• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN

E. Dampak Tindak Pidana Pencucian Uang

Kegiatan pencucian uang yang dilakukan oleh organisasi-organisasi kejahatan dan oleh para penjahat idividual sangat merugikan masyarakat. Karena itu banyak negara berupaya untuk memerangi kejahatan ini. Beberapa dampak dari kejahatan pencucian uang ini adalah:28

1. Pencucian uang memungkinkan para penjual dan pengedar narkoba, para penyeludup, dan para penjahat lainnya untuk dapat memperluas kegiatan operasinya. Hal ini akan meningkatkan biaya penegakan hukum untuk memberantasnya dan biaya pengobatan dan perawatan kesehatan bagi korban atau pecandu narkotik.

2. Kegiatan pencucian uang mempunyai potensi untuk merongrong keuangan masyarakat (financial community) sebagai akibat sedemikian besarnya jumlah uang yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Potensi untuk melakukan korupsi meningkat bersamaan dengan peredaran jumlah uang haram yang sangat besar.

28

http://sudiharsa.wordpress.com/2007/06/20/penanganan-tindak-pidana-pencucian-uang- di-indonesia-2/

3. Pencucian uang mengurangi pendapatan dari pajak dan secara tidak langsung merugikan para pembayar pajak yang jujur dan mengurangi kesempatan kerja yang sah.

John Mc Dowell dan Gary Novis dari Bureau of Internasional Narcotics and Law Enforcement Affairs, US Departement of State mengemukakan bahwa:

Money laundering has potentially devastating economic, security, and social consequence

Selanjutnya dijelaskan pula beberapa dampak kegiatan pencucian uang sebagai berikut: 29

1. Merongrong sektor swasta yang sah (Undermining the legitimate private sector)

Untuk menyembunyikan dan mengaburkan hasil-hasil kejahatannya, para pencuci uang sering kali menggunakan perusahaan-perusahaan tertentu untuk mencampur adukkan uang haram dengan uang yang sah. Perusahaan- perusahaan yang diciptakan untuk melakuakan pencucian uang mengelola dana dalam jumlah besar, yang digunakan untuk mensubsidi barang-barang dan jasa-jasa yang akan dijual dibawah harga pasar. Bahkan perusahaan- perusahaan tersebut dapat menawarkan barang-barang pada harga dibawah biaya produksi. Dengan demikian perusahaan-perusahaan tersebut memiliki

competitive advantage terhadap perusahaan-perusahaan sejenis yang bekerja secara sah. Sebagai konsekuensinya, bisnis yang sah kalah bersaing dengan

29

perusahaan-perusahaan tersebut sehingga dapat mengakibatkan perusahaan- perusahaan yang sah menjadi bangkrut atau gulung tikar.

2. Merongrong integritas pasar-pasar keuangan (Undermining the integrity of financial markets)

Likuiditas dari lembaga-lembaga keuangan (financial institusions), seperti bank, akan menjadi buruk bila dalam operasionalnya cenderung mengandalkan dana hasil kejahatan. Misalnya hasil kejahatan pencucian uang dalam jumlah besar yang baru saja ditempatkan pada suatu bank, tetapi tiba- tiba ditarik dari bank tersebut tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Akibatnya, bank tersebut mengalami masalah likuiditas yang cukup serius (liquidity risk). 3. Hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonomi (Loss of control

economis policy)

Michael Candessus, mantan Managing Director IMF, memperkirakan bahwa jumlah uang haram yang terlibat dalam kegiatan pencucian uang sekitar 2% hingga 5% dari gross domestic product dunia atau sekurang-kurangnya US$ 600.000 juta. Apabila uang dalam jumlah besar ini masuk dalam sirkulasi ekonomi dan perdagangan suatu negara, khusunya negara berkembang dan negara ketiga, hal ini akan mengakibatkannya menghilangnya kendali pemerintah terahadap kebijakan ekonomi. Selain itu pencucian uang dapat pula menimbulkan dampak negatif terhadap nilai mata uang dan tingkat suku bunga karena uang haram yang telah diinvestasikan secara tepat ditarik untuk ditempatkan kembali dinegara-negara yang tingkat keamanan atau kerahasiannya cukup ketat. Dana investasi yang bersifat sementara itu akan

