BAB III GAMBARAN DATA PKLM
A. Dasar Hukum Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
A. Dasar Hukum Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
Adapun dasar hukum penagihan pajak dengan surat paksa adalah sebagai berikut :
1. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
2. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 561/KMK.04/2000 Tanggal 26 Desember 2000 tentang Tatacara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa.
3. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-02/PJ.75/2002 tentang Kebijaksanaan Penagihan Pajak Tahun 2002.
4. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-08/PJ.75/2002 tentang Pemeriksaan Untuk Tujuan Penagihan Pajak.
5. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-02/PJ.75/2004 tentang Kebijakan Penagihan Pajak Tahun 2004.
Dengan adanya peraturan dan undang-undang yang menjadi landasan hukum Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa di Indonesia ini, maka pajak yang dipungut oleh pemerintah sudah mempunyai suatu pondasi yang kuat dan tegas
B. Penagihan Pajak
Pengertian penagihan khusus didalam bidang perpajakan adalah ; “Serangkaian tindakan dari operator Direktorat Jenderal pajak, berhubung Wajib Pajak tidak melunasi baik sebagian/ seluruh kewajiban perpajakan yang terhutang menurut Undang-Undang Perpajakan yang berlaku” (Moeljo Hadi, 1995 : 2).
Sedangkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penaggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan Penyitaan, melaksanakan Penyanderaan, menjual barang yang telah di sita.
Penagihan dilakukan dengan adanya utang pajak dari Wajib Pajak, yang belum dilunasi sehingga dilakukan penagihan pajak melalui Surat Tagihan Pajak. Surat Tagihan Pajak menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2007) pasal 1 angka 20 adalah; “Surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
Beberapa alasan yang menyebabkan Surat Tagihan Pajak (STP) dapat dikeluarkan kepada Wajib Pajak adalah :
1. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar.
2. Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung.
3. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga.
4. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPn 1984 tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.
5. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP tetapi membuat faktur pajak atau pengusaha telah dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak membuat faktur pajak. 6. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tidak/membuat faktur pajak tidak
tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya faktur pajak.
C. Fungsi Surat Tagihan Pajak
Dalam hal ini fungsi Surat Tagihan Pajak adalah :
1. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutama SPT wajib pajak, yang artinya jika pajak dalam tahun berjalan yang tidak atau kurang dibayar / disetor ataupun kekurangan pembayaran/penyetoran pajak, akibat salah tulis dan atau salah hitung dalam surat pemberitahuan.
2. Sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga atau denda. 3. Alat untuk menagih pajak.
Didalam alam kemerdekaan yang telah kita nikmati sekarang ini, tidak dapat dihindarkan bahwa pengalaman pahit dimasa lalu masih terbawa. Dalam sistem yang lama petugas pajak mendatangi masyarakat untuk didaftarkan sebagai wajib pajak, demikian juga besarnya pajak dihitung oleh petugas pajak. Pada umumnya banyak wajib pajak yang belum begitu mengerti dan memahami peraturan
a. Anggapan Wajib Pajak
Dalam pembayaran pajak, wajib pajak merasakan adanya ketidakadilan. Dimana pajak yang dibayar atau pajak yang terutang lebih dari yang seharusnya. Perasaan ini saja timbul karena wajib pajak pada dasarnya tidak membedakan untuk pajak daerah, pajak pusat, iuran, sumbangan, pungutan dan sebagainya. Sehingga seringkali wajib pajak menganggap semu itu menjadi bebannya, tidak rela sebagian penghasilannya dipotong sebagai pajak.
b. Rasional
Wajib Pajak yang paham dan matang terhadap perpajakan pasti akan selalu mencari kemungkinan yang diperhitungkan dalam reaksinya menghindari ataupun mengurangi beban pajak, seperti: menghindari pajak ataupun menyeludupkan pajak. Sebagaimana diketahui dalam sistem perpajakan saat ini kepada wajib pajak diberikan kepercayaan untuk melaksanakan sistem menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri wajib pajak yang terutang (self assessment). Melalui azas self
assessment ini tentu saja memerlukan waktu, keuletan, kerja keras, dan menuntut
pengabdian serta disiplin yang tinggi.
Hal demikianlah yang membuat wajib pajak terbengkalai akan kewajiban dalam pembayaran pajak. Sehingga kegairahan wajib pajak dalam membayar pajak menjadi berkurang ataupun wajib pajak bersikap pasif. Sikap ini otomatis akan mempengaruhi penerimaan Negara semakin berkurang. Untuk mengantisipasi masalah ini, maka fiskus akan bertindak melakukan penagihan pasif, maupun penagihan aktif salah satunya dengan Penagihan Surat Paksa.
