• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Perilaku Merokok di Kawasan Tanpa Rokok

2. Dasar Hukum Larangan Perilaku Merokok di

Menurut pandangan Islam ada yang mengatakan hukum rokok itu haram dan ada yang mengatakan boleh. Beberapa menyatakan hukum rokok berdasarkan ayat-ayat yang dapat disimpulkan maknanya dengan hakekat rokok itu sendiri. Adapun yang mengaharamkan rokok karena dalil di surat Al-Baqarah ayat 195 yang berbunyi:

ُقِفْنَاَو ْحُمْلا ُّبُِيُ َٰ للّا نِا ۛ اْوُ نِسْحَاَو ۛ ِةَكُلْه تلا َلَِا ْمُكْيِدْيَِبِ اْوُقْلُ ت َلََو ِٰ للّا ِلْيِبَس ِْفِ اْو َْيِْنِس

Artinya:

Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah,

50 Sayyidh Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Jilid 1, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hlm 287.

karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik (Qs. Al-Baqarah, 2:195).51

Menurut riwayat Imam Bukhari, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan masalah memberi nafkah. Dan Ibnu Abbas pun mengatakan bahwa ayat ini bukan berkenaan dengan masalah perang, melainkan berkenaan dengan masalah membelanjakan harta, yaitu bila kamu genggamkan tanganmu, tidak mau membelanjakan harta di jalan Allah, maka dikatakan, “Janganlah kalian menjatuhkan diri kalian ke dalam kebinasaan”.52

Menurut Sri Mulyani rokok dapat disamakan dengan sesuatu yang Khabaits.53 Karena rokok selain merugikan diri sendiri juga merugikan orang lain (perokok pasif). Dalam pandangan medis, justru perokok pasif yang menangug akibat lebih buruk daripada perokok aktif.54 Sebagaimana dalam hadis nabi dari Ibnu Abbas ra : “Telah berkata Rasululah SAW : Tidak boleh membuat Mudharat kepada orang lain”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah. ra) Hadis nabi di atas mencakup seluruh perbuatan yang merugikan dan mencelakan.

Dalam hadis ini dengan jelas terlarang memberi mudharat pada orang lain dan menurut Sri Mulyani rokok termasuk dalam larangan ini. Jadi, menimbukan tidak berlaku dalam syariat, baikbahay terhadap badan, akal ataupun harta.

Sebagaimana diketahui pula, bahwa merokok adalah bahaya terhadap badan dan harta. Ini merupakan kaidah-kaidah umum, yang dpat kita terpakan pada masalah rokok dan sejenisnya. Yaitu apapun perbuatan yang mengandung

51 Departemen Agama RI. Al-Quran Terjemahan, Bandung: Darus. Sunnah, 2015.

52 Al-Imam Abdul Fida Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir Juz 2, ter.

Bahrun Abu Bakar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2002), hlm. 249.

53 Khabaits bentuk pural dari kata al-khabith menurut kamus bahasa Arab Indonesia yang disusun oleh Irfan Zidny dkk, memberikanarti keji, yang menyakitkan, yang merugikan, yang tidak enak, yang berbau busuk, yang najis, dan segala sesuatu yang haram

54 Sri Mulyani, Hukum Merokok Dalam Syari’at Islam, (Banda Aceh: Dinas Syari’at Islam Nanggro Aceh Darussalam, 2014), h. 23.

mudharat pada diri sendiri dan orang lain, maka sepatutnya dihindari. Dengan demikian rokok termasuk dalam sabda Nabi SAW di atas.

