• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sanksi Pidana Dalam Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Ditinjau Menurut Hukum Pidana Islam.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Sanksi Pidana Dalam Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Ditinjau Menurut Hukum Pidana Islam."

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY

DARUSSALAM-BANDA ACEH 2022 M /1444 H

ABDUL KARIM NIM. 170104009

Mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum Program Studi Hukum Pidana Islam

(2)

i

ABDUL KARIM NIM. 170104009

. .

(3)

ii

. .

. .

(4)

iii

,

(5)

iv

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga terselesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Sanksi Pidana dalam Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Ditinjau Menurut Hukum Pidana Islam”. Tidak lupa pula, shalawat beserta salam penulis limpahkan kepada pangkuan alam Baginda Rasulullah Muhammad SAW, karena berkat perjuangan beliau-lah kita telah dituntunnya dari alam jahiliyah ke alam islamiyah, dari alam kegelapan ke alam yang terang benderang yang penuh dengan ilmu pengetahuan, seperti yang kita rasakan pada saat ini.

Skripsi ini merupakan kewajiban yang harus penulis selesaikan dalam rangka melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Program Sarjana (S1) pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar- Raniry Banda Aceh. Dalam rangka pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak memperoleh bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dimana pada kesempatan ini penulis menyampaikan ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr Kamaruzzaman, MSh selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

2. Dedy Sumardy, M.Ag selaku ketua Program Studi Hukum Pidana Islam Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

3. Sitti Mawar, S.Ag., M.H, sebagai pembimbing I yang telah membantu dan memberikan arahan sehingga terselesainya skripsi ini dengan baik.

4. Hajarul Akbar, M.Ag sebagai pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan fikiran untuk membimbing dan memberikan arahan dalam

(6)

v

proses pelaksanaan penelitian sehingga terselesainya skripsi ini dengan baik.

5. Seluruh dosen dan karyawan Program Studi Hukum Pidana Islam Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh yang telah banyak memberikan ilmu dan bimbingan kepada penulis.

6. Teristimewa penulis persembahkan skripsi ini kepada Ayahanda tercinta Abu Bakar dan serta Ibunda tercinta Seri Janah yang selalu memberikan kasih sayang, doa, nasehat, serta dorongan yang luar biasa selama penulis mengikuti perkuliahan sampai menyelesaikan pendidikan, serta penulis berharap dapat menjadi anak yang dapat dibanggakan. Karya tulis ini juga saya persembahkan kepada seluruh keluarga besar yang terus memberikan semangat dan motivasi dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih banyak yang tak terhingga untuk semua doa dan dukungannya.

7. Terima kasih juga kepada kawan-kawan Muhammad Saleh, Deni Firnanda, Alfi Yandi, Syahri Ramadan, Sahrial, Ega Afrianti dan kawan seperjuangan di Hukum Pidana Islam angkatan 2017.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih belum sempurna.

Hal ini tidak terlepas dari keterbatasan kemampuan dan ilmu pengetahuan yang penulis miliki. Penulis berharap semua yang dilakukan menjadi amal ibadah dan dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca. Dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pembaca sebagai motivasi bagi penulis. Semoga kita selalu mendapat ridha dari Allah SWT.

Amin Ya Rabbal’alamin.

Banda Aceh, 20 Desember 2022 Penulis,

Abdul Karim

(7)

vi

TRANSLITERASI

Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri P dan K Nomor: 158 Tahun 1987 – Nomor: 0543 b/u/1987 1. Konsonan

No Arab Latin Ket No Arab Latin Ket

1 ا Tidak

dilamban gkan

16 ط

t dengan titik di bawahnya

2 ب B 17 ظ ẓ z dengan

titik di bawahnya

3 ت T 18 ع

4 ث ṡ s dengan titik

di atasnya 19 غ G

5 ج J 20 ف F

6 ح ḥ h dengan titik

di bawahnya 21 ق Q

7 خ Kh 22 ك K

8 د D 23 ل L

9 ذ Ż z dengan titik

di atasnya 24 م M

10 ر R 25 ن N

11 ز Z 26 و W

12 س S 27 ه H

13 ش Sy 28

ء

14 ص ṣ s dengan titik

di bawahnya 29 ي Y

15 ض ḍ d dengan titik

di bawahnya

(8)

vii 2. Vokal

Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

a. Vokal Tunggal

Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harkat, transliterasinya sebagai berikut:

Tanda Nama Huruf Latin

َ Fatḥah A

َ Kasrah I

َ Dammah U

b. Vokal Rangkap

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harkat dan huruf, transliterasinya gabungan huruf, yaitu:

Tanda dan Huruf Nama Gabungan Huruf َ

ي Fatḥah dan ya Ai

َ

و Fatḥah dan wau Au

Contoh:

ﻒﻳﻛ : kaifa لوﻫ : haula 3. Maddah

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

Harkat dan Huruf Nama Huruf dan tanda ي/ا َ Fatḥah dan alif atau ya Ā

ي َ Kasrah dan ya Ī

ي َ Dammah dan waw Ū Contoh:

لﺎﻗ : qāla ﻰﻤر : ramā

(9)

viii ﻞﻳﻘ : qīla

ﻞﻮﻘﻴ : yaqūlu 4. Ta Marbutah (ﺓ)

Transliterasi untuk ta marbutah ada dua:

a. Ta marbutah (ﺓ) hidup

Ta marbutah (ﺓ) yang hidup atau mendapat harkat fatḥah, kasrah dan dammah, transliterasinya adalah t.

b. Ta marbutah (ﺓ) mati

Ta marbutah (ﺓ) yang mati atau mendapat harkat sukun, transliterasinya adalah h.

Kalau pada suatu kata yang akhir katanya ta marbutah (ﺓ) diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al, serta bacaan kedua kata itu terpisah maka ta marbutah (ﺓ) itu ditransliterasikan dengan h.

Contoh:

ﺔﻀﻮﺮ

ﻞﺎﻔﻃﻻا : rauḍah al-aṭfāl/ rauḍatul aṭfāl ﺔﻨﻴﺪﻤﻠا

ﺓرﻮﻧﻤﻟا

: al-Madīnah al-Munawwarah/

al-Madīnatul Munawwarah ﺔﺤﻟﻄ : ṭalḥah

Catatan:

Modifikasi

1. Nama orang berkebangsaan Indonesia ditulis seperti biasa tanpa transliterasi, seperti M. Syuhudi Ismail. Sedangkan nama-nama lainnya ditulis sesuai kaidah penerjemahan. Contoh: Hamad Ibn Sulaiman.

2. Nama negara dan kota ditulis menurut ejaan bahasa Indonesia, seperti Mesir, bukan Misr; Beirut, bukan Bayrut; dan sebagainya.

3. Kata-kata yang sudah dipakai (serapan) dalam kamus bahasa Indonesia tidak ditransliterasikan. Contoh: Tasauf, bukan Tasawuf.

(10)

ix

ABSTRAK

Nama : Abdul Karim

NIM : 170104009

Fakultas/Prodi : Syariah dan Hukum/Hukum Pidana Islam

Judul : Sanksi Pidana dalam Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Ditinjau Menurut Hukum Pidana Islam

Tanggal Munaqasyah : 20 Desember 2022 Tebal Skripsi : 55 halaman

Pembimbing I : Sitti Mawar, S.Ag., Pembimbung II : Hajarul Akbar, M.Ag

Kata Kunci : Sanksi Pidana, Kawasan Tanpa Rokok, Hukum Pidana Islam.

Angka perilaku merokok di Aceh khususnya Kota Banda Aceh masih tergolong tinggi, sehingga pemerintah mengeluarkan Qanun Aceh Nomor 4 tahun 2020 tentang Kawasan Tanpa Rokok, namun pembatasan kawasan merokok kerap dilanggar oleh pelaku merokok tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sanksi pidana dalam Qanun Aceh Nomor 4 tahun 2020 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan tinjauan hukum pidana Islam terhadap sanksi pidana dalam Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kawasan Tanpa Rokok.

