LAPORAN
PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI
PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN PETISAH
O L E H
NAMA : VICKY ZOLANDA NIM : 092600052
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT serta shalawat dan salam
semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan sahabatnya
hingga akhir jaman.
Syukur Alhamdulillah dengan rahmat dan ridha-Nya jugalah yang disertai
dengan usaha-usaha dan kemampuan yang ada pada penulis, maka penulis telah dapat
menyelesaikan penulisan laporan tugas akhir ini dengan judul “Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah”.
Dalam penyusunan laporan tugas akhir ini, penulis menyadari sepenuhnya
bahasa yang digunakan dalam tugas akhir ini masih belum sempurna dan banyak
terdapat kekurangan-kekurangan yang disebabkan keterbatasan kemampuan serta
pengalaman penulis, maka dari itu penulis berharap sungguh kepada Bapak / Ibu
Dosen pada Program Studi D-III Administrasi Perpajakan maupun dari segala pihak
untuk dapat memberikan saran-saran dan kritikan serta bimbingan yang bersifat
membangun demi lebih sempurnanya penulisan tugas akhir ini.
Pada kesempatan ini, penulis merasa berkewajiban menyampaikan ucapan
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak
khususnya kepada ayahanda Supriadi, S.H dan Ibunda Zuraini yang telah
menyelesaikan penulisan tugas akhir ini serta kepada Robby Zola sebagai adik dari
penulis yang selalu setia memberi dukungan dan semangat kepada penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak-pihak yang
telah membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan penulisan tugas
akhir ini, yaitu :
1. Bapak Prof. Dr. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Sc selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. H. Alwi Hashim Batubara, M.Si selaku Ketua Jurusan Program
Strudi D-III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Arlina, S.H., M.Hum selaku Sekretaris Program Studi D-III Administrasi
Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Arlina, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing yang selalu memberikan
saran dan bimbingan dalam mengerjakan Tugas Akhir ini.
6. Bapak Hery Ramadhani, S.E selaku Supervisor seksi penagihan dan Bapak
Rinaldo Purba selaku kasie PDI Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan
Petisah.
7. Bapak dan Ibu Dosen beserta pegawai yang berada di Program Studi D-III
8. Kepada M.Galuh Hanafi yang selalu setia dan tidak pernah bosan untuk
membantu saya mengerjakan Tugas Akhir ini dari awal hingga akhir penulisan.
Saya sungguh benar-benar mengucapkan terimakasih.
9. Kepada Nur Saadah Rangkuti yang selalu menemani dalam mengerjakan Tugas
Akhir dan selalu memberikan motivasi kepada saya.
10. Kepada teman-teman sestambuk dan seperjuangan yang selalu setia memberikan
semangat yaitu Haris Kristanta, Intan Riza, Lince Hayati Sitanggang, Marina
Nainggolan, Fadli Azhari Lubis, dan Melyana Panggabean.
11. Kepada semua teman-teman saya Stambuk 2009 Program Studi D-III
Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara.
12. Kepada abangda dan kakanda senior D-III Administrasi Perpajakan terutama
abangda Tri Ismanto yang tidak bosan-bosannya memberikan semangat dan
motivasi.
13. Kepada Heliza Ulfa, Ibnu Gunawan, Dian Hadinata, Jimy Mandala, M.Irfan
Lubis, Yuslinawati Ardhyna, Bayu Andika, Edi Saptono, Adinda Wulandari
yang selalu memotivasi walaupun kadang sering mengganggu saya dalam
mengerjakan Tugas Akhir ini tapi terimakasih kawan-kawan dan semangat buat
kita.
14. Kepada saudara-saudara tercinta Musdayani Nst, Nabilah Aisyah, Mia Deby
Aulia, Shela Oktari, dan Eka Sari Siregar yang selalu memberikan doa demi
Akhir kata penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita
semua, rekan-rekan mahasiswa, dan para pembaca sekalian.
