• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAN KONSENTRASI SPERMATOZOA PADA DOMBA GARUT JANTAN

MUHAMMAD IQBAL

D14070227

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 Judul : Hubungan Bobot Badan, Lingkar Skrotum dan Konsentrasi Spermatozoa Nama : Muhammad Iqbal

NIM : D14070227

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

NIP. 19591212 198603 1 004 NIP. 19600804 198103 2 001

Mengetahui, Ketua Departemen,

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc) NIP 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian : 8 Mei 2012 Tanggal Lulus :

3 RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 1 Agustus 1989 di Medan, Sumatera Utara. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Zulkarnain dan Ibu Yetti Murni.

Pendidikan formal penulis yaitu dimulai dari sekolah dasar di SDN 5 Banda Aceh, sejak tahun 1995. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMPN 3 Banda Aceh, pada tahun 2001 sampai dengan tahun 2004. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Banda Aceh pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 dan pada tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan pada tahun 2008 penulis kemudian masuk di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB.

Selama mengikuti pendidikan dikampus, penulis pernah aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Pencak Silat Perisai Diri IPB. Penulis juga berpartisipasi dibeberapa kepanitiaan di fakultas.

4 KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT Tuhan seluruh alam karena berkat limpahan rahmat-Nya yang tak terhingga serta taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita sebagai sumber teladan dan pemimpin umat yaitu Rasulullah Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabat, dan para pengikut setianya hingga akhir zaman.

Skripsi yang berjudul “Hubungan Bobot Badan, Lingkar Skrotum dan Konsentrasi Spermatozoa pada Domba Garut Jantan “disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Peternakan, di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penyusunan skripsi salah satu bentuk peran aktif bagi mahasiswa sarjana (S1) dan juga kontribusi ilmu bagi dunia peternakan khususnya peternakan domba dengan harapan dapat memberikan informasi tentang hubungan bobot badan terhadap lingkar skrotum dan konsentrasinya pada domba garut jantan. Studi hubungan bobot badan dengan lingkar skrotum ini diharapkan dapat dijadikan penduga kualitas domba jantan. Diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat untuk pengembangan peternakan domba garut kedepannya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada semua pihak yang turut membantu penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat dalam dunia pendidikan dan peternakan. Amin.

Bogor, Mei 2012

5 DAFTAR ISI

Halaman RINGKASAN ... i ABSTRACT ... ii LEMBAR PERNYATAAN ... iii LEMBAR PENGESAHAN ... iv RIWAYAT HIDUP ... v KATA PENGANTAR ... vi DAFTAR ISI ... vii DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 Manfaat ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3 Domba (Ovies aries) ... 3 Klasifikasi Domba ... 3 Domba Garut ... 3

Breeding Soundness Evaluation ... 4 Organ Reproduksi Domba ... 6

Testis ... 7 Epididymis ... 8 Faktor yang Berpengaruh terhadap Ukuran Skrotum dan Testis ... 8 Fisiologi Semen ... 11 Karakteristik Semen Domba ... 12 Evaluasi Semen ... 13 MATERI DAN METODE ... 16

Waktu dan Lokasi ... 16 Materi ... 16 Ternak ... 16 Bahan ... 16 Peralatan ... 16 Metode ... 16

Penimbangan Bobot Badan dan Pengamatan Organ

Reproduksi ... 16 Penampungan dan Evaluasi Semen ... 17

6 Variabel yang diamati ... 20 Analisis Data ... 21 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22 Performa Reproduksi Domba ... 22 Kualitas Semen Domba Garut ... 23 Hubungan antara Bobot Badan dengan Lingkar Skrotum dan

Konsentrasi Spermatozoa ... 28 KESIMPULAN DAN SARAN ... 37 Kesimpulan... 37 Saran ... 37 UCAPAN TERIMA KASIH ... 38 DAFTAR PUSTAKA ... 39 LAMPIRAN ... 44

