• Tidak ada hasil yang ditemukan

dan Kehendak Manusia

Dalam dokumen Eksposisi Filipi 3:20-21 (Halaman 27-33)

Sumber : Sovereignity of God (Kedaulatan Allah) Penulis Arthur W. Pink

(Lanjutan tgl 21 November 2021)

Berbagai pemikiran mengenai doa seperti yang kita kutip sebelumnya bersumber dari konsep yang dangkal dan kurang memadai mengenai Allah. Tentu akan sangat tidak menyenangkan untuk memanjatkan doa kepada satu Allah yang lebih menyerupai seekor bunglon, yang warna tubuhnya dapat senantiasa berubah setiap hari. Keyakinan apa yang kita miliki dalam

T E AC H I N G

Doctrine Does Matter

memanjtakan doa kepada Pribadi yang terus berubah itu? Apakah gunanya kita memohon kepada penguasa jika kita tahu keputusannya begitu mudah berubah: mengabulkannya hari ini dan menolaknya di hari lain? Bukankah ketidakberubahan Allah merupakan pendorong utama untuk berdoa? Karena pada-Nya

“tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran” itulah maka kita dapat meyakini bahwa jika kita meminta sesuatu kepada-Nya Ia pasti akan mendengarkan kita. Luther pernah berkata, “Doa bukanlah sebuah tindakan untuk menaklukkan keengganan Allah, melainkan bersandar kepada kesediaan-Nya.

Hal ini menyebabkan kita untuk memberikan sejumlah catatan mengenai tujuan dari doa.

Mengapa Allah menetapkan kita harus berdoa?

Pada umumnya orang akan menjawab: agar kita dapat memperoleh apa yang kita butuhkan dari Allah. Sekalipun ini memang salah satu tujuan doa, ini sama sekali bukan yang terutama.

Lagi pula, ini sekadar suatu tinjauan dari aspek manusiawi, sedangkan doa harus ditinjau dari aspek ilahi. Mari sekarang kita melihat sejumlah alasan mengapa Allah menghendaki kita berdoa.

Yang pertama dan terutama, doa dimaksudkan untuk mempermuliakan Tuhan Allah sendiri. Allah menghendaki agar kita mengenai Dia sebagai

“Yang Mahatinggi dan Yang Mahamulia, yang

28 November 2021

bersemanyam untuk selamanya” (Yes. 57:15).

Allah menghendaki agar kita mengalami kuasa-Nya yang universal: ketika meminta hujan kepada Allah, Elia sedang menyatakan pengakuannya terhadap kuasa Allah atas alam semesta; ketika meminta kepada Allah untuk melepaskan orang berdosa dari murka yang akan datang, kita sedang mengakui bahwa “keselamatan adalah dari YUHAN” (Yun. 2:9); ketika meminta berkat-Nya bagi penginjilan ke seluruh penjuru bumi, kita sedang menyatakan pengakuan terhadap pemerintahan-Nya atas seluruh bumi ini.

Allah menghendaki agar kita menyembah Dia, dan doa – doa yang sungguh-sungguh – merupakan suatu tindakan penyembahan, karena berdoa berarti merebahkan jiwa di hadapi Allah; karena berdoa memanggil nama-Nya yang kudus dan agung; karena berdoa adalah mengalami kebaikan-Nya, kuasa-Nya, ketidakberubahan-Nya, anugerah-Nya; dan karena berdoa berarti mengakui kedaulatan-Nya, yang diterima dengan tunduk kepada kehendak-Nya. Sehungan dengan hal ini, perlu diperhatikan bahwa Yesus tidak menyebut Bait Allah sebagai Rumah Korban, melainkan Rumah Doa.

Doa memberikan kemuliaan bagi Allah, karena dalam berdoa, kita mengakui ketergantungan kita kepada Allah saja. Ketika dengan rendah

hati berseru kepada Yang Ilahi, kita menyerahkan diri ke dalam kuasa dan kemurahan-Nya. Ketika meminta berkat Allah, kita mengakui Dia sebagai Pencipta dan Sumber dari setiap karunia yang baik dan sempurna. Bahwa doa memberikan kemuliaan kepada Allah jelas terlihat dari fakta bahwa doa merupakan suatu sarana melatih iman, dan tak sesuatu apa pun dari kita yang dapat lebih menyenangkan dan mempermuliakan Dia selain iman kita.

