• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

5. Dasar-Dasar Teori

Kebudayaan dalam bahasa Inggris disebut dengan culture, dengan asal kata dari bahasa latin colere yang berarti ‘mengolah tanah’. Dari defenisi tersebut, berkembanglah istilah culture sebagai ‘segala daya upaya serta

tindakan manusia untuk mengolah tanah dan mengubah alam’.28

a. a general state or habits of mind (suatu kebiasaan umum atau kebiasaan

pemikiran)

Dalam bahasa Inggris, kata culture dalam abad yang lalu mengalami pergeseran arti sebagai berikut:

28

Haryono, Drs. P. 1996. Memahami Kontekstual Tentang Ilmu Budaya Dasar. Yogyakarta: Kanisius. Hal 46

b. The general state of intellectual development in society as a whole

(kedaaan umum dari pengembangan intelektual dari masyarakat secara keseluruhan)

c. the general body of arts (bagian umum dari seni)

d. a whole way of life, material, intellectual and spiritual (keseluruhan cara

hidup, material, intelektual, dan spiritual)29

Menurut Linton (1940) Budaya adalah keseluruhan dari pengetahuan, sikap dan pola prilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh suatu anggota masyarakat tertentu30

Menurut Kluckhohn dan Kelly (1945) Budaya adalah semua rancangan hidup yang tercipta secara historis, baik eksplisit maupun implisit, rasional, irasional, dan nonrasional, yang ada pada suatu waktu sebagai pedoman yang potensial bagi perilaku manusia

.

31

Menurut Kroeber (1948) Budaya adalah keseluruhan realisasi gerak, kebiasaan, tata cara, gagasan dan nilai-nilai yang dipelajari dan diwariskan dan perilaku yang ditimbulkannya

.

32

AL. Kroeber dan C. Kluchkohn sempat mengumpulkan 160 defenisi tentang kebudayaan. Defenisi yang beragam tentang kebudayaan terjadi karena manusia tidak mungkin membicarakan kebudayaan seluruhnya sekaligus tetapi sebagian kecil saja yang menjadi minat dan perhatiannya33

29

Harsojo. Prof. 1984. Pengantar Antropologi. Bandung : Binacipta. Hal. 93 30

Keesing, Roger M. 1992. Antropologi Budaya Suatu Perspektif Kontemporer. Jakarta: Erlangga. hal 68

31

Keesing, Roger M. 1992. ibid 32

Keesing, Roger M. 1992. ibid 33

Haryono, Drs. P. 1996. Op. cit. hal 46

Dapat disimpulkan bahwa arti kebudayaan amat luas, meliputi seluruh kelakuan dan hasil kelakuan manusia, yang teratur oleh tata kelakuan, yang harus didapatkan dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat34

Dengan demikian kebudayaan dapat pula dilihat secara kontekstual sesuai yang dibicarakan menurut tafsiran beberapa disiplin ilmu. AL. Krober dan C. Kluckhohn merumuskan tujuh kategori pokok, masing-masing menurut pendekatan ilmu tertentu

.

35

1. Sosiologi menekankan kebudayaan sebagai keseluruhan

kecakapan (adat, akhlak, kesenian, ilmu, dan seterusnya) yang dimiliki manusia sebagai subjek masyarakat.

.

2. Ilmu Sejarah menekankan kebudayaan sebagai

perkembangan dan tradisi atau warisan dari generasi ke generasi.

3. Filsafat menekankan aspek normatif, nilai-nilai, realisasi

cita-cita, dan way of life dari konsep kebudayaan itu.

4. Antropologi Budaya menekankan aspek tingkah laku dan

tata kelakuan manusia sebagai makhluk sosial.

5. Psikologi menekankan proses-proses adaptasi, belajar, dan

pembentukan kebiasaan manusia terhadap lingkungan alam dan lingkungan sosialnya. Kebudayaan dipandang sebagai syarat-syarat untuk survival. Psikoanalisis menekankan peranan alam bawah sadar dalam pembentukan kebudayaan. Freud, misalnya berpendapat bahwa kebudayaan tak lain dari sublimasi atau deseksualisasi libido.

6. Ilmu Bangsa-Bangsa dan petugas museum menekankan

aspek material dari kebudayaan, yaitu artifacts atau benda-benda hasil kebudayaan.