Medan, Juli 2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL DAN BAGAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PKLM ... 1
B. Tujuan dan Manfaat PKLM ... 3
1. Tujuan PKLM ... 3
2. Manfaat PKLM ... 4
C. Uraian Teoritis ... 5
1. Pengertian Pajak …... 5
2. Fungsi Pajak ... 5
3. Pengertian Penagihan Pajak, Surat Paksa dan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ... 6
D. Ruang Lingkup PKLM ... 7
E. Metode PKLM ... 7
1. Tahap Persiapan ... 7
2. Studi Literatur ... 8
3. Observasi Lapangan ... 8
4. Pengumpulan Data Primer dan Sekunder ... 8
5. Analisis Data dan Evaluasi ... 9
F. Metode Pengumpulan Data ... 9
1. Metode Wawancara (Interview) ………... 9
2. Metode Observasi ... 9
3. Metode Dokumentasi ………... 10
G. Sistematika Penulisan Laporan ... 10
BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK / LOKASI PKLM ... 12
A. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah ... 12
B. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Petisah ... 16
C. Uraian Tugas dan Fungsi KPP Pratama Medan Petisah ... 19
1. Subbagian Umum ... 19
2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi ... 19
3. Seksi Pelayanan ... 20
4. Seksi Penagihan ... 21
5. Seksi Pemeriksaan ... 21
6. Seksi Ekstensifikasi ... 21
BAB III GAMBARAN DATA PKLM ... 23
A. Dasar Hukum Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ... 23
B. Penagihan Pajak ... 24
C. Fungsi Surat Tagihan Pajak ... 25
D. Penagihan Utang Pajak ... 27
E. Dasar Penagihan Pajak ... 28
1. Surat Tagihan Pajak (STP) ... 28
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) ... 29
3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) ... 29
4. Surat Keputusan Pembetulan (SKP) ... 30
5. Surat Keputusan Keberatan (SKK) ... 30
6. Putusan Banding (PB) ... 30
F. Jadwal Pelaksanaan Penagihan Pajak ... 31
G. Penagihan Utang Pajak dengan Surat Paksa ... 32
1. Isi dan Karakteristik dari Surat Paksa ... 33
2. Penerbitan Surat Paksa ... 34
3. Pelaksanaan Penagihan ... 35
H. Tata Cara Penagihan dengan Surat Paksa ... 36
I. Penagihan Seketika dan Sekaligus ... 38
J. Penyitaan ... 39
2. Pengecualian Objek Sita ... 42
3. Tahap-Tahap Pelaksanaan Penyitaan ... 43
BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI DATA ... 47
A. Prosedur Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ... 47
B. Faktor Penghambat dalam Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ... 52
C. Cara Penyelesaian Masalah dalam Pelaksanaan Penagihan Utang Pajak dengan Surat Paksa ... 55
D. Rekapitulasi Kegiatan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa di KPP Pratama Medan Petisah ... 58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60
A. Kesimpulan ... 60
B. Saran ... 61
DAFTAR TABEL DAN BAGAN
BAGAN 2.1 Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Petisah ... 18
TABEL 4.1 Jumlah Penerbitan Surat Teguran dan Surat Paksa untuk Wajib Pajak Orang Pribadi serta Pencairan Piutang pada KPP
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM )
PKLM adalah suatu kegiatan yang dilakukan mahasiswa secara mandiri yang
bertujuan untuk memberikan pengalaman praktis di lapangan yang secara langsung
berhubungan dengan teori-teori keahlian yang diterima dari dosen Program Studi
Administrasi Perpajakan guna mengetahui secara langsung fungsi dan tugas dalam
pekerjaan yang sebenarnya.
Dalam rangka untuk meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan
dilingkungan kampus adalah dengan cara meningkatkan kegiatan inrakurikuler yang
dimaksudkan untuk memberikan pengalaman praktis di lapangan.
Sebagai Negara yang berkembang Negara Republik Indonesia tengah
menggalakkan pembangunan disegala bidang yaitu pembangunan dibidang
ekonomi, sosial budaya, hukum dan lain-lain. Salah satu usaha untuk mewujudkan
kemandirian suatu bangsa yaitu dengan menggali sumber dana yang berasal dari
dalam negeri yang berupa pajak.
Pajak dipungut dari warga Negara Indonesia dan menjadi salah sattu
kewajiban yang dapat dipaksa penagihannya. Dalam praktiknya sering kali dijumpai
pihak-pihak yang tidak mempunyai kesadaran untuk membayar pajak.
dengan surat paksa wajib pajak yang tidak mau membayar pajaknya dapat dipaksa
untuk memenuhi kewajibannya, jika setelah dilakukan penagihan menggunakan surat
paksa, wajib pajak tersebut masih tetap tidak mau membayar pajaknya, maka
kepadanya dapat dikenakan sanksi atau penyitaan atas hartanya. Adanya sanksi
kurungan ini mengakibatkan hilangnya kebebasan seseorang dan adanya penyitaan
barang mengakibatkan harta orang tersebut tidak dapat dipergunakan lagi seperti
semula. Penagihan pajak dengan surat paksa tidak dapat dilakukan dengan
sewenang-wenang.