Kedua, doa ditetapkan Allah untuk menjadi berkah spiritual, sebagai suatu sarana bagi pertumbuhan kita kita di dalam anugerah.

Dalam upaya mempelajari tujuan dari doa, kita hendaknya senantiasa mencamkan hal ini sebelum kita terlanjur menganggap doa hanya sebagai sarana untuk mencapai kebutuhan kita.

Doa dimaksudkan Allah sebagai sarana untuk menjadikan kita rendah hati. Doa – doa yang sejati – merupakan sarana untuk menghampiri hadirat Allah, dan pengalaman akan kemudian-Nya yang menakjubkan itu menghasilkan suatu kesadaran akan keberadaan kita yang tidak ada apa-apanya dan tidak layak. Kembali, doa dimaksudkan Allah untuk menjadi suatu sarana untuk melatih iman.

Iman timbul dari pendengaran akan Firman Kristus (Rm. 10:17), namun dilatih di dalam doa;

oleh karenanya, kita mendengar ungkapan “doa iman.” Doa mewujudkan kasih ke dalam tindakan.

Sehubungan dengan keberadaan

orang-28 November 2021

orang munafik, pertanyaan yang dikemukakan adalah: “Dapatkah ia bersenang-senang karena Yang Mahakuasa dan berseru kepada Allah setiap waktu?” (Ayh. 27:10). Tetapi mereka yang mengasihi Tuhan tidak dapat jauh dari hidup dalam persekutuan dengan-Nya, sebab mereka ini suka mencurahkan beban mereka kepada-Nya. Doa bukan sekadar menerjemahkan kasih ke dalam tindakan, melainkan juga melalui jawaban doa yang diberikan kepada kita, kasih kita kepada Allah menjadi bertambah – “Aku mengasihi TUHAN, sebab Ia mendengarkan suaraku dan permohonanku” (Mzm. 116:1). Doa dimaksudkan Allah untuk mengajar kita tentang nilai dari berkat-berkat yang kita minta dari-Nya, dan kita menjadi lebih berdukacita ketika Dia melimpahkan kepada kita segala sesuatu yang kita minta kepada-Nya.

Ketiga, doa ditetapkan Allah sebagai sarana bagi kita untuk memohonkan kebutuhan kita kepada-Nya. Namun, di sini bisa muncul masalah pada mereka yang telah membaca dengan teliti bab-bab sebelumnya. Bila sebelum dunia dijadikan, Allah telah menetapkan terlebih dahulu segala sesuatu yang akan terjadi, maka apakah gunanya doa? Bila memang “segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia” (Rm. 11:36), maka mengapa kita perlu berdoa? Sebelum menjawab pertanyaan -pertanyaan ini, kita perlu menyembutkan alasan-alasan yang sama

banyaknya untuk bertanya: Apakah gunanya saya menghampiri Allah dan memberi tahu Dia apa yang telah diketahui-Nya? Apakah gunanya saya mengungkapkan kebutuhan saya kepada-Nya bila Dia telah mengetahui segala sesuatu?

Maksudnya: apakah ginanya kita berdoa bagi segala hal yang telah ditentukan oleh Allah sebelumnya? Doa bukan ditetapkan untuk memberi informasi kepada Allah, seolah-olah Ia tidak mengetahui apa pun (Sang Juruselamat telah dengan jelas menyatakan, “Karena Bapak mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya” (Mat. 6:8), melainkan untuk menyatakan bahw Dia benar-benar mengetahui segala keperluan kita. Doa bukan dimaksudkan untuk memberitahukan kepada Allah apa yang kita butuhkan, melainkan untuk menyatakan pengakuan atas kebutuhan kita kepada-Nya. Dalam hal ini, sebagaimana halnya dalam segala sesuatu, rencana Allah berbeda dengan rencana kita. Allah menghendaki agar kita meminta berkat-Nya. Ia layak menerima kemuliaan melalui permohonan kita, sebagaimana Ia layak menerima ucapan syukur atas kelimpahan berkat-Nya kepada kita.

Bersambung……...

28 November 2021

Dalam dokumen Eksposisi Filipi 3:20-21 (Halaman 27-33)

Dokumen terkait