7. Defenisi-defenisi lain, misalnya yang dikemukakan Karl

Marx, menyatakan bahwa kebudayaan adalah superstruktur ideologis yang mencerminkan pertentangan kelas-kelas didalam Masyarakat. Lain lagi, A. Toynbee, memahami kebudayaan sebagai dialektika, chalenge and response. Dapat ditambahkan, misalnya, disiplin ilmu hukum menekankan kebudayaan sebagai akhlak. Ilmu ekonomi menekankan pada upaya pemenuhan kesejahteraan dan kebutuhan manusia. Arsitektur menekankan

34

Harsojo. Prof. 1984.Op. cit. Hal. 93 35

kebudayaan sebagai simbol. Yaitu suatu kreasi yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai seperti Kriteria akan kebutuhan, pemakaian yang tepat, nilai estetik, makna asosiatif dan fungsi teknologi36

Defenisi kebudayaan amat banyak, dengan redaksi yang berbeda-berbeda, bahwa pengertian kebudayaan memiliki pokok-pokok sebagai berikut

. Dalam pengertian ilmu sosial kebudayaan adalah seluruh cara hidup masyarakat.

37

1. Bahwa kebudayaan yang terdapat antara umat manusia itu sangat beranekaragam.

:

2. Bahwa kebudayaan itu dapat diteruskan secara sosial dengan

pelajaran

3. Bahwa kebudayaan itu terjabarkan dari komponen biologi,

komponen psikologis dan sosial dari eksistensi manusia 4. Bahwa kebudayaan itu berstruktur

5. Bahwa kebudayaan terbagi kedalam beberapa aspek

6. Bahwa kebudayaan itu dinamis

7. Bahwa nilai dalam kebudayaan itu relatif. Ciri-ciri budaya

Ciri-ciri budaya sebagai berikut38 1. Dapat dipelajari.

:

2. Diturunkan dari generasi ke generasi, baik secara lisan maupun

tertulis, baik disengaja maupun tidak disengaja.

3. Memiliki simbol tertentu. Setiap budaya memiliki simbol-simbol yang memiliki makna khusus biasanya dimengerti oleh masyarakatnya.

4. Selalu berubah. Tidak ada budaya yang statis. Budaya suatu

masyarakat selalu dinamis dan terus berubah sesuai dengan perkembangan Zamannya

5. Memiliki sistem integral. Setiap unsur kebudayaan terkait satu dengan yang lain. Oleh sebab itu, satu unsur kebudayaan tidak dapat berdiri sendiri, tetapi menyangkut unsur-unsur yang lain dalam suatu jaringan yang kompleks

6. Sifatnya adaftif. Kebudayaan berubah untuk beradaptasi dengan

dunia yang berubah. Wujud Kebudayaan

36

Haryono, Drs. P. 1996. ibid. hal 47-48 37

Haryono, Drs. P. 1996. Op.cit. hal 93-94 38

Pakar sosiologi Talcott Parsons maupun pakar antropologi A. L Kroeber pernah menganjurkan untuk membedakan antara wujud kebudayaan sebagai suatu sistem dari gagasan-gagasan serta konsep-konsep, dan wujudnya

sebagai rangkaian tindakan dan aktifitas manusia yang berpola.39

Koentjoroningrat menyarankan agar kebudayaan dibedakan sesuai dengan empat wujudnya. Dari bagian terluar sampai bagian terdalam adalah sebagai berikut

Dalam rangka itu J.J Honingmann membuat perbedaan atas tiga gejala kebudayaan. Yakni (1) ideas, (2) activities, dan (3) artifacts

40

1. Bagian yang paling luar merupakan kebudayaan sebagai artifacts,

atau benda-benda fisik. Yakni berupa benda-benda hasil karya manusia yang bersifat kongkret yang dapat diraba. Misalnya bangunan, peralatan, dan benda teknologi. Sebutan bagi budaya dalam bentuk konkret ini adalah kebudayaan fisik

2. Bagaian kedua terluar merupakan wujud dan tingkah laku

manusia. Wujud berikut ini masih bersifat konkret. Dapat difoto ataupun di film. Semua gerak-gerak yang dilakukan dari waktu ke waktu. Merupakan pola tingkah laku yang dilakukan berdasarkan sistem. Karena itu pola tingakah laku manusia disebut sistem sosial.

3. Bagian ketiga merupakan wujud gagasan dari kebudayaan, dan

tempatnya ada didalam diri warga kebudayaan. Kebudayaan dalam wujud ini bersifat abstrak. Dan hanya dapat diketahui dan dipahami setelah ia mempelajarinya dengan mendalam, baik dengan wawancara intensif atau dengan membaca literatur yang sudah ada. Kebudayaan dalam wujud gagasan juga berpola berdasarkan sistem-sistem tertentu yang disebut sistem budaya.

