambarkan bahwa masih kurangnya kesadaran para tenaga ahli konstruksi di Indonesia akan pentingnya Sertifikat Keahlian sebagai bukti kompetensi keahlian yang mereka miliki. Kepedulian akan pentingnya Sertifikat Keahlian sangat dirasakan oleh kontraktor, karena untuk dapat mengikuti tender proyek pemerintah mereka harus memiliki tenaga ahli bersertifikat keahlian dan sebagian besar proyek yang dikerjakan oleh kontraktor adalah proyek pemerintah.

Gambar IV.19. Proyek yang pernah dikerjakan oleh kontraktor

Alasan kontraktor lebih memilih membiayai tenaga ahli yang mereka miliki untuk pengurusan Sertifikat Keahlian dapat dilihat pada Tabel IV.3.

(18)

Perjanjian kontraktor dengan tenaga ahli yang dibiayai pengurusan SKA 2 1 9 1 2 1 9 2 0 2 4 6 8 10

bandung (20 responden) Pekanbaru (4 responden)

R esp o n d e n

Ikatan kerja SKA dipegang perusahaan Kedua-duanya Tidak ada perjanjian Tabel.IV.3. Alasan kontraktor membiayai pengurusan sertifikasi tenaga ahli

No Alasan Bandung

(20 responden)

Pekanbaru (4 responden) 1 Kurang percaya terhadap kredibilitas Sertifikat

Keahlian yang ada 13 4

2 Lebih percaya terhadap keahlian tenaga ahli yang

telah lama dimiliki perusahaan 20 4

3 Kurangnya tenaga ahli bersertifikat yang belum

memiliki pekerjaan 14 4

4 Meningkatkan kinerja dan loyalitas tenaga ahli 20 4

Keputusan yang diambil oleh kontraktor untuk membiayai pengurusan sertifikasi keahlian para tenaga ahli mereka memiliki resiko yang besar dikarenakan Sertifikat Keahlian bersifat individu yang memungkinkan tenaga ahli yang dibiayai tersebut berhenti bekerja dari perusahaan dan membawa pergi Sertifikat Keahlian tersebut, dari hasil survei diketahui bahwa 2 dari 20 responden kontraktor pernah mengalami hal tersebut. Untuk mengantisipasi hal tersebut, sebagian besar kontraktor yang membiayai tenaga ahlinya untuk pengurusan Sertifikat Keahlian (11 dari 20 responden) membuat suatu perjanjian dengan tenaga ahli mereka, 9 dari 11 responden memegang Sertifikat Keahlian tersebut dan 2 responden melakukan perjanjian ikatan kerja dan sertifikat dipegang oleh perusahaan, hal serupa juga terjadi di Kota Pekanbaru.

Gambar.IV.20. Perjanjian yang dilakukan kontraktor dengan tenaga ahli yang akan dibiayai pengurusan Sertifikat Keahlian mereka

(19)

Bagi perusahaan yang tidak membuat perjanjian (9 responden kontraktor di Kota bandung dan 2 responden kontraktor di Kota Pekanbaru), menyatakan bahwa tenaga ahli yang akan mereka biayai adalah tenaga ahli yang telah terbukti loyalitasnya terhadap perusahaan dan memiliki prestasi kerja yang baik sehingga dengan sendirinya akan meningkatkan motivasi kerja dan loyalitas mereka kepada perusahaan.

D. Pendapat masyarakat jasa konstruksi terhadap proses sertifikasi tenaga ahli konstruksi yang berjalan selama ini

Sebagian besar masyarakat jasa konstruksi menganggap bahwa proses sertifikasi tenaga ahli konstruksi yang sedang berlanggsung sampai saat ini tidak berjalan sebagai mana mestinya, hal ini terlihat terdapat 2 dari 3 responden pengguna jasa swasta mengatakan bahwa mereka tidak percaya terhadap proses sertifikasi tenaga ahli yang dilakukan oleh asosiasi profesi yang telah berlangsung selama ini (Tabel.IV.2) dan sebagian besar kontraktor, yaitu 13 dari 20 kontraktor Kota Bandung dan semua kontraktor (4 responden) Kota Pekanbaru mengatakan bahwa alasan mereka lebih memilih membiayai proses sertifikasi tenaga ahli adalah karena mereka kurang percaya terhadap kredibilitas Sertifikat Keahlian yang beredar sekarang ini (Tabel.IV.3). Hal tersebut terjadi karena terdapatnya perbedaan persyaratan sertifikasi tenaga ahli oleh masing-masing Asosiasi Profesi, yaitu:

1. Persyaratan pendidikan 2. Persyaratan Pengalaman 3. Penilaian ujian kompetensi 4. Biaya pengurusan

Selain dikarenakan perbedaan persyaratan di atas juga terdapat beberapa asosiasi yang dapat mengeluarkan SKA tanpa mengikuti ujian dengan biaya yang lebih mahal. Hal ini diakui oleh 4 dari 20 kontraktor di Kota Bandung dan semua kontraktor (4 responden) di Kota Pekanbaru yang pernah mengurus Sertifikat Keahlian anggotanya dengan menggunakan jalan tersebut (Gambar.IV.21). Berikut ini beberapa alasan mereka:

(20)

Kontraktor yang mengaku pernah membeli SKA 20% 100% 80% 0% 0% 20% 40% 60% 80% 100%

Bandung ( 20 Responden) Pekanbaru (4 Responden)

% R e s pon de n

Pernah Tidak Pernah

1. Tidak perlu menunggu jadwal sertifikasi yang biasanya dilakukan 1 sampai 2 kali dalam satu tahun.

2. Tidak memiliki resiko tidak lulus ujian kompetensi.

3. Proses penerbitan Sertifikat keahlian yang lebih cepat yaitu 2 minggu (biasanya pengurusannya lebih dari satu bulan)

Gambar.IV.21. Kontraktor yang pernah membeli Sertifikat Keahlian tanpa mengikuti ujian kompetensi

Dari beberapa pernyataan masyarakat jasa konstruksi mengenai proses sertifikasi tenaga ahli konstruksi yang berjalan sampai saat ini menimbulkan fenomena bahwa proses sertifikasi tenaga ahli yang sedang berlangsung sampai saat ini menjadi suatu ajang “jual beli” Sertifikat Keahlian tanpa harus memenuhi persyaratan kompetensi yang seharusnya dipenuhi oleh tenaga ahli yang bersangkutan.