7 DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Lingkar Skrotum Minimum pada Domba ... 5 2. Klasifikasi Domba berdasarkan Lingkar Skrotum, Motilitas,

dan Morfologi Spermatozoa dengan Teknik BSE ... 6 3. Karakteristik Semen Domba Garut ... 13 4. Umur dengan Berat Badan dan Lingkar Skrotum Domba Garut ... 23 5. Rataan Kualitas Semen Domba Garut ... 23 6. Distribusi Volume Semen pada Domba Garut ... 24 7. Distribusi Warna Semen pada Domba Garut ... 24 8. Distribusi Konsistensi Semen pada Domba Garut ... 25 9. Distribusi pH Semen pada Domba Garut ... 25 10. Distribusi Motilitas Spermatozoa pada Domba Garut ... 26 11. Distribusi Konsentrasi Spermatozoa pada Domba Garut ... 27 12. Distribusi Spermatozoa Hidup pada Domba Garut ... 28 13. Rataan Lingkar Skrotum, Konsentrasi Spermatozoa dan Bobot

pada Selang Umur tertentu ... 29 14. Rataan Lingkar Skrotum, Morfologi dan Motilitas

Domba Garut pada Kelompok Umur yang Berbeda ... 30 15. Rataan Lingkar Skrotum, Konsentrasi Spermatozoa dan

Umur pada Bobot Badan tertentu ... 30 16. Koefisien Korelasi dari Bobot Badan, Lingkar Skrotum

dan Konsentrasi Spermatozoa Domba Garut ... 32 17. Pedoman untuk Memberikan Interpretasi terhadap Koefisien

8 DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Pengukuran Lingkar Skrotum dengan Menggunakan Pita Ukur .... 17 2. Peralatan Vagina Buatan ... 18

9 DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Formulasi dan Kandungan Nutrien Pakan ... 45 2. Korelasi Bobot Badan dengan Lingkar Skrotum ... 45 3. Korelasi Lingkar Skrotum dengan Konsentrasi Spermatozoa ... 46 4. Data Berat Badan, Umur dan Ukuran Lingkar Skrotum Domba Garut 47

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Domba garut adalah domba lokal yang merupakan plasma nutfah Indonesia yang dimanfaatkan sebagai domba aduan dan untuk dikonsumsi. Dalam rangka memenuhi permintaan domba untuk konsumsi ataupun aduan diperlukan upaya peningkatan populasi dan kualitas. Peningkatan kualitas domba garut dapat dilakukan melalui program seleksi dan persilangan. Seleksi adalah upaya memilih ternak yang memiliki kualitas unggul dan menyingkirkan ternak yang memiliki kualitas yang rendah. Disamping itu seleksi dapat memperbaiki kualitas genetik dalam suatu populasi. Seleksi dapat dilakukan pada pejantan karena pejantan sangat berperan penting dalam menentukan performa keturunannya.

Dalam melaksanakan program pembibitan salah satunya dibutuhkan pejantan yang memiliki fisik yang sehat dan mampu mendeposisikan spermatozoa yang fertil kepada betina yang sedang estrus. Oleh karena itu dibutuhkan evaluasi performa pejantan sebelum digunakan untuk bibit. Salah satu cara menseleksi pejantan adalah dengan menggunakan teknik breeding soundness evaluation (BSE). Breeding soundness evaluation adalah suatu teknik evaluasi dalam menentukan keunggulan seekor pejantan dengan melihat performa fisik dan reproduksinya. Teknik BSE telah dilakukan pada berbagai ternak antara lain pada sapi (Leamaster dan Duponte, 2007), kambing (Bagley, 1997) dan domba (Pezzanite et al., 2004). Dalam BSE mengevaluasi skrotum, lingkar testis, kemampuan kawin (mating ability) dan kualitas semen yaitu motilitas dan morfologi (Leamaster dan Duponte, 2007)

Syarat pejantan yang baik adalah memiliki alat reproduksi yang baik dan sehat. Alat reproduksi yang baik akan menentukan produktivitas ternak karena akan menentukan keberhasilan perkawinan dan akhirnya berpengaruh pada keberhasilan kebuntingan ternak betina. Alat reproduksi dari suatu ternak terutama testis adalah sebagai penghasil spermatozoa. Produksi spermatozoa dapat diduga dengan mengukur lingkar skrotum. Nataatmaja dan Arifin (2005), menyatakan ukuran testis dapat dijadikan pendugaan dalam menentukan kesuburan pejantan, sehingga ukuran testis dapat dijadikan kriteria dalam seleksi.