4. Bagian keempat merupakan bagian yang terdalam, merupakan

gagasan-gagasan yang telah dipelajari oleh para warga suatu kebudayaan sejak usia dini dan karenanya sukar diubah. Istilah untuk menyebut unsur-unsur kebudayaan yang menjadi pusat dari semua unsur yang lain adalah nilai-nilai budaya, yang menentukan sifat dan corak dari pikiran, cara berfikir, serta tingkah laku manusia sebuah kebudayaan.

39

Koentjotoningrat. 1996. Pengantar Antropologi 1. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Hal 74 40

Unsur-Unsur Kebudayaan

Kebudayaan dari tiap-tiap bangsa dapat dibagi kedalam suatu jumlah unsur yang tak terbatas jumlahnya. Unsur kebudayaan yang terkecil sampai kepada yang merupakan gabungan yang terbesar bersama-sama merupakan unsur kebudayaan. Cara menganalisa kebudayaan dalam strukturnya seperti tersebut diatas sebenarnya tidak sesuai dengan kenyataan kebudayaan itu sendiri, dan dirasakan terlalu mekanis. Akan tetapi cara analisa seperti itu dapat memberikan kepada kita gambaran ilmiah yang lebih baik tentang hakekat kebudayaan.

Koentjoroningrat mengumukakan konsep unsur-unsur kebudayaan menjadi 7, yaitu41

1. sistem religi dan upacara adat :

2. sistem organisasi sosial dan kemasyarakatan 3. sistem ilmu pengetahuan

4. bahasa

5. kesenian

6. sistem ekonomi dan mata pencaharian

7. sistem alat dan teknologi

Ketujuh unsur kebudayaan tersebut sering disebut sebagai unsure kebudayaan universal (kultural universal). Kesatuan kebudayaan dimanapun dimuka bumi ini, mulai dari masyarakat yang sederhana samapai masyarakat yang modern, akan dapat ditemukan tujuh unsur kebudayaan tersebut di dalamnya.

41

5.2. Terminologi Politik

Secara sederhana politik yaitu suatu usaha untuk mencapai atau mewujudkan tujuan, cita-cita atau ideologi politik. Politik ialah hal yang ada hubungannya dengan kekuasaan. Sedangkan kekuasaan dapat diartikan sebagai authority, control, capacity, dan hubungan/relationship. Suatu hubungan kekuasaan dapat terjadi bilamana sekelompok orang atau sekelompok golongan tunduk kepada orang atau golongan lain dalam suatu bentuk kegiatan tertentu. Seseorang dapat menikmati kekuasaan, bila orang itu dapat mempengaruhi perilaku dan pikiran orang lain. H.J. Morgenthau dalam

Politics Among Nations menulis “power means man’s control over the minds and actions of other men”. Demikian juga Soeleman Soemardi merumuskan

bahwa kekuasaan adalah pengaruh atau pengawasan atau pengambilan keputusan yang berwenang. Sedangkan Robert M. Mac Iver memberikan batasan bahwa: “ kekuasaan sosial adalah kemampuan untuk mengendalikan kelakuan orang lain, baik secara langsung dengan jalan memberikan perintah maupun secara tidak langsung dengan jalan mempergunakan segala alat dan cara yang ada”42. Dalam batasan diatas maka kekuasaan diartikan sebagai

capacity. Sehubungan dengan ini dapat dikemukakan pula pendapat Talcot

Parsons yang mengemukakan bahwa: “ hasil daripada politik sebagai suatu sistem adalah kekuasaan, yang diberi batasan sebagai kemampuan yang digeneralisir dari suatu sistem sosial untuk menyelasaikan sesuatu berdasarkan kepentingan bersama”.43

42

Mac Iver, Robert M. 1947. The Web of Government. New York: The Mac Milan Company. Hal. 87 43

Parsons, Talcot. 1960. Structure and Process in Modern Societies. Hal.131

Menurut Ossip K Flechteim, kekuasaan sosial adalah keseluruhan daripada kemampuan, hubungan dan proses-proses yang menghasilkan ketaatan dari pihak lain … untuk tujuan-tujuan yang

ditetapkan oleh pemegang kekuasaan.44 Disamping itu kekuasaan dapat diartikan sebagai authority, control. Dalam bukunya Contemporary Political