E. Upah tenaga ahli konstruksi yang memiliki Sertifikat Keahlian

Kepemilikan Sertifikat Keahlian oleh tenaga ahli tidak mempengaruhi gaji yang mereka peroleh, dari hasil survei diperoleh bahwa semua kontraktor (20 responden) di Kota Bandung dan semua responden kontraktor (4 responden) di Kota Pekanbaru hanya mempertimbangkan prestasi kerja dalam penentuan besaran gaji dan mereka menganggap dengan membiayai pengurusan sertifikat

(21)

Peningkatan upah tenaga ahli setelah memiliki Sertifikat keahlian 0 0 100% 100% 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

Bandung (40 Responden) Pekanbaru (4 Responden)

R e s pond e n Ya Tidak

kahlian, itu berarti suatu perhatian lebih dan penghargaan yang diberikan oleh perusahaan.

Gambar.IV.22. Pengaruh kepemilikan SKA dengan besaran upah yang diterima

Tenaga ahli yang pengurusan sertifikat keahliannya dibiayai oleh perusahaan tidak pernah meminta kenaikan gaji kepada perusahaan dikarenakan mereka memiliki Sertifikat Keahlian. Permintaan kenaikan gaji biasanya dilakukan oleh tenaga ahli tidak tetap yang dipekerjakan kontraktor untuk satu proyek dan tenaga ahli yang membiayai sendiri pengurusan Sertifikat Keahlian mereka. Pada Tabel IV.4 terlihat bahwa semua responden kontraktor di Kota Bandung (2 responden) yang memiliki tenaga ahli bersertifikat keahlian dengan biaya sendiri sering dimintai kenaikan gaji dan fasilitas oleh tenaga ahli tersebut, dan 11 dari 20 responden kontraktor di Kota Bandung dan 3 dari 4 responden kontraktor di Kota Pekanbaru pernah dimintai gaji yang besar dan fasilitas yang lebih oleh tenaga ahli bersertifikat keahlian yang mereka kontrak untuk mengerjakan suatu proyek.

(22)

Tabel IV.4. Tenaga ahli yang pernah meminta kenaikan gaji kepada perusahaan tempat mereka bekerja

NO Pertanyaan Bandung

(20 responden)

Pekanbaru (4 responden) 1 Perusahaan yang pernah dimintai kenaikan gaji

oleh tenaga ahli mereka 12 3

- Pegawai tetap dengan biaya sendiri 2 0

- Pegawai tetap dengan biaya perusahaan 0 0

- Tenaga ahli tidak tetap 11 3

2 Perusahaan yang tidak pernah dimintai kenaikan

gaji oleh tenaga ahli mereka 8 1

F. Sejauh mana pengaruh kepemilikan tenaga ahli konstruksi bersertifikat keahlian oleh kontraktor terhadap penentuan pemenang tender

Sampai saat ini pekerjaan yang mempersyaratkan kepemilikan tenaga ahli konstruksi bersertifikat keahlian baru untuk pekerjaan pemerintah. Untuk penentuan pemenang tender pada pengadaan proyek pemerintah berdasarkan pemenuhan persyaratan (salah satunya kepemilikan tenaga ahli bersertifikat keahlian oleh setiap anggota tim inti keteknikan) dan penawaran terendah. Untuk kepemilikan Sertifikat Keahlian oleh setiap tim inti keteknikan yang dipersyaratkan pada dokumen penawaran dinilai berdasarkan batasan poin, dengan batasan poin tersebut kontraktor hanya boleh untuk tidak memiliki satu anggota tim inti proyek yang tidak bersertifikat keahlian, tetapi kontraktor harus memenuhi ambang poin total yang nilainya lebih tinggi dari ambang poin total. Untuk penentuan nilai penawaran terendah diambil dari 3 peserta yang telah lolos seleksi persyaratan (administrasi, keuangan, teknis, peralatan, dan jaminan mutu) yang memiliki nilai penawaran terendah.

(23)

Jumlah tenaga ahli bersertifikat keahlian yang biasanya dipersyaratkan untuk satu proyek konstruksi

1 0 15 4 4 2 0 3 6 9 12 15

Kotraktor Bandung (20 Responden) Kotraktor Pekanbaru (4 Responden)

R e s pond e n

< 3 orang 3 - 4 orang > 5 orang

Gambar.IV.23. Jumlah tenaga ahli bersertifikat keahlian yang biasanya dipersyaratkan untuk satu proyek konstruksi.

Pada pelaksanaan pelelangan (tender), Dinas Pekerjaan Umum kota Bandung melakukan pengecekan keabsahan Sertifikat Keahlian (SKA) pada saat hanya tinggal 3 calon pemenang tender. Cara pengecekan yang dilakukan oleh dinas tersebut adalah dengan cara berikut ini:

1. Melakukan pengecekan langsung terhadap tenaga ahli yang bersangkutan dengan melakukan wawancara langsung atau melalui telepon.

2. Jika tenaga ahli yang bersangkutan menyatakan bahwa bekerja pada perusahaan yang bersangkutan dan sanggup melakukan pekerjaan yang akan dilakukannya maka dinyakan sah.

3. Bagi tenaga ahli yang terdapat pada 2 perusahaan yang berbeda, maka yang bersangkutan disuruh untuk memilih salah satu perusahaan. Jika yang bersangkutan tidak memilih salah satu peusahaan maka ke dua perusahaan dianggap gugur.

4. Tenaga ahli tidak boleh sedang melakukan pekerjaan lain pada waktu yang bersamaan

Dari hasil survei diketahui bahwa kepemilikan tenaga ahli bersertifikat sangat mempengaruhi kontraktor untuk memenangkan tender karena apabila kontraktor tidak memenuhi batasan poin minimal untuk kepemilikan tenaga ahli bersertifikat keahlian, maka kontraktor tesebut akan langsung dinyatakan gugur. Dikarenakan sangat pentingnya kepemilikan tenaga ahli bersertifkat keahlian bagi kontraktor,

(24)

membuat para kontraktor berusaha untuk memiliki tenaga ahli bersertifikat keahlian. Hal ini terlihat dengan semakin berkurangnya jumlah kontraktor yang gugur dikarenakan persyaratan Sertifikat Keahlian (hanya 2-3 kontraktor pada setiap tender pemerintah). Usaha yang dilakukan oleh kontraktor ternyata tidak sebanding dengan imbalan yang mereka peroleh, karena penentuan pemenang tender proyek pemerintah dilihat dari nilai penawaran terendah, yang menyebabkan kontraktor tidak dapat menaikan penawaran dan bersaing untuk mengajukan penawaran terendah.

