• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Darah

8.87 18.41 53.55 61.42 20.68 34.60 16.33 (Jaya 2005). 2.5. Darah

Darah adalah suatu jaringan kompleks yang berisi banyak sel khusus dan berperan sebagai sarana pengangkut dalam proses homeostatik dalam fungsi fisiologis (Eckert dan Randall 1983). Darah terdiri dari bagian padatan yang terdiri dari sel-sel dan bagian cairan yang disebut plasma. Warna merah pada darah segar disebabkan oleh adanya hemoglobin dalam eritrosit. Pada mamalia, sel darah secara aktif dihasilkan di dalam rongga sumsum tulang seluruh tulang (Ganong 2001). Elemen-elemen darah meliputi butir darah merah, butir darah putih dan keping darah (Frandson 1992). Adapun gambaran nilai darah normal anjing dapat dilihat dalam Tabel 3.

Tabel 3. Nilai normal darah anjing

Parameter Range* Rata-rata* Rata-rata**

Eritrosit (106/µl) Hemoglobin (g/dl) Hematokrit (%) MCV (fl) MCH (pg) MCHC (%) Leukosit (/µl) Neutrofil (Band) (/µl) Neutrofil (matur) (/µl) Limfosit (/µl) Monosit (/µl) Eosinifil (/µl) Basifil (/µl) Trombosit (105/µl) 5.5-8.5 12-18 37-55 60-77 19.5-24,5 32-36 6,000-17,000 0-300 3,000-11,500 1,000-4,800 150-1,350 100-1,250 Rate 2-5 6.8 15 45 70 22.8 34 11,500 70 7,000 2,800 750 550 0 3 7.21 14.80 45.97 63.96 20.65 32.61 - - - - - - - -

(*) Schalm (1971) dan (**) Jaya (2005)

Secara umum darah memiliki fungsi sebagai pembawa nutrien dari saluran pencernaan menuju ke jaringan tubuh dan membawa karbon dioksida dari jaringan ke paru-paru serta membawa produk buangan dari berbagai jaringan menuju ke ginjal untuk diekskresikan. Selain itu darah juga membawa hormon dari kelenjar endokrin ke organ-organ lain di dalam tubuh, berperan dalam pengendalian suhu, mempertahankan keseimbangan air, dan berperan dalam sistem bufer, seperti bikarbonat di dalam darah yang membantu mempertahankan pH yang konstan pada jaringan dan cairan tubuh, berperan dalam penggumpalan atau pembekuan darah dalam mencegah terjadinya kehilangan darah yang berlebihan pada waktu luka dan mengandung faktor-faktor penting untuk pertahanan tubuh terhadap penyakit (Frandson 1992 ).

Volume total darah mamalia umumnya berkisar antara 7-8 % dari berat badan, sedangkan plasma darah antara 45-65 % dari seluruh isi darah (Brown dan Dellmann 1989). Menurut Frandson (1992) secara umum volume darah anjing

7,2% dari berat badan. Volume darah sangat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, ras (breed), emosi, serta latihan yang berlebihan (Banks 1986).

2.5.1. Eritropoiesis

Eritropoiesis merupakan proses pembentukan dan pelepasan butir darah merah dari sumsum tulang. Eritropoiesis akan meningkat bila terjadi perdarahan atau hipoksia dimana penurunan oksigen ini akan merangsang ginjal untuk melepaskan enzim eritrogenin (erythrogenin) yang akan mengaktifkan eritropoietinogen sebagai prekusor dalam pembentukan eritropoietin dan sebaliknya bila terjadi peningkatan volume butir darah merah akibat transfusi maka ada penurunan aktivitas eritropoietik dalam sumsum tulang. Eritropoiesis ini sangat dipengaruhi oleh hormon eritropoietin. Di dalam sumsum tulang,

eritropoietin akan meningkatkan jumlah stem cell (sel bakal). Stem cell ini kemudian menjadi prekusor butir darah merah dan akhirnya menjadi butir darah merah (Ganong 2001). Ginjal merupakan tempat utama diproduksinya eritropoietin, sedangkan target utamanya adalah sumsum tulang (Schalm dan Carrol 1975). Eritropoietin dibentuk juga di hati pada masa janin dan neonatus dan oleh sel-sel intertisial dijaringan kapiler peritubulus ginjal dan oleh hepatosit perivena di hati pada saat hewan dewasa (Meyer et al. 1992). Didalam sirkulasi darah eritropoeitin memiliki waktu paruh sekitar 5 jam, namun eritropoeitin dapat meningkatkan butir darah merah setelah 2-3 hari dalam tubuh (Ganong 2001).

