• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dasar Hukum Kebijaksanaan Ekspor – Impor

BAB III PELAKSANAAN EKSPOR IMPOR DI INDONESIA

B. Dasar Hukum Kebijaksanaan Ekspor – Impor

Pembangunan nasional telah menghasilkan perkembangan yang pesat dalam kehidupan nasional khususnya dibidang perekonomian. Dalam hal ekspor-impor di Indonesia telah berlaku beberapa peraturan-peraturan paket kebijakan, instruksi presiden Undang-undang maupun peraturan lainnya yang bersangkutan yang mengatur masalah ekspor-impor. Dimana diberlakukannya ketentuan-ketentuan dalam peraturan tersebut akan mempengaruhi pelaksanaan ekspor-impor tersebut.

Peraturan yang berlaku yang mengatur masalah ekspor-impor antara lain yaitu

B.1. Paket Kebijakan 21 November 1988 (PAKNO 1988)

Telah mengatur tentang serangkaian langkah-langkah kebijaksanaan sebagai berikut : 36

a. Penyempurnaan Tata Niaga Impor

36 Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Paket Kebijakan 21 November 1988, Departemen Keuangan RI (P84BM).

Berdasarkan paket kebijaksanaan bidang indsutri Perdagangan dan Perhubungan Laut tanggal 21 November 1988 (PAKNO 1988) bahwa pengaturan Impor melalui perlindungan bukan tarif diganti menjadi perlindungan melalui penetapan tarif Bea Masuk dan Bea Masuk Tambahan.

Dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 375/Kp/XI/1988 yang mengubah dan menambah keputusan Menteri Perdagangan Nomor 333?Kp/XII/1987 tanggal 27 Desember 1987 tentang Penyederhanaan Tata Niaga Impor Barang, telah ditetapkan berbagai penyempurnaan dalam tata niaga berbagai kelompok komoditi impor sebagai berikut :

• Kelompok barang-barang impor yang diubah pengaturannya meliputi : 1) Kelompok kimia seperti :

- Plastik - Pupuk - Kosmetika

2) Beberapa produksi industri besi baja 3) Industri makanan dan minuman 4) Industri tekstil

5) Hasil-hasil pertanian serta produk industri pengolahan hasil pertanian.

Untuk lebih meningkatkan kegiatan perekonomian nasional seperti yang telah disebutkan diatas maka tata niaga impor ditetapkan sebagai berikut :

- importir produsen (IP) yaitu semua produsen yang mendapat izin perdagangan terbatas untuk mengimpor sendiri barang-barang yang diperlukan dalam proses produksinya termasuk jenis barang yang diizinkan diimpor oleh importir umum plus ke dalam wilayah pabean Indonesia

- Importir umum plus (IU+) yaitu semua importir yang mendapat izin perdagangan umum dan memenuhi syarat tertentu yang telah ditetapkan

- Importir Umum (IU) yaitu semua importir yang mendapatkan izin perdagangan umum untuk mengimpor barang ke dalam wilayah pabean indonesia

- Importir Terdaftar (IT) yaitu semua importir yang mendapat izin perdagangan umum untuk mengimpor barang ke dalam wilayah pabean Indonesia dengan tugas khusus untuk mengimpor barang tertentu yang diarahkan oleh pemerintah.

- Produsen Importir (PI) yaitu semua produsen yang mendapat izin perdagangan khusus untuk mengimpor sendiri barang-barang yang sejenis dengan yang dihasilkannya ke dalam wilayah pabean indonesia

- Agen Tunggal (AT) yaitu semua perusahaan yang mendapatkan izin perdagangan umum dan diakui sebagai agen tunggal oleh pemerintah

b. Deregulasi di bidang Perdagangan Industri dan Pertanian 1) Peningkatan Bonafiditas Importir

Para Importir pemegang Angka Pengenal Importir (API) sebgian besar selama ini memang melaksanakan tugas-tugasnya dengan cukup baik namun disana-sini masih terdapat beberapa Importir yang menjalankan perdagangan importir dengan cara-cara yang dapat menimbulkan kerugian terhadap para konsumen sehingga untuk itu dianggap perlu pengaturan lebih lanjut untuk menertibkan para importir ini dengan tujuan melindungi pula para konsumen

Untuk itu dikeluarkanlah oleh Menteri Perdagangan Surat Keputusan Nomor 374/Kp/XI/1988 dimana diatur bahwa para Importir Umum diwajibkan untuk mendaftar kembali sehingga mereka terseleksi menjadi Importir Umum Plus (IU+). Importir Umum Yang dikategorikan Importir Umum Plus adalah apabila :

- Memiliki Angka Pengenal Importir (API) - Merupakan pembayar pajak yang baik

- Tidak melakukan kegiatan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

2) Memperluas berlakunya Angka Pengenal Impor (API) dan Angka Pengenal Importir Terbatas (APIT) bagi perusahaan produksi.

