GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN
(
Canis familiaris
) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN
KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN
(
Canis familiaris
) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN
KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Penelitian : Gambaran Darah Anjing Kampung Jantan (Canis familiaris) Umur 3 sampai 7 Bulan.
Nama Mahasiswa : Kresna Nurdin Nunu Nugraha Nomor Pokok : B04103133
Disetujui,
Dr. drh. Aryani S Satyaningtijas, M.Sc. Dr. drh. Agik Suprayogi, M.Sc. Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui,
Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
ABSTRAK
KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA. Gambaran Darah Anjing Kampung Jantan (Canis Familiaris) Umur 3 sampai 7 Bulan. Dibawah bimbingan ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS dan AGIK SUPRAYOGI.
Meningkatnya penggunaan anjing kampung sebagai hewan peliharaan dan hewan percobaan dalam suatu penelitian tentunya memerlukan suatu parameter acuan yang bersumber dari hewan yang sejenis. Sampai saat ini masih sangat terbatas parameter acuan mengenai jumlah butir darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit dan indeks butir darah merah anjing kampung. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran butir darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit dan indeks butir darah merah anjing kampung yang sedang tumbuh dan berkembang. Pengukuran gambaran darah tersebut dilakukan pada tujuh ekor anjing kampung jantan yang berasal dari induk yang sama, dimulai dari umur tiga bulan sampai tujuh bulan. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi Medis, Bagian Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi-Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor selama 5 bulan dari Maret sampai Juli 2006. Hasil penelitian menunjukan bahwa data fisiologis darah untuk jumlah butir darah merah, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit secara statistik mengalami perubahan yang nyata (P<0,05) seiring pertambahan bobot badan dan umur anjing dengan persentase peningkatan butir darah merah 45,75%, hemoglobin 89.60% dan hematokrit 63,25% dari ketika anjing berumur tiga sampai dengan tujuh bulan. Indeks butir darah merah mengalami perubahan seiring berubahnya jumlah butir darah merah, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit.
RINGKASAN
KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA. Gambaran Darah Anjing Kampung Jantan (Canis familiaris) Umur 3 sampai 7 Bulan. Dibawah bimbingan ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS dan AGIK SUPRAYOGI.
Meningkatnya penggunaan anjing kampung sebagai hewan peliharaan dan hewan percobaan dalam suatu penelitian tentunya memerlukan suatu parameter acuan yang bersumber dari hewan yang sejenis. Sampai saat ini masih sangat terbatas parameter acuan mengenai jumlah butir darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit dan indeks butir darah merah anjing kampung. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran butir darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit dan indeks butir darah merah anjing kampung yang sedang tumbuh dan berkembang dari umur 3 sampai 7 bulan.
Metode penghitungan untuk butir darah merah dilakukan dengan menggunakan kamar hitung Neaubeaur. Metode analisis untuk kadar hemoglobin dilakukan dengan metode Sahli. Metode penghitungan untuk nilai hematokrit dilakukan dengan menggunakan mikrokapiler hematokrit. Metode indeks BDM dilakukan dengan menggunakan penghitungan MCV, MCH dan MCHC. Metode analisis data untuk ke empat parameter tersebut dilakukan dengan menggunakan uji ANOVA dan uji Duncan’s multipe range test digunakan untuk mengetahui perbedaan antara nilai probabilitas kurang dari 0,05 (P<0,05) diterima sebagai berbeda nyata.
Berdasarkan hasil pengamatan secara umum jumlah butir darah merah mengalami peningkatan sejalan meningkatnya umur anjing. Pada umur 3 bulan rataan jumlah butir darah merah sebesar 3.89 juta/mm³. Jumlah ini terus mengalami peningkatan sampai umur 7 bulan dengan jumlah rataan sebesar 5.67 juta/mm³. Persentase peningkatan butir darah merah dari umur 3 bulan sampai umur 7 bulan kurang lebih mencapai 45,75 % dan jumlah butir darah merah akan terus meningkat sampai mencapai jumlah yang stabil. Hasil analisis uji anova dan uji Duncan’s multipe range tes menunjukan jumlah butir darah merah antara anjing umur 3 bulan dengan anjing umur 7 bulan menunjukkan nilai berbeda nyata (P<0,05).
Peningkatan jumlah butir darah dimungkinkan karena organ pembentuk darah mulai aktif bekerja membentuk butir darah merah dalam memenuhi kebutuhan tubuhnya seiring dengan meningkatnya umur anjing tersebut dan secara statistik profil peningkatan jumlah butir darah merah anjing pada umur yang sama memiliki pola yang sama dengan peningkatan kadar hemoglobin dan hematokrit.
Berdasarkan hasil pengamatan, rataan nilai hematokrit dalam persen (%) secara umum mengalami peningkatan sejalan meningkatnya umur anjing. Pengamatan bulan pertama pada umur 3 bulan rataan nilai hematokrit sebesar 20,96 % dan rataan nilai hematokrit setiap bulannya sampai umur 7 bulan cenderung mengalami peningkatan. Rataan nilai hematokrit pada umur 7 bulan sebesar 34.41 %. Persentase peningkatan nilai hematokrit dari umur 3 bulan sampai dengan 7 bulan yaitu sebesar 63.25 %. Hasil analisis uji anova dan uji Duncan’s multipe range tes menunjukan nilai hematokrit antara anjing umur 3 bulan dengan anjing umur 7 bulan menunjukkan nilai berbeda nyata (P<0,05).
Peningkatan nilai hematokrit dikarenakan adanya peningkatan jumlah butir darah merah dan secara statistik profil peningkatan nilai hematokrit anjing pada umur yang sama memiliki pola yang sama dengan peningkatan jumlah butir darah merah.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 17 September 1984 dari Ayah Ihwan Nurdin dan Ibu Siti Masitoh. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Cijelag di Sumedang pada tahun 1998, kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Tomo, Sumedang dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2003 penulis menyelesaikan studi dari SMU 1 Tomo, Sumedang. Pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Program studi yang dipilih penulis adalah Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena hanya atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Judul yang dipilih dalam penelitian pada Bulan Februari sampai Juni 2006 ini adalah Gambaran Butir Darah Merah, Hemoglobin, Hematokrit, dan Indeks BDM Anjing Kampung Jantan Umur 3 sampai 7 Bulan. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi Medis, Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi. Fakultas Kedokteran Hewan, Intitut Pertanian Bogor, Jawa Barat.
Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari peran serta berbagai pihak, baik saat pelaksanaan maupun penulisan. Karena itu pada kesempatan ini penulis merasa berkewajiban untuk mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ayah dan Ibu yang selalu mendoakan, membimbing, memberikan semangat dan merestui setiap langkah penulis, serta kakak dan adik atas dorongan moril sebagai satu ikatan keluarga.
2. Dr. drh. Aryani Sismin Satyaningtijas, M.Sc, sebagai pembimbing pertama yang dengan sabar memberikan bimbingan kepada penulis dalam proses menyelesaikan skripsi ini.
3. Dr. drh. Agik Suprayogik, M.Sc, selaku pembimbing kedua yang telah dengan sabar memberikan arahan dalam penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
4. Drh. Huda S Darusman, selaku dosen pembimbing lapangan yang selalu memberikan pengarahan selama penelitian ini dilaksanakan.
5. Dr. drh. Deni Noviana, selaku dosen penguji yang bersedia menyempatkan waktunya untuk menilai dan memberikan masukan dalam skripsi ini.
6. Pegawai laboratorium Fisiologi, Dept. Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi dan mas Joni yang telah menyediakan fasilitas yang dibutuhkan penulis selama pelaksanaan penelitian.
7. Setiap insan yang telah singgah dalam kehidupan saya dan mewarnainya serta menjadikan hidup jadi penuh warna dan makna.
Akhirnya, penulis mendoakan semoga Allah SWT memberikan rahmat dan kurnia-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan masukan kepada penulis. Semoga apa yang telah dituangkan dalam skripsi ini akan berguna bagi ilmu pengetahuan dan pendidikan.
Bogor, Agustus 2007 Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN... xi
I. PENDAHULUAN... 1
2.2. Karakteristik Biologis Anjing... 4
2.3. Anjing Sebagai Hewan Coba... 5
2.4. Gambaran Darah Anjing Kampung dari Penelitian Terdahulu... 5
2.5. Darah... 6
2.6.3 Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)... 14
III. BAHAN DAN METODE... 15
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian... 15
3.2. Tahap Persiapan dan Adaptasi... 15
GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN
(
Canis familiaris
) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN
KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN
(
Canis familiaris
) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN
KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Penelitian : Gambaran Darah Anjing Kampung Jantan (Canis familiaris) Umur 3 sampai 7 Bulan.
Nama Mahasiswa : Kresna Nurdin Nunu Nugraha Nomor Pokok : B04103133
Disetujui,
Dr. drh. Aryani S Satyaningtijas, M.Sc. Dr. drh. Agik Suprayogi, M.Sc. Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui,
Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
ABSTRAK
KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA. Gambaran Darah Anjing Kampung Jantan (Canis Familiaris) Umur 3 sampai 7 Bulan. Dibawah bimbingan ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS dan AGIK SUPRAYOGI.
