• Tidak ada hasil yang ditemukan

dan Pemerintah Daerah

Dalam dokumen no 12th viiidesember 2014 (Halaman 66-68)

SOSIALISASI

S

UATU negara hebat dan dihormati karena memiliki daya saing tinggi. Dalam tataran negara, kemampuan daya saing global Indonesia sebagai sebuah negara berdaulat adalah hal yang tidak perlu ditawar-tawar lagi. Perkembangan ekonomi global saat ini memberikan sinyal kepada Indonesia bahwa perekonomian Indo- nesia ke depan akan menghadapi tantangan cukup besar.

Di tingkat regional, Indonesia akan dihadapkan dengan implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang pelaksanaannya akan dimulai pada 31 Desember 2015. Hal ini tentunya akan menjadi tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia.

Kawasan ASEAN yang akan menjadi pasar tunggal dan basis produksi diharapkan akan membentuk ASEAN menjadi kawasan yang lebih dinamis dan kompetitif. Peningkatan daya saing nasional sangat penting bagi Indonesia untuk dapat bersaing dengan negara lain dalam situasi global dan regional yang semakin kompetitif.

Pemerintah Indonesia secara bertahap dan konsisten mendorong peningkatan daya saing melalui berbagai program pembangunan. Upaya pemerintah Indonesia dalam meningkatkan daya saing nasional ternyata sudah mulai memperlihatkan hasilnya. Global Competitiveness Index yang diraih oleh Indonesia untuk 2014- 2015 menunjukkan peningkatan yang cukup baik, yaitu naik menjadi peringkat ke-36.

Wacana tersebut menjadi pembahasan serius dalam acara

talkshow ‘MPR Goes To Campus’ di Aula Gedung Program Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya ( Unsri ), Palembang, Sumatra Selatan, Senin (24/11), dengan narasumber anggota MPR RI Fraksi PAN Viva Yoga Mauladi, Dekan Fakultas Ekonomi Unsri Prof. Dr. Taufiq Marwah, dan Dekan Fakultas Pertanian Unsri Dr. Ir. Erizal Sodikin, M.Sc., dengan moderator Kepala Biro Humas Sekretariat Jenderal MPR RI Yana Indrawan dan host Chintya Sari.

Berbicara soal daya saing Indonesia, Dekan Fakultas Ekonomi Unsri Prof. Dr. Taufiq Marwah mengatakan bahwa daya saing Indo- nesia artinya kita akan mencoba mengkomparasikan dan membandingkan antara kondisi Indonesia dan kondisi negara-negara lain. Demikian pula dengan daerah dan lingkup yang lebih kecil lagi seperti industri. Di Industri, kita juga akan memperbandingkan antar industri satu dengan industri lainnya

“Daya saing, menurut saya, terutama dilihat dari aspek sumber daya manusianya, dalam hal ini dari sisi pendidikan. Dari sisi pendidikan, kita akan memperbandingkan bagaimana sumber daya manusia yang ada antara satu daerah dengan daerah lainnya atau satu negara dengan negara lainnya. Namun, sangat disayangkan, di Indonesia sendiri penduduk yang mengenyam pendidikan tinggi hanya 10%. Itu masih sangat rendah,” ujarnya.

Maka dari itu, lanjutnya, untuk me- ningkatkan daya saing sumber daya manusia, dalam tiga tahun terakhir Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencoba untuk menambah daya tampung perguruan tinggi di masing-masing pro- gram studi. Hal tersebut adalah langkah yang diambil pemerintah untuk memberi kesempatan kepada putera-puteri bangsa untuk mengenyam pendidikan tinggi.

Sebenarnya, kurikulum yang sudah diterapkan, terutama untuk pendidikan tinggi, sudah mengacu kepada kurikulum yang sudah berlaku secara umum dan di dunia. Intinya, Indonesia sudah memiliki kurikulum yang setara dengan kurikulum yang ada di negara-negara yang pendidikan lebih maju dibanding Indonesia.