Maka dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat pemerintah
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang penagihan pajak
dengan surat paksa yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada
masyarakat sehingga termotivasi untuk membayar pajak. Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2000 ini untuk menambah ketajaman upaya penagihan pajak, dalam keadaan
tertentu terhadap wajib pajak dapat dikenakan penagihan pajak dengan surat paksa
yang nantinya akan diikuti penyitaan, pelelangan dan bahkan penyanderaan.
Undang-Undang penagihan pajak dengan surat paksa diharapkan dapat mengatasi semua
permasalahan yang ada dalam hal penagihan pajak, khususnya dalam hal
penunggakan hutang pajak oleh wajib pajak.
Penagihan pajak dengan surat paksa dilakukan apabila wajib pajak atau
penanggung pajak lalai melaksanakan kewajiban membayar pajak dalam waktu
sebagaimana telah ditentukan dalam pemberitahuan sebelumnya atas surat teguran
paksa yang diberitahukan oleh juru sita pajak dengan pernyataan dan penyerahan
kepada penanggung pajak. Penagihan pajak dengan surat paksa ini dilakukan oleh
juru sita pajak pusat maupun daerah.
Dalam pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa petugas mengalami
kesulitan berhadapan dengan wajib pajak yang tidak menerima atas adanya surat
paksa dalam membayar pajak. Maka masyarakat diharapkan waspada atas
kewajibannya sebagai seorang wajib pajak.
Maka dari tugas akhir ini akan menganalisa pelaksanaan penagihan pajak
dengan surat paksa terhadap wajib pajak dengan prosedur ketentuan
perundang-undangan. Menjelaskan batas-batas petugas lapangan dalam melakukan tugasnya
sehingga tugas akhir ini diberi judul “Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah”.
B. Tujuan Dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri 1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM )
Adapun yang menjadi tujuan dan pelaksanaan PKLM :
1.1Mengetahui pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah.
1.2Untuk mengetahui faktor penghambat penagihan pajak dengan surat paksa
pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah.
1.3Untuk mengetahui upaya-upaya dalam mengatasi kendala tersebut.
2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri 2.1 Bagi Mahasiswa :
a) Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan wawasan penulis
khususnya dalam pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa.
b) Mengaplikasikan teori dan ilmu yang didapat dibangku kulihan melalui
Praktik Kerja Lapangan Mandiri.
c) Memberikan bekal pengalaman kerja kepada setiap mahasiswa.
2.2 Bagi Program Studi Diploma III Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
a) Untuk meningkatkan hubungan antara Universitas Sumatera Utara dengan
instansi pemerintahan dalam hal ini di Kantor Pelayanan Pajak.
b) Agar Universitas lebih berperan dalam kegiatan pendidikan sesuai dengan
peraturan yang sekarang ditetapkan.
c) Mempromosikan sumber daya yang dimiliki oleh Universitas Sumatera
Utara khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
yang memahami administrasi perpajakan.
2.3 Bagi Instansi/Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah
a) Membina hubungan baik dengan Program Studi Diploma III Administrasi
Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera
b) Sebagai bahan masukan bagi Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I
khususnya kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah dalam
menangani administrasi pajak.
C. Uraian Teoritis 1. Pengertian Pajak
“Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus-nya” digunakan untuk public saving yang
merupakan sumber utama untuk membiayai public investment” (Soemitro, 1998 : 8).
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pajak adalah
Kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi kemakmuran rakyat.
2. Fungsi Pajak
Fungsi pajak ada 2 (dua) yaitu fungsi budgetair dan fungsi reguleren. Fungsi
budgetair ialah memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara dan untuk
membiayai pengeluaran umum pemerintah yang bersifat umum maupun
pembangunan. Sedangkan fungsi reguleren ialah pajak sebagai alat pengatur
kehidupan ekonomi dengan jalan mempengaruhi produksi konsumsi, perdagangan,
dan perkembangan harga.