Science mengatakan bahwa: “ kekuasaan, misalnya dapat diberi batasan

sebagai authority dan control; tingkat tertinggi dari authority adalah kedaulatan sedangkan tingkat tertinggi daripada control adalah supremasi”.45 Kekuasaan politik merupakan bagian dari kekuasaan sosial, yaitu kekuasaan yang mempunyai fokus ditujukan kepada negara yang merupakan satu-satunya pihak yang berwenang yang mempunyai hak untuk mengendalikan tingkah laku sosial dengan paksaan. Kekuasaan politik disamping mencakup kekuasaan untuk memperoleh ketaatan dari warga masyarakat, juga menyangkut pengendalian orang lain dengan tujuan untuk mempengaruhi tindakan dan aktifitas negara dalam bidang administratif, legislatif dan yudikatif. Kekuasaan politik oleh Ossip K Flechtheim dibedakan menjadi dua

macam46

1. bagian dari kekuasaan sosial yang terwujud dalam negara/kekuasaan

negara atau state power seperti lembaga legislatif dan presiden :

2. bagian dari kekuasaan sosial yang ditujukan pada negara

Asal Kata Politik

Asal kata politik berasal dari kata polis bahasa Yunani, dapat berarti kota atau negara kota. Dari kata polis ini kemudian diturunkan menjadi kata-kata polities yang berarti warga negara. Politicos yang berarti kewarganegaraan, politike te ckne yang berarti kemahiran politik; politike episteme yang berarti ilmu politik. Selanjutnya orang Romawi mengambil alih perkataan Yunani itu lalu menamakan

44

Fleichteim, Ossip K. 1952 Fundamentals of Political Science. New York: Ronald Press Co. Hal. 16 45

Lasswel, Harold D. 1950. Contemporary Politican Science. Hal.533 46

pengetahuan tentang negara/pemerintah dengan istilah ars politica artinya kemahiran tentang masalah-masalah kenegaraan. Kalau kita lihat dalam sejarah masyarakat Yunani pada waktu sekitar empat abad sebelum masehi sudah mengenal suatu kebiasaan untuk berkelompok yaitu hidup berkumpul dan membentuk suatu alat untuk mengatur ketentraman, ketertiban dan keamanan dalam kehidupan bersama. Alat ini diberi wewenang untuk mewujudkan dengan cara-caranya tersendiri, suatu ketentraman, dan ketertiban dalam masyarakat. Organisasi ini yang diberi segala

wewenang untuk mengatur kehidupan bersama yang disebut polis47

Masyarakat Yunani pada waktu itu terdiri atas beberapa kelompok-kelompok kecil atau masyarakat kecil yang mendiami suatu daerah tertentu. Keanggotaan masyarakat ini sangat sedikit jumlahnya karenanya masing-masing sangat mengenal dengan baik dan mengenal luas daerahnya yang hanya relatif kecil/sempit saja. Masyarakat yang demikian disebut city state (negara kota). Dapat dikatakan bahwa

polis yang satu memandang dirinya sebagai keutuhan yang terlepas dari polis yang

lain. Bahkan kadang-kadang polis yang satu memandang polis yang lain sebagai lawannya. Dari kata polis inilah lahir kata politik yang pengertiannya berubah-ubah sepanjang sejarah. Selanjutnya kehidupan negara kota (city state) tersebut makin meluas dan berkembang sesuai dengan zamannya mendekati bentuk-bentuk dan sifat-sifat negara dalam pengertian modern

.

48

Politik adalah masalah setiap warga negara dan karenanya masalah bersama dan apa yang menjadi masalah bersama sudah seyogiyanya diputuskan bersama pula. Azas inilah sesungguhnya yang merupakan dasar utama dari apa yang sejak zaman Yunani kuno disebut negara yang demokratis. Aristoteles , filosof zaman Yunani yang lazim dianggap sebagai bapak ilmu politik, dua puluh empat abad yang lalu telah

.