Penelitian ini menggunakan pendekatan undang-udang. Jenis penelitian ini normatif. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka. Hasil penelitian diketahui bahwa sanksi pidana dalam Qanun Aceh Nomor 4 tahun 2020 tentang Kawasan Tanpa Rokok bagi pelanggar berupa teguran lisan, teguran tertulis, penyitaan kartu tanda penduduk, denda kurungan selama 7 hari pembayaran denda administratif dari Rp 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). Bagi pengelola atau pimpinan lembaga juga dikenakan sanksi berupa teguran lisan, teguran tertulis, denda administratif berupa penutupan sementara tempat usaha, pencabutan izin usaha.

Sedangkan sanksi pidana kepada pengawas atau petugas, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Tinjauan hukum pidana Islam terhadap pemberlakuan sanksi pidana dalam Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kawasan Tanpa Rokok sudah sesaui hukum pidana Islam yakni mengarah pada pidana kafarat berupa bentuk denda yang wajib dibayarkan oleh pelaku merokok karena telah melakukan perbuatan dosa hukum membayar dan uqubat berupa hukuman yang dikenakan kepada kemerdekaan manusia, yakni hukuman penjara.

(11)

x DAFTAR ISI

Halaman LEMBARAN JUDUL

PENGESAHAN SIDANG ... i

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... vx

BAB SATU PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Kajian Pustaka ... 6

E. Metode Penelitian ... 10

F. Sistematika Pembahasan ... 14

BAB DUA TINJAUAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM PERILAKU MEROKOK DI KAWASAN TANPA ROKOK A. Perilaku Merokok di Kawasan Tanpa Rokok Menurut Hukum Positif 1. Pengertian Perilaku Merokok ... 15

2. Kawasan Tanpa Rokok ... 18

3. Dasar Hukum Larangan Merokok di Kawasan Tanpa Rokok ... 21

4. Sanksi Pidana Perilaku Merokok di Kawasan Tanpa Rokok ... 23

B. Perilaku Merokok di Kawasan Tanpa Rokok dalam Islam 1. Pengertian Perilaku Merokok dalam Islam ... 24

2. Dasar Hukum Larangan Perilaku Merokok di Kawasan Tanpa Rokok dalam Islam... 32

BAB TIGA SANKSI PIDANA DALAM QANUN ACEH NOMOR 4 TAHUN 2020 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DITINJAU MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM A. Sanksi Pidana dalam Qanun Aceh Nomor 4 tahun 2020 tentang Kawasan Tanpa Rokok ... 39 B. Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap Sanksi

(12)

xi

Pidana dalam Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020

tentang Kawasan Tanpa Rokok ... 44 BAB EMPAT PENUTUP

A. Kesimpulan ... 49 B. Saran ... 49 DAFTAR PUSTAKA ... 51 LAMPIRAN

(13)

1 BAB SATU PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah perokok terbanyak di dunia, yakni 39,90% dari total penduduk di Indonesia merupakan perokok pada tahun 2020. Angka ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah perokok terbanyak se-Asia Tenggara dan peringkat ke-7 di dunia.Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2020 terdapat lebih dari 60 juta orang yang bertindak sebagai perokok aktif di Indonesia.1

Salah satu provinsi di Indonesia yang angka perilaku merokoknya masih tinggi adalah Aceh, terutama di Kota Banda Aceh. Prevalensi perokok di Provinsi Aceh untuk penduduk umur ≥10 tahun menurut kebiasaan merokok yaitu merokok setiap hari sebanyak 25,0% dan kadang-kadang merokok sebanyak 4,3%, dengan rata-rata jumlah batang rokok yang dihisap penduduk umur ≥10 tahun di Aceh adalah sebanyak 15 batang.2 Aktivitas merokok dikalangan masyarakat Kota Banda Aceh ini selain mempengaruhi kesehatan perokok juga berpengaruh pada perokok pasif. Perokok pasif diartikan sebagai orang yang tidak merokok tapi berada di sekitar perokok dan terpapar oleh asap rokok dari seorang perokok.

Pengendalian terhadap rokok dapat dilakukan menggunakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Kawasan Tanpa Rokok (KTR) ialah tempat ataupun area yang disampaikan tidak boleh dimanfaatkan aktivitas merokok atau aktivitas menciptakan, menjual, mengiklankan, dan atau mempromosikan

1 Mahardika, dkk, Pengaruh Status Merokok Terhadap Kemampuan Kognitif Seseorang: Studi Kasus Indonesian Family Life Survey (IFLS), Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 28, No. 2, 2020, hlm. 42.

2 Tharida, dkk, Hubungan Perilaku Merokok Dengan Gangguan Pola Tidur (Insomnia) Pada Dewasa Di Wilayah Kecamatan Ulee Kareng Kotamadya Banda Aceh, Journal of Healthcare Technology and Medicine Vol. 6 No. 2, 2020, hlm. 113.

(14)

produk tembakau.3 Perlunya penetapan kebijakan KTR sebagai upaya untuk mencegah dan mengendalikan paparan asap rokok yang berpengaruh terhadap penyakit dan kesehatan masyarakat, khususnya pada perokok pasif yang memiliki risiko lebih besar dibandingkan perokok aktif. Pemberlakuan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) ialah usaha pemerintah dalam melindungi warganya agar terhindar dari bahaya kesehatan akibat paparan asap rokok. Indikator keberhasilan pengembangan kesehatan dapat dilihat dari penerapan KTR pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Penelitian mengenai implementasi KTR salah satunya dilakukan oleh Azka yang menunjukkan hasil bahwa penerapan KTR mustahil akan berhasil tanpa dukungan dan komitmen berbagai elemen masyarakat. KTR dapat memberi perlindungan pada perokok pasif dan dimungkinkan untuk menurunkan perokok aktif.4 Rio menyatakan bahwa pemerintah dan pimpinan di lokasi penerapan KTR merupakan unsur yang paling berpengaruh dalam keberhasilan penerapan suatu kebijakan. Hasil penelitian terhadap semua informan menyatakan setuju terhadap penerapan Kawasan Tanpa Rokok karena berdampak positif bagi kesehatan dan informan yang diwawancarai juga memiliki komitmen untuk merealisasikan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) tersebut. Selain para birokrat, masyarakat perokok aktif seharusnya juga perlu diadvokasi tentang efek merugikan serta bahanyanya terhadap perokok pasif.

Kebijakan mengenai Kawasan Tanpa Rokok (KTR) harus mereformasi pengenalan zona merokok baik di tempat kerja maupun tempat tinggal.5

3 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2011

4 Azka, Studi Efektivitas Penerapan Kebijakan Perda Kota Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dalam Upaya Menurunkan Perokok Aktif di Sumatera Utara, Jurnal Hukum Vol.

02 Nomor 4, 04 Desember 2013, hlm.172-175.

5 Rio, Evaluasi Proses Perda Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Fasilitas Kesehatan (Rumah Sakit dan Puskesmas) Wilayah Kecamatan Tembalang Kota Semarang, (2015), hlm. 7-9.