menyulitkan otoritas dalam mewujudkan nilai mata uang dan suku bunga yang stabil sesuai dengan yang diharapkan. Dalam pada itu, pencucian uang dapat meningkatkan ancaman terhadap ketidakstabilan moneter sebagai akibat terjadinya misalokasi sumber daya (misallocation of resources) karena distorsi-distorsi aset dan harga-harga komunitas banyak direkayasa. Singkatnya, pencucian uang dan kejahatan di bidang keuangan (financial crime) dapat mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya terhadap jumlah permintaan terhadap uang (money demand) dan meningkatkan votatilitas dari arus modal internasional (internasional capital flows), suku bunga dan nilai tukar mata uang. Sifat pencucian uang yang tidak dapat diduga tersebut menyebabkan hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonominya sehingga kebijakan ekonomi yang sehat sulit tercapai.

4. Timbulnya distorsi dan ketidakstabilan ekonomi (Economis distortion and instability)

Penanaman dana hasil kejahatan untuk tujuan pencucian uang tidak semata- mata untuk mencari keuntungan, tetapi mereka lebih tertarik untuk melindungi hasil kejahatannya. Pencuci uang tidak mempertimbangkan apakah dana yang diinvestasikan tersebut bermanfaat bagi negara penerima dana atau investasi. Akibat sikap mereka seperti itu, menyebabkan pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat terganggu. Misalnya, industri konstruksi dan perhotelan di suatu negara dibiayai oleh pencuci uang bukan karena adanya permintaan yang nyata (actual demand) di sektor-sektor tersebut, melainkan karena terdorong

oleh adanya kepentingan-kepentiangan jangka pendek. Dalam hal pencuci uang merasa terganggu kepentingannya, setiap saat mereka dapat menarik investasinya yang pada akhirnya mengakibatkan sektor-sektor usaha tersebut ambruk dan memperparah kondisi ekonomi negara bersangkutan.

5. Hilangnya pendapatan negara dari sumber pembayaran pajak (Loss of revenue)

Pendapatan pajak pemerintah dapat berkurang karena kaburnya dana hasil kejahatan. Biasanya pemerintah setiap tahun telah menargetkan pendapatan pajaknya. Dalam hal harta kekayaan yang menjadi objek pajak dipindahkan ke luar yurisdiksi, mengakibatkan target perolehan pajak tidak teracapai. Untuk memenuhi target ini, pemerintah membuat kebijakan untuk meningkatkan tarif pengenaan pajak yang dapat merugikan wajib pajak lainnya (higher tax rates). 6. Resiko pemerintah dalam melaksanakan program privatisasi (Risks to

privatization efforts)

Pelaku pencucian uang dapat mengancam upaya pemerintah dalam melaksanakan program privatisasi. Dengan kepemilikan dana yang cukup besar mereka dapat membeli saham-saham perusahaan negara yang diprivatisasi meskipun harganya jauh lebih tinggi daripada calon-calon pembeli yang lain. Hal ini dilakukan semata-mata untuk menyembunyikan atau menyamarkan hasil kejahatannya dan bukan untuk memperoleh keuntungan melalui investasi tersebut.

7. Merusak reputasi negara(Reputation risk)

Maraknya kegiatan pencucian uang dan kejahatan di bidang keuangan (financial crime) di suatu negara, dapat mengakibatkan hilangnya peluang- peluang bisnis yang sah. Hal tersebut pada gilirannya dapat menggangu pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.

8. Menimbulkan biaya social yang tinggi (Social cost)

Hasil-hasil kejahatan yang telah dicuci oleh pelaku kejahatan, besar kemungkinan akan dimanfaatkan kembali untuk memperluas aksi-aksi kejahatan mereka. Sebagai konsekuensinya, pemerintah akan mengeluarkan biaya tambahan untuk kegiatan penegakan hukum dan dampak-dampak lain yang ditimbulkannya. Apabila hasil kegiatan pencucian uang itu besar, dapat dimanfaatkan oleh pelaku pencuci uang atau mengalihkan kekuatan ekonomi, bahkan mengendalikan atau mengambil alih pemerintah berkuasa.