47

Gani, Soeliswati Ismail. 1984. Pengantar Ilmu Politik. Jakarta: Ghalia Indonesi. Hal.14 -15 48

membahas secara sistematais peran warga negara dalam negaranya. Yang dianggap warga negara oleh aristoteles hanyalah mereka yang turut mengambil bagian dalam tata pemerintahan49

Bagi Plato dan Aristoteles, organisasi politik dari warga negara Yunani purba yang disebut polis adalah organisasi yang bertujuan memberikan kepada warga negaranya kehidupan yang baik. Jadi polis bertujuan menjamin kehidupan yang baik bagi warga negaranya dan polis itu dipertahankan demi kehidupan yang baik itu pula. Oleh karena itu masalah-masalah yang dihadapi polis itu adalah masalah-masalah bersama, yang juga adalah masalah dari setiap individu dan individu wajib untuk turut serta memikirkan dan menyelesaikan masalah-masalah polis. Tidak mengherankan jikalau ilmu politik sejak zaman Yunani purba itu dipandang sebagai “the master

science”, induk dari segala ilmu, justru karena fungsinya sebagai ilmu tentang

kebahagaiaan umat manusia. Sifat polis pada waktu itu mutlak dimana tidak dikenal pemisahan antara negara dan masyarakat sehingga merupakan negara-masyarakat. Negara dan masyarakat adalah satu dan tidak dapat dipisahkan

.

50

Ada berbagai pendefenisian ilmu politik yang beraneka ragam oleh para sarjana. Bahkan Ny. Mirriam Budiardjo menulis mengenai hal berikut. “Setiap kali para ahli berkumpul, maka sukar bagi mereka untuk mencapai persetujuan mengenai pendefenisian ilmu politik”

. Keadaan seperti itu telah berubah sama sekali pada abad-abad berikutnya.

51

Namun kesukaran dalam pendefenisian ilmu politik itu tidak menyebabkan usaha-usaha mencari defenisi umum yang dapat diterima itu menjadi dihentikan, melainkan justru menimbulkan berbagai macam defenisi. Sehingga dapatlah

.

49

Isjwara. F. 1982. Pengantar Ilmu Politik. Bandung: Penerbit Bina Cipta. Hal .1 50

Barker, Ernest. 1952. Pricipes of Social and Political Theory. London: Oxford University Press. Hal 5-7

51

dikatakan kesukaran mendefenisikan ilmu politik itu disebabkan terutama karena banyaknya defenisi-defenisi yang berlainan. Yang satu berbeda dengan yang lain secara prinsipil. Hal ini disebabkan para sarjana ilmu politik itu sudah punya konsepsi sendiri tentang hakekat ilmu politik yang pada umumnya berbeda dari konsepsi sarjana-sarjana lainnya52

52

Isjwara. F. 1982. Pengantar Ilmu Politik. Bandung: Penerbit Bina Cipta. Hal 26

.

Jika dianggap bahwa ilmu politik mempelajari politik, maka perlu kiranya dibahas istilah politik itu. Dalam kepustakaan ilmu politik ternyata ada bermacam-macam defenisi mengenai politik.

Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik (politics) adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan (decision making) mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih itu.

Untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan umum (public Policies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation) dari sumber-sumber dan resources yang ada.

Untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu, perlu dimiliki kekuasaan (power) dan kewenangan (authority), yang akan dipakai untuk membina kerja sama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses ini. Cara-cara yang dipakai bersifat persuasi (meyakinkan) dan jika perlu bersifat paksaan (coercion). Tanpa unsur paksaan kebijaksanaan ini hanya merupakan perumusan keinginan (statement of intent) belaka.

Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari dari seluruh masyarakat (public

goals), dan bukan tujuan pribadi seseorang (private goals). Lagipula politik

menyangkut kegiatan berbagai-bagai kelompok termasuk partai politik dan kegiatan orang-seorang (individu).

Perbedaan-perbedaan dalam definisi yang kita jumpai, disebabkan kareana setiap sarjana meneropong hanya satu aspek atau unsur saja. Unsur itu diperlakukan nya sebagai konsep pokok, yang dipakai untuk meneropong unsur-unsur lainnya. Dari uraian diatas jelaslah bahwa konsep-konsep pokok itu adalah negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijaksanaan, pembagian atau alokasi. Berikut defenisi-defenisi yang diberikan para sarjana:

1. negara (state)

Roger F. Soltau dalam Introduction to Politics bahwa ilmu politik mempelajari negara, tujuan-tujuan negara dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan-tujuan itu; hubungan negara dengan warga negaranya serta dengan negara-negara lain53. J. Barents, dalam Ilmu Politika menyatakan bahwa “ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari kehidupan negara … yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat; ilmu politik mempelajari negara-negara itu melakukan tugas-tugasnya”54

2. kekuasaan (power)

.

Harold D. Laswell dan A. Kaplan dalam Power and Society: ilmu politik mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan.