Meningkatnya penggunaan anjing kampung sebagai hewan peliharaan dan hewan percobaan dalam suatu penelitian tentunya memerlukan suatu parameter acuan yang bersumber dari hewan yang sejenis. Sampai saat ini masih sangat terbatas parameter acuan mengenai jumlah butir darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit dan indeks butir darah merah anjing kampung. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran butir darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit dan indeks butir darah merah anjing kampung yang sedang tumbuh dan berkembang. Pengukuran gambaran darah tersebut dilakukan pada tujuh ekor anjing kampung jantan yang berasal dari induk yang sama, dimulai dari umur tiga bulan sampai tujuh bulan. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi Medis, Bagian Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi-Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor selama 5 bulan dari Maret sampai Juli 2006. Hasil penelitian menunjukan bahwa data fisiologis darah untuk jumlah butir darah merah, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit secara statistik mengalami perubahan yang nyata (P<0,05) seiring pertambahan bobot badan dan umur anjing dengan persentase peningkatan butir darah merah 45,75%, hemoglobin 89.60% dan hematokrit 63,25% dari ketika anjing berumur tiga sampai dengan tujuh bulan. Indeks butir darah merah mengalami perubahan seiring berubahnya jumlah butir darah merah, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit.
RINGKASAN
KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA. Gambaran Darah Anjing Kampung Jantan (Canis familiaris) Umur 3 sampai 7 Bulan. Dibawah bimbingan ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS dan AGIK SUPRAYOGI.
Meningkatnya penggunaan anjing kampung sebagai hewan peliharaan dan hewan percobaan dalam suatu penelitian tentunya memerlukan suatu parameter acuan yang bersumber dari hewan yang sejenis. Sampai saat ini masih sangat terbatas parameter acuan mengenai jumlah butir darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit dan indeks butir darah merah anjing kampung. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran butir darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit dan indeks butir darah merah anjing kampung yang sedang tumbuh dan berkembang dari umur 3 sampai 7 bulan.
Metode penghitungan untuk butir darah merah dilakukan dengan menggunakan kamar hitung Neaubeaur. Metode analisis untuk kadar hemoglobin dilakukan dengan metode Sahli. Metode penghitungan untuk nilai hematokrit dilakukan dengan menggunakan mikrokapiler hematokrit. Metode indeks BDM dilakukan dengan menggunakan penghitungan MCV, MCH dan MCHC. Metode analisis data untuk ke empat parameter tersebut dilakukan dengan menggunakan uji ANOVA dan uji Duncan’s multipe range test digunakan untuk mengetahui perbedaan antara nilai probabilitas kurang dari 0,05 (P<0,05) diterima sebagai berbeda nyata.
Berdasarkan hasil pengamatan secara umum jumlah butir darah merah mengalami peningkatan sejalan meningkatnya umur anjing. Pada umur 3 bulan rataan jumlah butir darah merah sebesar 3.89 juta/mm³. Jumlah ini terus mengalami peningkatan sampai umur 7 bulan dengan jumlah rataan sebesar 5.67 juta/mm³. Persentase peningkatan butir darah merah dari umur 3 bulan sampai umur 7 bulan kurang lebih mencapai 45,75 % dan jumlah butir darah merah akan terus meningkat sampai mencapai jumlah yang stabil. Hasil analisis uji anova dan uji Duncan’s multipe range tes menunjukan jumlah butir darah merah antara anjing umur 3 bulan dengan anjing umur 7 bulan menunjukkan nilai berbeda nyata (P<0,05).
Peningkatan jumlah butir darah dimungkinkan karena organ pembentuk darah mulai aktif bekerja membentuk butir darah merah dalam memenuhi kebutuhan tubuhnya seiring dengan meningkatnya umur anjing tersebut dan secara statistik profil peningkatan jumlah butir darah merah anjing pada umur yang sama memiliki pola yang sama dengan peningkatan kadar hemoglobin dan hematokrit.
Berdasarkan hasil pengamatan, rataan nilai hematokrit dalam persen (%) secara umum mengalami peningkatan sejalan meningkatnya umur anjing. Pengamatan bulan pertama pada umur 3 bulan rataan nilai hematokrit sebesar 20,96 % dan rataan nilai hematokrit setiap bulannya sampai umur 7 bulan cenderung mengalami peningkatan. Rataan nilai hematokrit pada umur 7 bulan sebesar 34.41 %. Persentase peningkatan nilai hematokrit dari umur 3 bulan sampai dengan 7 bulan yaitu sebesar 63.25 %. Hasil analisis uji anova dan uji Duncan’s multipe range tes menunjukan nilai hematokrit antara anjing umur 3 bulan dengan anjing umur 7 bulan menunjukkan nilai berbeda nyata (P<0,05).
Peningkatan nilai hematokrit dikarenakan adanya peningkatan jumlah butir darah merah dan secara statistik profil peningkatan nilai hematokrit anjing pada umur yang sama memiliki pola yang sama dengan peningkatan jumlah butir darah merah.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 17 September 1984 dari Ayah Ihwan Nurdin dan Ibu Siti Masitoh. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Cijelag di Sumedang pada tahun 1998, kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Tomo, Sumedang dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2003 penulis menyelesaikan studi dari SMU 1 Tomo, Sumedang. Pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Program studi yang dipilih penulis adalah Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena hanya atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Judul yang dipilih dalam penelitian pada Bulan Februari sampai Juni 2006 ini adalah Gambaran Butir Darah Merah, Hemoglobin, Hematokrit, dan Indeks BDM Anjing Kampung Jantan Umur 3 sampai 7 Bulan. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi Medis, Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi. Fakultas Kedokteran Hewan, Intitut Pertanian Bogor, Jawa Barat.
Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari peran serta berbagai pihak, baik saat pelaksanaan maupun penulisan. Karena itu pada kesempatan ini penulis merasa berkewajiban untuk mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ayah dan Ibu yang selalu mendoakan, membimbing, memberikan semangat dan merestui setiap langkah penulis, serta kakak dan adik atas dorongan moril sebagai satu ikatan keluarga.
2. Dr. drh. Aryani Sismin Satyaningtijas, M.Sc, sebagai pembimbing pertama yang dengan sabar memberikan bimbingan kepada penulis dalam proses menyelesaikan skripsi ini.
3. Dr. drh. Agik Suprayogik, M.Sc, selaku pembimbing kedua yang telah dengan sabar memberikan arahan dalam penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
4. Drh. Huda S Darusman, selaku dosen pembimbing lapangan yang selalu memberikan pengarahan selama penelitian ini dilaksanakan.
5. Dr. drh. Deni Noviana, selaku dosen penguji yang bersedia menyempatkan waktunya untuk menilai dan memberikan masukan dalam skripsi ini.
6. Pegawai laboratorium Fisiologi, Dept. Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi dan mas Joni yang telah menyediakan fasilitas yang dibutuhkan penulis selama pelaksanaan penelitian.
7. Setiap insan yang telah singgah dalam kehidupan saya dan mewarnainya serta menjadikan hidup jadi penuh warna dan makna.
Akhirnya, penulis mendoakan semoga Allah SWT memberikan rahmat dan kurnia-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan masukan kepada penulis. Semoga apa yang telah dituangkan dalam skripsi ini akan berguna bagi ilmu pengetahuan dan pendidikan.
Bogor, Agustus 2007 Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN... xi
I. PENDAHULUAN... 1
2.2. Karakteristik Biologis Anjing... 4
2.3. Anjing Sebagai Hewan Coba... 5
2.4. Gambaran Darah Anjing Kampung dari Penelitian Terdahulu... 5
2.5. Darah... 6
2.6.3 Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)... 14
III. BAHAN DAN METODE... 15
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian... 15
3.2. Tahap Persiapan dan Adaptasi... 15
3.4. Bahan dan Peralatan... 17
3.5. Parameter yang diamati... 17
3.6. Metode Penelitian... 17
3.6.1 Jumlah Butir Darah Merah (BDM)... 17
3.6.2 Hemoglobin... 18
3.6.3 Hematokrit... 18
3.6.4 Indeks BDM... 18
3.7. Analisis Data... 18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 19
4.1. Bobot Badan... 20
4.2. Butir Darah Merah (eritrosit)... 22
4.3. Hemoglobin... 24
4.4. Hematokrit... 26
4.5. Indeks BDM... 28
4.5.1 Mean Corpuscular Volume (MCV)... 28
4.5.2 Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH)... 30
4.5.3 Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)... 31
V. KESIMPULAN DAN SARAN... 35
5.1. Kesimpulan... 35
5.2. Saran... 35
DAFTAR PUSTAKA... 36
LAMPIRAN... 37
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Data biologis anjing secara umum... 4
Tabel 2. Gambaran darah anjing kampung berdasarkan kelompok
umur... 6
Tabel 3. Nilai normal darah anjing... 7
Tabel 4. Protokol penelitian... 16
Tabel 5. Rataan bobot badan dan nilai hematologi anjing kampung jantan pada umur 3 sampai 7 bulan... 19
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Anjing yang menjalani masa adaptasi di Kandang Karyo
Mendo Farm Cihideung Ilir Ciampea... 15
Gambar 2. Grafik rataan bobot badan anjing kampung jantan umur 3 sampai 7 bulan... 21
Gambar 3. Grafik rataan butir darah merah anjing kampung jantan umur 3 sampai 7 bulan... 23
Gambar 4. Grafik rataan kadar hemoglobin anjing kampung jantan umur 3 sampai 7 bulan... 25
Gambar 5. Grafik rataan nilai hematokrit anjing kampung jantan umur 3 sampai 7 bulan... 27
Gambar 6. Grafik rataan nilai MCV anjing kampung jantan umur 3 sampai 7 bulan... 29
Gambar 7. Grafik rataan nilai MCH anjing kampung jantan umur 3 sampai 7 bulan... 30
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisa data hasil pemeriksaan bobot badan pada anjing kampung jantan umur 3 sampai 7 bulan.