(15)

Peraturan terkait rokok yang dikeluarkan oleh pemerintah pertama kali adalah Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1999 terkait Perlindungan Rokok untuk Kesehatan mencakup aspek yang berkaitan dengan iklan mengenai rokok, peringatan mengenai dampak kesehatan, pembatasan kadar nikotin dan tar pada rokok, penyampaian mengenai komposisi produk tembakau pada mastarakat, sanksi dan hukuman, pengaturan kewenangan dan peran serta masyarakat dalam penerapan KTR.6 Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, pada pasal 115 ayat 1 dan 2 berisi instruksi bagi pemerintah daerah untuk memberlakukan KTR di wilayah kerjanya. Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dimaksudkan upaya melindungi warga masyarakat terhadap risiko paparan asap rokok.7 Kebijakan KTR ini dapat menurunkan paparan Asap Rokok Orang Lain (AROL) sebesar 80-90 persen pada area paparan tinggi asap rokok.8

Guna mendukung pengembangan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di daerah, pemerintah mengeluarkan Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 188/Menkes/PB/1/2011 Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok, yang ditindaklanjuti dengan Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 440/885/SJ. Pada Pasal 3 ayat (1) dijelaskan bahwa KTR diterapkan pada tempat-tempat umum meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, lokasi proses belajar mengajar, tempat bermain anak, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya.9

Hingga saat ini terdapat 19 provinsi serta 309 pemerintahan daerah di Indonesia yang telah mempunyai Peraturan Daerah (Perda) maupun peraturan

6 Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1999 terkait Perlindungan Rokok

7 Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, pada pasal 115 ayat 1 dan 2

8 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2011

9 Peraturan Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 188/ Menkes/

PB/1/2011-nomor 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok Pasal 3 ayat (1)

(16)

kepala derah yang mendorong diberlakukannya kebijakan KTR. Terdapat 11 (sebelas) daerah yang menerbitkan kebijakan KTR serta melaksanakannya dengan baik sehingga mendapatkan penghargaan Pastika Parama dari Menteri Kesehatan.

Permasalahan mengenai rokok sampai sekarang ini masih menjadi isu nasional yang terus ditanggulangi oleh pemerintah karena rokok memberikan dampak yang negatif pada berbagai aspek kesehatan hingga aspek ekonomi dan sosial. Aktivitas merokok selain mempengaruhi kesehatan perokok juga berpengaruh pada perokok pasif. Perokok pasif diartikan sebagai orang yang tidak merokok tapi berada di sekitar perokok dan terpapar oleh asap rokok dari seorang perokok.

Untuk meningkatkan angka kepatuhan dan kedisiplinan masyarakat perokok tersebut, pemerintah Aceh telah mengeluarkan berbagai kebijakan, salah satunya ialah Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok. Pasal 5 menyebutkan bahwa kawasan yang dijadikan larangan merokok ialah fasilitas pelayanan kesehatan, institusi pendidikan formal dan informal, arena kegiatan anak-anak, tempat ibadah, angkutan umum, arena olahraga, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.10

Upaya penerapan qanun ini juga disertai dengan sanksi pidana bagi pelanggar Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok tersebut baik sanksi perseorangan maupu sanksi bagi pengelola usaha dan pimpinan. Hal ini sebagaimana termuat dalam Pasal 38 Ayat (3) dan (4) bagi sanksi perseorangan bahwa:

(3) Penyitaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) penertiban (penurunan/

pencabutan/pelepasan reklame rokok), atau denda administrative sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf c, dikenakan untuk pelanggaran ketiga, dengan pembayaran denda administratif paling banyak Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) dan (4). Sanksi Pidana

10 Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pasal 5

(17)

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf d, dikenakan untuk pelanggaran keempat berupa pidana kurungan paling lama 7 (tujuh) hari atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).11

Sedangkan sanksi pidana bagi pihak pengelola, pimpinan atau penanggungjawab, sebagaimana termuat dalam Pasal 40 ayat (5), yakni:

a. pelanggaran Pasal 18 ayat (3), Pasal 21 dan Pasal 22 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) hari atau denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).

b. pelanggaran Pasal 17 ayat (1), Pasal 20 dan Pasal 29 ayat (1), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 15 (lima belas) hari atau denda paling banyak rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).12

Sekalipun telah diatur Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok yang disertai dengan ancaman pidana, namun berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, diperoleh berbagai informasi bahwa masih terdapat berbagai pelanggaran terhadap qanun yang telah ditetapkan oleh pemerintah Aceh, seperti masih banyak pelanggaran terhadap larangan merokok di KTR, khususnya di tempat pelayanan umum seperti lembaga kesehatan, institusi pendidikan formal dan informal, arena kegiatan anak-anak, tempat ibadah, angkutan umum, arena olahraga, tempat kerja dan tempat umum lainnya.

Saat ini masih banyak para pelanggar Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok, seperti di lapangan olahraga Futsal, dimana sebagian pemaian dan penonton bahkan juga pemilik usaha merokok tanpa mengindahkan aturan dalam situasi keramaian. Begitu juga pada terminal Batoh dan bahkan dalam kendaraan penumpang sebagai sarana transportasi juga peneliti banyak jumpai masyarakat yang merokok. Begitu juga pada kawasan rumah ibadah, seperti yang penulis jumpai di Masjid Jamik Unsyiah dimana terdapat beberapa pelaku perokok di sekitaran teras masjid yang juga menjadi

11 Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pasal 38 Ayat (3) dan (4)

12 Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pasal 40 Ayat (5)

(18)

bagian lokasi yang dilarang dalam Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok.

Bertolak belakang pada latar masalah di atas, mendorong penulis untuk melakukan sebuah studi berjudul “Sanksi Pidana dalam Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Ditinjau Menurut Hukum Pidana Islam”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dikaji lebih lanjut dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana sanksi pidana dalam Qanun Aceh Nomor 4 tahun 2020 tentang Kawasan Tanpa Rokok?

2. Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap pemberlakuan sanksi pidana dalam Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kawasan Tanpa Rokok ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui sanksi pidana dalam Qanun Aceh Nomor 4 tahun 2020 tentang Kawasan Tanpa Rokok.

2. Untuk mengetahui tinjauan hukum pidana Islam terhadap sanksi pidana dalam Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kawasan Tanpa Rokok.

D. Kajian Pustaka

Agar menghindari kesamaan dengan kajian-kajian yang telah pernah dilakukan sebelumnya terkait dengan pemberlakuan sanksi pidana tentang Kawasan Tanpa Rokok. Dari penulusuran bahan-bahan pustaka yang penulis lakukan, di temukan beberapa judul ataupun kajian yang membahas tentang

(19)

pemberlakuan sanksi pidana tentang Kawasan Tanpa Rokok. Di antara kajian- kajian relevan tersebut ialah:

Kajian yang ditulis oleh Nurul Riskiyana dengan judul “Penegakan Hukum Tindak Pidana Merokok di Sarana Kesehatan Berdasarkan Qanun Banda Aceh Nomor 5 Tahun 2016 Tentang Kawasan Tanpa Rokok”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab terjadinya pelanggaran di Kawasan tanpa Rokok dilatarbelakangi karena kurangnya kepatuhan dan kesadaran hukum, lingkungan sosial, dan kurangnya sosialisasi terkait pemberlakuan ketentuan perundang-undangan, khususnya yang bersifat pidana.

Upaya penegakan hukum terhadap pelanggaran KTR di Kota Banda Aceh, masih sebatas teguran dan kebijakan sosialisasi yang dilakukan pihak internal rumah sakit, dan hambatan yang ditemui dalam penegakan hukum terhadap pelanggaran di KTR di Kota Banda Aceh, dari segi fasilitas, sarana, dan prasarana, serta minimnya alokasi anggaran.13

Penelitian Nurul Riskiyana di atas memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang peneliti lakukan. Persamaan mendasar terlihat pada aspek yang dilihat yakni dari sudut hukum pidana. Namun, perbedaan mendasar terlihat dimana penelitian Nurul Riskiyana mengkaji aspek penegakan hukum terkait perilaku merokok di Kawasan tanpa rokok, sedankan peneliti terfokus pada aspek sanksi pidana bagi pelaku perokok di Kawasan tanpa rokok yang ada di Kota Banda Aceh berdasarkan Qanun Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kawasan Tanpa Rokok berdasarkan hukum pidana Islam.

