• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

3.8. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel 1 Populas

3.8.2. Teknik Pengambilan Sampel

Arikunto (2004:117) mengatakan bahwa: “Sample adalah bagian dari populasi.” Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi. Berkaitan dengan teknik pengambilan sampel Nasution (2003:135) bahwa, “Mutu penelitian tidak selalu ditentukan oleh besarnya jumlah sampel, akan tetapi oleh kokohnya dasar-dasar teorinya, oleh desain penelitiannya (asumsi-asumsi statistik), serta mutu pelaksanaan dan pengolahannya.”

Arikunto (2004:120) mengemukakan bahwa : apabila subjek kurang dari 100, maka lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika subjeknya besar, sampel dapat diambil antara 10%-15% atau lebih. Menurut Gay, ukuran minimum sampel yang dapat diterima untuk metode penelitian deskriptif minimal 10 % dari jumlah populasi.

Berdasarkan pernyataan Gay tersebut sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 22 responden yaitu 10 % dari 215 jumlah populasi. Untuk mempermudah dalam penyebaran kuesioner berdasarkan stratified random sampling ditentukan jumlah masing-masing sampel menurut unit kerja masing- masing secara proporsional dengan rumus :

ni =

N Ni

.n

Dimana : ni = jumlah sampel menurut stratum n = jumlah sampel seluruhnya

Ni = jumlah populasi menurut stratum N = jumlah populasi seluruhnya

Teknik penentuan sampel acak (analisis statistika inferential menuntut persyaratan, yaitu ukuran populasinya diketahui, ukuran sampelnya jelas, dan semua unsur populasi mempunyai kesempatan sama untuk diambil sebagai sampel).Yang paling sederhana di antara metode sampel acak adalah :

a. Simple Random Sample (SRS), di mana setiap unsur dalam kerangka sampel mempunyai peluang sama untuk terpilih. Namun strategi ini jarang digunakan dalam penelitian, karena kesulitan untuk mendapatkan daftar informasi yang sangat panjang dan sering tak terkendali, akibat cakupan geografis populasi yang sangat luas dan parameter yang sangat beragam (Neuman, 2000; Freedman, 2004).

b. Systematic Random Sample. Metoda yang merupakan modifikasi dari SRS ini ditentukan dengan mulai memilih unsur dalam kerangka sampel secara acak dan mengambil setiap unsur yang ke n (misalnya mulai secara acak memilih lokasi dari buku daftar telopon dan selanjutnya mengambil satu nama setiap 100 nama berikutnya). Dibanding SRS cara ini lebih mudah, khususnya untuk pelaksanaan di lapangan, dan lebih akurat. Penggunaan metoda ini dalam penelitian perumahan dan permukiman mempunyai masalah yang kurang lebih sama dengan metode SRS (Fredman, 2004).

c. Stratified Sampling. Kadang-kadang kerangka sampel yang ada memuat berbagai informasi tentang karakter unsur populasi. Informasi ini dapat digunakan untuk meningkatkan akurasi sampel dengan cara membedakannya berdasarkan unsur-unsur populasi tertentu. Sampel yang diambil dari setiap

sub-populasi akan mempunyai tingkat keterwakilan yang lebih tinggi, dibandingkan dengan dua metode yang sebelumnya. Namun penentuan stratanya harus dilakukan dengan menggunakan kerangka sampel yang informasinya lengkap dan akurat (Friedrich, 2003).

Selain penentuan sampel acak satu tahap, ada juga penentuan sampel yang dilakukan dalam beberapa tahap (multi-stage sampling). Cara ini digunakan jika tak tersedia kerangka sampel, atau karena sangat tidak praktis jika sampel ditentukan dengan satu kerangka untuk seluruh populasi (Friedrich, 2002). Metode ini mulai dengan menentukan unit yang terbesar (Primary Sampling Unit) dan dilanjutkan dengan yang lebih kecil (Secondary Sampling Unit). Pada dasarnya metode ini menggunakan 2 langkah dasar: membuat daftar dan menentukan sampel. Skema yang termasuk dalam kategori ini adalah

a. Cluster Sample. Sampel kluster digunakan apabila tak tersedia kerangka sampel yang baik atau populasinya tersebar, sehingga biaya untuk mendapatkan sampel baku cukup mahal. Skema ini melibatkan beberapa tahap penentuan sampel yang ditentukan berdasarkan kelompok, bukan individu. Melalui skema ini peneliti memilih sampel dalam kelompok area (misalnya propinsi dalam negara, kota dalam propinsi), kemudian memilih satu unsur dari setiap kluster utama dalam area wilayah yang lebih kecil (secara acak atau sistematis), dan selanjutnya menentukan jumlah unsur sampel yang disyaratkan dari area-area tersebut. Metode kluster mempunyai sisi positif dan negatif. Di satu sisi metode kluster mempercepat waktu survei dan mengurangi biaya lapangan, namun di sisi lain metode ini mengurangi akurasi