Lampiran 2. Analisa data hasil pemeriksaan butir darah merah pada anjing kampung jantan umur 3 sampai 7 bulan.
Lampiran 3. Analisa data hasil pemeriksaan kadar hemoglobin pada anjing kampung jantan umur 3 sampai 7 bulan.
Lampiran 4. Analisa data hasil pemeriksaan nilai hematokrit pada anjing kampung jantan umur 3 sampai 7 bulan.
Lampiran 5. Analisa data hasil pemeriksaan nilai MCV pada anjing kampung jantan umur 3 sampai 7 bulan.
Lampiran 6. Analisa data hasil pemeriksaan nilai MCH pada anjing kampung jantan umur 3 sampai 7 bulan.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Anjing kampung atau anjing mongrel banyak digunakan sebagai hewan peliharaan (hewan kesayangan) dikarenakan anjing kampung mampu bersosialisasi dengan manusia dan dalam perawatannya tidak terlalu susah (Dharmojono 2003). Anjing kampung ini di daerah-daerah tertentu sering digunakan sebagai hewan pemburu, karena anjing kampung memiliki tubuh yang kecil memanjang, telinga dan moncongnya runcing, penciuman tajam, dapat berlari dengan cepat dan memiliki kemampuan untuk berenang (Untung 1999).
Selain sebagai hewan peliharaan dan hewan pemburu, anjing kampung sering digunakan sebagai hewan percobaan yang sudah pasti memerlukan suatu nilai fisiologis normal sebagai parameter acuan dari anjing yang sejenis sehingga dalam percobaan tersebut mendapatkan hasil yang akurat. Parameter darah anjing kampung ini dapat digunakan sebagai data dasar didalam percobaan yang diperlukan dalam pemeriksaan secara umum (klinis) dan pemeriksaan laboratoris apabila diperlukan. Namun parameter darah dari anjing kampung yang masih dalam masa pertumbuhan sampai sekarang masih belum memadai.
Gambaran fisiologis darah normal anjing kampung berdasarkan tingkat pertumbuhan umur belum banyak diketahui, sehingga penelitian ini menjadi penting dilakukan untuk memperoleh gambaran fisiologis darah normal yang berupa pengamatan pada butir darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, dan indeks butir darah merah berdasarkan pertumbuhan umur dari umur 3 sampai 7 bulan.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran darah anjing kampung jantan yang sedang mengalami masa pertumbuhan seiring dengan bertambahnya usia dari mulai 3 sampai 7 bulan. Penelitian ini didasari oleh pemikiran bahwa dalam masa pertumbuhan, proses-proses biologis sedang mengalami perubahan.
1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran darah anjing kampung yang meliputi butir darah merah (BDM), hemoglobin (Hb), hematokrit (PCV) dan indeks BDM (MCV, MCH, MCHC) dalam masa pertumbuhan dari umur 3 sampai 7 bulan.
1.3. Manfaat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi Anjing
Menurut Miller (1993), secara umum anjing dapat diklasifikasiakan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordota
Subphylum : Vertebrata
Class : Mamalia
Order : Carnivora
Family : Canidae
Genus : Canis
Species : familiaris
Anjing termasuk keluarga Canidae bersaudara dengan serigala, rubah, dan anjing rakun. Akan tetapi di antara semua anggota Canidae, anjing mempunyai hubungan yang paling dekat dengan serigala. Bahkan bisa dipastikan bahwa serigala menjadi nenek moyang anjing-anjing yang dikenal sekarang. Secara umum, keluarga Canidae memiliki ciri-ciri tubuh kecil memanjang, telinga dan moncongnya runcing, penciuman tajam, dapat berlari dengan cepat dan memiliki kemampuan untuk berenang (Untung 1999).
buruan semakin berkurang mengakibatkan anjing mulai tergantung kepada manusia hingga akhirnya dimanfaatkan oleh manusia (Penissi 2002).
Awalnya anjing yang dipelihara oleh manusia merupakan hewan liar yang tidak jelas silsilahnya. Namun, hubungan manusia dengan anjing yang semakin akrab memunculkan ide untuk mengkawinsilangkan anjing, sehingga sekarang terdapat beragam ras anjing sesuai keperluan (Hatmosrojo dan Nyuwan 2003).
2.2. Karakteristik Biologis Anjing
Jenis anjing yang banyak hingga mencapai ratusan dan bervariasi baik secara genetik maupun ukuran tubuh tetap memiliki data biologis normal yang sama. Data biologis anjing secara umum dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Data Biologis Anjing secara umum
Lama hidup
13-17 tahun, bisa sampai 34 tahun 63 hari (53-71)
Beberapa hari setelah kawin 13-14 hari sesudah fertilisasi 2-90 kg
Tergantung berat bangsa, sedang 0,23-0,34 kg; besar 0,39-0,52 kg
Rata-rata 7, dapat 22
36,7-40,6°C (rata-rata 38,9°C) 15-18/menit
70-100/menit 110 sistol; 60 diastol 580 ml/kg/jam 70-90 ml/kg 5,3-7,5 g/100 ml 140-210 mg/100 ml Diurnal (siang hari)
Tergantung pada bangsa, yang sedang 6 kg pada umur 16 minggu, yang besar 60 kg pada umur 16 minggu.
2.3. Anjing sebagai Hewan Coba
Hewan percobaan adalah hewan yang dipelihara dan diternakkan sebagai hewan model yang bertujuan untuk mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dan penelitian. Anjing (Canis familiaris) merupakan salah satu hewan percobaan yang sering digunakan dalam penelitian dan praktikum anatomi dan fisiologi mahasiswa kedokteran hewan (Smith dan Mangkoewidjojo 1988).
Penggunaan anjing sebagai hewan coba dalam penelitian biomedik sangat membantu dalam penyediaan informasi masalah-masalah biomedik pada manusia. Hal ini disebabkan oleh karena sistem organ dalam dan perototan mirip dengan manusia. Kenyataan ini telah merangsang pengembangan anjing sebagai model dalam penelitian sirkulasi dan kardiovaskuler (Puja 2000).
Adapun beberapa penelitian yang menggunakan anjing kampung sebagai hewan coba :
1. Perbandingan Pengaruh Preparat Zinc dengan Ossein-hydroxyapatite Compoun pada Penyembuhan Tulang (Studi Eksperimental pada Tulang Rahang Anjing). Penelitian ini menyimpulkan bahwa preparat Zinc memberikan keuntungan dalam mempercepat proses penyembuhan tulang dengan terbentuknya matrik tulang baru yang matur ( Septina 2007).
2. Penyembuhan Luka Sekunder pada Defek Mukoperiosteal Palatum dengan Penggunaan Obturator Imediet Etil Vinil Asetat (Studi Eksperimental pada Anjing). Penelitian ini menyimpulkan bahwa penyembuhan luka sekunder defek mukoperiosteal akan berlangsung lebih cepat dengan pemakaian imediet EVA (Muharram 2006).
2.4. Gambaran Darah Anjing Kampung dari Penelitian Terdahulu
masa pertumbuhan belum tersedia. Data mengenai gambaran darah berdasarkan kelompok umur disajikan secara lengkap pada Tabel 2.
Tabel 2. Gambaran Darah Anjing Kampung Berdasarkan Kelompok Umur
Parameter Umur
Tabel 3. Nilai normal darah anjing
Parameter Range* Rata-rata* Rata-rata**
Eritrosit (106/µl)
Secara umum darah memiliki fungsi sebagai pembawa nutrien dari saluran pencernaan menuju ke jaringan tubuh dan membawa karbon dioksida dari jaringan ke paru-paru serta membawa produk buangan dari berbagai jaringan menuju ke ginjal untuk diekskresikan. Selain itu darah juga membawa hormon dari kelenjar endokrin ke organ-organ lain di dalam tubuh, berperan dalam pengendalian suhu, mempertahankan keseimbangan air, dan berperan dalam sistem bufer, seperti bikarbonat di dalam darah yang membantu mempertahankan pH yang konstan pada jaringan dan cairan tubuh, berperan dalam penggumpalan atau pembekuan darah dalam mencegah terjadinya kehilangan darah yang berlebihan pada waktu luka dan mengandung faktor-faktor penting untuk pertahanan tubuh terhadap penyakit (Frandson 1992 ).