Dalam rangka meningkatkan peranan kemampuan usaha serta kepastian berusaha perusahaan perdagangan impor, maka berdasarkan SK Menteri Perdagangan Nomor 373/Kp/XI/1988 dan Nomor 376/Kp/XI/1988 maka Angka Pengenal Impor (API) yang selama ini wajib dimiliki importir hanya berlaku selama lima tahun dan hanya dapat digunakan untuk melakukan impor disempurnakan menjadi berlaku sepanjang perusahaan

masih melakukan usaha sebagai importir dan berlaku diseluruh wilayah Indonesia. Dan untuk Angka Pengenal Importir Terbatas yang memiliki perusahaan produksi baik dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sehingga berlaku sepanjang perusahaan masih melakukan usaha sebagai produsen dan berlaku diseluruh wilayah Indonesia

3) Memperluas berlakunya Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)

Untuk penyederhanaan perizinan perdagangan dan memberikan kemudahan bagi perusahaan maka ditetapkan bahwa :

- Surat Izin Usaha Perdagangan berlaku selama perusahaan masih menjalankan kegiatannya

- Surat Izin Usaha Perdagangan diterbitkan berdasarkan domisili perusahaan dan berlaku untuk melakukan kegiatan perdagangan dalam negeri maupun ekspor diseluruh wilayah Indonesia

4) Penjualan Produksi bagi Perusahaan Patungan (PMA)

Dalam rangka peningkatan usaha dan kesempatan kerja dan lebih mendorong elancaran arus barang pemerintah memberikan kemudahan bagi perusahaan patungan untuk memasukkan hasil produksinya.

Sehingga perusahaan patungan yang selama ini banyak dibenarkan untuk memasarkan hasil-hasil produksinya melalui perusahaan penyalur nasional diberikan kemudahan untuk memasarkan hasil-hasil produksi tersebut melalui perusahaan penyalur nasional atau melalui perusahaan patungan yang dibentuknya untuk melakukan distribusi dimana perusahaan patungan dibidang distribusi ini diizinkan melakukan penyaluran kepada

pengecer. Dengan demikian, penyaluran pada tingkat pengecer hanya boleh dilakukan oleh perusahaan nasional

5) Peningkatan daya saing hasil-hasil produksi dalam negeri baik dalam pasar ekspor maupun dalam pasar dalam negeri melalui penetapan tarif Bea Masuk Tambahan

Dalam hal ini dilakukan penyesuaian yang bertujuan untuk memberikan perlindungan yang wajar pada produsen dalam negeri dalam rangka menekan biaya-biaya impor bahan baku, bahan pendukung serta masukan lainnya bagi industri ekspor

Dengan demikian, kemampuan produsen untuk menyediakan barang-barang dengan harga yang lebih bersaing di pasaran dalam negeri dan pasaran internasional dapat makin ditingkatkan

c. Pemberian Kemudahan pada Produksi untuk Ekspor

Untuk memperlancar produksi dan kegiatan ekspor diadakan pembebasan Bea Masuk serta penanggulangan PPN dan PPh atas impor alat-alat produksi khususnya acuan dan bentukan tertentu yang digunakan dalam proses produksi serta wadah / kemasan yang digunakan pada produksi untuk ekspor

d. Deregulasi di bidang Perhubungan Laut

Untuk menjamin kelancaran arus bahan baku, bahan setengah jadi maupun produksi hasil akhir, maka perkembangan usaha pelayanan nasional didorong untuk maju

Setelah Paket Kebijakan 21 November 1988 (PAKNO 1988) pemerintah terus berusaha meningkatkan kegiatan dan ketahanan ekonomi

perdagangan internasional khususnya peningkatan ekspor non migas. Dan untuk mendapatkan Paket Kebijakan 21 November 1988 (PAKNO 1988), Pemerintah mengambil serangkaian langkah-langkah deregulasi ekonomi yang bertujuan untuk lebih meningkatkan lagi daya saing ekonomi Indonesia dalam menghadapi globalisasi ekonomi sekaligus langkah-langkah tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa pemerintah Indonesia tetap melaksanakan kesepakatan WTO (World Trade Organization), AFTA

(ASEAN Free Trade Area), dan APEC (Asia – Pacific Economic Cooperation) secara konsisten.