sampel, relatif terhadap sampel non-kluster dengan jumlah responden yang sama. Hal ini dikarenakan sampel kluster sedikit lebih homogen secara internal dibandingkan dengan sampel non-kluster. Akibatnya kluster sampel meningkatkan kesalahan sampel (sampling error) dan membutuhkan pertimbangan khusus dalam analisis datanya serta menuntut ukuran sampel yang lebih besar. Catatan penting yang perlu diingat berkaitan dengan metode kluster adalah bahwa hampir semua survei berskala besar dilakukan dengan menggunakan metode ini. Selain itu metode ini dapat dikombinasikan dengan metoda stratifikasi, biasanya dengan kluster dalam strata. Umumnya untuk ukuran sampel n yang diketahui, sampel kluster kurang akurat dibandingkan dengan tipe penentuan sampel lainnya, di mana parameternya diperkirakan akan mempunyai variabilitas yang lebih besar dibandingkan SRS, sampel acak stratifikasi ataupun acak sistematik.

b. Area Probability Sampling. Skema ini sangat mahal, tetapi berpeluang memberikan hasil yang terbaik untuk mendapatkan sampel yang benar-benar mewakili seluruh populasinya. Metode ini digunakan jika tak ada kerangka sampel namun semua sampel ingin dijangkau, tanpa perduli apakah sampel yang diperoleh masuk dalam kerangka atau tidak. Dasar skema penentuan sampel ini adalah stratified multi-stage cluster. Metode ini dikembangkan untuk menghasilkan sampel yang sesuai prosedur penentuan sampel acak, yang apabila dikombinasikan dengan statistik nasional memungkinkan untuk mendapatkan sampel nasional yang baik.

dalam Sistem Pengelolaan Kinerja

Analytical Hierarchy Process (disingkat AHP) adalah suatu teori umum tentang pengukuran, yang digunakan untuk menemukan skala rasio baik dari perbandingan pasangan yang diskret maupun kontiniu. Perbandingan- perbandingan ini dapat diambil dari ukuran aktual atau dari suatu skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan prefensi relatif. AHP memiliki perhatian khusus tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran, dan pada ketergantungan di dalam dan diantara kelompok elemen strukturnya. Ia banyak ditemukan pada pengambilan keputusan untuk banyak kriteria, perencanaan (prediksi), alokasi sumberdaya, penyusunan matriks input koefisien, penentuan prioritas dari strategi-strategi yang dimilki pemain dalam situasi konflik dan lain sebagainya.

Thomas L. Saaty mengembangkan AHP selama periode 1971-1975 ketika di Wharton School (University of Pennsylvania), jadi metode ini relatif baru dan ada yang menganggap kontroversial. Sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya ketidapastian atau ketidaksempurnaan informasi. Penyebab lainnya adalah banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap pilihan - pilihan yang ada, bergamnya kriteria pemilihan dan jika pengambilan keputusan yang lebih dari satu. Analisis keputusan digunakan khusus pada kerumitan pengambilan keputusan karena informasi yang kurang sempurna. Sementara Game Theory

membahas masalah keputusan jika sumber kerumitannya, ketidaksempurnaan informasi dan adanya lebih dari satu pengambilan keputusan yang sedang

bersaing. Jika sumber kerumitan adalah beragam kriteria, maka Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process, disingkat AHP) merupakan teknik untuk membantu menyelesaikan masalah ini.

Dalam perkembangannya, AHP tidak saja digunakan untuk menentukan prioritas pilihan - pilihan dengan banyak kriteria, tetapi penerapannya telah meluas sebagai metode alternatif untuk menyelesaikan bermacam-macam masalah. AHP menawarkan penyelesaian masalah keputusan yang melibatkan seluruh masalah kerumitan. Hal ini dimungkinkan karena AHP cukup mengandalkan pada intuisi sebagai input utamanya, namun intuisi harus datang dari pengambilan keputusan yang cukup informasi dan memahami masalah keputusan yang dihadapi.

AHP merupakan sistem pembuat keputusan dengan menggunakan model matematis. AHP membantu dalam menentukan prioritas dari beberapa kriteria dengan melakukan analisa perbandingan berpasangan dari masing-masing kriteria. Dalam sistem pengelolaan kinerja yang dimaksud dengan kriteria tersebut adalah

KPI. Ada beberapa software yang bisa dipakai antara lain

Proses yang paling menentukan dalam

menentukan bobot KPI dengan menggunakan AHP adalah menentukan besarnya prioritas antar KPI. Karena itu seringkali terjadi pembahasan yang alot antar anggota tim implementasi sistem pengelolaan kinerja mengenai masalah tersebut. Hal ini dikarenakan tiap-tiap anggota tim memiliki persepsi tersendiri mengenai prioritas masing-masing KPI.

Dokumen terkait