7,2% dari berat badan. Volume darah sangat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, ras (breed), emosi, serta latihan yang berlebihan (Banks 1986).
2.5.1. Eritropoiesis
Eritropoiesis merupakan proses pembentukan dan pelepasan butir darah merah dari sumsum tulang. Eritropoiesis akan meningkat bila terjadi perdarahan atau hipoksia dimana penurunan oksigen ini akan merangsang ginjal untuk melepaskan enzim eritrogenin (erythrogenin) yang akan mengaktifkan eritropoietinogen sebagai prekusor dalam pembentukan eritropoietin dan sebaliknya bila terjadi peningkatan volume butir darah merah akibat transfusi maka ada penurunan aktivitas eritropoietik dalam sumsum tulang. Eritropoiesis ini sangat dipengaruhi oleh hormon eritropoietin. Di dalam sumsum tulang,
eritropoietin akan meningkatkan jumlah stem cell (sel bakal). Stem cell ini kemudian menjadi prekusor butir darah merah dan akhirnya menjadi butir darah merah (Ganong 2001). Ginjal merupakan tempat utama diproduksinya eritropoietin, sedangkan target utamanya adalah sumsum tulang (Schalm dan Carrol 1975). Eritropoietin dibentuk juga di hati pada masa janin dan neonatus dan oleh sel-sel intertisial dijaringan kapiler peritubulus ginjal dan oleh hepatosit perivena di hati pada saat hewan dewasa (Meyer et al. 1992). Didalam sirkulasi darah eritropoeitin memiliki waktu paruh sekitar 5 jam, namun eritropoeitin dapat meningkatkan butir darah merah setelah 2-3 hari dalam tubuh (Ganong 2001).
dapat dihambat oleh protein hem dalam bentuk oksi dan antagonis adenosin teofilin (Ganong 2001).
Pembentukan butir darah merah pada masa fetus terjadi di hati, limfa, dan limfonodus, sedangkan pada hewan dewasa terjadi di dalam sumsum tulang. Proses pembentukan butir darah merah meliputi pembelahan dan perubahan morfologi sel yang terdiri dari beberapa stadium dimulai dari rubiblas, prorubrisit, rubisit, dan metarubrisit. Stadium akhir diperlihatkan dengan adanya pembentukan butir darah merah dekat dinding sinus (Brown dan Dellmann 1989).
Rubiblas atau disebut dengan pronormoblast, merupakan sel yang paling awal atau sel muda yang berbentuk lonjong dengan diameter 20-24 µm. Sel ini berinti bulat berwarna ungu pucat yang disertai jalinan kromatin berbentuk jala dan nukleolus (Brown dan Dellmann 1989).
Prorubrisit disebut juga normoblas awal atau basofilik normoblast, sel ini mirip dengan rubiblas tetapi inti kromatinnya sudah mulai berkondensasi dan tidak memiliki cincin nukleolus. Sel ini memiliki diameter 14 sampai 19 µm. Sitoplasma pada sel ini sudah mulai mengandung hemoglobin sehingga warnanya sedikit kemerah-merahan (Brown dan Dellmann 1989).
Polikromatik normoblast atau rubisit polikromatik, sel ini berdiameter 18 sampai 10 µm yang memiliki nukleus kasar dan gelap dengan kromatin mengelompok. Sitoplasma sudah mulai mengandung hemoglobin sehingga terlihat warna merah kebiru-biruan. Aspek polikromasia terjadi karena adanya campuran residu sitoplasma basofil (RNA) dengan hemoglobin yang berwarna oranye (Brown dan Dellmann 1989).
Metarubrisit atau disebut ortokromatik normoblas, sel ini berdiameter 6 sampai 9 µm. Sebagian intinya pecah dan sitoplasmanya berwarna merah karena banyak mengandung hemoglobin. Setelah inti sel hilang mengakibatkan sitoplasma berwarna biru lumpur karena residu RNA dan sel ini disebut retikulosit atau butir darah merah polikrom (Brown dan Dellmann 1989).
2.5.2. Butir Darah Merah (eritrosit)
µm dan pusatnya yang tipis. Cakram bikonkaf tersebut mempunyai permukaan yang relatif luas untuk pertukaran oksigen melintasi membran sel (Frandson 1992). Butir darah merah vertebrata dewasa tidak berinti dan kehilangan intinya selama proses pematangan yang berlangsung sebelum memasuki peredaran darah (Ganong 2001). Butir darah merah yang sudah matang pada mamalia berisi 65 % cairan dan 35 % padatan yang mengandung protein. Padatan ini 95 % digunakan dalam proses pembentukan hemoglobin (Colville dan Joanna 2002). Secara normal butir darah merah mamalia memiliki daya hidup dalam sirkulasi tubuh berkisar antara 120 hari (Brown dan Dellmann1989).
Butir darah merah anjing memiliki diameter 7 µm dan merupakan ukuran yang paling besar dibandingkan hewan peliharaan lainnya. Dengan ukuran diameter yang besar menyebabkan jumlah butir darah merah lebih rendah dibandingkan hewan peliharaan lainnya. Selain dari ukuran diameter sel, faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi jumlah butir darah merah adalah breed, kondisi nutrisi, aktivitas fisik dan umur (Brown dan Dellmann 1989).
Butir darah merah memiliki fungsi dalam pengangkutan oksigen ke jaringan dan membawa karbondioksida (CO2) dari jaringan pada tubuh karena
adanya hemoglobin didalam butir darah merah (Colville dan Joanna 2002). Tekanan oksigen yang tinggi, temperatur yang rendah dan pH yang tinggi dalam kapiler paru-paru menyebabkan pembentukan oxyhemoglobin. Sebaliknya pada kondisi tekanan oksigen rendah, temperatur yang tinggi dan pH yang rendah di jaringan menyebabkan pelepasan oksigen dari hemoglobin (Ganong 2001).
2.5.3. Hemoglobin
Menurut Rastogi (1977), hemoglobin diproduksi oleh butir darah merah yang disintesis dari asam asetik dan glysin yang menghasilkan porfirin. Porfirin ini kemudian bergabung dengan besi yang menghasilkan molekul heme. Empat molekul heme menggabungkan dengan satu molekul globin yang menghasilkan hemoglobin.
Asam asetik + glisin → porphyrin Porfirin + besi → heme 4 heme + 1 globin → hemoglobin Skema tahap pembentukan hemoglobin (Rastogi 1977)
Seperti yang telah dijelaskan pada Gambar 1 diatas, bahwa salah satu sumber pembentuk hemoglobin yaitu zat besi asal makanan yang diserap melalui sel-sel epitel mukosa duodenal. Zat besi masuk ke kapiler darah di dalam mukosa dan sebagian besar akan bergabung dengan transferin β-globulin menuju ke sumsum tulang untuk menjadi bagian dari molekul heme dalam pembentukan eritrosit dan sebagian kecilnya digunakan untuk membentuk mioglobin di dalam otot. Sekitar 25% zat besi bergabung dengan apoferitin di dalam sel-sel jaringan membentuk feritin, yang merupakan bentuk cadangan sementara dari zat besi di dalam hati dan limpa (Frandson 1992).
Hemoglobin merupakan pigmen merah dalam butir darah merah yang membawa oksigen (Dickerson dan Geis 1983). Menurut Rastogi (1977), hemoglobin mengikat oksigen untuk membentuk oksihemoglobin di dalam paru-paru. Oksigen tersebut akan memisahkan diri dengan hemoglobin ketika darah sudah sampai pada jaringan tubuh. Setelah oksigen lepas dari hemoglobin warna darah akan menjadi biru.
Secara fisiologis hemoglobin didalam tubuh memiliki dua bentuk yang akan berhubungan dengan fungsinya. Pertama oksihemoglobin yaitu bentuk hemoglobin yang dapat mengikat O2 sehingga berfungsi dalam membawa
konsentrasi 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG) dalam butir darah merah (Colville dan Joanna 2002).
Tekanan oksigen yang tinggi, suhu yang rendah dan pH yang tinggi menyebabkan meningkatnya afinitas hemoglobin terhadap oksigen sehingga terbentuk oxyhemoglobin. Sebaliknya pada kondisi tekanan oksigen rendah, suhu yang tinggi dan pH yang rendah menyebabkan menurunnya afinitas hemoglobin terhadap oksigen (Ganong 2001).
2,3-DPG banyak terdapat di dalam butir darah merah dan merupakan hasil glikolisis dalam butir darah merah. Peningkatan konsentrasi 2,3-DPG dalam butir darah merah akan menurunkan afinitas hemoglobin terhadap oksigen. Konsentrasi 2,3-DPG akan menurun bila pH darah rendah. Hal ini dapat terjadi dalam keadaan asidosis dimana proses glikolisis dalam butir darah merah terhambat. Asidosis terjadi karena adanya overproduksi dari asam atau kehilangan bikarbonat dari tubuh dengan jumlah besar, seperti pada kasus hewan yang mengalami diare parah. Peningkatan konsentrasi 2,3-DPG dalam butir darah merah akan menyebabkan anemia dan pada beberapa penyakit yang dapat menimbulkan hipoksia kronis (Ganong 2001).