B.2. Paket Kebijaksanaan 4 Juni 1996 (PAKJUN 1996) Langkah-langkah deregulasi mencakup antara lain bidang : 37

1) Kelanjutan Penjadwalan Penurunan Tarif Bea Masuk a. Bidang Impor

Untuk menambah kepastian bagi dunia usaha dalam menentukan rencana investasi dan rencana produksinya maka ditetapkanlah penjadwalan penurunan Tarif Bea Masuk sampai dengan tahun 2003 yakni sebagai berikut : (a) Untuk kelompok sasaran setinggi-tingginya 5% tahun 2000

- Pada tahun 1997 dan tahun 1999 tarifnya dikurangi dengan 5% kecuali tarifnya sudah 5%

- Pada tahun 1996, 1998 dan 2000 tidak ada perubahan tarif. (b) Untuk kelompok sasaran setinggi-tinggnya 10% tahun 2000.

37 Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Paket Kebijakan 4 Juni 1996, Departemen Keuangan RI (P84BM).

- Pada tahun 1996, 1998, 2000 dan tahun 2002 tarifnya dikurangi dengan 10% kecuali tarifnya sudah 10%

- Pada tahun 1997, 1998, 2001 dan 2003 tidak ada perubahan tarif. Dikecualikan dari penjadwalan penurunan tarif bea masuk tersebut adalah :

(a) Penurunan tarif atas beberapa produk pertanian tertentu, karena diatur tersendiri sesuai dengan komitmen Indonesia pada GATT (General

Agreement on Tariffs and Trade) / WTO (World Trade Organization)

(b) Penurunan tarif atas beberapa produk otomotif karena diatur tersendiri (c) Penurunan tarif atas beberapa produk kimia, bahan plastik dan logam,

karena diatur tersendiri dan secara bertahap diturunkan menjadi setinggi-tingginya 10% pada tahun 2003

(d) Tarif produk alkohol sulingan dan minuman yang mengandung alkohol tidak diturunkan.

2) Perubahan Tarif Bea Masuk Barang Modal

Pada dasarnya terhadap Impor barang modal dalam rangka investasi PMA/PMDN melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah dibebaskan bea masuknya. Namun untuk lebih mendorong lagi peningkatan investasi di dalam negeri, maka ditempuh penurunan tarif bea masuk terhadap barang modal antara lain misalnya :

- Mesin penggerak kenderaan air (motor tempel) - Dampur api dan tungku industri atau labolatorium

- Mesin pengangkat, pemindah, pemuat atau pembongkar dirancang khusus untuk penggunaan dibawah tanah

Dalam Undang-undang Kepabeanan (UU No. 10 Tahun 1995) tidak dikenal lagi Bea Masuk Tambahan. Oleh karena itu telah diambil langkah untuk menghapus Bea Masuk Tambahan yang berlaku. Sedangkan terhadap produk yang dipandang masih perlu dilakukan pembatasan impor dengan kebijaksanaan tarif maka secara kumulatif Bea Masuk Tambahan yang berlaku selama ini dimasukkan dalam bea masuknya.

4) Penyederhanaan Tata Niaga Impor

Penyederhanaan Tata Niaga Impor meliputi perubahan ketentuan Tata Niaga Impor atas produk tertentu untuk memperlancar pengadaan kebutuhan barang modal dan bahan baku serta peningkatan efisiensi industri dalam negeri

5) Anti Dumping / Komite Anti Dumping Indonesia

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa untuk mencapai dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi selama PELITA VI sebesar 7.1% pertahun, peranan industri pengolahan non migas dalam produk nasional riil perlu diupayakan terus meningkat sehingga mencapai 24% pada akhir PELITA VI

Sedangkan peranan ekspor nonmigas juga perlu diupayakan meningkat sehingga menjadi tidak kurang dari 85% dalam komposisi ekspor Indonesia. Upaya-upaya yang dilakukan menjadi lebih berat dengan semakin tajamnya persaingan dalam perekonomian global.

