• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

3.8. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel 1 Populas

3.9.1. Dasar Dasar AHP

Dalam menyelesaikan persoalan dengan AHP ada beberapa prinsip yang harus dipahami diantaranya adalah : decomposition, comparative judgement, synthesis of priority, dan logical consistency.

3.9.1.1. Decomposition

Setelah persoalan didefenisikan, maka perlu dilakukan decomposition

yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil yang lebih akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap unsur- unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tadi. Karena alasan ini, maka proses analisa ini dinamakan hirarki (hierarchy). Ada dua jenis hirarki, yaitu lengkap dan tak lengkap. Dalam hirarki lengkap, semua elemen pada suatu tingkat memiliki semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya. Jika tidak demikian, dinamakan hirarki tak lengkap.

3.9.1.2. Comparative Judgement

Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena ia akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini akan tampak lebih baik bila disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise comparison. Pertanyaan yang biasa diajukan dalam menyusun skala kepentingan adalah : a. Elemen mana yang lebih (penting/disukai/mungkin/…) ?

Agar diperoleh skala yang bermanfaat ketika membandingkan dua elemen, seseorang akan memberikan jawaban perlu pengertian menyeluruh tentang elemen-elemen yang dibandingkan dan relevansinya terhadap kriteria atau tujuan yang dipelajari dalam penyusunan skala kepentingan ini, digunakan patokan Tabel 3.1. berikut :

Tabel 3.1. Dasar Perbandingan Kriteria Intensitas

Pentingnya

Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen menyumbangnya sama besar pada sifat itu. 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting

ketimbang lainnya

Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas lainnya.

5

7

Elemen yang satu essensial atau sangat penting ketimbang elemen lainnya

Satu elemen jelas lebih penting dari elemen lain

Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas elemen lainnya.

Satu elemen dengan kuat disokong, dan dominannya telah terlihat dalam praktek 9 Satu elemen mutlak lebih penting

ketimbang elemen lainnya.

Bukti yang menyokong elemen yang satu atas yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan.

2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua pertimbangan berdekatan

Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan.

Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai kebalikannya bila dibandingkan dengan i

Dalam penilaian kepentingan relative dua elemen berlaku aksioma

reciprocal artinya jika elemen I dinilai 3 kali lebih penting disbanding j, maka elemen j harus sama dengan 1/3 kali pentingnya dibanding elemen i. Di samping itu, perbandingan dua elemen yang sama akan menghasilkan 1, artinya sama

penting. Dua elemen yang berlainan dapat saja dinilai sama penting. Jika terdapat n elemen, maka akan diperoleh matriks pairwise comparison berukuran n x n. Banyaknya penilaian yang diperlukan dalam menyusun matriks ini adalah n (n- 1)/2 karena matriksnya reciprocal dan elemen-elemen diagonal sama dengan 1.

Matriks merupakan alat yang sederhana dan biasa dipakai, dan memberi kerangka untuk menguji konsistensi, memperoleh informasi tambahan dengan jalan membuat segala perbandingan yang mungkin, dan menganalisa kepekaan prioritas menyeluruh terhadap perubahan dalam pertimbangan. Rancangan matriks ini secara unik mencerminkan dwi segi prioritas dan didominasi.

Tabel 3.2. Matriks Untuk Perbandingan Berpasangan

C A1 A2 An

A1 1

A2 1

An 1

Untuk memulai proses pembandingan ini, mulailah pada puncak hierarki untuk memilih kriteria C, yang akan digunakan untuk melakukan perbandingan yang pertama. lalu dari tingkat tepat dibawahnya, ambil elemen-elemen yang akan dibandingkan yaitu A1, A2, A3 dan seterusnya.

Dalam matriks ini, elemen A1 pada kolom disebelah kiri dibandingkan

dengan elemen A1, A2, ….An pada baris paling atas berkenaan dengan sifat C di

sudut kiri atas. Lalu ulangi dengan elemen A2 dan seterusnya. untuk

membandingkan elemen-elemen, tanyakanlah seberapa kuat suatu elemen memiliki atau berkontribusi, mendominasi, mempengaruhi, memenuhi atau

menguntungkan sifat tersebut, dibandingkan dengan elemen lain dengan mana ia sedang dibandingkan.

Bila membandingkan suatu elemen dalam matriks dengan elemen itu sendiri, misalnya A1 dengan A1, perbandingan itu harus memberi bilangan satu

(1), maka istilah diagonal matriks itu dengan bilangan - bilangan 1. Dengan demikian selalu bandingkan elemen pertama dari suatu pasangan (elemen di kolom sebelah kiri matriks) dengan elemen yang kedua (elemen di baris puncak) dan tafsir nilai numeriknya dari Tabel 3.2. Nilai kebalikannya untuk perbandingan elemen kedua.

3.9.1.3. Synthesis Of Priority

Dari setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari eigenvectornya untuk mendapatkan local priority. Karena matriks (matriks - matriks) pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority

prosedur melakukan sintesa berbeda menurut bentuk hirarky. Pengurutan elemen- elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa dinamakan priority setting.

3.9.1.4. Logical Consistency

AHP utamanya didasarkan pada pairwise comparison yang digunakan para pengambil keputusan untuk menentukan preferensi antara alternatif-alternatif keputusan untuk kriteria yang berbeda. Prosedur normal AHP untuk membuat komparasi pasangan ini adalah para pewawancara membuat skala preferensi verbal dari para pengambil keputusan itu. Namun, bila para pengambil keputusan harus membuat perbandingan yang cukup banyak (tiga atau lebih), ia dapat saja

kehilangan telusuran tentang respon sebelumnya. Oleh karena AHP dibuat berdasarkan respon-respon ini, adalah penting sekali untuk menjaga agar respon tersebut absah (valid) serta konsisten. Artinya, preferensi yang diberikannya pada suatu set komparasi pasangan haruslah konsisten dengan set komparasi lainnya.

Ketidakkonsitensian ini bisa saja menyusup ke dalam AHP jika para pengambil keputusan diminta untuk membuat respon verbal untuk komparasi pasangan yang banyak. Secara umum memang hal ini tidak menjadi masalah yang serius, sampai batas tertentu sedikit inkonsistensi dapat saja terjadi. Namun perlu dihitung sebuah indeks konsistensi yang mengukur derajat ketidakkonsistenan pada komparasi pasangan ini.

Indikator konsistensi diukur melalui Consistency Index (CI) yang dirumuskan : CI = ( Z maks – n ) / ( n-1 )

Keterangan :

n = jumlah jasa yang dibandingkan

Zmaks = harga rata-rata yang dihitung sebelumnya

Jika CI = 0 maka pengambil keputusan adalah konsisten sempurna

Pertanyaan berikutnya adalah seberapa jauh inkonsistensi tersebut dapat diterima. Untuk ini, bandingkan CI dengan indeks random yakni indeks konsistensi dari matriks komparasi pasangan secara random.

Harga RI ditunjukkan pada Tabel 3.3. berikut:

Tabel 3.3. Harga Random Index

N 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Jadi derajat inkonsistensi untuk komparasi pasangan pada matriks kriteria keputusan pada contoh terdahulu dihitung dengan rasio CI terhadap RI :

CR = CI / RI

Keterangan :

CR : Consistency Ratio

CI : Consistency Index

RI : Random Consistency Index

Secara umum, derajat konsistensi cukup memuaskan bila :

CI / RI < 0,10

Dokumen terkait