Didalam tubuh janin kandungan O2 lebih besar, hal ini karena afinitas
hemoglobin janin terhadap O2 lebih tinggi dibandingkan hemoglobin dewasa
dikarenakan sukarnya rantai polipeptida pada hemoglobin janin untuk mengikat 2,3-DPG. Hal ini mempermudah perpindahan O2 dari sikulasi induk ke sirkulasi
janin (Ganong 2001).
2.5.4. Hematokrit
2.6. Indeks BDM
Indeks BDM digunakan untuk mendefinisikan ukuran dan kandungan hemoglobin dari butir darah merah yang terdiri dari Mean Corpuscular Volume
(MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC). Indeks tersebut berguna dalam menentukan tipe anemia yang diderita oleh hewan (Schalm 1971). Tipe anemia berdasakan nilai indeks eritrosit dapat digolongkan menjadi enam macam jenis anemia yaitu anemia normocytic normochromic, macrocytic hypochromic, macrocytic normochromic, microcytic hypochromic, microcytic normochromic, dan
normocytic hypochromic. (Sodikoff 1995).
Menurut Frandson (1992), anemia dapat terjadi karena kurang mencukupi unsur-unsur pembentuk darah dalam makanan seperti zat besi, vitamin B12, Cu, dan asam amino. Anemia juga dapat terjadi karena hilangnya darah
akibat luka atau parasit seperti cacing dan kutu.
2.6.1. Mean Corpuscular Volume (MCV)
Nilai MCV menunjukan volume rata-rata butir darah merah. Nilai normal MCV pada anjing secara umum berkisar antara 60-77 fl (Sodikoff 1995). Bila nilai MCV berada di bawah kisaran normal disebut mikrositik dan bila berada di atas kisaran normal disebut makrositik (Schalm 1971). Sedangkan bila nilai MCV masih berada dalam kisaran normal disebut normositik (Ganong 2001). Berikut persamaan untuk menunjukkan MCV.
MCV (fl) = ( Hematokrit/ RBC ) x 10
2.6.2. Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH)
Nilai MCH menunjukan nilai rata-rata berat hemoglobin yang terdapat di dalam butir darah merah (Schalm 1971). Nilai normal MCH pada anjing secara umum berkisar antara 19.5-24.5 pg (Sodikoff 1995). Berikut persamaan untuk menunjukkan MCH.
2.6.3. Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC)
Nilai MCHC merupakan nilai rata-rata konsentrasi hemoglobin di dalam 100 ml butir darah merah (Cunningham 2002). MCHC menunjukan perbandingan antara berat hemoglobin terhadap volume sel darah merah (Ganong 2001). Nilai normal MCHC pada anjing secara umum berkisar antara 32-36 % (Sodikoff 1995). Berikut persamaan untuk menunjukkan MCHC.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Fisiologi Medis, Bagian Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, pada bulan Maret 2006 - Juli 2006.
3. 2. Tahap Persiapan dan Adaptasi
Penelitian ini menggunakan anjing kampung jantan sebanyak tujuh ekor dari umur 3 bulan sampai dengan 7 bulan dan berasal dari induk yang sama. Semua anjing tersebut semenjak lahir dikandangkan di Kandang Karyo Mendo Farm Cihideung Ilir Ciampea. Selama pemeliharaan, anjing-anjing tersebut diperiksa, dijaga status kesehatannya, dibebaskan dari parasit eksterna (asuntol) dan interna (obat cacing), divaksinasi serta diberi makan secukupnya berupa campuran pakan anjing komersial dengan nasi dengan perbandingan 1:1. Kandungan nutrisi pada pakan komersial yang digunakan sebagai pakan anjing : Protein kasar 22 %, Lemak kasar 8 %, Serat kasar 4 %, Kadar air 10 %, Kalsium 1.2 % dan Fosfor 1 %. Nilai kelembaban dan suhu udara pada kandang tersebut adalah pagi hari 99.86 ± 0.38% dan 18.07 ± 1.90oC; siang hari 74.00 ± 6.11% dan 26.86 ± 1.50oC; sore hari 93.86 ± 6.47% dan 22.57 ± 2.39oC.
3.3. Protokol Penelitian
Tabel 4. Protokol Penelitian
Aktifitas
P A R T U S
Bulan I Bulan II Bulan III Bulan IV Bulan V Bulan VI Bulan VII
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Adaptasi dengan lingkungan sekitar dan masih menyusu pada induknya.
x x x x x x x x
Lepas sapih x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x
Pemberian pakan
komersial + nasi x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x
Pengukuran BB x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x
Vaksinasi x
Kontrol parasit eksternal x x x x x
Pemberian obat cacing x x x x x
3.4. Bahan dan Peralatan
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah antikoagulan (EDTA), larutan hayem, larutan HCl 0,1 N, Alkohol 70 %, crestoseal dan Akuades.
Peralatan yang digunakan adalah syringe 3 ml, parafilm, tabung reaksi, gunting, pipet eritrosit dengan aspiratornya, kamar hitung Neaubeaur, mikroskop, cover glass, mikrokapiler, alat pemusing (mikrosentrifus), mikrokapilerhematokrit (mikrocapillary hematokrit reader), tabung Sahli, pipet Sahli dengan aspiratornya, dan hemoglobinometer.
3.5. Parameter yang diamati
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah jumlah butir darah merah (BDM), kadar hemoglobin (Hb), nilai hematokrit (PCV) dan nilai indeks BDM.
3.6. Metoda Penelitian
Pengambilan darah dilakukan dengan menggunakan disposable syringe 3 ml, sebanyak ± 1 cc darah dari vena saphena kemudian dimasukkan ke dalam tabung yang telah diisi antikoagulan (EDTA) lalu ditutup dengan parafilm dan sesegera mungkin dibawa kelaboratorium untuk dilakukan pemeriksaan.
3.6.1. Jumlah Butir Darah Merah (BDM)
3.6.2. Hemoglobin
Pengambilan darah dilakukan dengan menggunakan pipet Sahli sampai batas angka 20 (0,02 ml). Darah kemudian dimasukan kedalam tabung Sahli yang sudah diisi dengan HCl 0,1 N sampai angka 10 (garis paling bawah pada tabung). Tabung Sahli diletakkan di antara kedua bagian standar warna dalam alat hemoglobinometer dan dibiarkan selama 3 menit sampai terbentuk asam hematin yang berwarna coklat. Dengan menggunakan pipet tetes dilanjutkan dengan penambahan aqudes tetes demi tetes sambil diaduk sampai warna campuran sama dengan warna standar yang terdapat pada tabung Sahli. Hasil diperoleh dari tinggi permukaan cairan pada tabung Sahli dengan melihat skala kolom gr % (Sastradipradja 1989).
3.6.3. Hematokrit
Pengambilan darah dilakukan dengan menggunakan tabung mikrokapiler dengan cara bagian ujung kapiler bertanda merah ditempelkan pada darah dan darah dibiarkan mengalir sendiri sampai mengisi 4/5 bagian mikrokapiler. Ujung kapiler yang bertanda merah di sumbat dengan menggunakan crestoseal. Selanjutnya mikrokapiler di sentrifuse dengan kecepatan 12000 rpm selama 5 menit. Volume % eritrosit diukur dengan menggunakan alat baca mikrohematokrit reader. Nilai hematokrit merupakan rata-rata dari pengukuran kedua sampel (duplo) (Sastradipradja 1989).
3. 6.4. Indeks BDM (Sastradipradja 1989).
MCV (fl) = hematokrit x 10 ∑ BDM (juta)
MCHC (%) = kadar Hb x 100 Hematokrit
3.7 Analisis Data
Perbedaan nilai rataan bobot badan (BB), BDM, Hb, PCV, dan indeks BDM dianalisis menggunakan uji ANOVA dan uji Duncan’s multipe range test digunakan untuk mengetahui perbedaan antara nilai probabilitas kurang dari 0,05 (P<0,05) diterima sebagai berbeda nyata (Mattjik dan Sumetajaya 1999).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini didapatkan hasil berupa data dasar fisiologi darah anjing kampung berdasarkan tingkat perubahan umur selama lima bulan. Hasil penelitian berupa bobot badan (BB), butir darah mereh (BDM), hemoglobin (Hb), dan hematokrit (PCV) ditampilkan pada Tabel 5 dan hasil indeks butir darah merah ditampilkan pada Tabel 6.
Tabel 5. Rata-rata bobot badan dan nilai hematologi anjing kampung jantan pada umur 3 sampai 7 bulan.
7 10.90±2.69a 2.38 5.67±0.13a 10.94±0.47a 34.41±0.94a
1-2 tahun * - - 7.21 14.80 45.97
Keterangan : - Huruf Superskrip (a, b, c, d, e) yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda nyata (P<0,05), ΔBB = kenaikan BB/bulan - Data disajikan : Rataan ± Standar deviasi menunjukan berbeda nyata (P<0,05).