Dalam kondisi tersebut, banyak negara dan berbagai cara berupaya untuk lebih meningkatkan ekspor produknya. Bahkan ada yang melakukan praktek Dumping dengan mengeskpor barang Dumping yang harganya

jauh lebih rendah dari harga normal yang berlaku di negera pengekspor. Untuk menghadapi praktek Dumping tersebut dan dalam rangka melindungi industri dalam negeri, langkah-langkah yang ditempuh adalah mengeluarkan peraturan Pemerintah tentang bea Masuk dan Bea Masuk Imbalan (PP No.34 Tahun 1988) yang antara lain memuat ketentuan mengenai :

- Tindakan dalam menghambat masuknya barang impor yang berupa barang dumping yaitu dengan pengenaan bea masuk anti dumping bagi barang dumping.

- Membentuk Komite Anti Dumping Indonesia dengan tujuan melakukan penelitian dan penyelidikan terhadap dumping serta usulan yang perlu ditempuh termasuk untuk membantu eksportir Indonesia yang dikenakan tuduhan dumping

Dengan keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.136/MPP/Kep/6/1996 tentang Komite Anti Dumping, lebih lanjut :

- Keanggotaan Komite Anti Dumping Indonesia

- Ketentuan Teknis Mengenai pelaksaanaan Tugas Komite Anti Dumping Indonesia.

b. Bidang Ekspor

Langkah-langkah yang ditempuh dibidang ekspor antara lain : 1) Kemudahan Ekspor

(a) Ekspor barang kiriman tanpa dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)

Semula Ekspor barang kiriman yang tidak diwajibkan menggunakan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) adalah nilainya tidak lebih dari Rp.10.000.000 sekarang ditingkatkan menjadi sampai dengan Rp. 100.000.000.

Dengan peningkatan tersebut diharapkan dapat lebih mendorong ekspor nonmigas yang diusahakan oleh Koperasi Pengusaha Kecil dan Pengusaha Menengah

(b) Pencabutan Pemeriksaan Barang Ekspor oleh Surveyor

Semula terhadap beberapa barang ekspor sebelum dikapalkan diwajibkan diperiksa oleh surveyor di pelabuhan atau di pabrik atau di gudang. Sekarang kewajiban tersebut sudah dihapus.

Dengan hapusnya ketentuan pemeriksaan oleh surveyor, maka ketentuan mengenai pemeriksaan barang ekspor sepenuhnya berlaku ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Kepabeanan. (c) Penyederhanaan Persyaratan dan Prosedur memperoleh Surat

Keterangan Asal (SKA) barang ekspor Indonesia, yang antara lain : - Mengurangi produk hukum pengaturan mengenai Surat Keterangan

Asal (SKA)

- Mengurangi jumlah lampiran pendukung dan dokumen Surat Keterangan Asal (SKA) yang semula ada 4 macam yaitu Letter of Credit (L/C), Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) ,

Invoice/Packing List dan B/L atau AW Bill) menjadi dua macam

saja Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dan Bill of Lading (B/L) atau AW Bill

- Memperluas Instansi penerbit Surat Keterangan Asal (SKA) yang selama ini hanya di dua tempat (instansi di tempat bank devisa dan di tempat barang di kapalkan) menjadi tiga tempat, yaitu ditambah di tempat barang diproduksi

- Memperbanyak pejabat yang berwenang menerbitkan Surat Keterangan Asal (SKA) dan dapat berjalan secara paralel untuk lebih mempercepat pelayaran kepada eksportir

2) Kemudahan pelayaran bagi perusahaan eksportir tertentu

Untuk lebih mendorong peningkatan ekspor non migas di samping berbagai kemudahan yang telah diberikan selama ini kepada perusahaan eksportir baik eksportir produsen maupun eksportir umum yang memenuhi syarat juga diberikan kemudahan lainnya berupa percepatan pelayaran kepabeanan perpajakan dan perbankan

Kriteria Perusahaan Eksportir dan tata cara untuk memperoleh pengakuan sebagai perusahaan eksportir yang memperoleh kemudahan pelayanan kepabeanan, perpajakan dan perbankan yaitu :

- memiliki alamat kantor dan atau pabrik yang jelas dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

- Merupakan wajib pajak yang patuh dan baik

- Tidak pernah melanggar ketentuan kepabeanan yang menimbulkan kerugian bagi negara

Perusahaan yang memenuhi persyaratan tersebut akan mendapat kemudahan pelayanan kepabeanan dan perpajakan dalam rangka ekspor produknya.