1. Al-Qur’an

Al-Quran adalah sumber pokok aturan agama Islam yang utama dijadikan dasar dalam menentukan hukum. Al-Qur’an merupakan kalam Allah dalam bentuk ragam hukum di dalamnya. Al-Qur’an diyakini berasal dari Allah dan teks-teksnya dianggap suci, maka setiap muslim harus mengakui sebagai pondasi segala macam superstruktur Islam. Para tokohtokoh muslim banyak mencatat bahwasanya Al-Qur’an merupakan satu-satunya sumber yang paling tinggi dalam menentukan hukum-hukum lainnya, karena Al-Qur’an tidak pernah mengalami kondisi dan perubahan apapun walau perkembangan zaman terus berubah. Adapun ayat yang berkenaan dengan larangan merokok dikawasan tanpa rokok ialah:

مُا َْيَْخ ْمُتْ نُك ِرَكْنُمْلا ِنَع َنْوَهْ نَ تَو ِفْوُرْعَمْلِبِ َنْوُرُمَْتَ ِسا نلِل ْتَجِرْخُا ٍة

Artinya:

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar (Qs. Ali Imran, 3:110).”55

Ayat di atas menurut Imam Jalaluddin al Mahaly dan Imam Jalaludin as Suyuthi dalam Tafsir Jalalain dikatakan bahwa (adalah kamu) hai umat Muhammad dalam ilmu Allah swt. (sebaik-baik umat yang dikeluarkan) yang ditampilkan (buat manusia, menyuruh kepada yang makruf dan melarang dari yang mungkar serta beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, adalah ia) yakni keimanan itu (lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada

55 Al-Quran Terjemahan, Departemen Agama RI. Bandung: Darus Sunnah, 2015

yang beriman) misalnya Abdullah bin Salam r.a. dan sahabat-sahabatnya (tetapi kebanyakan mereka orang-orang yang fasik) kafir.56

Ayat di atas menunjukkan kepada umat manusia untuk melakukan perbuatan yang baik dan melarang melakukan perbuatan yang mungkar. Rokok berdampak buruk bagi kesehatan baik bagi perokok atau sekitaran perokok tersebut. Al-Qur’an menjadi pedoman untuk menentukan suatu hukum dalam Islam.

2. Sunnah

Sunnah secara harfiah adalah suatu praktek kehidupan yang membudaya atau suatu norma prilaku yang diterima secara komunal oleh masyarakat yang meyakini meliputi segenap ucapan dan tingkah laku Nabi.

Proses periwayatan sunnah biasanya disaksikan oleh beberapa orang yang mengetahui langsung kejadiannya tersebut dan disampaikan dari generasi kegenerasi sejak zaman Nabi hingga akhir dari perawi yang meriwayatkan dengan meneliti sederetan perawi yang berkesinambungan. Kaitanya merokok seperti hadist berikut ini:

ْنَع ْي ِبَأ ِ يِرْدُخ ْلا ٍناَنِس ِنْب ِكِلاَم ِنْب ِدْعَس ٍدْيِعَس ى لَص ِالله َلْوُسَر نَأ ُهْنَع ُالله َيِضَر

: َلاَق َم لَسَو ِهْيَلَع ُالله َرَرَض َلَ

َراَرِض َلََو

Artinya:

Dari Abu Sa’id, Sa’ad bin Sinan al-Khudri RA, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Tidak boleh melakukan perbuatan yang bisa membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain (HR Ibnu Majah, No 2340).57

56 Imam Jalaluddin al Mahaly dan Imam Jalaludin as Suyuthi, Tafsir Jalalain, (Jakarta:

Ummul Qura, 2007), h. 70

57 Abu Abdullah, Muhammad bin Yazid, Sunan Ibnu Majah Juz II, (Beirut: Dar Al-Fikr, 2000), Nomor 2340.

Pada dasarnya merokok dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Asap rokok dapat menyebabkan berbagai penyakit yang membahayakan tubuh manusia.