Eritropoietin akan terlihat di dalam plasma dalam waktu satu jam setelah hipoksia. Sumsum tulang memerlukan waktu tiga hari sejak mulainya hipoksia untuk memproduksi butir-butir darah merah untuk dituangkan ke dalam sirkulasi darah. Mekanisme eritropoiesis akan berakhir pada saat keadaan hipoksia di dalam sel berhenti. Jadi konsentrasi butir darah merah dikontrol oleh mekanisme umpan balik negatif. Apabila penyebab hipoksia dihilangkan, kelebihan butir darah merah akan dikurangi melalui atrisi (pelemahan) dan degenerasi normal setelah lebih kurang 120 hari tanpa penggantian (Frandson 1992). Selain karena hipoksia sekresi eritropoeitin dapat dirangsang oleh garam-garam kobalt, androgen, adenosin, dan protein hem dalam bentuk dioksi. Sekresi eritropoeitin

dapat dihambat oleh protein hem dalam bentuk oksi dan antagonis adenosin teofilin (Ganong 2001).

Pembentukan butir darah merah pada masa fetus terjadi di hati, limfa, dan limfonodus, sedangkan pada hewan dewasa terjadi di dalam sumsum tulang. Proses pembentukan butir darah merah meliputi pembelahan dan perubahan morfologi sel yang terdiri dari beberapa stadium dimulai dari rubiblas, prorubrisit, rubisit, dan metarubrisit. Stadium akhir diperlihatkan dengan adanya pembentukan butir darah merah dekat dinding sinus (Brown dan Dellmann 1989).

Rubiblas atau disebut dengan pronormoblast, merupakan sel yang paling awal atau sel muda yang berbentuk lonjong dengan diameter 20-24 µm. Sel ini berinti bulat berwarna ungu pucat yang disertai jalinan kromatin berbentuk jala dan nukleolus (Brown dan Dellmann 1989).

Prorubrisit disebut juga normoblas awal atau basofilik normoblast, sel ini mirip dengan rubiblas tetapi inti kromatinnya sudah mulai berkondensasi dan tidak memiliki cincin nukleolus. Sel ini memiliki diameter 14 sampai 19 µm. Sitoplasma pada sel ini sudah mulai mengandung hemoglobin sehingga warnanya sedikit kemerah-merahan (Brown dan Dellmann 1989).

Polikromatik normoblast atau rubisit polikromatik, sel ini berdiameter 18 sampai 10 µm yang memiliki nukleus kasar dan gelap dengan kromatin mengelompok. Sitoplasma sudah mulai mengandung hemoglobin sehingga terlihat warna merah kebiru-biruan. Aspek polikromasia terjadi karena adanya campuran residu sitoplasma basofil (RNA) dengan hemoglobin yang berwarna oranye (Brown dan Dellmann 1989).

Metarubrisit atau disebut ortokromatik normoblas, sel ini berdiameter 6 sampai 9 µm. Sebagian intinya pecah dan sitoplasmanya berwarna merah karena banyak mengandung hemoglobin. Setelah inti sel hilang mengakibatkan sitoplasma berwarna biru lumpur karena residu RNA dan sel ini disebut retikulosit atau butir darah merah polikrom (Brown dan Dellmann 1989).

2.5.2. Butir Darah Merah (eritrosit)

Butir darah merah merupakan sel-sel berdiameter rata-ratanya sebesar 7,5 µm, berbentuk cakram bikonkaf dengan pinggiran sirkuler yang tebalnya 1,5

µm dan pusatnya yang tipis. Cakram bikonkaf tersebut mempunyai permukaan yang relatif luas untuk pertukaran oksigen melintasi membran sel (Frandson 1992). Butir darah merah vertebrata dewasa tidak berinti dan kehilangan intinya selama proses pematangan yang berlangsung sebelum memasuki peredaran darah (Ganong 2001). Butir darah merah yang sudah matang pada mamalia berisi 65 % cairan dan 35 % padatan yang mengandung protein. Padatan ini 95 % digunakan dalam proses pembentukan hemoglobin (Colville dan Joanna 2002). Secara normal butir darah merah mamalia memiliki daya hidup dalam sirkulasi tubuh berkisar antara 120 hari (Brown dan Dellmann1989).

Butir darah merah anjing memiliki diameter 7 µm dan merupakan ukuran yang paling besar dibandingkan hewan peliharaan lainnya. Dengan ukuran diameter yang besar menyebabkan jumlah butir darah merah lebih rendah dibandingkan hewan peliharaan lainnya. Selain dari ukuran diameter sel, faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi jumlah butir darah merah adalah breed, kondisi nutrisi, aktivitas fisik dan umur (Brown dan Dellmann 1989).

Butir darah merah memiliki fungsi dalam pengangkutan oksigen ke jaringan dan membawa karbondioksida (CO2) dari jaringan pada tubuh karena adanya hemoglobin didalam butir darah merah (Colville dan Joanna 2002). Tekanan oksigen yang tinggi, temperatur yang rendah dan pH yang tinggi dalam kapiler paru-paru menyebabkan pembentukan oxyhemoglobin. Sebaliknya pada kondisi tekanan oksigen rendah, temperatur yang tinggi dan pH yang rendah di jaringan menyebabkan pelepasan oksigen dari hemoglobin (Ganong 2001).