Sementara itu, Internasional Monetary Fund (IMF) juga mencatatkan beberapa implikasi makro ekonomi sebagai akibat dari pencucian uang yang dapat menyebabkan terjadinya:30

1. Kesalahan kebijakan karena kesalahan pengukuran data statistik makro ekonomi.

2. Volatilitas pada nilai tukar dan tingkat suku bunga karena besarnya transfer dana secara cross-border.

uang-di-media-internet/

3. Perkembangan liability base yang tidak stabil dan sturktur-struktur aset lembaga keuangan yang tidak sehat telah menimbulkan resiko sistemik yang pada gilirannya akan mengakibatkan ketidakstabilan moneter.

4. Dampak buruk dari pengumpulan pajak dan juga dari pembelanjaan publik karena terjadinya pelaporan yang direkayasa dan pelaporan mengenai pendapatan yang dibuat lebih rendah dari yang semestinya.

5. Misalokasi sumber-sumber daya karena terjadinya distorsi nilai aset dan harga-harga komoditas.

6. Dampak-dampak negatif terhadap transaksi-transaksi yang sah karena transaksi-transaksi itu diduga telah terkontaminasi oleh praktik-praktik pencucian uang.

BAB III

KAJIAN UMUM TENTANG PRINSIP MENGENAL NASABAH

A. Latar Belakang Lahirnya Prinsip Mengenal Nasabah

Sebagai salah satu entry bagi masuknya uang hasil tindak kejahatan, bank harus mengurangi resiko digunakannya sebagai sarana pencucian uang dengan cara mengenal dan mengetahui identitas nasabah, memantau transaksi dan memelihara profil nasabah serta melaporkan adanya transaksi keuangan yang mencurigakan (suspicious transactions) yang dilakukan oleh pihak yang menggunakan jasa bank.

Kegiatan money laundering dalam sistem keuangan pada umumnya dan perbankan pada khususnya memiliki resiko yang sangat besar. Bagi perbankan Indonesia, tindak pidana pencucian uang adalah suatu hal yang sangat rawan karena, pertama, peranan sektor perbankan dalam sistem keuangan Indonesia diperkirakan mencapai 93%. Oleh sebab itu sistem perbankan menjadi perhatian utama dalam pelaksanaan rezim anti-money laundering. Kedua, tingginya perkembangan tingkat teknologi dan arus globalisasi di sektor perbankan membuat industri perbankan menjadi lahan yang empuk bagi tindak kejahatan pencucian uang dan merupakan sarana yang paling efektif untuk melakukan kegiatan money laundering. Pelaku kejahatan dapat memanfaatkan bank untuk kegiatan pencucian uang karena jasa dan produk perbankan memungkinkan terjadinya lalu lintas atau perpindahan dana dari suatu bank ke bank lain atau

lembaga keuangan lainnya sehingga asal usul uang tersebut sulit untuk dilacak oleh penegak hukum.31

Apabila melihat ke belakang, lahirnya Prinsip Mengenal Nasabah di Indonesia sekitar tanggal 18 Juni tahun 2002 dimana Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 tentang Prinsip Mengenal Nasabah. Latar belakang bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) tersebut adalah karena semakin berkembangnya kegiatan usaha perbankan sehingga bank dihadapkan pada berbagai resiko, baik resiko operasional, hukum, terkonsentrasinya transaksi, maupun resiko reputasi. Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah atau lebih dikenal dengan istilah Know Your Customer Principle (KYC Principle) ini, didasari pada pertimbangan bahwa Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah tidak saja penting dalam rangka pemberantasan pencucian uang, tetapi juga dalam rangka penerapan prudential banking untuk melindungi bank dari berbagai resiko dalam berhubungan dengan nasabah dan counter party. Khususnya terhadap para nasabah, pihak bank harus mengenali para nasabah agar bank tidak terjerat dalam kejahatan pencucian uang.

Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah ini merupakan rekomendasi dari FATF, yang merupakan prinsip ke-15 dari 25 Core Principles for Effective Banking Supervision dan Basel Committee. Pengenalan terhadap nasabah harus dilakukan mulai dari identitas nasabah, prosedur penerimaan nasabah, memonitoring nasabah secara continue dan melaporkan kepada pihak yang berwenang.

31

Zulkarnaen Sitompul, Problematika Perbankan, Bandung, Books Terrace and Library, 2005 hal272

Ketidakcukupan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dapat memperbesar resiko yang dihadapi bank. Juga dapat mengakibatkan kerugian keuangan yang signifikan bagi bank, baik di sisi aktiva maupun pasiva.32

1. Menetapkan kebijakan penerimaan nasabah, prosedur dalam mengidentifikasi nasabah, prosedur pemantauan terhadap rekening dan transaksi nasabah, dan prosedur manajemen resiko yang berkaitan dengan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah

Menurut Peraturan Bank Indonesia tersebut, Prinsip Mengenal Nasabah adalah prinsip yang diterapkan bank untuk mengetahui identitas nasabah, termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan. Yang dimaksud dengan nasabah disini adalah pihak yang menggunakan jasa bank dan meliputi perorangan, perusahaan, lembaga pemerintah, lembaga internasional dan perwakilan negara asing serta bank.

Untuk penerapan Prinsip Mengenal Nasabah ini, bank wajib menetapkan beberapa hal, yakni :

2. Melaporkan transaksi yang mencurigakan kepada PPATK

3. Menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah yang berlaku di suatu negara bagi kantor cabang yang berada di luar negeri sepanjang standard Prinsip Mengenal Nasabahnya sama atau lebih ketat dengan yang diatur Bank Indonesia

4. Bank wajib menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah dan wajib melakukan pengkinian data base nasabah yang telah ada

32

5. Penerapan sistem informasi yang dapat mengidentifikasi, menganalisa, memantau dan menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik mengenai transaksi nasabah.

Agar penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dapat berjalan efektif, maka direksi bank diwajibkan membentuk unit kerja khusus atau menunjuk pejabat yang bertanggung jawab untuk itu. Berdasarkan PBI tersebut, sebelum melakukan hubungan dengan nasabah, bank wajib meminta informasi mengenai:

1. Identitas calon nasabah

2. Maksud dan tujuan hubungan usaha yang akan dilakukan nasabah dengan bank

3. Informasi lain untuk dapat mengetahui profil calon nasabah

4. Identitas pihak lain dalam hal calon nasabah bertindak untuk dan atas nama pihak lain

Identitas calon nasabah tersebut harus dapat dibuktikan dengan dokumen pendukung dan wajib meneliti kebenaran dokumen pendukung tersebut. Jika diperlukan bank dapat melakukan wawancara dengan calon nasabah untuk meneliti dan meyakinkan keabsahan dan kebenaran dokumen pendukung identitas nasabah. Dalam hal calon nasabah bertindak sebagai perantara atau kuasa pihak lain untuk membuka rekening, bank wajib memperoleh rekening pendukung identitas dan hubungan hukum, penugasan serta kewenangan bertindak sebagai perantara dan/atau kuasa pihak lain. Ketentuan ini juga berlaku bagi bank yang telah menggunakan media elektronis dalam pemberian jasanya. Bank yang demikian diwajibkan untuk melakukan pertemuan dengan calon nasabah

sekurang-kurangnya pada saat pembukaan rekening. Bank dilarang melakukan hubungan usaha dengan calon nasabah yang tidak memenuhi persyaratan atau bank meragukan atau tidak dapat meyakini identitas calon nasabah.