3. Ijma’

Dalam hukum Islam merupakan suatu keputusan bersama untuk menentukan suatu hukum yang baik dari kemaslahatan umat dengan cara musyawarah. Musyawarah ini timbul dari pemikiran kalangan ulama mufti, ahli fiqih maupun pemerintahan. Apabila di dalam musyawarah tersebut ada beberapa orang yang tidak setuju dengan hasil keputusan mayoritas peserta musyawarah, maka ijma’ tersebut dinyatakan batal. Dalam Islam hukum rokok belum diatur secara rinci dalam Al-Qur’an dan sunnah, oleh sebab itu maka untuk menentukan hukumnya dapat dilakukan dengan cara Ijma’. Adapun dalil Al-Qur’an yang menyatakan tentang ijma’ yakni:

ْمُتْعَزاَنَ ت ْنِاَف ۚ

ي

ْمُكْنِم ِرْمَْلَا ِلَوُاَو َلْوُس رلا اوُعْ يِطَاَو َٰ للّا اوُعْ يِطَا آْْوُ نَمٰا َنْيِذ لا اَهُّ يَآْٰ ٰٰ

ٍءْيَش ِْفِ

ِٰ للِّبِ َنْوُ نِمْؤُ ت ْمُتْ نُك ْنِا ِلْوُس رلاَو ِٰ للّا َلَِا ُهْوُّدُرَ ف ًلْيِوَْتَ ُنَسْحَا و ٌْيَْخ َكِلٰذ ِۗرِخْٰلَا ِمْوَ يْلاَو

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (Qs. An-Nisa, 4:59).58

Dalam kitab Tafsir Al-Adzim jilid III karya Ibnu Katsir, ayat ini menjelaskan bahwanya Allah SWT menjadikan ketaatan kepada pemimpin pada urutan ketiga setelah ketaatan pada Allah SWT dan Rasul-Nya. Namun, untuk pemimpin disini tidaklah datang dengan lafazdz „Ta‟atilah‟ karena

58 Al-Quran Terjemahan, Departemen Agama RI. Bandung: Darus Sunnah, 2015

ketaatan kepada pemimpin merupakan ikutan dari ketaatan kepada Allah SWT dan RasulNya. maksudnya selama seorang pemimipin tidak memerintahkan untuk melakukan kemaksiatan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya maka wajib taat dan mendengarkan seorang pemimpin.59

4. Qiyas

Qiyas adalah metode logika yang digunakan untuk memecahkan suatu masalah yang berkenaan dengan legalitas suatu bentuk prilaku tertentu dengan cara menetapkan satu kaitan positif atau negatif antara bentuk prilaku yang satu dengan yang lainya dengan suatu prinsip umum. Rokok banyak menyebabkan beberapa dampak buruk bagi kesehatan baik untuk yang merokok ataupun yang berada dalam lingkungan perokok. Dalam logika, segala seuatu yang menimbulkan keburukan akan lebih baik jika kita hindari.

Namun, jika rokok tersebut membawa hal yang berdampak positif bagi perokok maka dianjurkan untuk merokok. Metode qiyas ini biasanya digunakan untuk menentukan hukum yang jelas ada berbagai permasalahan yang banyak dan kompleks. Qiyas biasanya menggunakan dalil-dalil Al-Qur’an maupun hadist yang sekiranya sama bentuk perbuatan hukum yang dihadapi.

Berdasarkan dasar-dasar di atas maka dilihat dari bahaya merokok maka dapat disimpulkan bahwa rokok tersebut membahayakan tubuh baik bagi perokok maupun orang sekitarnya. Di atas dijelaskan bahwa segala sesuatu yang mengandung kemudharatan dan berdampak buruk bagi orang lain itu tidak diperbolehkan. Akan tetapi jika merokok membawa kemaslahatan bagi perokok tersebut maka dianjurkan untuk merokok.

59 Ad-Dimasyqi, Al-imam Abu Fida Ismail Ibn Katsir, Tafsir Al-Qur'an al-Adzim, Juz 4, (Bandung: Sinar Baru Algesindo,2000), hlm. 465.

