BAB III CERAI TALAK DALAM PUTUSAN NO.
B. Dasar dan Pertimbangan Hukum dalam Perspektif
Dalam Islam perkawinan tidak diikat dalam ikatan mati dan tidak pula mempermudah terjadinya perceraian. Perceraian boleh dilakukan jika benar- benar dalam keadaan darurat dan terpaksa. Perceraian dibenarkan dan dibolehkan apabila hal tersebut lebih baik daripada tetap berada dalam ikatan perkawinan. Agama Islam membolehkan perceraian dengan alasan-alasan tertentu, kedati perceraian itu sangat dibenci oleh Alla Swt.2
Perceraian menurut agama Islam diakui sebagai solusi terakhir dalam menghadapi kemelut rumah tangga. Walaupun perceraian dibolehkan, tetapi melanggar prinsip-prinsip serta tujuan dalam pernikahan itu sendiri seolah menjadi biasa serta gagal dalam membina rumah tangga dengan konsekuensi logis. Bila perceraian dilakukan maka sebuah rumah tangga menjadi seolah-olah neraka bagi kedua belah pihak atau bagi salah satunya.3
Seperti dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama Gresik dengan putusan perkara Nomor 0181/Pdt.G/2013/PA.Gs yang disebabkan karena dalam rumah tangga pemohon dan termohon terdapat orang ketiga.
Dalam perkara cerai ini yang tergolong dalam cerai talak antara pemohon yang mengajukan permohonannya kepada Pengadilan Agama untuk menceraikan isterinya (Termohon) pada tanggal 25 Januari 2013. Yang menjadi alasan pemohon dalam surat permohonannya adalah bahwa termohon seringkali
2 Ahmad Shidiq, Hukum Talaq Dalam Ajaran Islam, Cet. 1, (Surabaya: Pustaka Pelajar, 2001), 55.
57
menolak ketika diajak oleh pemohon untuk behubungan suami istri dengan alasan capek dan termohon juga sering berselingkuh dengan lelaki lain yang mana lelaki tersebut merupakan teman kerja dari termohon. Yang dari alasan tersebut berujung pada pertengkaran yang berakibat pada pisahnnya tempat tinggal keduanya selama kurang lebih 1 bulan.
Hemat penulis bahwa inti dari alasan perceraian dalam perkara tersebut adalah perselisihan dam pertengkaran antara pemohon dan termohon. Perselisihan ini terjadi disebabkan tidak terpenuhinya nafkah bathin baik dari pemohon maupun termohon, yang berawal dari enggannya termohon untuk berhubungan suami istri dengan pemohon.
Dari hal itu jelas bahwa alasan perceraian yang diajukan oleh pemohon sesuai dengan Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam. Hal ini juga sesuai dengan putusan yang dikeluarkan oleh majelis hakim.
Dalam proses persidangan majelis hakim pun sudah berusaha untuk menasihati pemohon agar membatalkan permohonannya dan mau rukun kembali dengan termohon, namun tidak juga berhasil. Yang dilakukan majelis hakim dalam hal ini sudah sesuai dengan Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo. Pasal 65 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dan Pasal 31 ayat (1) Peraturan Pemerintah
58
Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Namun majelis hakim kurang dalam mengambil landasan hukum, seharusnya majelis hakim juga mencantumkan satu pasal lagi yaitu Pasal 143 Kompilasi Hukum Islam dan Pasal 82 ayat (1) dan (4) Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Setelah dilakukan upaya pendamaian oleh majelis hakim namun tidak ada hasil, dan pemohon juga tetap bersikukuh untuk melanjutkan permohonannya, serta selama dalam persidangan termohon tidak pernah hadir tanpa alasan yang sah, maka hakim tidak menunjuk hakim mediator dalam upaya medasi tersebut. Hal ini sudah sesuai dengan pasal 7 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 ctahu 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
Karena tidak hadirnya termohon dalam persidangan dari proses mediasi sampai adanya putusan majelis hakim, maka putusan yang dikeluarkan oleh majelis hakim adalah putusan verztek dimana putusan tersebut diputus jika termohon tidak dapat hadir dalam persidangan dengan tanpa alasan yang sah menurut hukum yang berdasarkan ketentuan pasal 125 ayat (1) HIR.
Putusan hakim terhadap perkara ini berpijak pada peraturan yang sesuai. Adapun yang menjadi landasan hakim adalah Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Perkawinan jo. Pasal 70 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989.
59
Hemat penulis, putusan ini jika dilihat dari landasan hukumnya sudah terpenuhi, hanya saja jika dilihat dari masalahnya seharusnya dapat juga mengambil Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam serta Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Pasal 77 ayat (5) Kompilasi Hukum Islam..
