• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dasar-dasar Membangun Keluarga Kristiani Sebagai Komunitas

Dalam dokumen PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI (Halaman 29-34)

BAB II. MATERI PENDIDIKAN IMAN ANAK DALAM KURSUS

A. Keluarga Kristiani Sebagai Komunitas Iman

2. Dasar-dasar Membangun Keluarga Kristiani Sebagai Komunitas

Suami-istri dipertemukan untuk saling mencintai dan hidup bersatu dalam jiwa dan badan, guna saling membahagiakan satu sama lain, itulah dasar membangun keluarga sebagai komunitas iman. Keluarga hendaknya dibangun dengan cinta dan penyerahan secara total seluruh hidup suami-istri pada kehendak Allah. Sejarah keselamatan dipenuhi dengan tema perjanjian nikah yang merupakan satu ungkapan penting bagi kesatuan cinta kasih antara Allah dan manusia, serentak sebagai satu pengertian kunci untuk memahami dalam simbolisme tahap-tahap perjanjian besar yang diadakan Allah dengan umat-Nya.

Perkawinan berlandaskan cinta merupakan gambaran perjanjian kasih Allah antara Kristus dan Gereja-Nya. Dikatakan suami-istri yang diberkati melalui perkawinan menjadi gambaran dan tanda pernjanjian Allah dengan umatNya.

Maka pria dan wanita yang telah menikah saling terikat dan terpisahkan.

Suami-istri sebagai mahluk pribadi dan bermartabat pada hakikatnya adalah sama. Pernyataan tersebut dijelaskan dalam Kitab Kejadian: “maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambarNya, menurut gambar Allah diciptakan laki-laki dan perempuan” (Kej 1:27). Hendaknya suami-istri saling mencintai, karena dengan saling mencintai suami-istri karena seturut dengan Allah.

menciptakan manusia pria dan wanita untuk hidup saling melengkapi, sehingga antara pria dan wanita memiliki posisi yang sama di mata Allah yakni mahluk pribadi yang bermartabat. Inilah hak setiap orang yang tak dapat dihapus di hadapan Tuhan dan juga manusia (FC art 22). Kesadaran manusia itu sebagai

citra Allah hendaknya suami-istri saling mencintai, bahwa cinta yang melandasi dasar keluarga itu maka harus dirasakan lewat komunikasi, karena komunikasi yang baik adalah ekpresi cinta sehingga keluarga bisa membangun keluarga sebagai komunitas iman.

Dengan menyadari tugas dan perannya masing-masing (suami-istri) dan dilandaskan cinta untuk membangun keluarga, situasi keluarga yang damai, tentram dan bahagia dapat terwujud. Untuk mewujudkan suasana damai, tentram dan bahagia diperlukan komunikasi yang baik. Komunikasi ini dapat dilakukan bila suami-istri bersedia mendengarkan pasangannya dengan rendah hati dan terbuka, sehingga permasalahan yang terjadi dalam keluarga dapat dibicarakan dalam suasana yang damai.

b. Sakramen Perkawinan

Perkawinan katolik bukanlah merupakan perkawinan biasa. Perkawinan memiliki sifat penting lebih mendalam yakni bersifat sakramen. Sakramen Perkawinan menjadi dasar dari keluarga kristiani. Kitab Hukum Kanonik kanon 1055 $ 1 menyatakan:

Perjanjian (foedus) perkawinan, denganya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk antara mereka persekutuan (consortium) seluruh hidup, yang menurut cirri kodratinya terarah pada kesejahteran suami-istri (bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak antara orang-orang yang baptis oleh kristus Tuhan diangkat ke martabat sakramen.

berdasarkan sifat sakramental, perkawinan katolik bersifat tak terceraikan dan monogami.

1) Tak terceraikan

Penceraian dalam gereja katolik merupakan pengingkaran janji.

Perkawinan antara suami-istri bersumber dari cinta Ilahi. Cinta kasih suami-istri akan terpancar melalui kesetiaan mereka dalam perkawinan. Suami-istri mengusahakan kesetiaan untuk mempertahan hubungan dalam perkawinan.

Dengan kesetiaan suami-istri akan semakin saling memahami dan menciptakan perkawinan yang bahagia (GS art 48).

Perkawinan katolik bukanlah suatu kontrak hidup bersama antara pria dan wanita, bila tidak sesuai dengan ketentuan kontrak dapat diputuskan sewaktu-waktu. Namun perkawinan katolik telah mendapatkan keteguhan dalam masyarakat dan dikukuhkan oleh hukum-hukum yang berlaku dalam masyarakat.

Hukum-hukum ini menjamin setiap orang yang menikah terhindar dari pihak-pihak yang mencari keuntungan sendiri.