2 Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi potensi reproduksi domba garut jantan dengan menguji korelasi bobot badan dengan lingkar skrotum serta konsentrasi spermatozoa per ml volume semen. Melalui pengujian ini diharapkan, lingkar skrotum dapat dijadikan sebagai penduga konsentrasi spermatozoa.

Tujuan

1. Mengevaluasi performa pejantan secara fisik dan reproduksi

2. Menguji korelasi antara bobot badan ternak dengan lingkar skrotum dan konsentrasi spermatozoa.

3. Memilih pejantan yang memenuhi kriteria untuk dijadikan pejantan unggul.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi korelasi bobot badan, lingkar skrotum dan konsentrasi spermatozoa sebagai dasar untuk mengestimasi konsentrasi dan kapasitas produksi spermatozoa melalui pengukuran bobot badan dan lingkar skrotum.

3 TINJAUAN PUSTAKA

Domba Klasifikasi Domba

Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang berkuku dua dan termasuk pada sub famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua domba termasuk ke dalam genus Ovis dan yang didomestikasi adalah Ovis aries

(Johnston, 1983). Taksonomi domba menurut Blakely dan Bade (1985) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia (hewan)

Phylum : Chordata (hewan bertulang belakang)

Class : Mammalia (hewan menyusui)

Ordo : Artiodactyla (hewan berkuku genap)

Family : Bovidae (memamah biak)

Genus : Ovis (domba)

Spesies : Ovis aries (domba yang didomestikasi)

Menurut Ensminger (1991) pada mulanya domba didomestikasi di kawasan Eropa dan Asia. Ciri khas pada domba domestikasi adalah tanduk yang berpenampang segi tiga dan tumbuh melilit seperti spiral yang terdapat pada domba jantan. Bobot badan pada domba jantan lebih tinggi dibandingkan domba betina. Domba Garut

Berdasarkan asal usulnya domba garut merupakan hasil persilangan segitiga antara domba Merino, Lokal, dan Kaapsche (cape) dari Afrika Selatan (Sugeng, 1995). Menurut Budinuryanto (1991), domba garut pada awalnya terbentuk melalui suatu proses persilangan yang kurang terencana antara domba lokal dengan domba Merino dan domba Kaapstad sehingga dalam perkembangan selanjutnya terdapat berbagai bentuk fenotipe dan karakteristik yang relatif berbeda-beda. Menurut Sumantri et al., (2007) domba garut atau domba priangan merupakan domba lokal Indonesia yang banyak tersebar di Jawa Barat terutama di Kabupaten Garut.

Domba garut terbagi menjadi tipe tangkas (aduan) dan tipe pedaging. Domba garut pedaging jantan maupun betina memiliki ciri-ciri garis muka lurus, bentuk mata normal, bentuk telinga hiris dan rubak, garis punggung lurus, bentuk bulu lurus

4 dengan warna dasar dominan putih, jantan bertanduk dan betina kebanyakan tidak bertanduk (Riwantoro, 2005).

Domba garut tipe tangkas dan tipe pedaging memiliki bobot badan yang berbeda. Berdasarkan studi keragaman genetik DNA mikrosatelit dan hubungannya dengan bobot badan pada domba lokal di Indonesia, Sumantri et al., (2008) menyatakan domba garut tipe pedaging dan tipe tangkas mempunyai alel spesifik untuk marka bobot badan. Berdasarkan hasil penelitian Mansjoer et al., (2007), secara umum domba garut tipe tangkas mempunyai bobot badan lebih tinggi dari tipe pedaging. Domba tangkas jantan dewasa yang berumur lebih dari satu tahun, memiliki bobot badan antara 51-84 kg dengan rataan 66,78 ± 7,93 cm dan garut betina tipe tangkas memiliki bobot badan 42,33 ± 7,53 kg (Anang, 1992). Penelitian Salamahwati (2004) menyatakan bahwa domba garut pedaging jantan umur 1 tahun memiliki bobot badan 31,44 ± 5,22 kg.