Meskipun perkawinan keduanya bukan hasil dari dijodohkan sebagaimana yang dikemukakan oleh hakim yang penulis wawancarai bahwa antara Pemohon dan Termohon selisih umur 10 tahun. Tapi, tidak ada faktor perjodohan antara Pemohon dan Termohon. Mereka menikah berdasarkan suka saling suka.4 Karena alasan tertentu perkawinan yang dilandasi suka saling suka jika ada suatu hal yang mengakibatkan mengakibatkan suami istri cekcok dan bertengkar serta adanya pihak ketiga sebagai alasan dalam mengajukan perceraian karena mengajukan perkara/permohonan adalah hak dari pemohon dan pengadilan hanya bersifat pasif, yakni menunggu datangnya perkara.
Yang menjadi alasan hakim dalam putusan ini adalah bahwa akibat perceraian pokoknya bukanlah karena adanya pihak ketiga. Yang dijadikan alasan hakim untuk memutus bukan karena pihak ketiga dan dimana-mana tidak membahas tentang pihak ketiga. Namun, yang ditarik benang merah adalah masalah percekcokan/pertengkaran antara keduanya.
60
Sedangkan jika dilihat dari hukum Islam alasan perceraian dalam perkara ini adalah shiqa>q. Shiqa>q ini disebabkan oleh adanya pihak ketiga yang berakibat pada tidak terpenuhinya kewajiban sehingga menyebabkan pertengkaran dan perselisihan itu timbul.
Dalam amar putusan majelis hakim terhadap perkara ini adalah mengabulkan permohonan pemohon seluruhnya. Hal ini berarti seluruh isi petitum pemohon dikabulkan, yaitu menetapkan memberi izin kepada pemohon untuk mengucapkan talak terhadap termohon di depan sidang Pengadilan Agama Gresik setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, yang berarti dalam penyelesaian perkara ini adalah dengan jalan perceraian.
Dari paparan analisis penulis di atas, bisa disimpulkan bahwa perceraian yang terjadi dapat berdampak pada tidak adanya kerukunan antar dua keluarga tersebut, juga berakibat kepada anak dari pemohon dan termohon. Bisa jadi anak dari yang bersangkutan kurang adanya kasih sayang yang didapat setelah terjadinya perceraian antara pemohon dan termohon.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dalam putusan perkara No. 0181/Pdt.G/2013/PA.Gs tentang Cerai Talak karena Pria Idaman Lain (PIL) ini, hakim membuat dasar dan pertimbangan hukum dengan menarik benang merah dari perselisihan/percekcokan antara Pemohon dan Termohon, karena dalam hukum positif maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) tidak menyebutkan tentang putusnya perkawinan (perceraian) yang dikerenakan Pria Idaman Lain (PIL).
2. Analisis yuridis yang di pakai oleh majelis hakim Pengadilan Agama Gresik dalam perkara No. 0181/Pdt.G/2013/PA.Gs tentang cerai talak karena adanya Pria Idaman Lain (PIL) yaitu:
a. Selama proses persidangan, Majelis Hakim mengambil dari Pasal 130 HIR jo. Pasal 38 ayat 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan Pasal 82 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 yang sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 jo. Pasal 31 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 jo. Pasal 115 Kompilasi Hukum Islam, untuk menasehati agar Pemohon tidak meneruskan Permohonannya.
62
b. Dalam proses perdamaian antara kedua belah pihak, hakim mengambil pasal 7 ayat 1 Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Meskipun dalam masa persidangan, Termohon tidak pernah hadir tanpa alasan yang sah, maka dari itu majelis hakim tidak menunjuk hakim Mediator.
c. Hakim telah memenuhi ketentuan Pasal 76 ayat 1 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 dan Pasal 22 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 dengan mendatangkan dan mendengarkan keterangan saksi.
d. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang telah ada selama dalam persidangan, dari keterangan pemohon dan dari keterangan saksi-saksi yang dipandang telah memenuhi alasan dapat terjadinya perceraian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, jo Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, maka majelis hakim mengambil ketentuan Pasal 39 ayat 2 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 jo. Pasal 70 ayat 1 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989.
B. Saran
1. Seharusnya teori dan pengetahuan mengenai hal-hal yang menyebabkan terjadinya perselingkuhan seorang perempuan dengan Pria Idaman Lain, disosialisasikan kepada masyarakat khususnya kepada perempuan yang bekerja.
63
2. Perselingkuhan dapat menyebabkan perceraian, karena itu harus ada keterbukaan antara pihak suami dan pihak istri untuk mengungkapkan masalah-masalah yang sedang dihadapi.
3. Perlu diadakannya penelitian tentang jumlah yang mengarah pada positif dan negative tentang kondisi objektif perselisihan antara suami istri yang diakibatkan sebab-sebab tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Drs. Slamet, Drs. H. Aminuddin, Fiqih Munakah}at, Jil. 2, Cet. 1, CV. Pustaka Setia, 1999.
Afandi, M. Lutfi, Analisis Hukum Islam Terhadap Putusan Pengadilan Agama Malang No. 1106/Pdt. G/2011/PA.Mlg. Tentang Perceraian Karena Suami Waria, Skripsi UIN Sunan Ampel Surabaya, AS, 2006.