2) Monogami

Ciri perkawinan katolik selain tak terceraikan adalah monogam yaitu perkawinan katolik di tuntut untuk menikah dengan satu orang saja. Kitab Hukum Kanonik kanon 1056 menyatakan:

Ciri-ciri Hakiki (proprietates) perkawinan ialah unitas (kesatuan) dan indissolusbilitas (sifat tidak dapat diputuskan), yang dalam perkawinan kristiani memperoleh kekukuhan khusus atas dasar sakramen.

dalam perkawinan Kristus yang mempersatukan suami-istri, maka perkawinan kristiani bukan hanya melibatkan dua pihak yaitu suami dan istri tetapi juga

Kristus. Kristus yang mengikat suami-istri dalam perjanjian yang sifatnya monogam, seperti perjanjian antara Kristus dengan Gereja.

c. Kebisaan Hidup Beriman

Kebiasaan hidup beriman menjadi dasar keluarga Kristiani. Kebiasaan doa pribadi dan bersama tetapi juga kebiasaan juga membaca Kitab Suci keluarga secara otomatis dapat berkomunikasi dengan Tuhan, tidak hanya melalui doa keluarga juga mendapatkan kesempatan untuk ikut ambil bagian dalam perayaan Ekaristi, membaca dan menemukan dasar iman. Pembinan iman tidak hanya didapatkan dari orang tua saja tetapi bisa di dapatkan melalui pembinaan iman yang meliputi:

1. Kebiasan hidup doa

Menyadari keluhuran panggilan hidup berkeluarga untuk membangun hidup suci, kita tidak menutup mata terhadap berbagai tantangan yang dialami suami-istri dalam membangun keluarganya. Banyak keluarga mengalami berbagai kesulitan dalam hal materi, relasi atau yang lain. Lebih tragis lagi situasi tersebut membawa keluarga kristiani masuk dalam sebuah tragedi yang sulit untuk diselamatkan.

Sebagai umat beriman sangat penting membawa berbagai persoalan hidup dalam doa. Pelaksanaan doa ini bisa secara pribadi atau bersama dalam keluarga.

Melalui doa bersama (Gilarso, 1996: 159-160) anggota keluarga saling

mendoakan satu dengan yang lain sehingga doa mempunyai daya kekuatan yang lebih di hadapan Tuhan (Mat 18:19).

Perkawinan sebagai sakramen akan semakin terwujud dalam kegiatan doa keluarga. Sebagai keluarga beriman kristiani, harus percaya bahwa kekuatan doa mampu memberi daya bagi seluruh anggota keluarga dalam mengahadapi sebuah

“tragedi”. Melalui hidup doa, keluarga mampu mempersatukan hidup mereka sehari-hari sebagai kurban rohani yang berkenan kepada Allah (FC art 59).

2. Ikut pembinaan iman

Sebagai anggota Gereja keluarga ikut terlibat dalam pembinaan iman dan memberikan pendidikan iman serta menumbuhkan sikap menggereja dalam diri kelurga Kristiani yang baru dibangun. Dengan iman yang kuat keluarga katolik diharapkan bisa saling memperkembangkan iman dalam keluarga sehingga terciptanya kedamaian, kerjasama dan kerukunan dalam keluarga, dengan demikian Tuhan pun turut hadir di tengah-tengah keluarga untuk membawa keselamatan dan rahmat-Nya (Gilarso :1996:-11).

3. Ikut ambil bagian dalam Rekoleksi, Retret, Ziarah

Rekoleksi, Retret, Ziarah sudah dikembangkan cukup lama dalam Gereja dan menghasilkan buah-buah yang baik. Maka, keluarga Kristiani hendaknya mendorong dan mendukung seluruh anggota keluarganya untuk mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan tersebut demi pengembangan hidup beriman mereka.

4. Mengikuti Perayaan Liturgi

Keluarga Kristiani sudah terbiasa mengambil bagian aktif dalam perayaan liturgi, terutama ekaristi. Dengan demikian iman mereka akan Tuhan Yesus Kristus semakin besar. Keluarga Kristiani sejak dini diharapkan mengajak anak-anaknya mengambil bagian dalam setiap perayaan Ekaristi, karena perayaan Ekaristi membantu mereka untuk terlibat didalamnya, bila mereka sudah mampu memahami, orang tua sebaiknya menjelaskan makna perayaan Ekaristi, yaitu perjamuan kasih Tuhan. Dalam perjamuan itu Tuhan memberikan diri-Nya, maka menyambut Tubuh Kristus dalam komuni berarti bersatu dengan Tuhan dan Gereja yang adalah Tubuh Mistik Kristus.

3. Ciri-ciri keluarga Kristiani sebagai Komunitas Iman

Dalam dokumen PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI (Halaman 29-34)

Dokumen terkait