G. Sejauh mana pengaruh kepemilikan tenaga ahli konstruksi bersertifikat keahlian oleh kontraktor terhadap hasil pekerjaan yang dilakukan Kepemilikan tenaga ahli bersertifikat keahlian oleh kontraktor dalam melakukan pekerjaannya tidak berpengaruh terhadap hasil pekerjaan yang dihasilkan, hal ini terlihat dari semua responden kontraktor (20 responden) di Kota Bandung dan semua responden kontraktor (4 responden) di Kota Pekanbaru dan semua responden pengguna jasa pemerintah Kota Bandung (3 responden) mengatakan bahwa hasil pekerjaaan tidak dipengaruh oleh kepemilikan tenaga ahli bersertifikat keahlian. Manfaat yang dirasakan oleh pengguna jasa pemerintah di Kota Bandung (3 responden) semenjak dipersyaratkan kepemilikan tenaga ahli bersertifikat keahlian pada proyek pemerintah adalah berkurangnya intensitas perselisihan yang terjadi antara pengguna jasa dengan kontraktor.

Untuk mendapatkan jaminan mutu terhadap pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus dan teknologi tinggi, pengguna jasa pemerintah (3 responden) biasanya mempersyaratkan kontraktor untuk memiliki sertifikat manajemen mutu (ISO) dan sertifikat manajemen K-3 (OHAS).

H. Bagaimana pengawasan terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga ahli konstruksi bersertifikat keahlian

Tenaga ahli bersertifikat keahlian yang dimiliki oleh kontraktor dalam melakukan pekerjaan hanya bertanggungjawab terhadap pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan posisinya pada tim inti keteknikan proyek, sehingga pekerjaan di lapangan

(25)

Pernahkah kontraktor mempekerjakan tenaga ahli yang berbeda dengan tenaga ahli yang terdapat pada dokumen

tender? 8 4 12 0 0 2 4 6 8 10 12 14

bandung (20 responden) Pekanbaru (4 responden)

R e s pond e n

Pernah Tidak Pernah

berpeluang dikerjakan oleh tenaga ahli yang tidak memiliki Sertifikat Keahlian. Hal ini terlihat bahwa semua responden pengguna jasa pemerintah (3 responden) menyatakan bahwa tenaga ahli yang tercantum pada dukumen kontrak harus ada pada saat pertanggungjawaban pekerjaan bila terjadi kesalahan dan pada saat inspeksi mendadak.

Pengawasan yang dianggap tidak terlalu ketat, memungkinkan kontraktor hanya menggunakan tenaga ahli bersertifikat untuk persyaratan tender sedangkan pelaksanaannya dilakukan oleh tenaga ahli mereka yang tidak memiliki Sertifikat Keahlian atau tenaga ahli yang memiliki kualifikasi yang lebih rendah, ini terlihat 8 dari 20 responden kontraktor di kota Bandung dan semua responden kontraktor (4 responden) Kota Pekanbaru pernah melakukan hal tersebut. hal ini juga disebabkan karena kontraktor harus menekan nilai penawaran serendah mungkin untuk dapat memenangkan tender. Banyaknya jumlah kontraktor yang melakukan hal tersebut, mengakibatkan tidak terciptanya jaminan kepada konsumen atau pengguna jasa bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh kontraktor benar-benar ditangani langsung oleh tenaga ahli yang berkompeten.

Gambar IV.24. Pernahkah kontraktor mempekerjakan tenaga ahli yang berbeda dengan yang mereka ajukan pada dokumen penawaran

I. Penilaian pengguna jasa terhadap Sertifikat Keahlian yang dimiliki oleh tenaga ahli

Salah satu instansi Dinas Pekerjaan Umum di Kota Bandung lebih mempercayai kompetensi tenaga ahli yang sertifikat keahliannya dikeluarkan oleh suatu asosiasi

(26)

profesi tersebut karena asosiasi tersebut sudah lama berdiri dan telah lama mengeluarkan Sertifikat Keahlian sebelum dikeluarkannya UUJK, asosiasi profesi tersebut juga hanya mengeluarkan Sertifikat Keahlian untuk satu bidang pekerjaan saja, dan untuk kualifikasi tertentu Sertifikat Keahlian yang dikeluarkan oleh asosiasi tesebut telah diakui oleh beberapa negara di luar negeri.

Sebagai pengguna jasa, hal seperti ini sebenarnya boleh saja terjadi karena pengguna jasa berhak dan bebas memberikan penilaian, tetapi jangan sampai memberikan penilaian lebih kepada kontraktor yang memiliki Sertifikat Keahlian yang dikeluarkan oleh asosiasi tersebut atau mempersyaratkan kontraktor harus memiliki sertifikat yang dikeluarkan oleh asosiasi tersebut, karena setiap Sertifikat Keahlian yang dikeluarkan asosiasi profesi yang telah mendapatkan akreditasi dari LPJK berlaku diseluruh daerah di Indonesia dan hanya dibedakan berdasarkan kualifikasi dan klasifikasi keahlian.

J. Kepemilikan tenaga ahli bersertifikat keahlian pengadaan barang dan jasa oleh instansi pemerintah

Pada wawancara yang dilakukan kepada pengguna jasa pemerintah diperoleh informasi bahwa kepemilikan Sertifikat Keahlian pengadaan barang dan jasa pada instansi pemerintah sangat minim. Dari 600 peserta ujian sertifikasi, hanya 10 orang yang lulus dan mendapatkan Sertifikat Keahlian pengadaan barang dan jasa tersebut, hal ini disebabkan karena ujian yang sangat sulit dan tanggung jawab dan sanksi yang dibebankan kepada pemiliki sertifikat tersebut dianggap sangat berat sekali sedangkan imbalan yang mereka peroleh dianggap tidak sebanding, sehingga banyak peserta ujian yang sengaja untuk tidak meluluskan diri. Kepemilikan tenaga ahli yang memiliki Sertifikat Keahlian pengadaan barang dan jasa yang sangat minim, berpotensi sering terjadinya KKN pada saat pelelangan.

(27)

K. Rangkuman fenomena yang berkembang semenjak adanya kebijakan sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi

Dari beberapa penjelasan dan analisa mengenai fenomena yang berkembang semenjak adanya kebijakan mengenai kewajiban sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi dapat di buat rangkuman ke dalam format tabel berikut:

(28)

Tabel.IV.5. Fenomena yang berkembang semenjak adanya kewajiban sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi di Indonesia

No Fenomena Yang Berkembang Alasan

1.

Sangat minimnya pengetahuan masyarakat jasa konstruksi mengenai Sertifikat Keahlian Pemula (SKA-P) dan kurangnya kesadaran tenaga ahli yang belum memenuhi pengalaman untuk mengurus SKA-P

− SKA-P tidak pernah dipersyaratkan pada tender pemerintah − SKA-P baru diterapkan pada tahun 2006

− Kontaraktor tidak pernah mempersyaratkan tenaga ahlinya yang belum memenuhi persyaratan pengalaman minimal untuk memiliki SKA-P

− Sampai saat ini pengurusan SKA tidak mempersyaratkan SKA-P

2.