Kajian yang dilakukan oleh Afrizal berjudul “Implementasi Qanun Kota Banda Aceh Nomor 5 Tahun 2016 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Menurut Pandangan Hukum Islam (Studi di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel

13 Nurul Riskiyana, Penegakan Hukum Tindak Pidana Merokok di Sarana Kesehatan Berdasarkan Qanun Banda Aceh Nomor 5 Tahun 2016 Tentang Kawasan Tanpa Rokok, Skripsi, (Banda Aceh: Unsyiah, 2017), hlm. ii.

(20)

Abidin Kota Banda Aceh)”. Hasil penelitian ditemukan bahwa dalam implementasi Qanun Nomor 5 tahun 2016 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Rumah Sakit dr. Zainoel Abidin Kota Banda Aceh belum berjalan dikarenakan sanksi yang diatur dalam qanun tidak diterapkan kepada pelanggar. Pihak RSUDZA sampai saat ini hanya melakukan cara-cara persuasif dengan memberikan teguran kepada pelanggar. Dalam implementasi Qanun Nomor 5 Tahun 2016 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Rumah Sakit dr. Zainoel Abidin Kota Banda Aceh mengalami hambatan-hambatan. Ada beberapa faktor penghambat diantaranya sebagai berikut: Dilihat dari petugas atau penegak hukum, tidak ada tim khusus dalam melakukan pengawasan Qanun KTR, pengawasan cenderung dilakukan oleh Satuan Petugas Keamanan. Karena pengawasan Qanun KTR ini bukanlah merupakan tugas utama mereka sehingga pengawasannya tidak dilakukan secara ketat; dilihat dari sarana atau fasilitas yang digunakan penegak hukum, tidak disediakan sarana tempat khusus merokok sehingga perokok tidak ada tempat melepaskan hajatnya maka untuk melepaskannya dilakukanlah secara bebas di lingkungan RSUDZA; dilihat dari kesadaran hukum, kurangnya kesadaran hukum dari pengunjung perokok aktif padahal telah mengetahui peraturan larangan merokok di RSUDZA dengan melihat rambu-rambu peringatan merokok namun tetap melanggar peraturan.14

Penelitian yang ditulis oleh Afrizal di atas memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang peneliti lakukan. Persamaan mendasar terlihat pada aspek yang dilihat yakni dari sudut hukum pidana Islam terkait perilaku merokok di kawasan tanpa rokok di Kota Banda Aceh. Namun, perbedaan mendasar terlihat dimana penelitian Afrizal mengkaji aspek implementasi Qanun Nomor 5 tahun 2016 tentang Kawasan Tanpa Rokok khusus di Rumah

14 Afrizal, Implementasi Qanun Kota Banda Aceh Nomor 5 Tahun 2016 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Menurut Pandangan Hukum Islam (Studi di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Kota Banda Aceh), Skripsi, (Banda Aceh: UIN Ar-Raniry, 2018), hlm. ii.

(21)

Sakit Zoenal Abidin Banda Aceh, sedankan peneliti terfokus pada aspek sanksi pidana bagi pelaku perokok di Kawasan tanpa rokok yang ada di Kota Banda Aceh berdasarkan Qanun Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kawasan Tanpa Rokok berdasarkan hukum pidana Islam.

Penelitian yang ditulis Melga Pani Lestari berjudul “Efektivitas Qanun Pemerintah Aceh Tengah Nomor 10 Tahun 2013 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Datu Beru Takengon”. Hasil penelitian menunjukan bahwa Qanun Pemerintah Aceh Tengah Nomor 10 Tahun 2013 Tentang KTR di RSUD Datu Beru Takengon dapat dikatakan efektif dengan menggunakan 3 indikator yaitu ketepatan sasaran kebijakan, sosialisasi kebijakan, dan pemantauan kebijakan begitu pula sesuai dengan Surat Keputusan Direktur RSUD Datu Beru Takengon, akan tetapi masih ada ditemui kendala dalam pelaksanaan qanun tersebut seperti tidak diberlakukannya sanksi hukum, kurangnya tingkat kesadaran masyarakat, dan tidak ada SOP yang berkaitan khusus tentang KTR sendiri, namun hanya merujuk pada Surat Keputusan direktur RSUD Datu Beru Takengon.15

Penelitian Lestari di atas memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang peneliti lakukan. Persamaan mendasar terlihat pada aspek yang dilihat yakni dari sudut hukum pidana Islam terkait perilaku merokok di kawasan tanpa rokok. Namun, perbedaan mendasar terlihat dimana penelitian Lestari mengkaji aspek efektivitas Qanun Pemerintah Aceh Tengah Nomor 10 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Datu Beru Takengon, sedankan peneliti terfokus pada aspek sanksi pidana bagi pelaku perokok di Kawasan tanpa rokok yang ada di Kota Banda

15 Melga Pani Lestari, Efektivitas Qanun Pemerintah Aceh Tengah Nomor 10 Tahun 2013 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Datu Beru Takengon, Skripsi, (Banda Aceh: UIN Ar-Raniry, 2021), hlm. ii.

(22)

Aceh berdasarkan Qanun Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kawasan Tanpa Rokok berdasarkan hukum pidana Islam.

E. Metode Penelitian

Pada dasarnya dalam melakukan setiap penulisan karya ilmiah selalu memerlukan data-data yang lengkap dan objektif serta mempunyai metode penelitian dan cara-cara tertentu yang disesuaikan dengan permasalahan yang hendak dibahas guna menyelesaikan penulisan karya ilmiah tersebut.

1. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian ini ialah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder.16 Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. Menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum normatif adalah suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.17 Pada penelitian hukum jenis ini, seringkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.18

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian ini merupakan pendekatan yuridis yaitu pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan

16 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta :Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 13.

17 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada, 2010), hlm.

35

18 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 118

(23)

perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.19 Pendekatan undang-undang (status approach) yaitu penelitian yang bertujuan untuk menelaah semua undang-undang dan regulasi yang berkaitan dengan penelitian yang diteliti.20 Penelitian ini juga bersifat penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian dengan cara mengkaji dan menelaah sumber-sumber tertulis, seperti buku-buku, undang-undang, qanun-qanun, jurnal, artikel dan yang lainnya yang berkaitan dengan pembahasan ini, sehingga ditemukan data-data yang akurat dan jelas.

3. Sumber Data

Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan data primer, sekunder dan tersesier.

a. Bahan hukum primer dalam penelitian ini terdiri bahan hukum berupa Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok

b. Bahan hukum sekunder, adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder dari sumber kedua atau sumber sekunder dari data yang kita butuhkan.21 Adapun sumber sekunder terdiri dari berbagai literatur. Adapun sumber sekunder terdiri dari berbagai literatur bacaan yang memiliki relevansi dengan kajian ini seperti buku-buku, skripsi, jurnal, karya ilmiah, artikel dan situs internet.

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus dan ensiklopedia.

19 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2006), hlm.

75.

20 Peter Mahmud Muzaki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 93.

21 Burhan Bugin. Metodologi Penelitian Kuantitatif,... hlm.132.

(24)

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang sesuai dengan penelitian, penulis menggunakan teknik pengumpulan data studi kepustakaan. Studi kepustakaan dalam penelitian ini adalah kegiatan untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang menjadi obyek penelitian. Informasi tersebut dapat diperoleh dari buku-buku, karya ilmiah berupa jurnal dan skripsi, ensiklopedia, internet dan sumber-sumber lain yang berhubungan dengan kajian hukum pidana Islam tentang perilaku merokok di Kawasan tanpa rokok.

4. Analisa Data

Dalam rangka menjawab permasalahan penelitian, maka Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif yaitu suatu analisis yang berusaha mencari pola, model, tema, hubungan, persamaan, dan makna dari data yang dinyatakan dalam bentuk pernyataan-pernyataan, tafsiran-tafsiran setelah menggali data dari beberapa orang informan kunci dengan melakukan wawancara terbuka dan mendalam, hasil pengumpulan data tersebut diolah secara manual, direduksi selanjutnya hasil reduksi tersebut dikelompokkan dalam bentuk segmen tertentu (display data) dan kemudian disajikan dalam bentuk content analisis dengan penjelasan-penjelasan, selanjutnya diberi kesimpulan, sehingga dapat menjawab rumusan masalah, menjelaskan dan terfokus pada representasi tehadap fenomena yang hadir dalam penelitian.