Kemudahan dibidang perbankan ditetapkan oleh Gubernur Bank Indonesia antara lain dalam hal :

- Pelayanan perbankan diperluas antara lain meliputi negara-negara Asia, Afrika, Eropa Timur dan Amerika Latin

- Fasilitas rediskonto diberikan sesuai pasaran - Usance L/C diberlakukan maksimum dua tahun

- Lokal L/C diberikan rediskonto maksimum 3 bulan yang akan dimulai selambat-lambatnya pada tanggal 1 desember 1996

Sebagai uji coba pada tahap awal ditetapkan komoditi ekspor sebagai berikut :

- Tekstil dan Produk tekstil (TPT) - Alas Kaki

- Elektronikan

- Barang jadi kayu dan rotan, seperti mebel dan komponen mebel, pintu jendela, kusen, lantai dan dinding dari kayu

- Produk kulit 3) Iklim Usaha

Langkah –langkah yang ditempuh di bidang iklim usaha antara lain : (a) Penyederhanaan perizinan bagi industri di dalam kawasan Industri

Dalam rangka pembangunan dan pengembangan industri yang berwawasan lingkungan, maka pengaturan lokasi industri menjadi

sangat penting. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk lebih mendorong pemusatan industri ke dalam kepabeanan industri yang telah ada atau pengembangan kawasan industri baru yang sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang.

Dalam upaya kearah tersebut langkah-langkah yang ditempuh yaitu Bagi perusahaan perusahaan industri yang berlokasi didalam kawasan industri tidak diwajibkan memiliki perizinan sepanjang telah :

- memperoleh persetujuan Penanaman Modal Asing dan Presiden yang tertuang dalam Surat Pemberitahuan Persetujuan Presiden (SPPP) dan BKPM, bagi perusahaan dalam rangka Penanaman Modal Asing

- Memperoleh Persetujuan Penanaman Modal dan BKPM yang tertuang dalam Surat Persetujuan Penanaman Modal (SPPM – BKPM) bagi perusahaan dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri

(b) Penyelenggaraan tempat penimbunan berikat dan gudang berikat (1) Tempat penimbunan berikat

Berkaitan dengan tempat penimbunan berikat, langkah yang ditempuh adalah :

- Mengeluarkan peraturan pemerintah yang mengatur mengenai tempat penimbunan berikat yaitu bangunan tempat atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu didalam daerah pabean yang

digunakan untuk menimbun, mengolah, memamerkan dan/atau menyediakan barang untuk dijual dengan mendapatkan perlakuan khusus dibidang kepabeanan, cukai dan perpajakan

- Membuka kesempatan pada swasta untuk mengusahakan kawasan berikat yang selama ini hanya oleh BUMN

(2) Gudang berikat

Selama ini fungsi kawasan berikat disamping sebagai tempat pengolahan juga sebagai pergudangan. Sekarang pergudangan tersebut dapat berbentuk gudang berikat dan penyelenggarannya terbuka bagi swasta

(c) Kelonggaran kegiatan impor bagi perusahaan Penanaman Modal Asing

Dalam rangka untuk lebih mendorong peningkatan ekspor non migas dan perluasan kesempatan kerja, pemerintah memberikan kemudahan berupa kelonggaran impor barang bagi perusahaan Penanaman Modal Asing

(d) Penyederhanaan prosedur impor limbah untuk bahan baku industri Langkah yang ditempuh adalah penyempurnaan prosedur dan uraian barang / pos tarif atas limbah yang dapat diimpor Disamping itu juga melakukan penyesuaian dengan Undang-Undang Kepabeanan sehingga Menteri Perindustrian dan Perdagangan hanya mengatur mengenai ekspor, sedangkan yang berkaitan dengan pemeriksaan kepabeanan diatur oleh Menteri Keuangan

Dokumen terkait