Masyarakat jasa konstruksi masih meragukan proses sertifikasi tenaga ahli konstruksi yang masih berjalan sampai saat ini

− Terdapatnya beberapa Asosiasi Profesi yang dapat mengeluarkan SKA tanpa mengikuti ujian

− Terdapatnya perbedaan persyaratan sertifikasi oleh asosiasi yang mengeluarkan SKA dengan bidang keahlian yang sama

− Terdapat salah satu instansi pemerintah yang lebih mempercayai SKA yang dikeluarkan oleh Asosiasi Profesi tertentu

3.

Sebagian besar tenaga ahli dibiayai pengurusan SKA oleh perusahaan tempat mereka bekerja dan hampir semua kontraktor pernah membiayai pengurusan SKA tenaga ahli yang dimilikinya

− Kurang percaya terhadap proses sertifikasi yang berlangsung sampai saat ini

− Keahlian dan loyalitas tenaga ahli yang dimiliki oleh kontraktor telah teruji

4. Dalam menentukan besaran upah dan karir tenaga ahlinya,

kontraktor tidak mempertimbangkan kepemilikan SKA

− Kontraktor mempertimbangkan prestasi kerja dan loyalitas yang dimiliki oleh tenaga ahli yang bersangkutan dalam menentukan

(29)

No Fenomena Yang Berkembang Alasan

oleh tenaga ahlinya besaran upah dan karir

− Kontraktor menganggap bahwa dengan dibiayai pengurusan SKAnya, itu merupakan salah satu apresiasi perusahaan terhadap karyawannya

5.

Dalam menentukan besaran upah dan karir tenaga ahlinya, kontraktor tidak mempertimbangkan kepemilikan SKA oleh tenaga ahlinya

− Kontraktor mempertimbangkan prestasi kerja dan loyalitas yang dimiliki oleh tenaga ahli yang bersangkutan dalam menentukan besaran upah dan karir

− Kontraktor menganggap bahwa dengan dibiayai pengurusan SKAnya, itu merupakan salah satu apresiasi perusahaan terhadap karyawannya

6.

Kepemilikan SKA oleh tenaga ahli tidak menjamin mutu pekerjaan yang dihasilkan oleh tenaga ahli yang

bersangkutan

− Pengguna jasa pemerintah memperyaratkan kepemilikan Sertifikat Jaminan Mutu (ISO) oleh kontraktor untuk mendapatkan jaminan terhadap mutu pekerjaan

7. Asosiasi Profesi hanya sebagai tempat membuat dan

memperpanjang SKA

− Sangat kurangnya pembinaan yang dilakukan oleh Asosiasi Profesi terhadap anggotanya

− Asosiasi Profesi hanya terfokus pada kegiatan sertifikasi tenaga ahli

8. Tidak semua SKA yang beredar sampai saat ini dapat

digunakan di luar negeri

− Hanya beberapa Asosiasi Profesi yang mengeluarkan SKA dengan kualifikasi tertentu yang diakui di beberapa negara di luar negeri

(30)

IV.4.3. Dampak yang dirasakan oleh setiap pihak yang berhubungan dengan kewajiban sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi di Indonesia.

A. Dampak terhadap pengguna jasa konstruksi

Pada penelitian ini hanya menggambarkan dampak yang dirasakan oleh pengguna jasa pemerintah di Kota Bandung, karena responden pengguna jasa swasta (3 responden) tidak ada yang pernah mempersyaratkan kontraktor memiliki tenaga ahli bersertifikat keahlian sehingga tidak dapat diketahui mereka tidak merasakan dampak dari kewajiban sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi. Berikut ini adalah beberapa dampak terhadap pengguna jasa dengan adanya kewajiban sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi yang didapatkan berdasarkan hasil survei di Kota Bandung:

1. Terwujudnya perlindungan bagi masyarakat pengguna jasa atas keselamatan kerja dan mutu pekerjaan keinsinyuran karena hanya insinyur yang profesional yang boleh menangani pekerjaan-pekerjaan keinsinyuran.

Sampai saat ini dampak tersebut belum terjadi karena fenomana yang berkembang sampai saat ini adalah, untuk mendapatkan jaminan mutu dan keselamatan kerja, pengguna jasa pemerintah mempersyaratkan kontraktor untuk memiliki sertifikat manajemen mutu (ISO) dan sertifikat manajemen K-3 (OHAS).

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari 8 responden di Kota Bandung dan semua responden kontraktor (4 responden) di Kota Pekanbaru menyatakan bahwa mereka pernah hanya menggunakan tenaga ahli bersertifikat keahlian hanya untuk memenuhi persyaratan tender, sedangkan pekerjaannya di lapangan dilakukan oleh tenaga ahli dengan kualifikasi yang lebih rendah bahkan oleh tenaga ahli yang tidak memiliki Sertifikat Keahlian (Gambar.IV.24). Hal ini diketahui sendiri oleh pengguna jasa pemerintah dan pemerintah tidak mempermasalahkan hal tersebut, yang terpenting adalah pekerjaan berjalan sesuai rencana dan hasilnya sesuai dengan yang diharapakan.

(31)

2. Terbentuknya jalur pertanggungjawaban perdata atas hasil karya produk dan jasa keinsinyuran.

Hal ini merupakan salah satu dampak positif yang telah dirasakan oleh pengguna jasa pemerintah, berdasarkan hasil survei diketahui bahwa jika terjadi kesalahan kerja, maka tenaga ahli yang bertanggung jawab atas bidang pekerjaan tersebut harus mempertanggung jawabkan pekerjaannya. Jika terbukti bersalah maka sanksi akan dikenakan langsung kepada tenaga ahli yang bersangkutan oleh instansi pemerintah yang memberikan pekerjaan. Sampai saat ini terdapat 1 orang tenaga ahli yang tidak boleh bekerja untuk pekerjaan salah satu instansi pemerintah di Kota Bandung selama 3 tahun.

3. Keyakinan untuk mendapatkan jasa pelaksana proyek konstruksi yang profesional, sehingga terciptanya suatu hubungan profesional antara pengguna dan penyedia jasa.

Dampak ini telah dirasakan oleh pengguna jasa pemerintah, karena semenjak dipersyaratkannya kontraktor memiliki tenaga ahli bersertifikat, intensitas perselisihan yang terjadi antara pengguna jasa dan kontraktor berkurang. Dari hasil survei diketahui bahwa semua responden pengguna jasa pemerintah (3 responden) di Kota Bandung merasakan berkurangnya intensitas perselisihan hingga 80%.

4. Tersedianya sumber informasi yang terinci, terklasifikasi dan mutakhir terhadap kompetensi tenaga ahli yang dimiliki oleh kontraktor bagi pengguna jasa yang hendak melakukan memilih kontraktor yang akan digunakan.