Penetapan kawasan tanpa rokok merupakan upaya perlindungan untuk masyarakat terhadap resiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok. Islam memandang lingkungan sebagai sesuatu rahmat yang diperuntukan bagi manusia yang harus senantiasa dijaga, dipelihara, dan dilestarikan untuk kemakmuran dan kesejahteraan manusia, baik individu, kelompok dan masyarakat sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Hal ini dapat ditemukan didalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, yang merupakan sumber hukum Islam dan menjadi pedoman bagi seluruh umat Islam. Ajaran (syari’at) Islam berkenaaan dengan kesehatan, seperti melarang perbuatan yang dapat membahayakan kesehatan dirinya atau orang lain (masyarakat), melainkan selalu menyarankan dan memerintahkan untuk mengerjakan hal-hal yang mempunyai dampak positif, yakni guna mencegah penyakit dan menyegarkan atau menyehatkan jasmani dan rohani untuk diri sendiri maupun orang lain.60

Islam sangat memperhatikan masalah kesehatan, baik kesehatan fisik dan jiwa, maupun kesehatan lingkungan. Kesehatan adalah mahkota bagi kehidupan manusia yang harus dilestarikan. Melepaskan mahkota kesehatan berarti menjerumuskan hidupnya pada kehancuran. Oleh karena itu mencegah datangnya penyakit lebih baik daripada mengobatinya. Memelihara nilai-nilai kesehatan merupakan obat mujarab yang tiada duanya.61

60 AhsinAl-Hafidz, Fiqih Kesehatan, (Jakarta: Sinar Grafika Offset: 2007), hlm. 13

61 Ibid, hlm. 13.

40 BAB TIGA

SANKSI PIDANA DALAM QANUN ACEH NOMOR 4 TAHUN 2020 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DITINJAU MENURUT

HUKUM PIDANA ISLAM

A. Sanksi Pidana dalam Qanun Aceh Nomor 4 tahun 2020 tentang Kawasan Tanpa Rokok

Pemberlakuan Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok tentu tidak hanya sebagai upaya kegiatan pencegahan di lapangan, melainkan juga adanya pemberian sanksi pidana bagi pelakunya yang melakukan pelanggaran terhadap Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok tersebut baik sanksi perseorangan maupu sanksi bagi pengelola usaha dan pimpinan. Pemberian sanksi pidana bagi pelaku merokok di kawasan yang sudah dilarang dalam Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok terdapat pada BAB X yang tediri dari empat bagian, yaitu:

Bagian Kesatu Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok merupakan bagian yang menjelaskan Sanksi Kepada Perseorangan tepatnya pada Pasal 37 dan Pasal 38.

Pasal 37

Setiap orang yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 20 dan Pasal 21 Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok dikenakan sanksi berupa:

a. Teguran lisan;

b. Teguran tertulis;

c. Penyitaan kartu tanda penduduk, penertiban (penurunan/ pencabutan /pelepasan reklame rokok), atau denda administratif; atau pidana

d. Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan secara bertahap.62

Pasal 38

(1) Teguran lisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf a dikenakan untuk pelanggaran pertama.

(2) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf b dikenakan untuk pelanggaran kedua.

(3) Penyitaan Kartu Tanda Penduduk, penertiban (penurunan/pencabutan /pelepasan reklame rokok), atau denda administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 ayat (1) huruf c dikenakan untuk pelanggaran ketiga, dengan pembayaran denda administratif paling banyak Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah).

(4) Sanksi Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf d, dikenakan untuk pelanggaran keempat berupa pidana kurungan paling lama 7 (tujuh) hari atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

(5) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah pelanggaran.63

Bagian kedua Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok menyebutkan sanksi pidana Kepada Pengelola, Pimpinan dan / atau Penanggung Jawab Badan / lembaga.

Pasal 39 yang menyatakan sebagai berikut:

(1) Setiap Pengelola, Pimpinan dan / atau Penanggung Jawab Badan / Lembaga

(2) Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), Pasal 18 ayat (3), Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22 dan Pasal 29 ayat (1), dikenakan sanksi berupa :

62 Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pasal 37

63 Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pasal 38

a. teguran lisan;

b. teguran tertulis;

c. denda administratif;

d. penutupan sementara tempat usaha, pencabutan izin usaha atau penertiban (penurunan/pencabutan/pelepasan) reklame Rokok; ata sanksi pidana.

e. Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan secara bertahap.64

Pasal 40

(1) Teguran lisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf a, dikenakan untuk pelanggaran pertama.