Nataatmaja (1996) menerangkan sifat ekor yang lebar dominan terhadap bentuk ekor sempit, khusus pada domba garut tangkas bagian pangkal ekor selain dominan ekor lebar (gemuk) juga merupakan tempat penimbunan lemak yang baik sehingga ekor tampak lebih lebar. Anang (1992) menyatakan bahwa bentuk ekor pada domba tangkas dikategorikan dalam dua bentuk yaitu bentuk segitiga dan pangkal gemuk dimana bentuk segitiga pada domba jantan diperoleh sebesar 78 % dan pangkal gemuk 22 %.

Breeding Soundness Evaluation (BSE)

Breeding Soundness Evaluation adalah metode evaluasi potensi dari ternak jantan untuk dijadikan pejantan. Breeding Soundness Evaluation terdiri atas evaluasi lingkar testis, kualitas semen, kemampuan fisik, dan kesehatan seluruhnya (Godfrey, 2004).

Sasaran BSE adalah mengevaluasi dan mengklasifikasikan potensi kemampuan pembiakan (breeding). Pengujian ini tidak termasuk evaluasi pergerakan atau tingkah laku kawin karena tidak adanya kriteria standar untuk menilainya (Bagley, 1997).

Pengujian BSE secara keseluruhan terdiri atas 1) pengujian fisik dengan mengamati keabnomalan yang dapat mengganggu keinginan dan kemampuan jantan untuk kawin. Pengamatan dilakukan pada saat ternak berjalan pada permukaan kasar serta ternak harus mempunyai penglihatan dan kesehatan yang baik, 2) Pengujian

5 organ reproduksi yaitu penis, lingkar skrotum, dan testis (keterabaan testis). Pengamatan pada penis dilakukan untuk melihat kecacatan yang dapat mengganggu saat kopulasi. Pendeteksian keabnormalan juga dilakukan untuk melihat kemungkinan yang dapat mempengaruhi fertilitas. Keabnormalan yang terjadi umumnya antara lain ukuran testis kecil, testis yang lunak, dermatitis skrotum,

cryptorchid dan keterabaan testis. Lingkar testis yang yang besar menggambarkan produksi semen yang tinggi, 3) motilitas dan morfologi spermatozoa adalah karakteristik yang berkorelasi paling tinggi dengan kesuburan dan mudah untuk diulang (Leamaster dan Duponte, 2007).

Menurut Pezzanite et al., (2004), BSE dapat dibagi menjadi 3 kategori pengujian 1) pengujian fisik 2) pengujian organ reproduksi dan 3) evaluasi semen. Pengujian fisik terdiri dari dua kriteria utama yang meliputi kondisi tubuh pejantan dan kekuatan struktur tubuh. Kekuatan struktur tubuh sangat penting terutama kaki depan dan belakang untuk dapat melakukan mounting pada betina. Ternak harus mampu bergerak bebas tanpa ada rasa sakit. Pengujian kondisi tubuh dapat dilakukan melalui penilaian skor kondisi tubuh (Body Condition Score). Skor kondisi tubuh dinilai dengan melihat persentase lemak tubuh dan ditentukan dengan meraba tulang rusuk ternak.

Tabel 1. Lingkar Skrotum Minimum pada Domba Umur ( bulan) Lingkar Skrotum minimum (cm)

5-6 29 6-8 30 8-10 31 10-12 32 12-18 33 18 + 34 Sumber : Pezzanite et al., (2004)

Umur ternak juga menjadi pertimbangan. Umur optimal ternak yang digunakan berkisar dari 6 bulan hingga 4 tahun. Penilaian yang paling penting dari BSE adalah pengukuran lingkar skrotum. Pengukuran ini sangat kuat hubungannya dengan kapasitas produksi semen. Hal itu juga membuktikan ternak yang memiliki lingkar skrotum yang besar akan memproduksi semen yang lebih dan kelangsungan hidup

6 lebih besar. Lingkar skrotum bervariasi sesuai dengan musim dan kondisi tubuh. Domba dewasa saat dikawinkan harus memiliki lingkar skrotum minimum 33 cm untuk domba yang berasal dari bangsa luar (Tabel 1).