Informasi yang terinci, terklasifikasi dan mutakhir terhadap kompetensi tenaga ahli telah tersedia di LPJK dan Asosiasi Profesi yang bersangkuran, tetapi pengguna jasa pemerintah tidak memanfaatkan informasi yang tersedia yersebut. Hal ini dikarenakan pengguna jasa pemerintah dalam melakukan pengecekan keabsahan sertifikat hanya meminta 3 kontraktor yang memiliki penawaran terendah untuk memperlihatkan Sertifikat Keahlian yang asli dan tidak dilakukan pengecekan kepada LPJK atau asosiasi yang terkait. Pengguna jasa pemerintah hanya mengecek apakah tenaga ahli tersebut benar-benar

(32)

bekerja untuk kontraktor yang bersangkutan dan bersedia bertanggungjawab terhadap bidang pekerjaan yang diberikan kepadanya.

B. Dampak terhadap penyedia jasa konstruksi jika mereka diwajibkan memiliki tenaga ahli bersertifikat keahlian

1. Memenuhi persyaratan untuk mengikuti pengadaan proyek konstruksi

Semenjak dikeluarkannya Keputusan Presiden no. 80 tahun 2003 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah, untuk dapat mengikuti pengadaan barang dan jasa pemerintah, kontraktor diwajibkan memiliki tenaga ahli bersertifikat keahlian, berhubung sebagian besar pekerjaan yang dikerjakan oleh kontraktor adalah proyek pemerintah, bahkan ada perusahaan sampai saat ini hanya mengerjakan proyek pemerintah (Gambar IV.13), maka hal ini menyebabkan Sertifikat Keahlian menjadi suatu kebutuhan penting yang harus dimiliki oleh kontraktor.

2. Tersedianya sumber informasi yang terinci, terklasifikasi dan mutakhir bagi kontraktor yang hendak melakukan rekrutmen tenaga ahli konstruksi.

Informasi yang tersedia sangat kurang dimanfaatkan oleh kontraktor dalam melakukan perekrutan tenaga ahli, karena dari hasil survei diketahui bahwa hanya 4 dari 15 responden kontraktor di Kota Bandung yang pernah merekrut tenaga ahli dari luar perusahaan yang memeriksakan keabsahan Sertifikat Keahlian yang dimiliki oleh tenaga ahli ke asosiasi profesi yang bersangkutan (Gambar IV.18). Sebagian besar kontraktor yang menggunakan tenaga ahli dari luar perusahaan hanya untuk dipekerjakan pada satu proyek saja, biasanya menggunakan tenaga ahli yang telah mereka kenal sebelumnya, baik itu tenaga ahli yang biasa mereka pakai, kerabat, atau rekomendasi dari kerabat kerja.

(33)

Kontraktor yang pernah memanfaatkan informasi di LPJK dan Asosiasi Profesi untuk keperluan perekrutan

4 11 0 3 6 9 12

Pernah Tidak Pernah

J u m la h R e s pon de n

Kontraktor Yang Pernah Menggunakan Tenaga Ahli Dari Luar Perusahaan (11 Responden) Gambar IV.25. Pernahkah kontraktor memanfaat informasi yang tersedia di LPJK

dan Asosiasi Profesi dalam melakukan perekrutan tenaga ahli

3. Terciptanya iklim keprofesionalan dalam perusahaan kontraktor, yang akan mendorong tenaga ahli bersertifikat keahlian untuk semakin menekuni dan meningkatkan keahliannya.

Dampak ini telah dirasakan oleh semua kontraktor di Kota Bandung (20 responden) dan Kota Pekanbaru (4 responden), tetapi semua responden menganggap terciptanya iklim keprofesionalan tercipta karena kontraktor membiayai pengurusan Sertifikat Keahlian anggotanya, sehingga akan meningkatkan motivasi kerja dan loyalitas tenaga ahli kepada perusahaan tempat mereka bekerja.

4. Tersedianya instrumen untuk mengatur jenjang karier dan skala imbalan kerja yang lebih pasti, adil dan memadai sesuai dengan klasifikasi yang berdasarkan kualifikasi, sehingga lebih meningkatkan kesetiaan seseorang pada profesi, yang akan meningkatkan keprofesionalan orang tersebut.

Dari survei yang dilakukan, diketahui bahwa semua kontraktor di Kota Bandung (20 responden) dan Kota Pekanbaru (4 responden) menyatakan bahwa karir dan besaran imabalan tenaga ahali ditentukan dari prestasi kerja tenaga ahli yang bersangkutan bukan berdasarkan Sertifikat Keahlian yang dimilikinya (Gambar.IV.19), tetapi berhubung hanya tenaga ahli yang bersertifikat yang dapat bekerja menyebabkan tenaga ahli tersebut berpeluang besar untuk meningkatkan prestasi kerja mereka yang menjadi patokan

(34)

Instrumen yang digunakan kontraktor dalam menentukan jenjang karir dan skala imbalan tenaga ahli

0 0 20 4 0 5 10 15 20 25

Bandung ( 20 Responden) Pekanbaru (4 Responden)

J u m la h R e s pon de n

SKA Prestasi Kerja

kontraktor dalam menentukan besaran imbalan dan karir tenaga ahli yang bersangkutan.

Gambar IV.26. Instrumen yang digunkan kontraktor dalam menentukan jenjang karir dan skala imbalan tenaga ahli yang dimiliki

5. Meningkatkan kinerja perusahaan kontraktor akibat peningkatan motivasi dan produktifitas tenaga kerja.

Kembali lagi ke dampak sebelumnya (nomor 3), semua kontraktor di Kota Bandung (20 responden) dan Kota Pekanbaru (4 responden) menyatakan bahwa peningkatan motivasi dan produktifitas tenaga ahli lebih disebabkan karena kontraktor membiayai pengurusan Sertifikat Keahlian tenaga ahli mereka, karena biasanya tenaga ahli yang membiayai sendiri pengurusan Sertifikat Keahlian mereka dianggap kontraktor terlalu banyak tuntutan kepada kontraktor, terutama tuntutan upah dan fasilitas.

6. Meningkatnya pendapatan perusahaan

Sebagian besar atau bahkan 90% proyek menengah dan besar yang ada di Kota Bandung adalah proyek pemerintah yang dalam penentuan pemenang tendernya adalah dengan sistem nilai penawaran terendah yang mengakibatkan kontraktor tidak bisa menaikan nilai penawaran mereka. Untuk pekerjaan milik swasta, beberapa kontraktor (9 responden) dan pengguna jasa swasta (3 responden) mengatakan pihak swasta juga menggunakan sistem nilai pewaran terendah dan sebagian besar pihak swasta telah memiliki kontraktor langganan untuk mengerjakan proyek mereka yang mereka anggap telah

(35)

percaya terhadap hasil pekerjaan yang dilakukan oleh kontraktor langganan mereka.