Mengikuti pendapat Sugiyono, tahapan analisis yang digunakan dalam penelitian ini ada empat langkah, yaitu reduksi data, display data dan kesimpulan atau varifikasi:

1. Reduksi Data

Reduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting yang sesuai dengan topik

(25)

penelitian, mencari tema dan polanya, pada akhirnya memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya. Dalam mereduksi data akan dipandu oleh tujuan yang akan dicapai dan telah ditentukan sebelumnya. Reduksi data juga merupakan suatu proses berfikir kritis yang memerlukan kecerdasan dan kedalaman wawasan yang tinggi.

2. Penyajian Data (Data Display)

Setelah mereduksi data, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data secara deskriptif kualitatif. Melalui penyajian data tersebut, maka data dapat terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan mudah dipahami. Selain itu dalam penelitian kualitatif penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya namun yang sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

Melalui penyajian data tersebut, maka data terorganisasikan, dan tersusun sehingga akan semakin mudah dipahami.

3. Penarikan Kesimpulan

Langkah terakhir dalam menganalisis penelitian kualitatif adalah penarikan kesimpulan. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan perumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada dilapangan. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum

(26)

pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih belum jelas sehingga setelah diteliti menjadi jelas.22

Dalam menulis penelitian ini, penulis merujuk pada buku panduan penulisan skripsi Fakultas Syariah dan hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh tahun 2019.

F. Sistematika Pembahasan

Sistematika penulisan skripsi ini dibagi dalam beberapa tahapan yang disebut dengan bab. Dimana masing-masing bab diuraikan masalahnya tersendiri, namun masih dalam konteks yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Secara sistematis penilisan ini merupakan materi pembahasan keseluruhannya kedalam 4 (empat) bab yang terperinci.

Bab pertma, berisikan pendahuluan yang berisikan pengantar yang didalamnya terurai mengenai latar belakang penulisan skripsi, rumusan masalah kemudian dilanjutkan dengan keaslian penulisan, tujuan penulisan skripsi, kajian pustaka, metode penelitian, yang kemudian di akhiri dengan sistematika penulisan.

Bab dua, menjelaskan mengenai landasan teori menyangkut tinjauan hukum positif dan hukum pidana Islam perilaku merokok di kawasan tanpa rokok mencakup perilaku merokok di kawasan tanpa rokok menurut hukum positif dan perilaku merokok di kawasan tanpa rokok dalam Islam

Bab tiga, merupakan bab yang membahas tentang hasil penelitian terkait sanksi pidana dalam Qanun Aceh Nomor 4 tahun 2020 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan tinjuan hukum pidana Islam terhadap pemberlakuan sanksi pidana dalam Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kawasan Tanpa Rokok.

Bab empat, berisikan kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan saran saran.

22 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif…, hlm. 261-261.

(27)

15 BAB DUA

TINJAUAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM PERILAKU MEROKOK DI KAWASAN TANPA ROKOK A. Perilaku Merokok di Kawasan Tanpa Rokok Menurut Hukum Positif

1. Pengertian Perilaku Merokok

Menurut Peraturan Pemerintah RI. Nomor 109 Tahun 2012 rokok adalah produk tembakau yang penggunaannya dengan cara dibakar dan dihisap asapnya dan atau dihirup asapnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tabacum, nicotinia rustica, dan spesies lainnya atau sintesisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan.

Perilaku merokok adalah suatu aktivitas menghisap asap tembakau yang

dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar.23 Perilaku merokok didefinisikan sebagai aktivitas membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya, baik langsung menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Asap yang dihisap melalui mulut disebut mainstream smoke, sedangkan asap rokok yang terbentuk pada ujung rokok yang terbakar serta asap rokok yang dihembuskan ke udara oleh perokok disebut sidestream smoke. Sidestream smoke atau asap sidestream mengakibatkan seseorang menjadi perokok pasif.24 Menurut Aula perilaku merokok merupakan suatu fenomena yang muncul dalam masyarakat, dimana sebagian besar masyarakat sudah mengetahui dampak negatif merokok, namun bersikeras menghalalkan tindakan merokok.25 Perilaku merokok adalah suatu aktifitas yang dilakukan seseorang berupa

23 Amstrong, Managemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Gramedia, 1990), hlm. 21

24 Sitepoe, Kekhususan Rokok Indonesia, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2000), hlm. 56.

25 Aula, Stop Merokok, (Yogjakarta: Garailmu, 2010), hlm. 12.

(28)

mambakar dan menghisap rokok ke dalam tubuh serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya.26

Sedangkan menurut Aritonang merokok adalah perilaku yang komplek, karena merupakan hasil interaksi dari aspek kognitif, kondisi psikologis, dan keadaan fisiologis.27 Perilaku merokok dapat juga didefinisikan sebagai aktivitas subjek yang berhubungan dengan perilaku merokoknya, yang diukur melalui intensitas merokok, waktu merokok, dan fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari.28

Perilaku merokok adalah suatu aktivitas atau tindakan menghisap gulungan tembakau yang tergulung kertas yang telah dibakar dan menghembuskannya keluar sehingga dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya serta dapat menimbulkan dampak buruk baik bagi perokok itu sendiri maupun orang-orang disekitarnya.29

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok adalah suatu kegiatan atau aktivitas membakar rokok kemudian menghisapnya dan menghembuskannya keluar yang dapat menimbulkan asap yang dapat terisap oleh orang lain dan merupakan pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang berkaitan dengan rokok dan merokok.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok adalah usia, pengalaman, pengetahuan, jenis kelamin dan sikap, sebagaimana keterangan di bawah ini:30

a. Usia

26 Levy, Life and Health, (New York: Random House, 1984), h. 76.

27 Aritonang, Fenomena Wanita Merokok. Jurnal Psikologi Universitas Gadjah Mada.

(Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press, 2007), hlm. 41.

28 Komalasari dan Helmi, Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Merokok pada Remaja.

Jurnal Psikologi Universitas Gadjah Mada Vol.3 No.1. 2004, hlm. 3.

29 Nasution, Perilaku Merokok Pada Remaja, (Medan: Universitas Sumatra Utara, 2007), hlm. 10.

30 Hendrawati, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Merokok Pada Siswa SMAN 2 Garut. Jurnal Keperawatan BSI [Internet]. 2019 : VII (1) : 118–22.

(29)

Pada usia 15 tahun, interaksi remaja dan teman-teman meningkat lebih besar dibandingkan dengan interaksi remaja dengan orang tuanya. Teman memiliki pengaruh kuat terhadap perilaku merokok remaja.

b. Pengalaman

Pengalaman juga berhubungan dengan perilaku merokok. Sikap dan perilaku seseorang dipengaruhi oleh pengalaman. Pengalaman mual, mulut pahit, pusing akan menghambat remaja dalam merokok. Sedangkan pengalaman merasa hangat, puas, tenang, nikmat, dan percaya diri akan mempermudah remaja merokok. Pengalaman lain didapat dari teman sebaya. Pengalaman remaja yang dipaksa merokok atau dijauhi teman jika tidak merokok dapat menyebabkan pengalaman buruk yang bisa ke perilaku merokok. Remaja akan bisa diterima oleh teman sebayanya sehingga akan mengikuti ajakan untuk merokok. Diterima oleh kelompok ialah kebutuhan yang sangat penting.

c. Pengetahuan

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa pengetahuan itu berhubungan dengan perilaku merokok. Salah satu pendorong perilaku merokok adalah pengetahuan. Seorang remaja yang telah memahami mengenai merokok dan bahayanya akan berkeyakinan kuat untuk menghindari rokok. Pengetahuan tentang bahaya merokok berhubungan yang bermakna dengan kebiasaan merokok. Penelitian lain menyatakan bahwa pengetahuan tentang bahaya merokok dengan perilaku merokok berhubungan bermakna.

d. Jenis Kelamin

Lebih banyak remaja pria yang merokok daripada remaja wanita. Remaja pria lebih berani mengambil risiko dibandingkan wanita, salah satu contohnya adalah perilaku berisiko merokok.