“Selain kurikulum, semua harus berpulang kepada sumbernya, yakni pendidik yang ada di masing masing perguruan tinggi. Memang saat ini banyak sekali kegiatan-kegiatan,

seperti memberikan program bea siswa untuk para dosen guna meningkatkan kemampuannya. Itu sudah dilakukan, tetapi kegiatan tersebut kadang masih terkendala dengan kurangnya pemerataan antara yang berada di luar Jawa dengan di Jawa. Saya rasa pemerintah harus memperhatikan hal tersebut,” terangnya.

Soal daya saing Indonesia, Dekan Fakultas Pertanian Unsri Dr. Ir. Erizal Sodikin, M.Sc., lebih menyorot kepada Global Com- petitiveness Index ( GCI ) yang diraih oleh Indonesia untuk 2014-2015 menunjukkan peningkatan yang cukup baik, yaitu naik menjadi peringkat ke-36. Menurutnya, GCI Indonesia memang berada di bawah negara-negara Asia, tapi dalam posisi di atas beberapa negara-negara di Asia juga.

“Maksud saya, dalam menyikapi GCI ini, Indonesia tidak perlu menjadi lemah atau

down. Saya melihatnya masih ada opportu- nity, masih ada kesempatan luas untuk kita

meraih level lebih baik. Di sisi lain, ada tantangan untuk menghadapi negara yang posisinya di atas kita,” terangnya.

Satu lagi yang penting, menurut Erizal, bangsa ini terutama para generasi muda In- donesia penerus bangsa harus mulai dari sekarang membuang jauh-jauh imej bahwa orang-orang Barat atau orang-orang bule itu pasti pintar. Kalau sudah imejnya begitu, bangsa Indonesia akan merasa semakin rendah dan tidak percaya diri di hadapan mereka dan mereka menjadi semakin percaya diri.

“Padahal, orang-orang bule biasa-basa saja. Ide-ide mereka biasa saja, kalau kita mau belajar dan percaya diri di hadapan mereka, kitapun masih lebih baik dari mereka. Ini yang selalu saya tanamankan pada anak- anak didik saya di kampus,” ungkapnya.

Berbicara soal daya saing, anggota MPR RI Fraksi PAN Viva Yoga Mauladi mengatakan bahwa salah satu daya dukung

unggulan untuk peningkatan daya saing bangsa, salah satunya adalah di infrastruktur. Infrastruktur sangat penting dan strategis. Infrastruktur yang baik akan memotong biaya transportasi, dan bisa dikembangkan untuk subsektor yang lain.

Soal daya saing bangsa, menurut Viva, Indonesia tidak harus terpaku dengan sumber daya alam. Berkaca kepada negara-

negara yang sudah unggul, titik tekan daya saing mereka ada pada inovasi dan kreatifitas sumber daya manusianya.

“Pengembangan infratruktur yang bagus dan masif, dampak positifnya adalah semakin berkurangnya disparitas ekonomi antar- daerah. Dengan bagusnya infrastruktur, diharapkan terjadi koneksitas yang lebih seimbang, lalu akan menghidupkan cluster- cluster atau sentra-sentra ekonomi yang memiliki potensi yang sesuai dengan basis di daerahnya,” pungkasnya.

Soal anggaran untuk mewujudkan itu semua, menurut Viva, tentu tidak hanya bergantung kepada APBN semata, harus ada konstribusi di luar negara yakni para inves- tor, para pengusaha yang memiliki niatan baik untuk membangun Indonesia ke depan. Untuk mencari para investor tersebut, kondisi usaha di Indonesia juga harus kondusif

Kondisi usaha kondusif tersebut adalah regulasi harus jelas, harus ada prinsip saling menguntungkan, kepastian hukum, dan pengembangan infrastruktur. Khusus untuk infrastruktur, selain menjadi tanggung jawab negara, para pelaku usaha juga seharusnya diberikan beban tanggung jawab untuk membantu beban negara dalam membangun infrastruktur.

GTC UIN Raden Fatah Palembang

Dalam dokumen no 12th viiidesember 2014 (Halaman 66-68)

Dokumen terkait