(2) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf b, dikenakan untuk pelanggaran kedua.

(3) Denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf c, dikenakan untuk pelanggaran ketiga berupa pembayaran denda administratif paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).

(4) Penutupan sementara tempat usaha, pencabutan izin usaha atau penertiban (penurunan/pencabutan/pelepasan) reklame Rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf d, dikenakan untuk pelanggaran keempat.

(5) Sanksi Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf e dikenakan untuk pelanggaran kelima, terhadap:

a. Pelanggaran Pasal 18 ayat (3), Pasal 21 dan Pasal 22 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) hari atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

64 Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pasal 39.

b. Pelanggaran Pasal 17 ayat (1), Pasal 20 dan Pasal 29 ayat (1), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 15 (lima belas) hari atau denda paling banyak Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

c. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (5) adalah pelanggaran.65

Bagian ketiga Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok juga menyebutkan sanksi pidana kepada pengawas atau petugas, yakni sebagai berikut:

Pasal 41

Pengawasan atau petugas pada Satuan Kerja Perangka Aceh (SKPA) yang ditugaskan mengawasi KTR tidak melaksanakan tugasnya sebagaimana di amanahkan dalam Qanun ini, dikenakan sanksi administratif dibidang kepegawaian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.66

Sedangkan pada bagian keempat Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok menyebutkan sanksi bagi pihak penyetoran, yakni sebagai berikut:

Pasal 42

Uang sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) dan Pasal 40 ayat (3) disetor dalam Kas Daerah Aceh atau Kas Daerah Kabupaten/Kota sesuai kewenangan.67

Dalam hukum ketatanegaraan juga disebutkan hukum perilaku merokok di kawasan umum yakni termasuk dalam konsep Maqasid Syari’ah. Di dalam menetapkan suatu hukum harus memiliki alasan dan pertimbangan yang logis,

65 Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pasal 40.

66 Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pasal 41.

67 Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pasal 43

penetapan hukum merokok disini para ulama mujtahid harus ber-ijtihād dengan menggunakan kaidah tarjih yang tepat. Karena hukum merokok tidak ada dijelaskan secara ekplisit di dalam nas Alquran dan Hadis.

Ada banyak kaidah yang dipakai oleh para mujtahid dalam ber-ijtihād menetapkan hukum larangan merokok ini. Termasuk kaidah maqāṣidiyyah yang digunakan disini ialah kaidah tentang tarjih yang berbunyi.68

حلاصملا ةماعلا

ةمدقم ىلع ةصاخلا

Artinya: Maslahat umum didahulukan atas maslahat khusus

Maka berdasarkan kaidah tersebut dapat dipahami bahwa kemaslahatan umum lebih diutamakan dibandingkan dengan kemaslahatan individu. Dalam perbuatan merokok tersebut memberikan kepuasan kepada individu yang melakukannya namun pada saat merokok dilakukan di tempat umum, perbuatan tersebut dapat mengganggu kenyaman orang lain di sekitarnya yang tidak merokok. Hal ini karena bau asap rokok yang tidak sedap, sehingga orang yang merokok membencinya, dan merasa tidak nyaman ulah siperokok.

Rokok dapat disamakan dengan sesuatu yang Khabāits.69 Karena rokok selain merugikan diri sendiri juga merugikan orang lain (perokok pasif).