4.1. Bobot Badan
VAR00005
Pada Gambar 2 terlihat bahwa secara umum bobot badan antara anjing umur 3 bulan dengan anjing umur 7 bulan menunjukkan nilai berbeda nyata (P<0,05). Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan umur (Jackson 1994), dimana perbedaan umur ini secara anatomi juga menggambarkan massa organ tubuh terutama organ pembentuk darah antara anjing umur 3 bulan dengan anjing umur 7 bulan. Anjing anak memiliki massa organ yang lebih kecil daripada anjing dewasa (Miller 1993). Hal ini terlihat dari nilai bobot badan dan gambaran darah anjing umur 3 bulan yang lebih rendah dibandingkan anjing umur 7 bulan.
Selama pengamatan pertumbuhan bobot badan mengalami peningkatan yang signifikan. Pertumbuhan bobot badan mulai terlihat pada umur 4 bulan dan peningkatan secara nyata terlihat pada umur 7 bulan. Peningkatan bobot badan setiap bulannya dari umur 4 bulan sampai dengan 7 bulan relatif stabil kurang lebih sebesar 2 kg. Perkembangan struktur organ ini mungkin akan terus terjadi sampai anjing mencapai umur dewasa. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) anjing dikatakan sudah dewasa apabila umurnya kira-kira 1 tahun.
Menurut Fox et al (1984) peningkatan bobot badan dipengaruhi oleh genetik, nutrisi, dan jumlah anak yang dilahirkan. Pertumbuhan bobot badan selain dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut juga dipengaruhi oleh perilaku hewan tersebut dalam memakan makanan induk sebelum waktu sapih. Hal tersebut mengakibatkan hewan mengalami gangguan pencernaan. Anjing umur 3
bulan yang dipergunakan dalam penelitian ini mengalami diarhea setelah pemberian makan anjing kering. Lebih lanjut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) mengatakan bahwa peningkatan bobot badan anjing tergantung pada jenis bangsa (bangsa besar/kecil) dan nutrisi yang baik dengan kandungan gizi yang tinggi.
4.2. Butir Darah Merah (eritrosit)
Rata-rata jumlah butir darah merah/mm3 dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan hasil pengamatan secara umum jumlah butir darah merah mengalami peningkatan sejalan meningkatnya umur anjing. Pada umur 3 bulan rataan jumlah butir darah merah sebesar 3.89 juta/mm³. Jumlah ini terus mengalami peningkatan sampai umur 7 bulan dengan jumlah rataan sebesar 5.67 juta/mm³. Persentase peningkatan butir darah merah dari umur 3 bulan sampai umur 7 bulan kurang lebih mencapai 45,75 % dan jumlah butir darah merah akan terus meningkat sampai mencapai jumlah yang stabil. Berdasarkan hasil pengamatan, jumlah butir darah merah pada umur 7 bulan berada dalam kisaran normal yaitu sebesar 5.67/mm3. Menurut Sodikoff (1995) jumlah butir darah merah normal pada anjing dewasa sekitar 5.5-8.5 juta/mm3, bila dilihat dari hasil penelitian berarti bahwa anjing pada umur 7 bulan sudah mulai menunjukan nilai yang stabil.
Menurut Frandson (1992) pertumbuhan butir darah merah (jumlah eritrosit) dipengaruhi oleh nutrisi dalam makanan seperti zat besi, Cu, vitamin, dan asam amino. Selain dari faktor nutrisi, jumlah butir darah merah dapat dipengaruhi oleh breed, aktivitas fisik, dan umur (Banks 1986). Peningkatan butir darah merah dapat dihubungkan dengan ukuran butir darah merah dimana ukuran butir darah merah dewasa lebih kecil dibandingkan ukuran butir darah merah muda (Stewart 1991). Menurut Brown dan Dellmann (1989), butir darah merah anjing berdiameter 7 µm dan merupakan ukuran yang paling besar dibandingkan hewan peliharaan lainnya, sehingga jumlah butir darah merah akan lebih rendah dibandingkan hewan peliharaan lainnya. Laju peningkatan jumlah butir darah merah dapat dilihat pada Gambar 3.
VAR00005
Gambar 3. Grafik rataan butir darah merah anjing kampung jantan dari umur 3 sampai 7 bulan.
Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa pada anjing umur 3 sampai 7 bulan terjadi peningkatan jumlah butir darah merah. Ini terlihat dari Tabel 4 bahwa secara umum jumlah butir darah merah antara anjing umur 3 bulan dengan anjing umur 7 bulan menunjukkan nilai berbeda nyata (P<0,05). Adanya peningkatan jumlah butir darah merah dalam setiap bulannya, dimungkinkan karena organ pembentuk darah mulai aktif bekerja membentuk butir darah merah dalam memenuhi kebutuhan tubuhnya seiring dengan meningkatnya umur anjing tersebut. Hal ini sesuai dengan laporan Brown dan Dellmann (1989) bahwa butir darah merah di produksi di sumsum tulang pada tulang setelah lahir dan jumlahnya akan terus meningkatan seiring pertambahan umur sampai mendapatkan nilai yang stabil, yaitu 6.8 juta/mm3. Lebih lanjut Jackson (1994) mengatakan aktivitas pada hewan kesayangan pada masa pertumbuhan berpengaruh terhadap jumlah butir darah merah. Hal ini terlihat pada ke 7 anjing percobaan yang suka bermain dan berlari disekitar kandang. Peningkatan jumlah butir darah merah dapat diakibatkan pengaruh dari peningkatan jumlah pembuluh darah kecil pada jaringan seiring pertumbuhan badan anjing (Lawrence dan Fowler 2002).
Secara statistik profil peningkatan jumlah butir darah merah anjing pada umur yang sama memiliki pola yang sama dengan peningkatan kadar hemoglobin
dan hematokrit. Hal ini sesuai dengan laporan Evans et al (2006) bahwa pada hewan dan umur yang sama berkorelasi positif antara jumlah butir darah merah, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit.
Perkembangan butir darah merah pada saat fetus terjadi didalam kantong kuning telur dan pada saat embrio dibentuk di hati, limpa, dan kelenjar getah bening. Sedangkan pada saat hewan lahir butir darah merah dibentuk didalam sumsum tulang (Ganong 2001). Jumlah butir darah merah yang rendah pada awal kelahiran dan mengalami peningkatan pada perkembangan umur berikutnya dimungkinkan karena pada awal kelahiran pembentukan butir-butir darah merah (erythropoiesis) masih berlangsung dihati, limpa, dan kelenjar getah bening, karena sumsum tulang belum bekerja secara sempurna sehingga jumlah butir darah merah relatif masih sedikit jumlahnya, terutama pada usia 1 hari. Menurut Scheer(1966) pada keadaan patologis dalam kehidupan post natal, hati, limpa, dan kelenjar getah bening dapat melaksanakan fungsinya kembali dalam proses pembentukan butir-butir darah merah.
Butir darah merah pada saat neo natal didominasi oleh retikulosit atau eritrosit muda yang masih mengandung sisa-sisa intinya dalam darah periperal
neo natal jumlahnya sangat tinggi dan terus mengalami pengurangan jumlah seiring dengan bertambahnya usia serta kesempurnaan pembentukan butir darah merah pada sumsum tulang dan limpa (Benirschke et al 1978).
4.3. Hemoglobin
VAR00005
20.87 % dari umur 5 bulan. Persentase peningkatan kadar hemoglobin dari umur 3 bulan sampai 7 bulan mencapai 89.60 %.
Secara statistik kadar hemoglobin pada umur 7 bulan masih berada dibawah kisaran normal kadar hemoglobin anjing dewasa. Menurut Schalm (1971) kadar hemoglobin pada anjing dewasa sekitar 12-18 gram%. Walaupun secara statistik kadar hemoglobin masih dibawah normal, namun mulai dari umur 3 sampai 7 bulan cenderung terjadi peningkatan rataan kadar hemoglobin. Kadar hemoglobin ini diduga akan terus mengalami peningkatan sampai mencapai kadar yang stabil seiring dengan bertambahnya umur. Hal ini dikarenakan umur anjing di akhir penelitian masih relatif muda yaitu 7 bulan, dimana menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) anjing dikatakan sudah dewasa apabila umurnya kira-kira 1 tahun. Lebih lanjut Mbassa dan Poulsen (1993) mengatakan tinggi atau rendahnya kadar hemoglobin dipengaruhi oleh ras, umur, musim, nutrisi, waktu pengambilan sampel, metode penelitian dan antikoagulan yang dipakai dalam penelitian.
Menurut Rappaport (1987) rendahnya kadar hemoglobin ini karena hemoglobin yang berada dalam tubuh neo natus ini 80 % berasal dari induknya. Lebih lanjut Ganong (2001) mengatakan bahwa rendahnya kadar hemoglobin dikarenakan belum sempurnanya pembentukan butir darah merah pada saat neo natal, dimana biosintesis hemoglobin terjadi di dalam butir darah merah dan akan terus berlangsung pada tahap-tahap selanjutnya dalam perkembangan butir darah merah. Laju peningkatan kadar hemoglobin dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Grafik rataan kadar hemoglobin anjing kampung jantan umur 3 sampai 7 bulan.
Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa pada anjing umur 3 sampai 7 bulan terjadi peningkatan kadar hemoglobin. Ini terlihat dari Tabel 4 bahwa secara umum kadar hemoglobin antara anjing umur 3 bulan dengan anjing umur 7 bulan menunjukkan nilai berbeda nyata (P<0,05). Peningkatan kadar hemoglobin terlihat jelas pada umur 5 dan 6 bulan. Hal ini dapat disebabkan pengaruh dari peningkatan bobot badan anjing yang mana terjadi peningkatan jumlah sel dalam jaringan, meningkatnya pembuluh darah kecil, dan berkembangnya organ dalam tubuh seperti paru-paru, jantung, hati, ginjal dan tulang yang akan menyebabkan metabolisme di dalam tubuh meningkat (Lawrence dan Fowler 2002, Miller 1993).
Adanya peningkatan kadar hemoglobin dalam setiap bulannya, menunjukan bahwa adanya pertambahan jumlah butir darah merah matang yang sudah mulai mampu mensintesis hemoglobin seiring dengan bertambahnya umur (Stewart 1991). Menurut Brown dan Dellmann (1989) bahwa pertambahan umur berbanding lurus dengan peningkatan jumlah butir darah merah. Sedangkan menurut Ganong (2001) butir darah merah membawa hemoglobin didalam sirkulasi menuju organ. Sehingga peningkatan kadar hemoglobin sejalan dengan peningkatan jumlah butir darah merah matang yang bersirkulasi dan nilai hematokrit (Evans et al 2006). Kadar hemoglobin pada anjing tersebut diduga akan terus mengalami peningkatan karena pada penelitian yang dilakukan oleh Jaya (2005) pada jenis anjing yang sama pada usia 1-2 tahun kadar hemoglobinnya sekitar 14.80 %.
4.4. Hematokrit
atau meningkat 24.06 % dari nilai rata-rata umur 3 bulan. Persentase peningkatan nilai hematokrit dari umur 3 bulan sampai dengan 7 bulan yaitu sebesar 63.25 %. Rataan nilai hematokrit pada umur 7 bulan sebesar 34.41 % sedangkan pada anjing dewasa sekitar 37-55 % (Schalm 1971). Hal ini berarti setelah umur 7 bulan nilai hematokrit akan terus mengalami peningkatan hingga mencapai 37-55 %. Schalm (1971) melaporkan bahwa nilai hematokrit pada anjing muda sekitar 34.4-55 %. Dilanjutkan dengan hasil penelitian Jaya (2005) bahwa nilai hematokrit pada anjing kampung umur 1-2 tahun sekitar 45.97 %. Laju pertumbuhan nilai hematokrit dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Grafik rataan nilai hematokrit anjing kampung jantan umur 3 sampai 7 bulan.
Mbassa dan Poulsen (1993) mengatakan bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh waktu, tempat, dan kondisi hewan pada saat pengambilan sampel. Sedangkan menurut Jain (1993) nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh waktu dan kecepatan sentrifugasi. Bervariasinya nilai hematokrit juga dipengaruhi ruang sistem vaskuler darah dimana contoh darah diambil, hematokrit dalam keadaan normal lebih tinggi pada darah vena daripada darah arteri karena hidrasi butir-butir darah merah dan ukurannya yang bertambah (Jungueira dan Carneiro 1980).
4.5. Indeks BDM
Nilai indeks BDM dipengaruhi oleh jumlah BDM, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit. Sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah BDM, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai indeks BDM. Secara umum nilai indeks BDM yang terdiri dari nilai MCV,MCH dan MCHC pada anjing kampung jantan mengalami peningkatan seiring meningkatnya umur. Nilai indeks BDM anjing kampung mulai dari umur 3 bulan sampai dengan umur 7 bulan dapat dilihat pada Tabel 6. Pada umur 3 bulan rataan nilai indeks BDM masih berada dibawah kisaran normal. Rendahnya nilai tersebut disebabkan jumlah BDM, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit masih berada dibawah kisaran normal. Hal ini dikarenakan hewan coba masih relatif muda dimana organ pembentuk darah belum bekerja secara optimal.
4.5.1. MCV
MCV (Mean Corpuscular Volume) adalah volume rata-rata butir darah merah. Nilai MCV dipengaruhi oleh jumlah butir darah merah dan nilai hematokrit. Bila nilai MCV berada di bawah kisaran normal disebut mikrositik dan bila berada di atas kisaran normal disebut makrositik (Schalm 1971).
VAR00005
setelah itu nilai MCV naik kembali pada umur 7 bulan. Namun perubahan nilai MCV tersebut tidak berbeda nyata (P>0.05). Pada umur 7 bulan rataan nilai MCV sebesar 60.44 fl dan berada dalam kisaran normal nilai MCV anjing dewasa. Menurut Sodikoff (1995) nilai MCV pada anjing dewasa sekitar 60-77 fl. Gambaran peningkatan nilai MCV yang dibandingkan dengan peningkatan umur anjing dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Grafik rataan nilai MCV anjing kampung jantan umur 3 sampai 7 bulan.
Gambar 6 menunjukkan bahwa nilai MCV pada umur 3 sampai 7 bulan mengalami peningkatan. Ini terlihat pada Tabel 6 bahwa secara umum nilai hematokrit antara anjing umur 3 bulan dengan anjing umur 7 bulan menunjukkan nilai berbeda nyata (P<0,05). Peningkatan tersebut disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah butir darah merah dan nilai hematokrit seiring meningkatnya umur. Pada umur 6 bulan terjadi penurunan MCV yang tidak berbeda nyata (P<0,05). Penurunan ini dapat disebabkan karena adanya perubahan ukuran butir darah merah menjadi kecil dengan bertambahnya umur sel tersebut. Hal ini sesuai menurut Stewart (1991) bahwa sel darah merah dewasa memiliki ukuran lebih kecil dibandingkan dengan sel darah merah muda. Penurunan nilai MCV bisa juga disebabkan terjadinya defisiensi besi dan vitamin B6 (Banks 1986).
VAR00005
MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin) adalah nilai rata-rata berat hemoglobin yang terdapat didalam butir darah merah (Schalm 1971). Pada umur 3 bulan rataan MCH sebesar 14.89 pg dan terus mengalami peningkatan sampai umur 6 bulan menjadi 19.78 pg. Sedangkan pada umur 7 bulan nilai rataan MCH mengalami penurunan sebesar 0.488 pg.
Secara statistik rataan nilai MCH pada umur 7 bulan sebesar 19.29 pg, nilai ini sedikit dibawah kisaran normal nilai MCH anjing dewasa. Menurut Sodikoff (1995), nilai MCH pada anjing dewasa sekitar 19.5-24.5 pg. Walaupun secara statistik nilai MCH pada umur 7 bulan masih dibawah kisaran normal, namun mulai dari umur 3 sampai 7 bulan cenderung terjadi peningkatan rata-rata nilai MCH. Hal ini berarti setelah umur 7 bulan nilai MCH masih akan terus mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya umur karena pada penelitian yang dilakukan oleh Jaya (2005) dengan jenis anjing yang sama pada usia 1-2 tahun nilai MCH sekitar 20.65 pg. Gambaran peningkatan nilai MCH yang dibandingkan dengan peningkatan umur anjing dapat dilihat pada Gambar 7
.
Gambar 7. Grafik rataan nilai MCH anjing kampung jantan umur 3 sampai 7 bulan.
Berdasarkan Gambar 7 dapat dilihat bahwa pada anjing umur 3 sampai 7 bulan terjadi peningkatan nilai MCH. Ini terlihat pada Tabel 6 bahwa secara umum nilai MCH antara anjing umur 3 bulan dengan anjing umur 7 bulan
menunjukkan nilai berbeda nyata (P<0,05). Peningkatan nilai MCH terlihat jelas pada umur 5 dan 6 bulan. Hal ini dikarena pada umur yang sama terjadi peningkatan kadar hemoglobin yang signifikan. Peningkatan nilai MCH ini, mengikuti pola peningkatan jumlah butir darah merah dan kadar Hb. Pada umur 7 bulan nilai MCH mengalami penurunan dibandingkan umur 6 bulan. Namun penurunan tersebut tidak berbeda nyata.
4.5.3. MCHC
MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration) adalah nilai rata-rata konsentrasi hemoglobin didalam 100 ml butir darah merah (Cunningham 2002). Tabel 6 menunjukkan bahwa terdapat penurunan nilai MCHC pada umur 4 bulan dibandingkan umur sebelumnya yaitu umur 3 bulan dan setelah itu nilai MCHC naik kembali pada umur 5 dan 6 bulan lalu menurun kembali pada umur 7 bulan. Namun perubahan nilai MCHC tersebut tidak berbeda nyata.
Perubahan nilai MCHC ini diduga akibat produksi hemoglobin masih belum dilakukan secara optimal. Hemoglobin memiliki masa hidup yang pendek sehingga proses perusakan lebih cepat dari proses pembentukannya. Jumlah butir darah merah yang belum matang (retikulosit) juga sangat mempengaruhi konsentrasi hemoglobin didalam butir darah merah (Frandson 1992). Menurut Banks (1986) menurunnya konsentrasi hemoglobin bisa disebabkan akibat defisiensi besi.