W.A. Robson dalam The University Teaching of Social Sciences: Ilmu politik mempelajari kekuasaan dalam masyarakat…yaitu sifat hakiki, dasar, proses-proses,

53

Soltau , Roger F. 1961. An Introduction to Politics. London: Longmans. Hal. 4 54

ruang lingkup, dan hasil-hasil. Fokus perhatian sarjana ilmu politik tertuju pada perjuangan untuk mencapai atau mempertahankan kekuasaan, melaksanakan kekuasaan atau pengaruh atas orang lain, atau menentang pelaksanaan kekuasaan itu55

3. pengambilan keputusan (decision making)

.

Joy Mitchell dalam bukunya Political Analysis and Public Policy bahwa Politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijaksanaan umum

untuk masyarakat seluruhnya56. Karl W. Deutsch menyatakan politik adalah

pengambilan keputusan melalui sarana umum57

4. kebijaksanaan ( policy, beleid)

. Keputusan yang merupakan sektor publik dari suatu negara.

Hoogerwerf menyatakan bahwa Objek dari ilmu politik adalah kebijaksanaan pemerintah, proses terbentuknya, serta akibat-akibatnya. David Easton menyatakan ilmu politik adalah studi mengenai terbentuknya kebijaksanaan umum58

5. pembagian (distribution) atau alokasi (allocation)

.

Harold Laswell dalam buku Who gets What, When and How: Politik adalah

masalah siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana59. David Easton mengatakan

sistem politik adalah keseluruhan dari interaksi yang mengatur pembagian nilai-nilai secara autoritatif (berdasarkan wewenang) untuk dan atas nama masyarakat60

55

Robson. W. A. 1994. The University Teaching of Social Sciences. Paris: Unesco. Hal. 24 56

Mitchell, Joyce M. 1969. Political Analysis and Public Policy. Chicago: Rand Mc Nally. Hal. 4 57

Deutsch, Karl W. 1970. Politics and Government. Boston: Houghton miffinh co. hal 5 58

Easton, David. 1971. The Political System. NewYork: Alfred A. Knopf, inc. hal 128 59

Laswell, Harold D. 1972. Politics, Who gets What, When, How. New york: World Publishing Co. 60

Easton,David. 1965. A System Analysis of Political Life. New York.

5.3. Terminologi Masyarakat

Kata masyarakat dalam bahasa Inggris disebut society berasal dari kata Latin yaitu socius yang berarti kawan. Ini paling lazim ditulis dalam tulisan-tulisan ilmiah maupun bahasa sehari-hari untuk menyebut kesatuan-kesatuan hidup manusia. “Masyarakat” sendiri berasal dari akar kata Arab yaitu syaraka, yang artinya “ikut serta, berperan serta”. Kata Arab musyaraka berarti saling bergaul.

Istilah masyarakat terlalu banyak mencakup hubungan yang luas sehingga walaupun diberi defenisi yang mencakup keseluruhannya masih ada juga yang tidak memenuhi unsur-unsurnya. Berikut adalah berbagai pandangan para sarjana tentang defenisi masyarakat.

Ralph Linton mengemukakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka dapat mengorganisasikan dirinya dan berpikir tentang dirinya sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu61

Selo Soemardjan menyatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan

.

62

Herkoyits mendefenisikan masyarakat sebagai kelompok individu yang diorganisasikan dan mengikuti cara hidup tertentu

.

63

Menurut J.L Gillin dan J.P Gillin masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan yang sama

.

64

Maclver menyatakan bahwa masyarakat adalah suatu sistem dari cara kerja dan prosedur, dari otoritas dan saling bantu-membantu yang meliputi kelompok-kelompok dan pembagian sosial lain, sistem dari pengawasan tingkah laku manusia

.

61

Pelly, H. Zainul. 1997. Pengantar Sosiologi. Medan: USU Press Medan. Hal 28 62

Pelly, H. Zainul. 1997. ibid. hal 29 63

Pelly, H. Zainul. 1997. ibid 64

dam kebebasan. Sistem yang kompleks selalu berubah atau jaringan dari relasi sosial itulah yang dinamakan masyarakat65

Bagi Durkheim masyarakat merupakan suatu kenyataan yang objektif secara mandiri, bebas dari individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya. Masyarakat bukanlah hanya penjumlahan individu-individu semata melainkan suatu sistem yang dibentuk dari hubungan antar mereka; sehingga menampilkan suatu realita tertentu yang mempunyai ciri-cirinya sendiri

Dokumen terkait