Dalam BSE domba dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori utama menurut Bagley (1997), yaitu 1) diragukan (questionable), 2) Memuaskan (satisfactory), 3) Baik sekali (excellent) (Tabel 2). Pengklasifikasian ini menyulitkan secara ekonomi, karena membutuhkan kesempatan yang terbatas pada waktu dan fasilitas. Kategori memuaskan berarti ternak setara atau melebihi standar minimal untuk lingkar skrotum, motilitas dan morfologi spermatozoa, tidak terdapat masalah genetik, infeksi atau masalah yang dapat mengakibatkan menurunnya kesuburan.

Kategori yang tidak memuaskan apabila parameter seperti lingkar skrotum, motilitas dan morfologi spermatozoa berada di bawah standar minimum yang telah ditetapkan atau ternak yang mengalami masalah genetik dan fisik yang menggangu kesuburan. Kategori yang diragukan apabila ternak yang digunakan tidak sesuai dengan standar. Pejantan yang termasuk adalah yang tidak memenuhi syarat tetapi memiliki kemampuan untuk diperbaiki dengan cara pengujian ulang (Rae, 1999). Tabel 2. Klasifikasi Domba berdasarkan Lingkar Skrotum, Motilitas, dan Morfologi

Spermatozoa dengan Teknik BSE. Kelas Lingkar skrotum ( < 14 bulan) Lingkar Skrotum (> 14 bulan) Motilitas (%) Morfologi (%) Excellent > 33 > 35 > 50 > 90 Satisfactory > 30 >33 > 30 > 70 Questionable < 30 < 33 < 30 < 70 Sumber : Bagley (1997)

Organ Reproduksi Domba Jantan

Organ kelamin domba jantan terdiri atas tiga komponen yaitu : (a) organ kelamin primer yaitu testis, (b) kelenjar-kelenjar kelamin pelengkap yaitu kelenjar vesikularis, kelenjar prostat, kelenjar bulbourethralis (Cowper) dan saluran-saluran terdiri atas epididymis serta duktus deferen, (c) alat kelamin luar yaitu penis (Bearden

7 Testis

Testis adalah sepasang organ reproduksi primer pada jantan yang berfungsi memproduksi spermatozoa, sekresi hormon dan protein, serta cairan. Selain itu diproduksi inhibin, esterogen, dan berbagai jenis protein yang berperan penting dalam fungsi spermatozoa. Testis juga memproduksi cairan yang berasal dari tubuli seminiferi yang berfungsi sebagai media untuk memfasilitasi pembuangan spermatozoa dari testis. Cairan yang diproduksi testis atau cairan rete testis juga merupakan hasil sintesis sel sertoli (Senger, 2005)

Testis berbeda dari ovarium dan tidak tetap berada dalam rongga tubuh. Testis ditutupi dengan tunika vaginalis, jaringan serosa, yang merupakan perpanjangan dari peritoneum. Seminiferus terbentuk dari cord sex primer yang mengandung sel-sel germinal dan sel sertoli. Sel sertoli lebih besar dan lebih sedikit dari spermatogenia. Sel sertoli dengan stimulasi FSH, dapat menghasilkan ikatan protein androgen dan inhibin. Sel leydig dapat ditemukan di parenkim testis diantara jaringan seminiferus. Dengan di stimulasi oleh LH, sel leydig memproduksi testosteron dan sebagian kecil androgen. Testosteron dibutuhkan untuk perkembangan sifat kelamin sekunder dan tingkah laku kawin normal serta berfungsi penting pada kelenjar aksesoris, produksi spermatozoa dan perawatan sistem reproduksi jantan (Bearden et al., 2004).