Persaingan untuk memenangkan tender menjadi menjadi lebih ketat dan kepemilikan tenaga ahli bersertifikat keahlian bukan menjadi suatu hal yang ditakuti lagi oleh kontraktor, menjadikan kontraktor harus berani mengambil resiko untuk hanya mengambil keuntungan yang sekecil mungkin dengan mengajukan nilai penawaran yang serendah mungkin. Dengan mengambil resiko keuntungan yang sangat kecil bahkan resiko kerugian, menyebabkan kontraktor mencari jalan lain untuk menutupi resiko tersebut.

7. Besarnya biaya yang dikeluarkan kontraktor untuk memiliki tenaga ahli bersertifikat keahlian.

Besarnya biaya yang dikeluarkan oleh kontraktor untuk memiliki tenaga ahli konstruksi bersertifikat keahlian dirasakan oleh semua kontraktor (20 responden) dan untuk satu pekerjaan konstruksi biasanya kontraktor dipersyaratkan minimal memiliki 4 tenaga ahli bersertifikat keahlian. Untuk memenuhi persyaratan tersebut biasanya kontraktor melakukan hal berikut: a. Membiayai pengurusan Sertifikat Keahlian yang mereka miliki yang

memiliki resiko karena Sertifikat Keahlian bersifat individu.

b. Mengontrak tenaga ahli dari luar perusahaan tetapi sebagian besar tenaga ahli bersertifikat telah bekerja pada perusahaan lain.

c. Menggunakan nama tenaga ahli bersertifikat keahlian sedangkan pekerjaan dilakukan oleh tenaga ahli yang tidak bersertifikat yang memiliki resiko mendapatkan sanksi yang besar jika ketahuan oleh pengguna jasa.

(36)

Apakah biaya pengurusan SKA mahal 20 4 0 0 0 5 10 15 20

Bandung ( 20 Responden) Pekanbaru (4 Responden)

Ju m lah R esp o n d e n Ya Tidak

Rata-rata biaya untuk pengurusan satu SKA

0 0 20 4 0 0 0 5 10 15 20 25

Bandung ( 20 Responden) Pekanbaru (4 Responden)

J u m la h R e s pond e n

< 2 Juta 2 - 5 Juta > 5 Juta

Gambar IV.27. Pendapat responden kontraktor terhadap biaya pengurusan Sertifikat Keahlian

Gambar IV.28. Besaran biaya untuk pengurusan Sertifikat Keahlian

C. Dampak terhadap tenaga ahli konstruksi jika mereka diwajibkan memiliki Sertifikat Keahlian

1. Adanya pengakuan yang resmi dan berlaku secara nasional terhadap kompetensi dan profesionalisme keinsinyuran dari seseorang yang menyandang sertifikasi keahlian konstruksi.

Hal ini terwujud karena senua Sertifikat Keahlian yang dikeluarkan oleh asosiasi profesi yang mendapat akreditasi LPJK berlaku untuk setiap daerah yang ada di Indonesia.

(37)

Pernahkah anda merasakan pembinaan yang berkelanjutan dari Asosiasi Profesi

4 0 36 4 0 10 20 30 40

Bandung ( 40 Responden) Pekanbaru (4 Responden)

J u m la h R e s pon de n

Pernah Tidak Pernah

2. Tersedianya kesempatan peningkatan kompetensi dan melalui pembinaan keprofesian yang berkelanjutan.

Kesempatan peningkatan kompetensi dan profesionalisme itu melalui pembinaan keprofesian yang berkelanjutan tidak terlalu dirasakan oleh beberapa tenaga ahli konstruksi. Dari survei diperoleh bahwa semua responden tenaga ahli bersertifikat keahlian hanya memiliki kesempatan peningkatan kompetensi dengan meningkatkan kualifikasi keahlian mereka berdasarkan pengalaman dan prestasi kerja yang mereka miliki, sedangkan pembinaan berkelanjutan yang dilakukan oleh asosiasi profesi sangat kurang bahkan tidak ada didapatkan oleh tenaga ahli yang menjadi anggotanya, hal ini terlihat bahwa sebagian besar responden tenaga ahli (36 responden) di Kota Bandung dan semua responden tenaga ahli (4 responden) di Kota Pekanbaru tidak merasakan pembinaan berkelanjutan oleh asosiasi profesi dan menganggap asosiasi profesi hanya terfokus melakukan sertifikasi.

Gambar IV.29. Pembinaan yang berkelanjutan yang dilakukan oleh Asosiasi Profesi kepada anggotanya

Tenaga ahli konstruksi yang tidak merasakan pembinaan dari Asosiasi Profesi tempat mereka bernaung mengatakan bahwa asosiasi hanya sebagai tempat pengurusan SKA dan perpanjangan SKA, yang ujung-ujungnya adalah biaya.

(38)

3. Terciptanya jalur profesi sebagai jalur jenjang karier, di samping jalur struktural dan manajemen, sehingga lebih meningkatkan kesetiaan seseorang pada profesi, yang akan meningkatkan keprofesionalan orang tersebut.

Dari semua responden tenaga ahli konstruksi di Kota bandung dan Kota Pekanbaru menyatakan bahwa perusahaan tempat mereka bekerja menentukan besaran upah dan jenjang karir mereka berdasarkan dari prestasi kerja, bukan dikarenakan memiliki Sertifikat Keahlian. Berhubung semua responden tenaga ahli adalah mereka yang dibiayai pengurusan sertifikat keahliannya oleh perusahaan mereka, maka mereka menganggap dengan dibiayai pengurusan Sertifikat Keahlian mereka oleh perusahaan, berarti mereka juga harus memberikan suatu yang berharga kepada perusahaan yaitu dengan meningkatkan prestasi kerja dan loyalitas kepada perusahaan.

4. Terdapatnya kemudahan untuk turut serta dalam proyek-proyek pembangunan konstruksi bila persyaratan keprofesionalan kelak telah diberlakukan Pemerintah.

Hal ini sangat dirasakan oleh semua tenaga ahli di Kota bandung dan Kota Pekanbaru. Dari survei diperoleh bahwa semua tenaga ahli bersertifikat keahlian menyatakan bahwa mereka selalu dipekerjakan di proyek oleh perusahaan mereka, karena sebagian besar kontraktor rata-rata memiliki tenaga ahli bersertifikat keahlian hanya 1-2 tenaga ahli untuk setiap bidang pekerjaan.

5. Terbukanya akses ke pasaran tenaga kerja keinsinyuran karena data-data pribadi dan kualifikasinya tercantum dalam data-base yang on-line.