(30)

e. Sikap

Sikap berhubungan negatif dengan perilaku merokok, orang yang bersikap baik mengenai bahaya merokok akan mengurangi risiko berperilaku merokok.

2. Kawasan Tanpa Rokok

Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk melakukan kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi, dan atau penggunaan rokok. Penetapan KTR merupakan upaya perlindungan untuk masyarakat terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok. Secara umum, penetapan KTR betujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat rokok, dan secara khusus, tujuan penetapan KTR adalah mewujudkan lingkungan yang bersih, sehat, aman dan nyaman, memberikan perlindungan bagi masyarakat bukan perokok, menurunkan angka perokok, mencegah perokok pemula dan melindungi generasi muda dari penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan zat Adiktif (NAPZA).

Kawasan Tanpa Rokok atau KTR adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau. Hal ini merupakan pengertian KTR yang tertuang dalam pasal pertama Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri No. 188/Menkes/

PB/I/2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok. Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah tempat yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan atau penggunaan rokok.

Kawasan tanpa rokok yang selanjutnya disingkat KTR, adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan dan/atau mempromosikan produk

(31)

tembakau.31 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kesehatan mengamanatkan Pemerintah Daerah untuk mengantur penetapan Kawasan Tanpa Rokok. Pengaturan ini bertujuan untuk mencegah dan mengatasi dampak buruk asap rokok Pasal 115 angka 2 menentukan bahwa pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya. Kawasan Tanpa Rokok mencakup fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkuatan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.32

Konsep peraturan ini adalah melarang kegiatan merokok, iklan rokok dan penjualan rokok di kawasan tanpa rokok yang telah diuraikan sebelumnya kecuali di tempat umum, masih diperbolehkan transaksi jual beli rokok.

Kawasan tanpa rokok menjadi tanggung jawab seluruh komponen bangsa, baik individu, masyarakat, lembaga-lembaga pemerintah dan nonpemerintahan, untuk melindungi hak-hak generasi sekarang maupun yang akan datang atas kesehatan diri dan lingkungan hidup yang sehat.

Komitmen bersama lintas sektor dan berbagai elemen akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan kawasan tanpa rokok. Penetapan Kawasan Tanpa Rokok merupakan upaya perlindungan yang efektif dari bahaya asap rokok, memberikan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarakat serta melindungi kesehatan masyarakat secara umum dari dampak buruk merokok baik langsung maupun tidak langsung.

Tipe perokok berdasarkan tempatnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

31 Pasal 1 Angka 6 Peraturan Bupati Sleman Nomor 42 Tahun 2012 tentang Kawasan Tanpa Rokok

32 Pasal 115 Angka 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kesehatan

(32)

1. Merokok di tempat-tempat umum/ruang publik, yaitu:

a. Kelompok homogeny (sama-sama perokok), secara bergerombol perokok menikmati kebiasaannya. Umumnya perokok masih menghargai orang lain, karena itu perokok menempatkan diri di smoking area.

b. Kelompok yang heterogeny (merokok di tengah orang-orang lain yang tidak merokok, anak kecil, orang jompo, orang sakit dan lain- lain).

2. Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi, yaitu:

a. Kantor atau di kamar tidur pribadi Perokok memilih tempattempat seperti ini yang sebagai tempat merokok digolongkan kepada individu yang kurang menjaga kebersihan diri, penuh rasa gelisah yang mencekam.

b. Toilet perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang suka berfantasi.

Manfaat Kawasan Tanpa Rokok adalah menciptakan tempat-tempat umum, sarana kesehatan, tempat-tempat kerja, tempat ibadah, dan sarana pendidikan yang sehat, nyaman dan aman, tidak terganggu asap rokok, dapat memberikan citra yang positif, menegakkan etika merokok, mewujudkan generasi muda yang sehat, meningkatkan produktivitas kerja yang optimal, menurunkan angka perokok dan mencegah perokok pemula, memberikan hak kepada orang yang tidak merokok untuk tidak terkena dampak racun rokok yang sangat banyak terkandung dalam asap rokok dan mencegah meningkatnya penyakit yang disebabkan oleh rokok dan asap rokok baik kepada para perokok aktif maupun perokok pasif.33

Kawasan Tanpa Rokok juga bermanfaat untuk lingkungan yang lebih bersih dan lebih sehat lagi. Oleh karena itu harus dilakukan penegakan hukum

33 Lily S Sulistyowati, Prototype Kawasan Tanpa Rokok, (Jakarta: Kemenkes RI, 2011), hlm. 6.

(33)

lingkungan. Penegakan hukum lingkungan melalui instrumen hukum administrasi merupakan langkah pertama dan utama untuk mencapai penataan peraturan.34 Kawasan Tanpa Rokok yang selanjutnya disingkat KTR adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau.35

3. Dasar Hukum Larangan Merokok di Kawasan Tanpa Rokok

Framework Convention Tobacco Control (FCTC) merupakan hukum internasional dalam pengendalian masalah tembakau yang akan mengikat negara-negara yang telah meratifikasinya. Konvensi ini dan protokol- protokolnya bertujuan untuk melindungi generasi sekarang dan mendatang terhadap kerusakan kesehatan, konsekuensi sosial, lingkungan dan ekonomi akibat dari paparan asap tembakau, sehingga dibentuklah sebuah kerangka sebagai upaya pengendalian tembakau untuk dilaksanakan pada tingkat regional, nasional maupun internasional guna mengurangi secara berkelanjutan dan prevalensi penggunaan tembakau serta paparan terhadap asap rokok (WHO FCTC). Isi dalam naskah FCTC secara umum terbagi atas dua bagian yaitu yang pertama adalah upaya untuk menurunkan penggunaan rokok melalui penurunan permintaan (demand). Adapun upaya yang dilakukan yaitu:

a. Penggunaan mekanisme pengendalian harga dan pajak.

b. Pengendalian/penghentian iklan, sponsorsip dan promosi.

c. Pemberian label dalam kemasan rokok yang mencantumkan peringatan kesehatan dan tidak menggunakan istilah yang menyesatkan.

d. Pengaturan udara bersih (proteksi terhadap paparan asap rokok).

34 Muhammad Akib, Penegakan Hukum Lingkungan dalam Perspektif Holistik- Ekologis, (Lampung: Universitas Lampung, 2011), hlm. 40.

35 Qanun Kota Banda Aceh Nomor 5 Tahun 2016 Tentang Kawasan Tanpa Rokok, Pasal 1.

(34)

e. Pengungkapan dan pengaturan isi produk tembakau.

f. Edukasi, komunikasi, pelatihan dan penyadaran publik.

g. Upaya mengurangi ketergantungan dan menghentikan kebiasaan merokok.

Sedangkan yang kedua upaya dalam mereduksi suplay yaitu yang berhubungan dengan:

a. Perdagangan gelap atau penyelundupan produk tembakau.

b. Penjualan kepada dan oleh anak di bawah umur

c. Upaya mengembangkan kegiatan ekonomis alternatif (economically viable alternative solutions)

WHO juga memiliki strategi dalam upaya penanggulangan dampak rokok yang dikenal dengan enam komponen kebiijakan MPOWER WHO dan salah satu komponennya merupakan cikal bakal lahirnya Kawasan Tanpa Rokok.