Dalam pandangan medis, justru perokok pasif yang menanggung akibat lebih buruk daripada perokok aktif.70 Sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis nabi yang berbunyi :

َراَرِض َلََو َرَرَض َلَ

68 Jabbar Sabil, Kumpulan Kaidah Maqāsidiyyah (Dikutip dari kitab Maqāsid al-Syarī„ah al-Islāmiyyah, karya Muhammad Sa’ad ibn Ahmad ibn Mas ūd al-Yūbī), di akses melalui situs: www.jabbarsabil.com, pada tanggal 18 September 2021

69 Khabāits bentuk plural dari kata al-khabith menurut kamus bahasa Arab Indonesia yang disusun oleh Irfan Zidny dkk, memberikan arti keji, yang menyakitkan, yang merugikan, yang tidak enak, yang berbau busuk, yang najis, dan segala sesuatu yang haram

70 Sri Mulyani, Hukum Merokok dalam Syariat Islam (Banda Aceh: Dinas Syariat Islam Aceh, 2015), hlm. 119.

Artinya: “Dari Ibnu Abbas ra: Telah berkata Rasulullah SAW: Tidak boleh membuat mudharat kepada orang lain”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah. ra).71

Kata رﺮﺿ dalam lafadz tersebut menunjukkan “haram” sebab kata رﺮﺿ itu nakirah dalam bentuk nafi. Karena itu kata tersebut mencakup seluruh jenis perbuatan yang merugikan dan mencelakakan. Dalam hadis ini dengan jelas terlarang memberi mudharat pada orang lain dan menurut Sri Mulyani rokok termasuk dalam larangan ini.

Jadi, menimbulkan ḍharār adalah tidak diperbolehkan dalam syariat, baik bahayanya terhadap badan, akal ataupun harta. Sebagaimana diketahui pula, bahwa merokok bahaya terhadap badan dan harta. Ini merupakan kaidah- kaidah umum, yang dapat kita terapkan pada masalah rokok dan yang sejenisnya. Yaitu apapun perbuatan yang mengandung mudharat pada diri sendiri dan orang lain, maka sepatutnya dihindari. Dengan demikian rokok termasuk dalam sabda Nabi SAW diatas.

B. Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap Pemberlakuan Sanksi Pidana dalam Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kawasan Tanpa Rokok

Maqashid Al-Syariah bertujuan untuk kemaslahatan manusia.72 Daruriat dinilai sebagai hal-hal esensial bagi kehidupan manusia sendiri. Ada kesepakatan umum bahwa perlindungan daruriat atau keniscayaan ini adalah sasaran di balik setiap hukum Illahi. Adapun Maqashid pada tingkatan kebutuhan atau hajjiat dianggap kurang esensial bagi kehidupan manusia.

Berkaitan dengan penerapan saksi pidana pada Qanun Aceh Nomor 4 Tahun

71 HR. Imam Ahmad 1/313. Ibnu Mâjah dalam Kitab Al-Ahkâm, Bab Man banâ bihaqqihi mâ yadhurru jârahu, No. 2341. At-Thabrâni dalam Al-Kabir, No. 11806 dari Jâbir al-Jâ’fi dari Ikrîmah dari Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu. Hadits ini mempunyai banyak syâhid.

72 Muhammad Syukri Albani Nasution, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013), hlm. 105

2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok, tujuan akhirnya sendiri untuk mencapai kemaslahatan, yang mana agar masyarakat lebih hidup sehat dan jauh dari penyakit akibat rokok.

Kaitan penerapan tentang saknsi pidana bagi pelaku merokok yang dilarang dalam Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok ini sangatlah erat dengan Hukum Islam. Tujuan akhir yang membuat masyarakat lebih sehat dan jauh dari bahaya asap rokok sangatlah penting dalam kehidupan sehari-hari. Baik untuk perokok aktif maupun perokok pasif.

Beberapa peraturan perundang-undangan yang mencerminkan “roh Syari’ah Islam” telah diakomodir sedemikian rupa sebagai pembuktian hukum positif yang diberlakukan khusus bagi komunitas muslim di Indonesia.73

Maqashid pada tingkatan kelengkapan yang memperindah Maqashid pada tingkatan sebelumnya yakni Hifzh-Nafs (Perlindungan Jiwa). Memelihara jiwa yang berdasarkan tingkatan kepentingannya.74 Jiwa yang didalamnya terdapat ruh sebagai amanah dari Allah SWT yang merupakan suatu kendali dari seluruh lahir dan batin manusia. Hal ini lah yang menjadikan alasan betapa pentingnya menjaga jiwa teteap sehat, suci, serta berfungsi dengan baik.