Hal ini hanya dirasakan oleh beberapa tenaga ahli, terutama tenaga ahli yang memiliki Sertifikat Keahlian dengan kualifikasi utama. Dari survei diketahui bahwa sebagian kontraktor (4 dari 20 responden) di kota Bandung menggunakan informasi yang ada untuk mencari tenaga ahli dengan kualifikasi utama karena tenaga ahli dengan kualifikasi tersebut jumlahnya masih sangat sedikit, sedangkan untu mencari kualifikasi muda dan madya, kontraktor biasanya telah memiliki tenaga ahli langganan.

(39)

6. Terbukanya akses langsung ke pasaran tenaga kerja keinsinyuran di luar negeri karena diakuinya sertifikasi keahlian konstruksi di luar negeri.

Dampak ini tidak dapat diukur karena dari semua responden tenaga ahli Kota bandung dan Kota Pekanbaru mereka tidak pernah melamar kerja ke luar negeri.

7. Meningkatkan pendapatan dan nilai jual tenaga ahli yang memiliki Sertifikat Keahlian.

Dari hasil survei diperoleh bahwa dalam menentukan besaran gaji, kontraktor tidak mempertimbangkan kepemilikan Sertifikat Keahlian melainkan berdasarkan prestasi kera tenaga ahli yang bersangkutan. Dikarenakan kontraktor harus memiliki tenaga ahli bersertifikat keahlian, sehingga semua responden tenaga ahli (40 responden Kota Bandung dan 20 responden Kota Pekanbaru) mengatakan bahwa mereka sering dipekerjakan di proyek oleh perusahaan tempat mereka bekerja dan secara langsung akan berpengaruh langsung terhadap penghasilan mereka, dan tenaga ahli tersebut juga berpeluang untuk meningkatkan prestasi kerja mereka yang akan menjadi acuan perusahaan untuk menentukan upah dan jenjang karir tenaga ahli tersebut.

Bagi tenaga ahli yang tidak memiliki Sertifikat Keahlian, 17 dari 20 responden di Kota Bandung, mereka hanya menerima dua per tiga dari gaji yang diterima oleh tenaga ahli bersertifikat karena sisanya digunakan untuk membayar tanga ahali yang namanya digunkan pada penawaran.

Meningkatnya nilai jual juga terlihat dari sebagaian tenaga ahli bersertifikat (17 dari 40 responden) pernah mendapatkan tawaran untuk dari perusahaan kontraktor lain dan karena seringnya mendapatkan tawaran dari perusahaan lain, tenaga ahli yang memiliki Sertifikat Keahlian dengan kualifikasi utama (2 responden) menganggap Sertifikat Keahlian yang dimilikinya menjadi suatu kebanggaan, hal ini juga disebabkan karena sampai saat ini hanya

(40)

beberapa orang yang memiliki kualifikasi tersebut (944 dari 42,094 tenaga ahli bersertifikat keahlian) di Indonesia (LPJK, 2007).

8. Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memiliki Sertifikat Keahlian

Besarnya biaya yang dikeluarkan oleh tenaga ahli untuk pengurusan Sertifikat Keahlian tidak dapat di ukur karena semua tenaga ahli (40 responden di Kota Bandung dan 4 responden Kota Pekanbaru) pengurusan Sertifikat Keahlian mereka dibiayai oleh perusahaan tempat mereka bekerja. Permasalahan yang sering dialami oleh tenaga ahli adalah memenuhi persyaratan pendidikan dan pengalaman. Persyaratan pendidikan merupakan hal yang sangat memberatkan tenaga ahli, 10 dari 20 responden tenaga ahli yang tidak memiliki Sertifikat Keahlian di Kota Bandung terbentur dengan persyaratan tersebut karena mereka hanya memiliki pendidikan akhir SLTA dan sarjana non-teknik dan tidak ada cara untuk mengakali hal tersebut. Untuk persyaratan pengalaman, biasanya tenaga ahli yang dibiayai perusahaan mendapatkan bukti pengalaman kerja fiktif dari perusahaan mereka sesuai dengan persyaratan untuk kualifikasi yang diinginkan.

D. Dampak terhadap asosiasi profesi dengan kewajiban sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi

1. Meningkatkan pendapatan asosiasi profesi

Peningkatan pendapatan asosiasi profesi juga terjadi semenjak diwajibkannya tenaga ahli konstruksi memiliki Sertifikat Keahlian, ini terlihat dari 38 dari 40 responden tenaga ahli memiliki Sertifikat Keahlian setelah dikeluarkannya UUJK dan 18 dari 20 responden kontraktor baru memiliki tenaga ahli bersertifikat keahlian setelah dikeluarkannya UUJK.

2. Meningkatnya kesejahteraan anggota yang memiliki Sertifikat Keahlian Peningkatan kesejahteran anggota sosiasi yang memiliki Sertifikat Keahlian terlihat terlihat dari semua tanaga ahli bersertifikakat (40 responden) merasakan pendapatan yang mereka peroleh meningkat karena sering dipekerjaankan di proyek.

(41)

E. Dampak terhadap asosiasi perusahaan dengan kewajiban sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi

1. Meningkatnya kesejahteraan anggota yang memiliki tenaga ahli bersertifikat keahlian.

Peningkatan kesejahteraan anggota asosiasi perusahaan dengan diwajibkanya kontraktor memiliki tenaga ahli bersertifikat keahlian kurang dirasakan oleh asosiasi perusahaan karena besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh kontraktor. Pada tahun 2007, untuk pengurusan Sertifikat Badan Usaha, kontraktor harus memiliki 1 penanggung jawab teknis bersertifikat keahlian dan 1 penanggung jawab bidang bersertifikat keahlian untuk setiap bidang pekerjaan.

Dengan adanya kebijakan tersebut membuat jumlah perusahaan pelaksana konstruksi menurun drastis hingga 50%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel IV.6.

Tabel.IV.6. Daftar kontraktor yang telah teregistrasi di LPJK tahun 2006 da 2007

No Golongan Tahun 2006 Tahun 2007

1 Kecil 117.695 65.266

2 Menengah 14.729 7.037

3 Besar 1.409 641

4 Total 133.833 72.944

Sumber LPJK 2006 & 2007

F. Rangkuman dampak yang terjadi semenjak adanya kebijakan mengenai kewajiban sertifikasi bagi tenaga ahli konstruksi

Dampak diwajibkanya tenaga ahli konstruksi memiliki Sertifikat Keahlian (SKA) dibagi menjadi dua, yaitu dampak yang diharapkan yang telah terjadi atau dirasakan sampai saat ini, dan dampak yang diharapkan tetapi belum terjadi atau dirasakan sampai saat ini. Dampak-dampak tersebut digambarkan pada Tabel IV.7

(42)

Tabel.IV.7. Dampak diwajibkannya tenaga ahli konstruksi memiliki Sertifikat Keahlian

No DAMPAK YANG DIHARAPKAN TERJADI TIDAK TERJADI

PENGGUNA JASA

A

Tersedianya sumber informasi yang terinci terklasifikasi dan mutakhir terhadap kompetensi tenaga ahli yang dimiliki oleh kontraktor bagi pengguna jasa yang hendak memilih kontraktor yang akan digunakan.