Adapun isi dari enam komponen tersebut sebagai berikut:

a. Monitor tobacco use (Monitor penggunaan tembakau/rokok).

b. Protect people from tobacco smoke (Perlindungan terhadap paparan asap rokok di lingkungan).

c. Offer help to quit tobacco use (Optimalkan dukungan untuk berhenti merokok).

d. Warn about the dangers of tobacco (Waspadakan masyarakat akan bahaya merokok).

e. Enforce bans on tobacco advertising, promotion and sponsorship (Eliminasi iklan, promosi, dan sponsor terkait tembakau).

f. Rise taxes on tobacco (Raih kenaikan cukai tembakau).

Adanya larangan terhadap perilaku merokok di Kawasan tampa rokok didasari oleh ketentuan hukum peraturan perundang-undangan, yaitu:

(35)

a. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

b. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063)

c. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234).

d. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679).

e. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4276).

f. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 278, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5380).

(36)

g. Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 188/MENKES/PB/I/2011 dan Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok.

h. Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok.

4. Sanksi Pidana Perilaku Merokok di Kawasan Tanpa Rokok

Upaya penerapan qanun ini juga disertai dengan sanksi pidana bagi pelanggar Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok tersebut baik sanksi perseorangan maupu sanksi bagi pengelola usaha dan pimpinan. Hal ini sebagaimana termuat dalam Pasal 38 Ayat (3) dan (4) bagi sanksi perseorangan bahwa:

(3) Penyitaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) penertiban (penurunan/

pencabutan/pelepasan reklame rokok), atau denda administrative sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf c, dikenakan untuk pelanggaran ketiga, dengan pembayaran denda administratif paling banyak Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) dan (4). Sanksi Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf d, dikenakan untuk pelanggaran keempat berupa pidana kurungan paling lama 7 (tujuh) hari atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).36

Sedangkan sanksi pidana bagi pihak pengelola, pimpinan atau penanggungjawab, sebagaimana termuat dalam Pasal 40 ayat (5), yakni:

c. pelanggaran Pasal 18 ayat (3), Pasal 21 dan Pasal 22 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) hari atau denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).

36 Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pasal 38 Ayat (3) dan (4)

(37)

d. pelanggaran Pasal 17 ayat (1), Pasal 20 dan Pasal 29 ayat (1), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 15 (lima belas) hari atau denda paling banyak rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).37

B. Perilaku Merokok di Kawasan Tanpa Rokok dalam Islam 1. Perilaku Merokok dalam Islam di Kawasan Tanpa Rokok

Permasalahan rokok bukanlah masalah baru dalam pembahasan hukum Islam. Sudah lama ulama berbeda pendapat tentang permasalahan ini. Menurut Abdullah bin Abdurrahman Al-Sanad, dalam bukunya Nashihah Al-Insan’ Ala Isti’mal Al-Dukhan, rokok dikenal oleh bangsa Eropa sekitar 915 H atau 28 1518 M, ketika sekelompok pakar mereka menemukan tumbuhan “aneh” di Tobaco (Meksiko). Benihnya mereka bawa pulang dan dari sana tersebar ke daerah-daerah lain, termasuk ke wilayah negeri-negeri Islam. Itu sebabnya tidak ditemukan pendapat ulama masa lalu tentang hukum merokok.38

Namun, melalui pemahaman tentang maqashid syari’ah (tujuan agama) kita dapat mengetahui hukum merokok dan persoalan-persoalan “baru” lainnya.

Tujuan tuntunan agama adalah memelihara lima hal pokok, yaitu ajaran agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan.39 Setiap aktivitas yang menunjang salah satunya, pada prinsipnya dibenarkan atau diterima dalam Islam dan sebaliknya demikian, pembenaran itu bisa mengambil hukum wajib, sunah, mubah, makruh dan haram.

37 Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pasal 40 Ayat (5)

38 Nurlaila Harun, Hukum Merokok Menrut Tinjauan Nash dan Kaidah Syar’iyah, diakses melalui situs: http://journal.iainmanado.ac.id/index.php/JIS/article/download/176/151 Pada Tanggal 3 Agustus 2021

39 Abdul Aziz Syaikh bin Abdullah, Fatwa-fatwa Terkini, (Jakarta: Darul Haq, 1999), hlm. 321

(38)

1. Pendapat Ulama yang mengharamkan

Pendapat ini dipegang oleh Al-Qalyubi, Al-Laqqani, Al-Bujairomi dan Asy-Syaranbila. Mereka berpendapat bahwa rokok merusak kesehatan, menyebabkan orang mabuk, tidak berkesadaran, baunya tidak disenangi orang lain, dan dipandang pemborosan.40 Intinya merokok membawa mudharat untuk dirinya sendiri dan orang lain. Adapun dalil-dalilnya yaitu:

a. Memabukkan

Mereka mengatakan bahwa rokok itu memabukkan, sedangkan tiap-tiap yang memabukkan itu hukumnya haram. Yang dimaksud dengan memabukkan ialah segala sesuatu yang dapat menutup akal, meskipun hanya sebatas tidak ingat (dialami oleh orang-orang yang pertama kali melakukannya). Artinya, merokok bisa mejadikan pikiran kacau, menghilangkan pertimbangan akalnya, menjadikan nafasnya sesak, dan dapat teracuni. Mabuk dalam hal ini bukan karena lezat dan bukan pula menggigil. Sedangkan sebagian dari mereka tidak memperbolehkan orang yang merokok itu menjadi imam.41

c. Melemahkan badan

Mereka berkata, kalaupun merokok itu tidak sampai memabukkan, minimal perbuatan itu dapat menyebabkan tubuh menjadi lemah dan loyo.

d. Menimbulkan mudharat

(1) Mudharat pada badan yaitu menjadikan badan lemah, wajah pucat, terserang batuk, bahkan dapat menimbulkan penyakit paru-paru yang mengakibatkan kematian.

(2) Mudharat pada harta yaitu bahwa merokok itu menghambur-hamburkan harta, yakni menggunakannya untuk sesuatu yang tidak bermanfaat bagi

40 Syaikh Ikhsan Jampes, Kitab Kopi dan Rokok, (Yogyakarta: Lkis, 2009), hlm. 14

41 Amidhan, Dilema Kesajahteraan Umat dalam Kehampaan Spiritual Masyarakat Modern, (Jakarta: Media Cita, 2000), hlm. 180

(39)

badan dan ruh, tidak bermanfaat didunia dan akhirat.42 Sedangkan Nabi Muhammad SAW telah melarang membuang-buang harta, Allah SWT berfirman:

قَح ٰبْٰرُقْلا اَذ ِتٰاَو ه

اًرْ يِذْبَ ت ْرِ ذَبُ ت َلََو ِلْيِب سلا َنْباَو َْيِْكْسِمْلاَو ٗ

Artinya :

Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros (Qs: Al-Isra’ (26).43 Ayat di atas mendapat tafsiran yang berbeda dari kalangan ulama tafsir.

Dalam Al-Muyassar disebutkan bahwa “dan berbuat baiklah kepada orang- orang yang masih terkait hubungan kekerabatan denganmu, dan berilah ia haknya dalam bentuk kebaikan dan bakti dan berilah orang miskin yang tidak memiliki sesuatu yang mencukupinya dan menutupi kebutuhannya, musafir yang terasing dari keluarga dan kehabisan bekal harta. Dan janganlah engkau belanjakan hartamu dalam urusan selain ketaatan kepada Allah atau secara berlebihan dan boros”.44

Sementara tafsir Al-Wajiz menyebutkan bahwa “berilah kerabatmu hak- haknya berupa kebaikan dan silaturahmi. Dan berilah orang yang membutuhkan itu haknya berupa zakat, juga orang yang kehabisan bekal dalam perjalanannya.