D. Penagihan Utang Pajak
Tindakan penagihan utang pajak secara teoritis diatur dalam Undang Nomor 19 tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000 dapat dilakukan dengan 2 (dua) langkah:
1. Penagihan Pasif
Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar. Jika jangka waktu 30 hari belum dilunasi, maka tujuh hari setelah jatuh tempo akan diikuti dengan penagihan pajak secara aktif yang dimulai dengan tindakan sita yang telah didahului adanya Surat Teguran, dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang.
Dalam hal ini Utang Pajak itu adalah Pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak atau Surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. Penagihan Aktif
Penagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif, dimana dalam upaya penagihan ini fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim Surat Tagihan atau Surat Ketetapan Pajak tetapi akan diikuti dengan
tindakan sita yang didahului dengan Surat Teguran dan Surat Paksa akan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang.
Surat Paksa sekurang-kurangnya memuat : 1) Nama Wajib Pajak, atau Penanggung Pajak 2) Besarnya utang pajak
3) Perintah untuk membayar dalam waktu 2x24 jam (dua kali dua puluh empat jam) sejak Surat Paksa disampaikan.
E. Dasar Penagihan Pajak
Sesuai dengan sistem Self Assessment yang berlaku sekarang ini, Wajib Pajak wajib menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri utang pajaknya. Apabila terdapat kekeliruan atau kesalahan dalam melakukan penghitungan pajak yang terutang atau Wajib Pajak melanggar ketentuan Undang-Undang perpajakan barulah Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak yang dapat berupa STP, SKPKB, SKPKBT, SKP.
1. Surat Tagihan Pajak (STP)
Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan sanksi administrasi berupa bunga atau denda.
Surat Tagihan dikeluarkan apabila :
a) Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar.
b) Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis atau salah hitung.
c) Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda atau bunga. 2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Adalah Surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah pajak yang harus dibayar.
SKPKB diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang KUP SKPKB dikeluarkan dalam jangka waktu 10 tahun sesudah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak (Undang-undang No 6 Tahun 1983 yang diperbaharui Undang-undang No.9 Tahun 1994) SKPKB diterbitkan apabila :
a) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar.
b) Apabila Surat Pemberitahuan (SPT) tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan dan telah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.
c) Kewajiban menyelenggarakan pembekuan dan membantu proses pemeriksaan yang dilakukan oleh fiskus dan tidak dipenuhi oleh Wajib Pajak sehingga tidak diketahui besarnya pajak yang terutang.
3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
Adalah surat ketetapan pajak yang menetukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan oleh Fiskus (dalam surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan sebelumnya). Ketentuan tentang SKPKBT diatur dalam pasal 15
Undang-Sebagaimana telah diubah dengan UU No.9 Tahun 1994 Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKBT dalam jangka waktu 10 tahun sesudah saat pajak terutang, berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan jumlah pajak terutang.
4. Surat Keputusan Pembetulan (SKP)
Adalah surat keputusan untuk membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan peraturan peundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak atas surat tagihan pajak.
5. Surat Keputusan Keberatan (SKK)
Adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
6. Putusan Banding (PB)
Adalah putusan badan peradilan atau banding terhadap surat keputusan yang diajukan oleh wajib pajak. Keenam jenis ini merupakan dasar atau sarana atau administrasi Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan penagihan pajak. Untuk tertibnya dan keseragaman tindakan dalam melaksanakan penagihan pajak. Menteri keuangan akan mengatur tata caranya termasuk aspek administrasi baik mengenai tindakan penagihan itu sendiri maupun aspek pelaksanaan pembayaran atas tagihan pajak.
F. Jadwal Pelaksanaan Penagihan Pajak
Tindakan mekanisme penagihan utang pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 5 dan pasal 4 dari UU 19 Tahun 2000 yaitu : Penerbitan Surat Teguran oleh Pejabat atau kuasa yang ditunjuk oleh Pejabat setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran. Surat Teguran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak diterbitkan terhadap Penanggung Pajak yang telah disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajaknya.
1. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak diterbitkannya Surat Teguran, Pejabat segera menerbitkan Surat Paksa yang dikeluarkan oleh jurusita.
2. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu 2 kali 24 jam (dua puluh empat) sejak Surat Paksa diberitahukan maka Pejabat Pajak segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya. Pengajuan Keberatan oleh wajib pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan penyitaan. Penyitaan dapat dilaksanakan terhadap penanggung pajak yang berada ditempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan atau ditempat lain, termasuk penguasaannya berada ditangan pihak lain atau yang dibebani dengan hak
a) Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai dan deposito berjangka, tabungan, saldo, rekening Koran, giro atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu, saham atau surat berharga lainnya, piutang dan penyertaan modal pada perusahaan.
b) Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan dan kapal isi kotor tertentu. 3. Apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak dilunasi
oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, pejabat segera melaksanakan pengumuman lelang. Hasil lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak yang belum dibayar dan sisanya untuk membayar hutang pajak.