Alfiyah, Maktabah, Muh{ammad bin Ali bin Muh{ammad al-Shaukani, Nailul Autor, Juz 7, Beirut: Da>r al-Ji>l, 1973.
Arto, Mukti, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Cet. 4, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2003.
Basri, Cik Hasan (et.al.), ed., Kompilasi Hukum Islam Dalam system hukum Nasional, Cet. II, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.
Basri, Mokhamad Hasan, Cerai Gugat Karena Istri Selingkuh Dalam Putusan Perkara Nomor : 603/Pdt.G/2009/PA.Mlg. (Analisis Dengan Pendekatan Maqa>sid al-Shari’ah), Skripsi UIN Sunan Ampel Surabaya, AS, 2014.
Fais}al, Shaikh Ibn Abdul Azi>z, Bustanul Ah}bar Mukhtas}ar Nailul Aut}or, Penerjemah muammar H{amidy, dkk., Cet. 3, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2001. 2311.
Hafiz, Imam, Abi Daud Sulaiman ibn al-Ash’ath al-Sajastani al-Azdi, Sunan Abi Daud, Cet. 1, Beirut: Da>r Ibn Hazm, 1998.
Hamimah, Hulaifatul, Analisis Hukum Islam Terhadap Putusan Pengadilan Agama Malang No. 2193/Pdt. G/2012/PA.Mlg. Tentang Cerai Gugat Karena Tuntutan Nafkah, Skripsi UIN Sunan Ampel Surabaya, 2013.
Ja>ziri (Al), Abdurrah}man, al-Fiqh ‘Ala> Madhahib al-Arba’ah, Bur Sai>d: Maktabah al-Thaqafah al-Di>niyah, t.th.
Kuzari, Ahmad, Nikah Sebagai Perikatan, Cet. 1, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995.
Mahmood Tahir, Personal Law In Islamic Countries, New Delhi: Academy Of Law An Religion, 1987.
Muhammad, Imam Kamaluddin ibn Abdul Wahid al-Siwasi, Sharh Fath{ul Qadir, Juz. 3, Beirut: Da>r al- Fikr, t.th..
Prodjohamidjodjo,Martiman, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta: Indonesia Legal Center Publishing, 2002.
65
Prof. Dr. H.M.A. Tihami, M.A., M.M. dan Drs. Sohari Sahrani, M.M., M.H., Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, Cet. 2, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010.
Rafiq,Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Cet. 2, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997.
Rahman, Bakri A. dan Ahmad Sukarja, Hukum Perkawinan Menurut Undang- undang Perkawinan dan Hukum Perdata/BW, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1981
Ramulyo,Moh. Idris, Hukum perkawinan Islam, Cet. 1, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 1996.
Rasjidi, Lili, Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia, Bandung: Alumni, 1982.
Rusyd, Ibnu, Bida>yatul Mujtahid Analisa Fiqih Para Mujtahid, Penerjemah Imam Ghazali Said dan Ah{mad Zaidun, Jilid. 2, Jakarta: Pustaka Amani, 2007. Sa>bi>q, Sayyid, Fiqh al-Sunnah, Cet. 1, Jilid. 2, al-Qa>hirah: Da>r al-Fath Li al-I’la>m al-
‘Arabi>, 2000.
Shidiq, Ahmad, Hukum Talaq Dalam Ajaran Islam, Cet. 1, Surabaya: Pustaka Pelajar, 2001.
Syarifuddin Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakaha>t dan Undang-undang Perkawinan, Ed. 1, Cet. Ke-2, Jakarta: Prenada Media, 2006.
Subekti, R. dan R. Tjitro Sudibio. Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita, 1999.
Uma>r, Abi> Sa’i>d bin Gharamah al-‘Amrawi>, Ah}ka>m al-T}ala>q Fi al-Kita>b wa al- Sunnah wa al-Ijma>’, Riyad}: Da>r al-Tahawi Library, t.th.
Zuhaili (Al), Wahbah, al-Fiqh al-Isla>m wa Adillatuh, Cet. 3, Juz. 7, Beirut: Da>r al Fikr, 1989.
Arsip Pengadilan Agama Gresik Diambil Pada Tanggal 15 juni 2015.
Direktorat Pembinaan Peradilan Agama R.I, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Direktorat Pembinaan Peradilan Agama, 1992.
Kementerian Agama R.I., Mus}af Al-Qur’an dan Terjemahannya , Jakarta: PT. Lentera Jaya Abadi, 2011.
Kompilasi Hukum Islam, Cet. 4, Bandung: CV. Nuansa Aulia, 2012. Salinan Putusan Perkara No. 0181/Pdt.G/2013/PA.Gs.
66
Undang-undang Pokok Perkawinan no. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
Wawancara Pribadi Dengan H.M. Arufin, S.H., M. Hum. (Hakim Pengadilan Agama Gresik). Gresik tanggal 15 Juni 2015.