3. Pengertian Penagihan Pajak, Surat paksa dan Penagihan Pajak Dengan Surat paksa
Pengertian penagihan khusus didalam bidang perpajakan adalah ;
“Serangkaian tindakan dari aparatur Direktorat Jenderal pajak, berhubung Wajib
Pajak tidak melunasi baik sebagian/ seluruh kewajiban perpajakan yang terhutang
menurut Undang-undang perpajakan yang berlaku” (Moeljo Hadi, 1995 : 2).
Sedangkan undang-undang Nomor 28 tahun 2007 Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau
memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan
Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan Penyitaan, melaksanakan
Penyanderaan, menjual barang yang telah di sita.
Sedangkan menurut Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
No.D.15.4/IV/31/1976 tanggal 30 Maret 1976 tentang Pedoman Juru Sita mengatakan
bahwa Surat Paksa adalah surat keputusan yang mempunyai kekuatan yang sama
dengan Grosse (yang asli) keputusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat
diganggu gugat lagi dengan cara meminta banding kepada hakim yang lebih atas.
Surat Paksa harus menggunakan kepala “atas nama keadilan” karena
perkataan-perkataan itulah surat paksa mendapat kekuatan ekskutorial yaitu kekuatan untuk
dijalankan dan kekuatan itu didapatkannya karena keadilan yang semata-mata
Paksa ini adalah suatu bentuk eksekusi tanpa peraturan hakim (yang menjadi
wewenang fiskus) yang lazimnya dinamakan eksekusi langsung.
D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Dalam laporan praktik kerja lapangan mandiri ini, yang menjadi ruang
lingkup penulisan adalah :
1. Pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan
Pajak Medan Petisah.
2. Faktor penghambat pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah.
3. Cara menyelesaikan masalah dalam pelaksanaan penagihan dengan surat
paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah.
E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Dalam pelaksanaan praktik kerja lapangan mandiri maka penulis
menggunakan metode sebagai berikut :
1. Tahap Persiapan
Yaitu kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa atau mahasiswi sebelum terjun
langsung melakukan PKLM yaitu :
a) Pengajuan judul proposal
b) Penentuan judul proposal
c) Seminar proposal
f) Pengurusan administrasi dan izin serta konsultasi dengan pihak dosen
2. Studi Literatur
Penulis mengumpulkan data-datanya yang menyangkut masalah yang akan
dibahas melalaui buku-buku perpajakan, majalah, undang-undang perpajakan,
keputusan Menteri Keuangan, keputusan Direktorat Jenderal Pajak dan bahan-bahan
lainnya yang berhubungan dengan objek pembahasan.
3. Observasi Lapangan
Yaitu kegiatan studi untuk mencari data-data serta informasi-informasi
dengan mengikuti Praktik Kerja Lapangan Mandiri pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama serta mempelajari laporan-laporan yang berhubungan dengan masalah yang
akan di bahas.
4. Pengumpulan Data Primer dan Sekunder
Dalam hal ini penulis mengumpulkan data primer dan sekunder berhubungan
dengan apa yang dikerjakan pada Praktik Kerja Lapangan Mandiri nanti yang akan
diperlukan dalam penyusunan laporan akhir dari kegiatan Praktik Kerja Lapangan
Mandiri.
a) Data Primer
Data yang diperoleh melalui wawancara terhadap orang-orang yang
dianggap mampu memberikan masukan dan informasi serta observasi
b)Data Sekunder
Data/informasi yang diperoleh melalui studi literatur seperti
sumber-sumber pustaka, Undang-Undang, dokumentasi maupun literatur lain yang
berhubungan dengan objek Praktik Kerja Lapangan Mandiri.
5. Analisa Data dan Evaluasi
Kegiatan studi yang dilakukan dengan cara menganalisa permasalahan,
kendala yang dihadapi mencari tahu atau menanyakan bagaimana cara menyelesaikan
permasalahan yang timbul di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah.
F. Metode Pengumpulan Data
Hal ini berkaitan dengan pengumpulan data dan informasi serta keterangan
dalam pelaksanaan PKLM, ada beberapa cara dalam pengumpulan data yaitu :
1. Daftar Pertanyaan ( Interview Guide )
Pengumpulan data dan mencari data dengan melakukan wawancara
dengan mengajukan pertanyaan kepada pihak instansi yang berkompeten
dan menambah objektif yang berkaitan dengan kebutuhan untuk
melengkapi laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.