Maka dalam hal ini Pemerintah Aceh membuat saksi pidana dalam Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok guna melindungi masyarakat akibat bahaya dampak merokok. Dalam hal penerapan Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok. Pemerintah juga melibatkan masyarakat dalam menjalankan Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok ini.

Kecenderungan perokok aktif dari kalangan remaja dan anak-anak, pihak Dinas Kesehatan Aceh dan Pemerintah Aceh melakukan upaya guna mengurangi konsumsi rokok yang disosialisasikan kepada masyarakat. Bahaya

73 Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum, (Bandung:PT Refika Aditama, 2013), hlm. 77

74 Jasser Auda, Membumikan Hukum Islam Melalui Maqasid Syariah, (Bandung:

Mizan Pustaka,2015), 35 Penerjemah Rosidin dan ‘Ali’Abd el-Mun’in

merokok mengakibatkan penyakit jantung, gangguan kehamilan dan janin, kanker dan lain-lain. Pasalnya banyak bahaya merokok yang tidak disadari oleh perokok aktif. Seperti penurunan daya tahan tubuh yang rentan akan terjadinya terkena infeksi, ini pun menyebabkan dampak kesehatan pada kehidupan perokok aktif. Banyak zat kimia yang sifatnya racun dalam sebatang rokok.

Dalam menghabiskan enam batang rokok terhitung berapa racun yang dihisap dalam sehari maupun setahun. Bagi para perokok aktif adalah hal yang sudah lumrah jika sehari mereka tidak merokok seakan tidak terbiasa.75

Pemberlakuan sanksi pidana kepada pelanggar Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok tersebut sudah sesuai dengan hukum Islam. Hukum pidana Islam yang sering disebut dengan fiqih jinayah, juga mengatur sanksi terhadap perbuatan-perbuatan yang melanggar syara’, sanksi pidana itu dalam fiqih jinayah disebut dengan uqubah artinya hukuman.

Jenis sanksi pidana dalam fiqih jinayah adalah had, qishash dan ta’zir, pengertian dari masing-masing hukuman itu secara berturut-turut adalah, had, adalah hukuman (uqubah) yang sudah ditentukan oleh syara’ dan merupakan hak Allah. Hukuman qishash adalah hukuman yang sudah ditetapkan oleh syara’, namun manusia juga memiliki hak untuk menentukan, seperti dalam peristiwa pembunuhan maka pelaku bisa tidak dijatuhi hukuman qishah jika ada perma’afan dari keluarga korban, tetapi pelaku akan dikenai hukum diyat.

Hukuman ta’zir yaitu hukuman pendidikan atas dosa (tindak pidana) yang belum ditentukan hukumannya oleh syara’. Hukuman ini merupakan hak manusia (dalam arti hak penguasa/ pemerintah/negara).76

Hukuman ta’zir ini dijatuhkan kepada jarimah ta’zir merupakan hukuman atau sanksi yang tidak ditetapkan oleh Al Quran dan hadis, tetapi

75 Dimas Ilham Nabil Ibnu Su’ud, Implementasi Pasal 2 Perda Nomor 2 Tahun 2018 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Malang Perspektif Maqashid Al-Syariah, Journal of Constitutional Law Volume 1 Nomor 1 2019, h. 7.

76 Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), hlm. 9.

ditetapkan oleh negara, seperti sanksi yang di tetapkan negara/pemerintah terhadap orang atau badan hukum yang melakukan pengangguan terhadap kenyamanan dan bahkan mengancam Kesehatan orang lain di sekitarnya dengan perilaku merokok diatur dalam Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok. Dalam Al-Quran dan menyebutkan untuk tidak membuat kerusakan dimuka bumi seperti dalam surat Al Baqarah ayat 11.77 Jadi had, qishash dan ta’zir merupakan pembagian hukuman yang berdasarkan nash, namun selain had dan qishash, hukuman had dan qishash dalam Al-Quran dan Hadis disebutkan pula diyat dan kafarat.