Dalam keadaan normal kedua testis mempunyai ukuran yang sama dan dapat bergerak bebas di dalam skrotum. Sekitar 60-90% dari jaringan testis ditempati oleh tubuli seminiferi sedangkan sisanya adalah jaringan interstisial, vaskuler dan jaringan ikat. Jaringan interstitial terdiri atas sel interstitial atau sel leydig yang menghasilkan hormon testosteron (Hafez, 2000)

Garner dan Hafez (2000) menyatakan bahwa pada umur lebih dari 24 minggu domba mencapai dewasa kelamin dan ukuran panjang, diameter, dan berat testis domba dewasa adalah 10 cm, 6 cm dan 275 g. Menurut Noviana et al., (2000), domba yang mempunyai berat testis sebesar 74,77 g dan volume testis sebesar 84 ml ternyata hanya mampu menghasilkan konsentrasi spermatozoa sekitar 1500 x 106 sel/ml.

8 Epididymis

Epididymis adalah saluran eksternal pertama dari testis yang berbentuk longitudinal dan menyatu ke permukaan testis serta terbungkus dalam tunika dengan testis. Caput epididymis adalah saluran berada paling atas di mana terdapat 12-15 saluran kecil vasa efferentia yang bergabung menjadi satu saluran. Corpus meluas sepanjang sumbu longitudinal testis yang merupakan saluran tunggal yang menyatu dengan cauda (Bearden et al., 2004).

Epididymis dibagi menjadi tiga bagian yaitu caput, cauda dan corpus. Caput epididymis terdapat sejumlah ductus eferent bergabung dengan ductus epididymis

membentuk struktur yang rata ke ujung testis. Kemudian berlanjut kepada cauda epididymis yang merupakan perluasan caput epididymis (Hafez, 2000).

Epididymis mempunyai 4 fungsi utama yaitu transport, konsentrasi, maturasi dan penyimpanan spermatozoa. Cauda epididymis berfungsi sebagai tempat penyimpanan spermatozoa yang mengandung 75 % dari total epididymal

spermatozoa diluar testis. Spermatozoa juga disimpan dalam ampula, meskipun hanya sebagian kecil dari total cadangan spermatozoa di luar testis (Hafez, 2000). Spermatozoa disimpan di dalam epididymis untuk mempertahankan kapasitas kesuburan selama beberapa minggu. Kemampuan cauda epididymis untuk menyimpan spermatozoa tergantung pada rendahnya suhu skrotum dan peranan hormon jantan (Hafez, 2000). Pada corpus epididymis maturasi spermatozoa terjadi. Pada saat diejakulasikan terlihat adanya perubahan secara kuantitatif dan kualitatif pada fosfolipid dan asam lemak, perubahan pada lemak seluler mendorong lemak tertentu untuk mematangkan spermatozoa. Konsentrasi spermatozoa terjadi di bagian

cauda epididymis. Cairan testicular diabsorbsi di saluran efferrent dan caput

epididymis menyebabkan konsentrasi spermatozoa menjadi berubah saat melewati

epididymis (Pineda, 2003).

Faktor yang Mempengaruhi Ukuran Skrotum dan Testis

Ukuran lingkar skrotum pada domba garut jenis tangkas dan pedaging memiliki perbedaan. Sifat reproduksi jantan (skrotum) domba garut tangkas mempunyai ukuran lingkar dan panjang skrotum nyata (P<0,05) lebih besar dari domba lainnya pada setiap umur (1-3 tahun). Nilai korelasi lingkar skrotum terhadap bobot badan pada umur satu dan dua tahun lebih besar dibandingkan pada umur tiga

9 tahun (Nataatmaja, 1996). Domba garut tangkas umur satu tahun memiliki lingkar skrotum 26,67 ± 2,84 cm dan panjang skrotum 13,6 ± 2,1 cm (Nataatmaja, 1996). Penelitian Nataatmaja dan Arifin (2005) pada domba garut pedaging umur 1 tahun memiliki lingkar skrotum yaitu sebesar 24,74±3,06 cm dan pada umur 2 tahun memiliki lingkar skrotum 26,23 ± 2,32 cm serta pada umur 3 tahun ukuran lingkar skrotum domba garut pedaging yaitu 26,91±2,06 cm. Pada umur 1-2 tahun merupakan umur optimal perkembangan testis pada domba, pada umur tersebut perkembangannya sangat nyata (Nataatmaja dan Arifin, 2005). Rizal et al., (2003), menyatakan domba garut berumur 3-5 tahun memiliki panjang skrotum sebesar 12,71 cm dan lingkar skrotum yaitu 32,36 cm. Menurut penelitian Yunardi (1999), peningkatan umur berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan ukuran panjang, lingkar dan volume skrotum.