VAR00005
Gambar 8. Grafik rataan nilai MCHC anjing kampung jantan umur 3 sampai 7 bulan.
Gambar 8 menunjukkan bahwa nilai MCHC pada umur 3 sampai 7 bulan mengalami peningkatan. Ini terlihat pada Tabel 5 bahwa secara umum nilai MCHC antara anjing umur 3 bulan dengan anjing umur 7 bulan menunjukkan nilai berbeda nyata (P<0,05). Secara statistik peningkatan nilai MCHC secara signifikan terjadi pada umur 6 bulan. Peningkatan tersebut disebabkan pada umur yang sama adanya peningkatan kadar hemoglobin yang sinifikan akibat dari adanya peningkatan jumlah butir darah merah.
Nilai indeks BDM dapat digunakan sebagai penentu tipe anemia. Anemia adalah suatu keadaan dimana jumlah butir darah merah yang fungsional, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit berkurang jauh di bawah keadaan normal (Brown dan Dellmann 1989). Menurut Sodikoff (1995), tipe anemia berdasarkan nilai indeks eritrosit dapat digolongkan menjadi enam macam jenis anemia yaitu anemia normocytic normochromic, macrocytic hypochromic, macrocytic normochromic, microcytic hypochromic, microcytic normochromic, dan
normocytic hypochromic.
Anemia normocytic normochromic adalah anemia yang memperlihatkan nilai MCV dan MCHC normal dan merupakan anemia pertama sebelum hewan tersebut mengalami anemia jenis lainnya. Anemia ini terjadi akibat defisiensi
eritropoietin, depresi sumsum tulang, hemoragi akut, dan hemolisis. Anemia
macrocytic hypochromic adalah anemia yang terjadi akibat adanya peningkatan nilai MCV atau ukuran eritrositnya membesar (macrocytic) disertai dengan penurunan nilai MCHC atau kadar Hb menjadi pucat (hypochromic). Anemia ini terjadi akibat adanya hemoragi atau hemolisis. Anemia microcytic hypochromic
adalah anemia yang terjadi akibat adanya penurunan nilai MCV atau ukuran eritrositnya mengecil (microcytic) disertai dengan penurunan nilai MCHC atau kadar Hb menjadi pucat (hypochromic). Anemia ini terjadi akibat defsiensi besi dan piridoksin (Vit B6), dan gangguan sintesis globin (Sodikoff 1995; Banks
1968).
Anemia macrocytic normochromic adalah anemia yang terjadi akibat adanya peningkatan nilai MCV atau membesarnya ukuran eritrosit (macrocytic) dengan nilai MCHC yang normal. Anemia ini terjadi akibat defisiensi vitamin B12 dan asam folat, penyakit intestinal kronis dan penyakit hati parah. Anemia
microcytic normochromic adalah anemia yang terjadi akibat adanya penurunan nilai MCV atau mengecilnya ukuran eritrosit (microcytic) dengan nilai MCHC normal atau kadar Hb dalam eritrosit normal (normochromic). Anemia ini khas terjadi pada anjing-anjing ras Japanese Akita yang secara normal memiliki ukuran eritrosit kecil. Anemia normocytic hypochromic adalah anemia yang terjadi akibat adanya penurunan nilai MCHC atau kadar Hb menjadi pucat (hypochromic) dengan nilai MCV normal. Anemia ini terjadi pada awal defisiensi besi (Sodikoff 1995, Banks 1986).
Menurut Frandson (1992), anemia dapat terjadi karena kurang memadai unsur-unsur pembentuk darah dalam makanan seperti zat besi, vitamin B12, Cu,
dan asam amino. Anemia juga dapat terjadi karena hilangnya darah akibat luka atau parasit seperti cacing dan kutu.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Jumlah butir darah merah anjing kampung jantan umur 3 sampai 7 bulan mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya umur anjing. Persentase peningkatan mencapai 45.75 %.
2. Kadar hemoglobin anjing kampung jantan dari umur 3 sampai 7 bulan mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya umur anjing. Persentase peningkatan mencapai 89.60 %.
3. Nilai hematokrit anjing kampung jantan dari umur 3 sampai 7 bulan meningkat secara nyata dengan persentase peningkatan mencapai 63.25 %. 4. Nilai indeks BDM mengalami perubahan seiring dengan perubahan nilai
butir darah merah, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit.
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2007.http://www.chm.bris.ac.uk/animal hospital. [1 Juli 2007]
Banks, W.J. 1986. Applied Veterinary Histology. Ed ke-1. London : William & Wilkins.
Benirschke, K., Garner, F.M. and Jones, T.C. 1978. Pathology of Laboratory Animals. New York : Springer-Verlag.
Brown, E.M. and Dellmann, H.D. 1989. Buku Teks Histologi Veteriner. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Colville, T and Joanna, M.B. 2002. Clincal Anatomy and Physiology for Veterinary Technicians.
Cunningham, J.G. 2002. Textbook of Veterinary Physiolagy. Ed ke-3. Philadelphia: W B Saunders Company.
Dharmojono. 2003. Anjing Permasalahan dan Pemecahan. Jakarta : Penebar Swadaya.
Dickerson and Geis. 1983. Hemoglobin. California, London, Amsterdam, Sydney: The Benjamin/Cummings Publishing Company, inc.
Eckert, R. and Randall, D. 1983. Animal Physiology Mechanisme and Adaptations. Ed ke-2. New York : Penerbit buku.
Evans,D.M., Frazer,I.H. and Martin, NG. 2006. http://jap.physiology.org/cgi/ content/abstract/52/1/168. [1 Agustus 2007].
Fox, J.G., Cohen, B.J. and Loew, F.M. 1984. Laboratory Animal Medicine.
Academic Press, Inc. New York.
Frandson. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta : Gajah Mada University Press
Ganong, W.F. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-20. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Guyton, A.C. 1995. Buku Ajaran Fisiologi Kedokteran (TextBook of Medical Pysiology). Ed ke-7. Diterjemahkan oleh tengadi KA. Jakarta: EGC. hlm 52-67.
Jackson, F. 1994. Dog Breeding The Theory and the Practice. Ramsbury: The Crowood Press.
Jain, N.C. 1993. Essential of veterinary hematology. Philadelphia : Lea & Febiger.
Jaya, W. 2005. Gambaran Darah Anjing Kampung (Canis familiaris) di Daerah Jakarta dan Bogor. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.
Jungueira, L.C. and Carneiro, J. 1980. Histologi Dasar. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lawrence, T.L.J. and Fowler, V.R. 2002. Growth of Farm Animals. Ed-2. New York : CABI Publishing.
Mattjik, A.A. dan Sumetajaya, M. 1999. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS, SPSS dan Minitab. Bogor: IPB Press.
Mbassa, G.K. and Poulsen, J.S.D. 1993. Reference Ranges for Hematological Value inLandrace Goats. Smll Ruminant Research.
Meyer DJ, Coles, E.H, and Rich, L.J. 1992. Veterinary Laboratory Medicine Interprretation and Diagnosis. Philadelphia : W.B Saunders Company.
Miller, M.E. 1993. Anatomi of The Dog. Philadelphia London New York St. Louis Sydney Toronto: W. B. Saunder Company.
Muharram, R.A. 2006. Penyembuhan Luka Sekunder pada Defek Mukoperiosteal Palatum dengan Penggunaan Obturator Imediet Etil Vinil Asetat (Studo Eksperimental pada Anjing). Tesis. Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas Padjadjaran.
Pennisi, E. 2002. Canine Evolution : A Shaggy Dog History. http://www.dogexpert.com/popular%20Press/CANINE%20
EVOLUTION.html.[1 Juni 2007].
Puja, I.K. 2000. www.jvetunud.com/archives/13. [1 Agustus].
Rappaport S.I. 1987. Introduction to Hematology. Ed ke-2. Philadelpia: J.b. Lippincott Company.
Rastogi S.C. 1977. Essentials at Animal Physiology. New Delhi : Wiley Eastern Limited.
Schalm, O.W. 1971. Veterinary Hematology. Ed ke-1. Philadelphia : Lea & Febiger.
Schalm, O.W., Jain , N.C. and Carrol E.J. 1975. Veterinary Haematology. 3th Edition. Lea & Febiger. Philadelphia. pp. 235-245, 356-362, 370-373.
Scheer, B.T. 1966. Animal Physiology. New York : John Wiley & Sons, Inc.
Septina, W.I. 2007. Perbandingan Pengaruh Preparat Zinc dengan Ossein-hydroxyapatite Compoun pada Penyembuhan Tulang (Studi Eksperimental pada Tulang Rahang Anjing). Tesis. Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas Padjadjaran.
Smith, B.J. and Mangkoewidjojo, S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Cobaan di Daerah Tropis. Jakarta : Unipersitas Indonesia Press.
Sodikoff, C.H. 1995. Laboratory Profiles of Small Animal Diseases A Guide to Laboratory Diagnosis. America : Mosby.
Stewart, M. 1991. Animal Physiology. London : Hodder & Stoughton.