2. Daftar Observasi ( Observation Guide )
Dengan melakukan pengamatan langsung dan melakukan pencatatan data
3. Daftar Dokumentasi
Pengumpulan buku-buku perpajakan, majalah, undang-undang
perpajakan, Menteri Keuangan, Keputusan Direktorat Jenderal Pajak dan
data-data lain yang berhubungan dengan objek pembahasan.
G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Dalam laporan pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM )
penulis menguraikan penulisan tersusun secara sistematika yang akan dilakukan
dalam penulisan laporan PKLM ini adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Didalam bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang, tujuan
dan manfaat PKLM, uraian teoritis, ruang lingkup, metode PKLM,
metode pengumpulan data, dan sistematika.
BAB II : GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PKLM
Penulis menjelaskan gambaran umum objek dan lokasi PKLM,
sejarah singkat serta struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) Pratama Medan Petisah.
BAB III : GAMBARAN DATA TENTANG PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA
Pada bab ini penulis membahas mengenai teori ketentuan dan tata
cara pelaksanaan, penagihan pajak dengan surat paksa berdasarkan
BAB IV : ANALISA DAN EVALUASI
Pada bab ini berisi analisa penulis dan pembahasan-pembahasan
mengenai pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa, faktor
penghambat pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa, cara
penyelesaian masalah dalam pelaksanaan penagihan pajak dengan
surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini terdiri dari dua hal yaitu kesimpulan dan saran. Kesimpulan
merupakan inti sari yang mencakup seluruh objek pembahasan yang
dibahas PKLM, sedangkan saran merupakan ide atau gagasan yang
harus dilakukan dalam menemukan solusi atas masalah yang dibahas
dari objek pembahasan yang terdapat dalam laporan pelaksanaan
PKLM.
BAB II
GAMBARAN UMUM OBJEK/ LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI
A. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah
Sebelum tahun 1967, Kantor Pelayanan Pajak bernama Kantor Inspeksi Pajak
Medan dan oleh pemerintah dipecah menjadi dua bagian, yaitu:
1. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara yang berlokasi di Jl. Suka Mulia No.17 A.
2. Kantor Inspeksi Pajak Selatan yang berlokasi di Jl. Dipenogoro No. 30 A.
Pada tahun 1978, Kantor Pelayanan Pajak masih disebut Kantor Inspeksi
Pajak. Pada saat itu hanya ada dua Kantor Pelayanan Pajak yaitu Kantor Inspeksi
Medan Pajak Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran.
Pada tanggal 1 April 1979 Kantor Inspeksi Pajak diseluruh Indonesia
diubah namanya menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Untuk wilayah Medan,
Kantor Pelayanan Pajak dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Kantor Pelayan Pajak Medan Utara yang berlokasi di Jl. Suka Mulia
No. 17 A.
2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Selatan yang berlokasi di Jl. Dipenogoro
No. 30 A.
Sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
443/KMK01/2001 tanggal 23 Juli 2001 tentang organisasi dan tata kerja kantor
Pajak Bumi dan Bangunan, Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak dan Kantor
Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan.
Namun seiring dengan perubahan kinerja di lingkungan Direktorat
Jenderal Pajak untuk menuju yang lebih baik, maka dilakukan reorganisasi di
melalui sistem modernisasi, sehingga terbagi menjadi :
1. KPP Madya Medan
2. KPP Pratama Medan Barat
3. KPP Pratama Medan Petisah
4. KPP Pratam Binjai
5. KPP Pratama Medan Bel a wan
6. KPP Pratama Medan Kota
7. KPP Pratama Medan Timur
8. KPP Pratama Medan Polonia
9. KPP Pratama Lubuk Pakam
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah didirikan pada
tanggal 26 Mei 2008. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah
beralamat di Jalan Asrama Nomor 7-A Medan dengan membawahi tiga
kecamatan yaitu Kecamatan Medan Petisah, Kecamatan Medan Helvetia, dan
Kecamatan Medan Sunggal.