Berdasarkan penelitian Sosa et al., (2002), yang dilakukan pada sapi american wagyu terdapat korelasi yang tinggi antara umur (r = 0,81) dan bobot badan (r = 0,82) terhadap lingkar skrotum. Menurut temuan Koyuncu et al., (2005), bobot badan mempunyai korelasi yang lebih tinggi terhadap lingkar skrotum dibandingkan terhadap umur. Berdasarkan penelitian Koyuncu et al., (2005) pada domba kivircik terdapat korelasi sangat nyata (P<0,01) antara ukuran testis terhadap umur dan bobot badan, korelasi antara lingkar testis dan umur sebesar 0,722 sedangkan antara lingkar skrotum dengan bobot badan sebesar 0,845. Hasil ini juga diperkuat oleh temuan Hastono dan Arifin (2006) yang menyatakan terdapat hubungan positif (P<0,05) antara bobot badan dengan lingkar skrotum sebesar r = 0,58.

Ukuran testis dipengaruhi secara genetik. Ukuran testis dapat dijadikan kriteria seleksi untuk sifat reproduksi karena mempunyai nilai heritabilitas tinggi. Duguma et al., (2002), melaporkan heritabilitas lingkar skrotum sebesar 0,40 pada domba merino. Sedangkan Abbasi dan Kebsi (2011), melaporkan nilai heritabilitas lingkar skrotum pada domba Makooei sebesar 0,32 ± 0,10.

Pertumbuhan bobot badan dan testis dipengaruhi oleh peranan hormon testosteron. Hormon testosteron dapat mempengaruhi pertambahan bobot badan karena hormon testosteron dapat menstimulasi sintesis protein otot dan hal ini dapat terjadi langsung dalam otot karena terdapat reseptor androgen (Buttery dan Smith, 1981). Domba garut yang memiliki agresifitas yang tinggi memiliki ukuran testis

10 yang besar, karena sifat agresif dipengaruhi oleh hormon testosteron yang dihasilkan oleh testis (Lumbritz et al., 1991). Ukuran testis tidak hanya berpengaruh terhadap sifat agresivitas, ukuran badan, produksi spermatozoa juga sebagai tolok ukur dalam seleksi terhadap sifat prolifikasi domba betina. Dwiyanto (1991) menjelaskan seleksi terhadap ukuran testis terdapat respon pada tingkat kesuburan pejantan, sementara ukuran testis termasuk lingkar testis mempunyai hubungan genetik kearah yang menguntungkan dan cukup erat kaitannya dengan parameter reproduksi betina. Nataatmaja dan Arifin (2005), menyatakan ukuran testis dapat dijadikan pendugaan dalam menentukan kesuburan pejantan, sehingga ukuran testis dapat dijadikan kriteria dalam seleksi.

Brito et al., (2002) menyatakan bahwa ukuran testis secara positif berhubungan dengan produksi spermatozoa dan kualitas semen pada sapi-sapi di Brazil. Menurut Jainudeen dan Hafez (2000) pada sapi, produksi spermatozoa harian dan jumlah potensial produksi spermatozoa fertil perhari oleh testis sangat berkorelasi dengan ukuran testis yang dapat diperkirakan dengan mengukur panjang dan lebar atau lingkar skrotum. Sanford et al., (2000) menyatakan bahwa pada masa pubertas, ukuran testis sangat tinggi dan positif berkorelasi dengan berat badan pada domba suffolk dan korelasi antara ukuran testis dan berat badan ini tetap pada awal kedewasaan. Variasi ukuran testis diantara spesies atau individual diatas sering berhubungan dengan perbedaan jumlah sel sertoli dan aktivitas yang berpengaruh

Dokumen terkait