2.5.3. Hemoglobin

Hemoglobin adalah gabungan protein yang dibentuk dari heme dan globin (Colville dan Joanna 2002). Heme dan globin tersebut diproduksi dalam butir darah merah matur. Hemoglobin terdiri dari empat subunit yang setiap subunitnya mengandung satu bagian heme yang berkonjugasi dengan polipeptida. Heme adalah suatu derivat porfirin yang mengandung besi yang disintesis dari glisin dan succinyl-KoA dalam molekul hemoglobin. Sintesa heme berlangsung didalam mitrokondria yang terjadi secara bertahap. Sedangkan globin merupakan bagian dari protein dan diproduksi oleh lisosom (Ganong 2001).

Menurut Rastogi (1977), hemoglobin diproduksi oleh butir darah merah yang disintesis dari asam asetik dan glysin yang menghasilkan porfirin. Porfirin ini kemudian bergabung dengan besi yang menghasilkan molekul heme. Empat molekul heme menggabungkan dengan satu molekul globin yang menghasilkan hemoglobin.

Asam asetik + glisin → porphyrin Porfirin + besi → heme 4 heme + 1 globin → hemoglobin Skema tahap pembentukan hemoglobin (Rastogi 1977)

Seperti yang telah dijelaskan pada Gambar 1 diatas, bahwa salah satu sumber pembentuk hemoglobin yaitu zat besi asal makanan yang diserap melalui sel-sel epitel mukosa duodenal. Zat besi masuk ke kapiler darah di dalam mukosa dan sebagian besar akan bergabung dengan transferin β-globulin menuju ke sumsum tulang untuk menjadi bagian dari molekul heme dalam pembentukan eritrosit dan sebagian kecilnya digunakan untuk membentuk mioglobin di dalam otot. Sekitar 25% zat besi bergabung dengan apoferitin di dalam sel-sel jaringan membentuk feritin, yang merupakan bentuk cadangan sementara dari zat besi di dalam hati dan limpa (Frandson 1992).

Hemoglobin merupakan pigmen merah dalam butir darah merah yang membawa oksigen (Dickerson dan Geis 1983). Menurut Rastogi (1977), hemoglobin mengikat oksigen untuk membentuk oksihemoglobin di dalam paru-paru. Oksigen tersebut akan memisahkan diri dengan hemoglobin ketika darah sudah sampai pada jaringan tubuh. Setelah oksigen lepas dari hemoglobin warna darah akan menjadi biru.

Secara fisiologis hemoglobin didalam tubuh memiliki dua bentuk yang akan berhubungan dengan fungsinya. Pertama oksihemoglobin yaitu bentuk hemoglobin yang dapat mengikat O2 sehingga berfungsi dalam membawa oksigen, dimana setiap molekul oksigen bergabung dengan molekul besi dalam bentuk ferro (Fe++) dan kedua deoksihemoglobin yaitu yang tidak dapat mengikat O2. Afinitas hemoglobin terhadap oksigen dipengaruhi oleh pH, suhu, dan

konsentrasi 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG) dalam butir darah merah (Colville dan Joanna 2002).

Tekanan oksigen yang tinggi, suhu yang rendah dan pH yang tinggi menyebabkan meningkatnya afinitas hemoglobin terhadap oksigen sehingga terbentuk oxyhemoglobin. Sebaliknya pada kondisi tekanan oksigen rendah, suhu yang tinggi dan pH yang rendah menyebabkan menurunnya afinitas hemoglobin terhadap oksigen (Ganong 2001).

2,3-DPG banyak terdapat di dalam butir darah merah dan merupakan hasil glikolisis dalam butir darah merah. Peningkatan konsentrasi 2,3-DPG dalam butir darah merah akan menurunkan afinitas hemoglobin terhadap oksigen. Konsentrasi 2,3-DPG akan menurun bila pH darah rendah. Hal ini dapat terjadi dalam keadaan asidosis dimana proses glikolisis dalam butir darah merah terhambat. Asidosis terjadi karena adanya overproduksi dari asam atau kehilangan bikarbonat dari tubuh dengan jumlah besar, seperti pada kasus hewan yang mengalami diare parah. Peningkatan konsentrasi 2,3-DPG dalam butir darah merah akan menyebabkan anemia dan pada beberapa penyakit yang dapat menimbulkan hipoksia kronis (Ganong 2001).

Didalam tubuh janin kandungan O2 lebih besar, hal ini karena afinitas hemoglobin janin terhadap O2 lebih tinggi dibandingkan hemoglobin dewasa dikarenakan sukarnya rantai polipeptida pada hemoglobin janin untuk mengikat 2,3-DPG. Hal ini mempermudah perpindahan O2 dari sikulasi induk ke sirkulasi janin (Ganong 2001).

2.5.4. Hematokrit

Hematokrit adalah suatu ukuran yang mewakili volume butir darah merah di dalam 100 ml darah. Dalam pengukuran nilai hematokrit, darah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu butir darah merah bagian dasar, leukosit dan trombosit yang merupakan lapisan berwarna putih (buffy coat) dan plasma darah pada bagian paling atas. Nilai hematokrit pada mamalia berkisar antara 35-45% dan pada anjing bekisar antara 37-55% (Schalm 1971).

Dokumen terkait