Semenjak reorganisasi, wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Medan
1. Kelurahan Petisah Tengah
2. Kelurahan Sei Putih Tengah
3. Kelurahan Sei Putih Timur
4. Keluraha Sei Putih Barat
5. Kelurahan Sekip
6. Kelurahan Cinta Damai
7. Kelurahan Simpang Tanjung
8. Kelurahan Sei Sikambing
9. Kelurahan Tanjung Rejo
10. Kelurahan Tanjung Gusta
11. Kelurahan Helvetia Tengah
12. Kelurahan Helvetia Timur
13. Kelurahan Babura Sunggal
14. Kelurahan Lalang
15. Kelurahan Sunggal
16. Kelurahan Dwikora
Adapun visi dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah adalah
menghimpun penerimaan dalam negeri dari sektor pajak, yang mampu menunjang
kemandirian pembiayaan pemerintah berdasarkan Undang-Undang Perpajakan
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah juga memiliki misi yaitu
menjadi model pelayanan masyarakat yang menyelenggarakan sistem dan
manajemen perpajakan kelas dunia yang dipercaya dan dibanggakan masyarakat.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah mempunyai tugas
melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan Wajib Pajak di bidang
Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang
Mewah, Pajak Tidak Langsung Lainnya, Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam wilayah wewenang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Beberapa tugas dan fungsi organisasi pelaksana Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Medan Petisah adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi
perpajakan, penyajian informasi perpajakan, pendataan objek dan subjek
pajak, serta penilaian objek Pajak Bumi dan Bangunan.
2. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan.
3. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan
pengolahan Surat Pembritahuan, serta penerimaan surat lainnnya.
4. Penyuluhan perpajakan.
5. Pelaksanaan registrasi Wajib Pajak.
8. Pelaksanaan pemeriksaan pajak.
9. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak.
10. Pelaksanaan konsultasi perpajakan.
11. Pelaksanaan intensifikai.
12. Pembetulan ketetapan pajak.
13. Pengurangan pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan/ atau Bangunan
14. Pelaksanaan administrasi Kantor
B. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Petisah
Struktur organisasi adalah bagan yang menggambarkan secara sistematis
mengenai penetapan tugas-tugas, fungsi dan wewenang serta tanggung jawab
masing-masing dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Tujuan struktur tersebut
juga untuk membina keharmonisan kerja agar pekerjaan dapat dilaksanakan
dengan teratur dan baik untuk mencapai tujuan secara maksimal. Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Medan Petisah di pimpin oleh seorang Kepala Kantor yang secara
operasional bertanggung jawab kepada Kepala Kantor wilayah Direktorat Jenderal
Pajak.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah terdiri dari sebelas seksi yang
masing-masing seksi dipimpin oleh seorang kepala seksi. Struktur organisasi yang ada
di Kantor Pelayanan Pajak pratama Medan Petisah dapat digambarkan sebagai berikut:
2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
3. Seksi Pelayanan
4. Seksi Penagihan
5. Seksi Pemeriksaan
6. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan
7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I
8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II
9. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III
10. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV
11. Kelompok Jabatan Fungsional
Untuk lebih jelas mengenai struktur organisasi pada kantor pelayanan Pajak Pratama dapat
C. Uraian Tugas dan Fungsi KPP (Kantor P elayanan Pajak) Pratama Medan Petisah
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah yang terletak di Jl. Asrama
No. 7 A Medan. Adapun gambaran tugas dari masing-masing bagian kerja yang ada di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah adalah sebagai berikut:
1. Sub Bagian Umum
Tugas dan fungsi:
a. Melakukan urusan tata usaha
b. Melakukan uruasan kepegawaian
c. Melakukan urusan keuangan
d. Melakukan urusan dan perlengkapan rumah tangga
2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
Tugas dan fungsi:
a. Melakukan pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data, penyajian
informasi perpajakan
b. Perekaman dokumen perpajakan
c. Merekam SSP lembar 3
d. Merekam SPT Masa PPN 1107,1107A dan 1107B
e. Merekam PPh Pasal 21
f. Merekam PPh Pasal 23/26
i. Melakukan pengalokasian Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan
j. Memberikan pelayanan dukungan teknis komputer
k. Pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filing
l. Pelaksanaan i-SISMIOP dan SIG,
m. Penyiapan laporan kinerja.