Setelah seseorang atau suatu badan diterima menjadi nasabah, maka bank diwajibkan memantau rekening dan transaksi nasabah yang dimaksud. Oleh karena itu bank wajib memiliki sistem informasi yang dapat mengidentifikasi, menganalisis, memantau, dan menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh nasabah. Bank juga harus memelihara profil nasabah sekurang-kurangnya meliputi informasi mengenai:

1. Pekerjaan atau bidang usaha 2. Jumlah penghasilan

3. Rekening lain yang dimiliki 4. Aktivitas transaksi normal 5. Tujuan pembukaan rekening

Jika terjadi transaksi yang mencurigakan, bank wajib melaporkannya kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya tujuh (7) hari kerja setelah diketahui bank. Dengan demikian bank harus cermat dan harus selektif dalam menerima seseorang atau badan untuk menjadi calon nasabah. Bank juga dituntut untuk mengenal pola transaksi keuangan nasabah sehinga dapat segera mengidentifikasi jika terdapat transaksi yang mencurigakan.

Berkaitan dengan identitas nasabah, dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang telah mewajibkan kepada setiap orang atau korporasi yang menyimpan dana di bank dalam bentuk simpanan, wajib menyampaikan

identitasnya secara lengkap dan benar. Namun, ketentuan ini memerlukan kemampuan pegawai bank untuk lebih jeli dan mengetahui identitas nasabah yang sesungguhnya karena kemungkinan nasabah akan melakukan duplikasi nama, pemalsuan nama, dan cara lainnya untuk mengelabui pegawai bank.

Ketentuan mengenai Prinsip Mengenal Nasabah yang dikeluarkan oleh lembaga pengawas bank, merupakan suatu instrument pencegahan pencucian uang yang dilakukan melalui bank. Ketentuan Know Your Customer Principle bagi bank meliputi kebijakan dan prosedur yang dilakukan terhadap nasabah, baik dalam hal penerimaan, pengidentifikasian, pemantauan terhadap transaksi maupun dalam manajeman resiko. Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah oleh bank sangat penting untuk mencegah digunakannya bank sebagai sarana pencucian uang dan aktivitas lainnya yang terkait. Apabila seseorang memberikan identitas palsu saat akan melakukan hubungan usaha, hal ini mencerminkan itikad yang tidak baik dari calon nasabah tersebut, dan bertujuan agar penegak hukum sulit melakukan penyidikan/pengusutan. Bank juga harus berupaya mendapatkan identitas nasabah. Bank harus memperoleh kayakinan mengenai identitas nasabah, baik perorangan maupun perusahaan. Selan itu, bank juga harus melakukan verifikasi terhadap identitas nasabah. Apabila bank bertindak untuk dan atas nama pihak lain, identitas pihak lain tersebut juga wajib diminta dan diverifikasi. Apabila terdapat prosedur yang mengharuskan adanya pertemuan dengan nasabah, hal tesebut dilakukan sejak dimulainya hubungan usaha. Dengan demikian bank dapat membuktikan identitas nasabah sesuai dengan dokumen pendukung (verifikasi fisik).

B. Prinsip Mengenal Nasabah Sebagai Bagian Dari Prinsip Kehati-hatian (Prudential Principle) Pada Bank

Kehadiran hukum dalam masyarakat diantaranya adalah untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang bisa bertentangan satu sama lain. Berkaitan dengan itu, hukum harus mampu mengintegrasikannya sehingga benturan-benturan kepentingan itu dilakukan dengan membatasi dan melindungi kepentingan-kepentingan tersebut. Memang, dalam satu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan- kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi kepentingan pihak lain.

Menurut Satjipto Rahardjo, bahwa hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingan tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti, ditentukan kekuasaan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah disebut dengan “hak” Dengan demikian tidak setiap kekuasaan dalam masyarakat itu, bisa disebut sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu saja, yaitu yang diberikan oleh hukum kepada seseorang.33

Bahwa antara hak dan kewajiban terdapat hubungan yang sangat erat. Salah satu mencerminkan yang lain. Berkaitan dengan hal tersebut, lembaga perbankan adalah suatu lembaga yang tergantung dari pada kepercayaan dari masyarakat. Oleh karena itu, tanpa adanya kepercayan dari masyarakat, tentu suatu bank tidak akan mampu menjalankan kegiatan usahanya dengan baik.