Selain pembagian hukum seperti tersebut di atas dalm Islam dikenal pula pembagian hukum yang lain yang dikemukan oleh A Djazuli bahwa jenis uqubat atau hukuman dapat dilihat dari sasaran hukumnya, sehingga hukuman dapat dikategorikan dalam empat jenis yaitu (1) hukuman badan, yaitu hukuman yang dikenakan kepada badan manusia, seperti hukuman jilid; (2) hukuman yang dikenakan dengan hukuman jiwa yaitu hukuman mati; (3) hukuman yang dikenakan kepada kemerdekaan manusia, seperti hukuman penjara atau pengasingan; (4) hukuman harta, yaitu hukuman yang dikenakan kepada harta seperti diyat, kafarat dan perampasan harta.78

Perbedaan diyat dan kafarat berdasarkan pengertian atau konsepnya bahwa, diyat merupakan suatu hukuman dalam bentuk denda atau pengganti jiwa yang tidak berlaku atau tidak dilakukan padanya seperti hukum bunuh karena melakukan pembunuhan. Jadi diyat itu adalah pemberian uang atau sejumlah barang kepada keluarga korban dengan tujuan untuk menghilangkan dendam dan atau untuk meringankan beban keluarganya.79 Kafarat yaitu

77 Kuswardani, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi terhadap Tindak Pidana Lingkungan Hidup dalam UU Nomor 32/2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup, (Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2016), hlm. 333.

78 A. Djazuli, Fiqih Jinayah, (Jakarta: Raja Grafindo, 1997), hlm. 29.

79 Dasar hukum seperti dijelaskan dalam Q.S. Al Baqarah ayat 178, & Q.S. An Nisa’

ayat 92. Orang yang membunuh selain membayar diyat juga harus membayar kafarat.

hukuman dalam bentuk denda yang wajib dibayarkan oleh seseorang karena telah melakukan perbuatan dosa, seperti melakukan penuhan atau melanggar sumpah.80

Pemberian sanksi pidana bagi pelanggaran terhadap Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok jika dilihat dalam perspektif Hukum pidana Islam sudah sesaui, yakni mengarah pada pidana kafarat berupa bentuk denda yang wajib dibayarkan oleh pelaku merokok karena telah melakukan perbuatan dosa hukum membayar dan uqubat berupa hukuman yang dikenakan kepada kemerdekaan manusia, yakni hukuman penjara.

Pemberian sanksi pidana terhadap perilaku perokok tentu sangat dipengaruhi dari sudut pandang pembuat sanksi tersebut terhadap hukum merokok itu sendiri. Perbedaan pendapat di antara para ulama’ mengenai hukum rokok memang merupakan sesuatu yang biasa dan tidak dapat dihindari dan berakhir kontroversi. Itulah keragaman pendapat yang merupakan fatwa-fatwa yang selama ini telah banyak terbukukan. Ada beberapa pendapat yang dikeluarkan dalam memberikan hukum tentang rokok. Pertama, pendapat yang mengharamkan Kedua, pendapat yang makruh Ketiga, pendapat yang mubah Keempat, sikap yang berada di tengah-tengah, tidak mengeluarkan pendapat apapun, dan Kelima, pendapat rokok bisa terkena masing-masing hukum tersebut, (bisa haram, makruh, dan mubah) sesuai dengan situasi dan kondisi.81 Dalam hal ini penulis cenderung pada pendapat yang mengatakan hukum merokok mubah sehingga sanksi yang diberikan tidak perlu memberatkan pelakunya.

80 Dasar Hukum seperti dijelaskan dalam Q.S. Al Maidah ayat 89.

81 Muhammad Ihsan, Merokok Dalam Perspektif Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama, Jurnal Hukum Islam Dan Perundang-undangan Vol. 4 No. 1 Tahun 2017

Dokumen terkait