• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Landasan Teori dan Konsep .1Teori Fiscal Federalism

2.1.3 Dana Perimbangan

Dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 6, Pendapatan Asli Daerah bersumber dari: (1) pajak daerah, (2) retribusi daerah, (3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan (4) lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Dari keempat Sumber Pendapatan Asli Daerah tersebut, pajak merupakan sumber pendapatan terbesar bagi daerah (Olatunji, et al, 2009)

Pendapatan Asli Daerah diperoleh dengan sumber dari daerah itu sendiri, maka dalam pemanfaatannya lebih fleksibel. Semakin besar rasio Pendapatan Asli Daerah terhadap pengeluaran daerah yang disebut sebagai derajat kemandirian daerah, akan berdampak terhadap pengalokasian anggaran yang lebih banyak untuk publik. Salah satu komponen PAD adalah pajak daerah dimana pajak tersebut merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam penyelenggaran otonomi daerah (Feltensein dan Iwata, 2005). Syahril (2011) mengatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu sumber penerimaan yang harus dipacu pertumbuhannya secara berkesinambungan. Agar hal ini dapat dicapai, tentunya komponen-komponen yang berkaitan dengan itu harus ditindak lanjuti dengan cara memberikan pelayanan yang baik dan perbaikan-perbaikan fasilitas umum bagi masyarakat sehingga masyarakat dapat turut merasakan manfaat pajak yang dibayarkan.

2.1.3 Dana Perimbangan

Menurut UU Nomor 33 Tahun 2004, Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana

21

Perimbangan mempunyai tujuan untuk mengurangi kesenajangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah maupun antar pemerintah daerah.

Menurut Saragih (2003), Dana perimbangan yang merupakan bentuk dari perimbangan pusat dan daerah diimplementasikan melalui tiga pendekatan, yaitu: presentase (by percentage), formula (by formula), dan berdasarkan kebutuhan yang bersifat khusus atau insidental (by specific need). Pendekatan persentase adalah strategi yang paling baik untuk menciptakan keadilan bagi semua daerah, artinya daerah yang potensial dari sudut ekonomi dan SDA maka wajar jika daerah tersebut mendapatkan bagian pendapatan (share) yang relatif lebih besar dibandingkan daerah yang tidak memiliki potensi SDA (bukan daerah penghasil). Pendekatan formula bertujuan untuk mendekati pembagian yang relatif objektif sesuai dengan kondisi terakhir daerah. Sedangkan pendekatan khusus untuk menanggulangi pengeluaran daerah yang disebabkan oleh suatu keadaan tertentu.

Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 159 dan UU Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 10 Ayat 1, Dana Perimbangan terdiri atas:

1) Dana Alokasi Umum (DAU)

Menurut UU Nomor 33 Tahun 2004, Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka desentralisasi. DAU berperan dalam pemerataan horizontal (horizontal equalization) dengan cara menutup celah fiskal (fiscal gap) yang berada diantara kebutuhan fiskal dan potensi ekonomi yang dimiliki daerah. DAU sering disebut dengan bantuan tak bersyarat (unconditional grants) karena

22

merupakan jenis transfer antar tingkat pemerintah yang tidak terikat dengan program pengeluaran tertentu (Ardiansyah, dkk., 2014).

Selanjutnya dalam UU Nomor 33 Tahun 2004, DAU untuk suatu Daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal merupakan selisih antara kapasitas fiskal daerah/potensi daerah (fiscal capacity) dan kebutuhan fiskal Daerah (fiscal need). Sedangkan alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah. Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar tetapi kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil. Sebaliknya, daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskal besar akan memperoleh alokasi DAU relatif besar. Secara implisit prinsip tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai faktor pemerataan kapasitas fiskal.

Kebutuhan fiskal Daerah merupakan kebutuhan pendanaan Daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum. Setiap kebutuhan pendanaan diukur secara berturut-turut dengan jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, Produk Domestik Regional Bruto per kapita, dan Indeks Pembangunan Manusia (Mardiasmo, 2002).

2) Dana Alokasi Khusus (DAK)

Menurut UU Nomor 33 Tahun 2004, Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. DAK atau specifict grants merupakan jenis transfer yang memiliki persyaratan tertentu yang terkait di dalam

23

bantuan tersebut. Bentuk transfer pemerintah pusat ini diberikan untuk mendorong pemerintah daerah dalam menambah barang dan jasa publik tertentu sesuai dengan program pemerintah pusat, tanpa harus membebani pembiayaan dari pemerintah daerah (Mardiasmo, 2002).

Berdasarkan Undang-undang No. 33 Tahun 2004 DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN. Kegiatan khusus yang dimaksud diatas adalah: (1) kegiatan dengan kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan rumus alokasi umum, dalam pengertian kebutuhan suatu daerah tidak sama dengan kebutuhan daerah lain, misalnya kebutuhan di kawasan transmigrasi, kebutuhan beberapa jenis investasi/prasarana baru, pembangunan jalan di kawasan terpencil, serta saluran irigasi primer, dan (2) Kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.

3) Dana Bagi Hasil (DBH)

Menurut UU Nomor 33 Tahun 2004, Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka presentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Tujuan utama dari DBH adalah untuk mengurangi ketimpangan fiskal vertikal.

DBH bersumber dari pajak dan sumber daya alam. DBH yang bersumber dari pajak terdiri atas: (1) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), (2) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan (3) Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25 dan pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri dan PPh pasal 21.

24

Sedangkan DBH yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari: (1) Kehutanan, (2) Pertambangan Umum, (3) Perikanan, (4) Pertambangan Minyak Bumi, (5) Pertambangan Gas Bumi, dan (6) Pertambangan Panas Bumi. Perimbangan dalam bentuk prosentase ini dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah nomor: 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Untuk DBH PBB, 10% (sepuluh persen) bagian Pemerintah dari penerimaan PBB dibagikan kepada seluruh daerah kabupaten dan kota yang didasarkan atas realisasi penerimaan PBB tahun anggaran berjalan, dengan imbangan sebagai berikut: 65% (enam puluh lima persen) dibagikan secara merata kepada seluruh daerah kabupaten/kota dan 35% (tiga puluh lima persen) dibagikan sebagai insentif kepada daerah kabupaten dan kota yang realisasi tahun sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan sektor tertentu (Badrudin, 2011).

Penerimaan Kehutanan yang berasal dari penerimaan Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk Daerah. Penerimaan Pertambangan Umum yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan, dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk Daerah. Penerimaan Pertambangan Umum terdiri atas Penerimaan Iuran Tetap (Land-rent); dan Penerimaan Iuran Eksplorasi dan Iuran Eksploitasi (Royalti). Penerimaan Perikanan yang diterima secara nasional dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh

Dokumen terkait