33

Sehingga tidaklah berlebihan bila dunia perbankan harus sedemikian rupa menjaga kepercayaan dari masyarakat dengan memberikan perlindungan hukum terhadap kepentingan masyarakat, terutama kepentingan nasabah dari bank yang bersangkutan. Dengan perkataan lain, dalam rangka untuk menghindari kemungkinan terjadinya kekurangan kepercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan, yang pada saat ini tengah gencar melakukan ekspansi untuk mencari dan menjaring nasabah, maka perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan terhadap kemungkinan terjadinya kerugian sangat diperlukan.

Dalam literatur hukum perbankan (banking Law) dikemukakan bahwa “the relationship between a banker and his customer is also one of contract. It consists a general contract and special contracts on investment to the customer and other duties”.34

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hubungan hukum antara nasabah penyimpan dan bank didasarkan atas suatu perjanjian. Untuk itu tentu adalah suatu hal yang wajar apabila kepentingan dari nasabah yang bersangkutan memperoleh perlindungan hukum, sebagaimana perlindungan yang diberikan oleh hukum kepada bank. Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap nasabah ini, Marulak Pardede mengemukakan bahwa dalam sistem perbankan Indonesia,

(Hubungan antara bank dan nasabahnya juga termasuk hubungan kontraktual/perjanjian. Kontrak tersebut terdiri dari kontrak umum dan kontrak khusus pada investasi kepada nasabah dan kewajiban lainnya).

34

mengenai perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana, dapat dilakukan melalui dua (2) cara, yaitu: 35

1. Perlindungan secara implisit

Yakni perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank. Perlindungan ini diperoleh melalui :

a. Peraturan perundang-undangan di perbankan

b. Perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang efektif, yang dilakukan oleh Bank Indonesia

c. Upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai sebuah lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada umumnya d. Memelihara tingkat kesehatan bank

e. Melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian

f. Cara pemberian keredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah

2. Perlindungan secara eksplisit

Yaitu perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sehingga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan mengganti dana mayarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut. Perlindungan ini diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin simpanan masyarakat sebagaimana yang diatur di dalam keputusan

35

Presiden RI Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Bank Umum.

Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap nasabah penyimpan dana, Hermansayah, membaginya dalam dua (2) macam, yakni perlindungan hukum secara tidak langsung dan perlindungan hukum secara langsung. Dalam hal ini, prinsip kehati-hatian (prudential principle) termasuk di dalam perlindungan hukum secara tidak langsung. Menurut ketentuan Pasal (2) Undang-undang Nomor. 10 Tahun 1998, dikemukakan bahwa “Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berdasarkan demokrasi ekonomi dengan menggunkan prinsip kehati-hatian. Dari ketentuan ini menunjukkan bahwa prinsip kehati-hatian adalah salah satu asas terpenting yang wajib diterapkan atau dilaksanakan oleh bank dalam menjalankan kegitan usahanya. Prinsip kehati-hatian tersebut mengharuskan pihak bank untuk selalu berhati-hati dalam menjalankan usahanya, dalam arti harus selalu konsisten dalam melaksanakan peraturan perundang- undangan di bidang perbankan berdasarkan profesionalisnme dan itikad baik.36

Pasal 29 ayat (2) mengemukakan bahwa:

Berkaitan dengan prinsip kehati-hatian sebagaimana yang disebutkan dalam ketentuan pasal 2 diatas, kita dapat menemukan pasal lain di dalam UU No. 10 tahun 1998 yang mempertegas kembali mengenai pentingnya prinsip kehati- hatian itu diterapkan dalam setiap kegiatan bank, yakni dalam Pasal 29 ayat (2).

37

“Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuidias, rentabilitas,

36

Hermansyah, Ibid

37

solvabilitas, dan aspek-aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai degan prinsip kehati-hatian” Berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat (2) di atas, maka tidaka alasan apa pun juga bagi pihak bank untuk tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan kegiatan usahanya dan wajib menjunjung tinggi prinsip kehati- hatian. Ini mengandung arti bahwa segala kebijakan dan perbuatan yang dibuat dalam rangka melakukan kegiatan usahanya harus senantiasa berdasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara hukum.

Tujuan diberlakukannya prinsip kehati-hatian tidak lain adalah agar bank

Dokumen terkait