Sedekahkanlah kepada mereka sedekah nafilah ketika membutuhkan. Dan janganlah kamu menafkahkan harta benda kepada selain tempat yang disarankan

42 Lubis Nur Fadli, Kesehatan dan Mental, (Jakarta: Grafiti PRESS, 1989), hlm. 79.

43 Al-Quran Terjemahan, Departemen Agama RI. Bandung: Darus Sunnah, 2015

44 Al-Qarni Aidh, Tafsir Muyassar, (Jakarta: Qisthi Press, 2007), hlm. 432

(40)

oleh syariat. Hal itu melewati batas yang telah dipertimbangkan oleh syariat dalam urusan infak yang halal dan infak kepada selain yang berhak.45

2. Pendapat Ulama yang Memakruhkan

Pendapat ini dipegang oleh Syekh Abu Sahal Muhammad bin Al-Waizh Al-Hanafi berkat: “Kemakruhan bagi perokok disebabkan menjadikan pelakunya hina dan sombong, memutuskan hak dan keras kepala. Selain itu, segala sesuatu yang baunya menganggu orang lain adalah makruh,46 sama halnya dengan memakan bawang merah. Maka asap rokok memiliki dampak negatif ini lebih utama untuk dilarang, dan perokoknya lebih banyak dilarang masuk masjid serta menghadiri pertemuan-pertemuan.” Adapun alasan pendapat ulama yang memakruhkan adalah:

(a) Bahaya, merokok itu tidak lepas dari dharar (bahaya), lebih-lebih jika terlalu banyak melakukannya. Sedangkan sesuatu yang sedikit itu bila diteruskan akan menjadi banyak.

(b) Mengurangi harta yang dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih baik dan lebih bermanfaat bagi sahabatnya dan bagi orang lain.

(c) Bau dan asapnya menganggu serta menyakiti orang lain yang tidak merokok

(d) Menurunkan harga diri/wibawa bagi orang yang mempunyai kedudukan sosial terpandang.

(e) Dapat melalaikan seseorang untuk beribadah secara sempurna.

(f) Bagi orang yang biasa merokok, akan membuat pikirannya kacau jika pada mau saat ia tidak mendapatkan rokok.

45 Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil ‘Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash Shahihah, (terj.

Ma’ruf Abdul Jalil), (Jakarta: Pustaka As-Sunnah, 2008), hlm. 581

46 Al-Mawardi Al-Imam, Kenikmatan Kehidupan Dunia dan Agama, (Jakarta: Dar Ibn Katsir, 2001), hlm. 481

(41)

(g) Jika perokok menghadiri tempat umum, ia akan menganggu orang lain.

3. Pendapat Ulama yang Membolehkan

Pendapat ini dipegang oleh Syekh Mushthafa As-Syuthi Ar-Rabbani, ia berkata: “setiap orang yang mengerti tentang pokok-pokok agama dan cabang- cabangnya, yang mau bersikap objektif, apabila ia ditanya tentang hukum merokok setelah rokok dikenal banyak orang serta banyaknya anggapan yang mengatakan bahwa rokok dapat membahayakan akal dan badan niscaya ia akan memperbolehkannya. Sebab asal segala sesuatu yang tidak membahayakan dan tidak ada nash yang mengharamkannya adalah halal dan mubah, sehingga ada dalil syara’ yang mengharamkannya. Adapun alasannya memperbolehkan merokok ini adalah berpegang pada kaidah bahwa asal segala sesuatu itu boleh, sedangkan anggapan bahwa rokok itu memabukkan atau menjadikan lemah itu tidak benar. Memang benar bahwa orang yang tidak biasa merokok akan merasakan mual bila ia pertama kali melakukannya, tetapi hal ini tidak menjadikan haram. Jika orang menganggap merokok sebagai perbuatan menghambur-hamburkan, maka hal ini tidak hanya terdapat pada rokok.

4. Pendapat Ulama Mutaakhirin

(a) Syekh Hasanain Makhluf, mufti Mesir, yang menginventarisasi pendapat sebagaian ulama sebelumnya, berpendapat bahwa hukum rokok adalah mubah. Beliau juga mengatakan bahwa keharaman dan kemakruhannya apabila timbul faktor-faktor lain, seperti jika menimbulkan mudharat baik banyak atau sedikit terhadap jiwa maupun harta atau karena mendatangkan mafsadat dan mengabaikan hak istri dan anak-anaknya atau orang yang nafkahnya menjadi tanggungannya menurut syara’.

Apabila terdapat unsurunsur seperti ini maka hukumnya menjadi makruh

(42)

atau haram, sesuai dengan dampak yang ditimbulkannya. Sebaliknya, jika tidak terdapat dampak negatif seperti itu, maka hukumnya halal.47

(b) Syekh Muhammad Ibnu Mani’ (Ulama Arab Saudi), berkata dalam kitabnya Ghayatul Muntaha, sebagai berikut: “Pendapat yang memperbolehkan rokok adalah pendapat orang yang mengigau sehingga tidak perlu dihiraukan. Diantara mudharat yang ditimbulkannya ialah merusak badan, menimbulkan bau yang kurang sedap dan menganggu orang lain, serta dapat menghambur-hamburkan harta tanpa ada gunanya.

Maka janganlah anda terpedaya oleh perkataan orang-orang yang menganggapnya mubah. Sebab, setiap orang boleh diambil atau ditolak perkataannya, kecuali Rasulullah SAW, yang tidak boleh ditolak perkataannya.

(c) Al Maghfur Syekhul Akbar Mahmud Syaltut, Rektor Al-Azhar, di dalam kitab beliau: “Kalaupun tembakau tidak menjadikan mabuk dan tidak merusak akal, tetapi masih menimbulkan mudharat yang dapat dirasakan pengaruhnya pada kesehatan orang yang merokok dan tidak merokok.

Para dokter telah menjelaskan bahwa unsur-unsur yang ada di dalamnya diketahui mengandung racun. Karena itu tidak diragukan lagi bahwa tembakau (merokok) dapat menimbulkan gangguan dan mudharat, sedangkan hal ini merupakan sesuatu yang buruk dan terlarang menurut pandangan Islam. Disisi lain, pegeluaran belanja rokok ternyata lebih bayak, padahal anggaran tersebut dapat digunakan untuk sesuatu yang lebih baik dan bermanfaat. Maka dari sudut pandang ini merokok jelas- jelas dilarang dan tidak diperbolehkan syara’.

47 Budi Utomo, Fiqh Aktual Jawaban Tuntas Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hlm. 209

Referensi

Dokumen terkait

The objective of this research was to know the influence of using dictation composition technique t owards students’ recount text writing ability at the first

Penelitian bertujuan untuk mengetahui: (1) perbedaan hasil belajar IPA antara peserta didik yang dibelajarkan dengan teknik pemberian balikan langsung dan balikan tertunda,

sehingga tidak bisa menyatakan semangat kepada diri sendiri. 4) Konseli menganggap tugas- tugas yang ada adalah beban sehingga sering mengeluh dan mengerjakan

Lembar Penilaian Tes Kemampuan Menghafal Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 11- 20 Siswa Kelas VIII SMP Takhassus Plus Al-Mardliyah Kaliwungu Selatan Kendal.. No Nama Siswa

Data produksi karkas ayam broiler yang meliputi bobot potong dan bobot karkas umur lima minggu dengan perlakuan 0,0; 0,5; 1,0; dan 1,5% tepung kulit manggis tertera

ier yang didapatkan dengan cara memplot konsen- trasi larutan uji dengan persen inhibisi DPPH seba- gai parameter aktivitas antioksidan, dimana konsen- trasi larutan uji (ppm)

Jawaban dari adik adik siswa kelas 5 sangat berharga bagi peenyelesaikan skripsi saya dengan judul “PENGARUH KOMUNIKASI GURU TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS 5 SDN KOTA BAMBU

ABSTRAK: Tujuan penelitian ini adalah (1) menghasilkan cara pengembangan soft skills di SMK Negeri 3 Kota Bima, (2) menghasilkan model soft skills yang dapat digunakan