Tidak pernah dimanfaatkan oleh

pengguna jasa. ___

B

Terwujudnya perlindungan bagi masyarakat pengguna jasa atas

keselamatan kerja dan mutu pekerjaan keinsinyuran karena hanya insinyur yang profesional yang boleh menangani pekerjaan-pekerjaan keinsinyuran.

___

Pemerintah mempersyaratkan ISO dan OHAS untuk mendapatkan jaminan mutu dan K3

C Terbentuknya jalur pertanggung-jawaban perdata atas hasil karya produk

dan jasa keinsinyuran.

Tenaga ahli juga dikenakan sanksi jika terjadi kesalahan pada pekerjaan yang menjadai tanggungjawabnya.

___

D Mendapatkan jasa pelaksana proyek konstruksi yang Profesional sehingga

terciptanya suatu hubungan profesional antara pengguna dan penyedia jasa.

Berkurangnya intensitas perselisihan

yang terjadi. ___

KONTRAKTOR A Tersedianya sumber informasi yang terinci, terklasifikasi dan mutakhir

untuk melakukan rekrutmen tenaga ahli konstruksi

Hanya beberapa kontraktor yang memenfaatkan informasi tersebut

___

B Kontraktor yang memiliki tenaga ahli berSKA dapat memenuhi persyaratan

tender proyek-proyek konstruksi.

Semua proyek pemerintah mempersyaratkan SKA

(43)

No DAMPAK YANG DIHARAPKAN TERJADI TIDAK TERJADI

C

Terciptanya iklim keprofesionalan dalam perusahaan kontraktor, yang akan mendorong tenaga ahli bersertifikat keahlian untuk semakin menekuni dan meningkatkan keahliannya.

___ Lebih dipengaruhi oleh manajemen

yang diterapkan oleh perusahaan masing-masing

D

Tersedianya instrumen untuk mengatur jenjang karier dan skala imbalan kerja yang lebih pasti, adil dan memadai sesuai dengan klasifikasi yang berdasarkan kualifikasi

___ Skala imbalan dan jenjang karir

tergantung prestasi kerja dan jabatan

E Meningkatkan kinerja perusahaan kontraktor akibat peningkatan motivasi

dan produktivitas tenaga kerja.

Peningkatan motivasi hanya terjadi pada tenaga ahli yang dibiayai SKAnya oleh perusahaan

___

TENAGA AHLI KONSTRUKSI

A

Adanya pengakuan yang resmi dan berlaku secara nasional terhadap kompetensi dan profesionalisme keinsinyuran dari seseorang yang menyandang sertifikasi keahlian konstruksi.

SKA yang dikeluarkan oleh asosiasi yang telah diakreditasi oleh LPJK diakui di seluruh daerah Indonesia

___

B Tersedianya kesempatan peningkatan kompetensi dan profesionalisme itu

melalui pembinaan keprofesian yang berkelanjutan.

___ Asosiasi hanya tempat mengurus SKA

dan memperpanjang SKA

C Terciptanya jalur profesi sebagai jalur jenjang karier. ___ Perusahaan menentukan jenjang karir

berdasarkan prestasi kerja

D

Terdapatnya kemudahan untuk turut-serta dalam proyek-proyek pembangunan konstruksi bila persyaratan keprofesionalan kelak telah diberlakukan Pemerintah.

Semua proyek konstruksi pemerintah mempersyaratkan SKA

___

E Terbukanya akses ke pasaran tenaga kerja keinsinyuran karena data-data

pribadi dan kualifikasinya tercantum dalam data-base yang on-line.

Hanya sedikit kontraktor yang memanfaatkan informasi tersebut

(44)

No DAMPAK YANG DIHARAPKAN TERJADI TIDAK TERJADI

F Terbukanya akses langsung ke pasaran tenaga kerja keinsinyuran di luar

negeri karena diakuinya sertifikasi keahlian konstruksi di luar negeri.

___ Hanya beberapa asosiasi profesi yang

SKAnya dengan kualifikasi tertentu diakui di luar negeri

G Memiliki pengaruh terhadap keuangan karena pemberi kerja akan akan

mencari penyedia jasa yang profesional dalam melakukan pekerjaan.

Sekarang kontraktor harus

mempekerjakan tenaga ahli berSKA

___

ASOSIASI PROFESI

A Meningkatkan pendapatan asosiasi profesi Meningkatnya jumlah permintaan SKA ___

B Meningkatnya kesejahteraan anggota yang memiliki Sertifikat Keahlian Selalu dipekerjakan oleh kontraktor tempat mereka bekerja

___

ASOSIASI PERUSAHAAN

A Meningkatnya kesejahteraan anggota yang memiliki tenaga ahli

bersertifikat keahlian.

___ Berkuranngya 50% jumlah Badan

Usaha yang teregistrasi LPJK untuk tahun 2007

Gambar

Tabel IV.1.  Penyebaran Data di Kota Bandung dan Kota Pekanbaru  Kuesioner
Gambar IV.10. Sejak kapan tenaga ahli konstruksi memiliki Sertifikat Keahlian
Gambar IV.12. Jumlah tenaga ahli bersertifikat yang dimiliki oleh Kontraktor
Gambar IV.14. Pengetahuan responden mengenai Sertifikat Keahlian Pemula
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sertifikat Keahlian adalah sertifikat yang diterbitkan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) dan diberikan kepada tenaga ahli konstruksi yang telah memenuhi

Dari data perolehan tersebut maka dapat diketahui bahwa industri tidak melakukan pembelian bahan baku kayu indah secara berkesinambungan Hal ini disebabkan

Pada Gambar 5 diperlihatkan hasil pendugaan biomassa jenis meranti pada kawasan hutan dengan kelerengan &gt; 25% memiliki biomassa total yang lebih

Bagi industri konstruksi nasional, MEA terutama akan berpengaruh pada masuknya produk barang, jasa, tenaga ahli, dan tenaga terampil konstruksi. Masuknya produk barang dan jasa

Interaksi antara aktor dengan use case data absensi dapat dilihat dari diagram sequence utility antara lain : diagram sequence backup data, diagram sequence restore data,

J dengan Defisit Perawatan Diri : Kebersihan Diri dan Pakaian/Berhias yang telah penulis lakukan, dapat disumpulkan bahwa klien dapat membina hubungan saling

Pada penelitian ini mengadopsi dari penelitian Zhou (2012), menggunakan karakteristik demografi dan perilaku donor darah sebagai dasar segmentasi orang yang berniat

Lampiran 14 Kelas kemampuan lahan di tiap satuan lahan DAS Sape Lombok