3. Seksi Pelayanan
Tugas dan fungsi:
a. Melakukan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan
b. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan
c. Menerima, meneliti, dan merekam surat permohonan dari Wajib
Pajak dan surat-surat lainnya
d. Melakukan penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan Wajib Pajak
dan surat lainnya
e. Melakukan Penyuluhan Perpajakan
f. Melakukan penatausahaan pendaftaran, pemindahan data, dan
pencabutan identitas Wajib Pajak
g. Melakukan urusan kearsipan Wajib Pajak
4. Seksi Penagihan
Tugas dan fungsi: .
a.Melakukan urusan penatausahaan piutang pajak
b.Penundaan dan angsuran tunggakan pajak
c.Penagihan aktif
d.Memberikan usulan penghapusan piutang pajak
e.Penyimpanan dokumen-dokumen penagihan
5.Seksi Pemeriksaan
Tugas dan fungsi:
a. Melakukan penyusunan rencana pemeriksaan
b. Pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan
c. Penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta
administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.
6. Seksi Ekstensifikasi
Tugas dan fungsi:
a. Melakukan pengamatan potensi perpajakan
b. Pendataan objek dan subjek paja
c. Pembentukan dan pemutakhiran basis data nilai objek pajak dalam
7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi
Tugas dan fungsi:
a. Melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak
b. Membimbing /menghimbau kepada wajib pajak dan konsultasi teknis
perpajakan
c. Melakukan penyusunan profil wajib pajak
d. Menganalisis kinerja wajib pajak
e. Memberikan konsultasi kepada wajib pajak tentang ketenuan peraturan
perundang-undangan perpajakan
f. Memberikan usulan pembentukan ketetapan pajak, pengurangan pajak bumi
dan bangunan serta bea perolehan hak atas tanah dan / atau bangunan
g. Melakukan evaluasi hasil banding
h. Melakukan rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka melakukan
BAB III
GAMBARAN DATA PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI
.
A. Dasar Hukum Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
Adapun dasar hukum penagihan pajak dengan surat paksa adalah sebagai
berikut :
1. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa.
2. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 561/KMK.04/2000
Tanggal 26 Desember 2000 tentang Tatacara Pelaksanaan Penagihan Seketika
dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa.
3. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-02/PJ.75/2002 tentang Kebijaksanaan
Penagihan Pajak Tahun 2002.
4. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-08/PJ.75/2002 tentang Pemeriksaan
Untuk Tujuan Penagihan Pajak.
5. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-02/PJ.75/2004 tentang Kebijakan
Penagihan Pajak Tahun 2004.
Dengan adanya peraturan dan undang-undang yang menjadi landasan
hukum Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa di Indonesia ini, maka pajak yang
B. Penagihan Pajak
Pengertian penagihan khusus didalam bidang perpajakan adalah ;
“Serangkaian tindakan dari operator Direktorat Jenderal pajak, berhubung Wajib
Pajak tidak melunasi baik sebagian/ seluruh kewajiban perpajakan yang terhutang
menurut Undang-Undang Perpajakan yang berlaku” (Moeljo Hadi, 1995 : 2).
Sedangkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penaggung
pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau
memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan
Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan Penyitaan, melaksanakan
Penyanderaan, menjual barang yang telah di sita.
Penagihan dilakukan dengan adanya utang pajak dari Wajib Pajak, yang
belum dilunasi sehingga dilakukan penagihan pajak melalui Surat Tagihan Pajak.
Surat Tagihan Pajak menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2007) pasal 1 angka 20 adalah; “Surat
untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau
denda.
Beberapa alasan yang menyebabkan Surat Tagihan Pajak (STP) dapat
dikeluarkan kepada Wajib Pajak adalah :
1. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar.
2. Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak
3. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga.
4. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPn 1984 tetapi
tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.
5. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP tetapi membuat faktur pajak atau
pengusaha telah dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak membuat faktur pajak.
6. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tidak/membuat faktur pajak tidak
tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya faktur pajak.
C. Fungsi Surat Tagihan Pajak
Dalam hal ini fungsi Surat Tagihan Pajak adalah :
1. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutama SPT wajib pajak, yang artinya
jika pajak dalam tahun berjalan yang tidak atau kurang dibayar / disetor ataupun
kekurangan pembayaran/penyetoran pajak, akibat salah tulis dan atau salah hitung
dalam surat pemberitahuan.
2. Sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga atau denda.
3. Alat untuk menagih pajak.
Didalam alam kemerdekaan yang telah kita nikmati sekarang ini, tidak
dapat dihindarkan bahwa pengalaman pahit dimasa lalu masih terbawa. Dalam
sistem yang lama petugas pajak mendatangi masyarakat untuk didaftarkan sebagai
wajib pajak, demikian juga besarnya pajak dihitung oleh petugas pajak. Pada
a. Anggapan Wajib Pajak
Dalam pembayaran pajak, wajib pajak merasakan adanya ketidakadilan.
Dimana pajak yang dibayar atau pajak yang terutang lebih dari yang seharusnya.
Perasaan ini saja timbul karena wajib pajak pada dasarnya tidak membedakan untuk
pajak daerah, pajak pusat, iuran, sumbangan, pungutan dan sebagainya. Sehingga
seringkali wajib pajak menganggap semu itu menjadi bebannya, tidak rela sebagian
penghasilannya dipotong sebagai pajak.
b. Rasional
Wajib Pajak yang paham dan matang terhadap perpajakan pasti akan
selalu mencari kemungkinan yang diperhitungkan dalam reaksinya menghindari
ataupun mengurangi beban pajak, seperti: menghindari pajak ataupun menyeludupkan
pajak. Sebagaimana diketahui dalam sistem perpajakan saat ini kepada wajib pajak
diberikan kepercayaan untuk melaksanakan sistem menghitung, memperhitungkan,
dan membayar sendiri wajib pajak yang terutang (self assessment). Melalui azas self
assessment ini tentu saja memerlukan waktu, keuletan, kerja keras, dan menuntut
pengabdian serta disiplin yang tinggi.
Hal demikianlah yang membuat wajib pajak terbengkalai akan kewajiban
dalam pembayaran pajak. Sehingga kegairahan wajib pajak dalam membayar pajak
menjadi berkurang ataupun wajib pajak bersikap pasif. Sikap ini otomatis akan
mempengaruhi penerimaan Negara semakin berkurang. Untuk mengantisipasi
masalah ini, maka fiskus akan bertindak melakukan penagihan pasif, maupun
D. Penagihan Utang Pajak
Tindakan penagihan utang pajak secara teoritis diatur dalam
Undang Nomor 19 tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000 dapat dilakukan dengan 2 (dua) langkah:
1. Penagihan Pasif
Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakan Surat Tagihan
Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan yang
menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan Keberatan yang
menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar. Jika jangka waktu 30 hari belum
dilunasi, maka tujuh hari setelah jatuh tempo akan diikuti dengan penagihan pajak
secara aktif yang dimulai dengan tindakan sita yang telah didahului adanya Surat
Teguran, dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang.
Dalam hal ini Utang Pajak itu adalah Pajak yang masih harus dibayar
termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum
dalam Surat Ketetapan Pajak atau Surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
2. Penagihan Aktif
Penagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif,
dimana dalam upaya penagihan ini fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya
tindakan sita yang didahului dengan Surat Teguran dan Surat Paksa akan dilanjutkan
dengan pelaksanaan lelang.
Surat Paksa sekurang-kurangnya memuat :
1) Nama Wajib Pajak, atau Penanggung Pajak
2) Besarnya utang pajak
3) Perintah untuk membayar dalam waktu 2x24 jam (dua kali dua puluh empat jam)
sejak Surat Paksa disampaikan.
E. Dasar Penagihan Pajak
Sesuai dengan sistem Self Assessment yang berlaku sekarang ini, Wajib Pajak
wajib menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri utang
pajaknya. Apabila terdapat kekeliruan atau kesalahan dalam melakukan penghitungan
pajak yang terutang atau Wajib Pajak melanggar ketentuan Undang-Undang
perpajakan barulah Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
yang dapat berupa STP, SKPKB, SKPKBT, SKP.
1. Surat Tagihan Pajak (STP)
Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan
sanksi administrasi berupa bunga atau denda.
Surat Tagihan dikeluarkan apabila :
a) Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar.
b) Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak
c) Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda atau bunga.
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Adalah Surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang
terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya
sanksi administrasi dan jumlah pajak yang harus dibayar.
SKPKB diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang KUP SKPKB dikeluarkan
dalam jangka waktu 10 tahun sesudah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya masa
pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak (Undang-undang No 6 Tahun 1983 yang
diperbaharui Undang-undang No.9 Tahun 1994) SKPKB diterbitkan apabila :
a) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang
tidak atau kurang dibayar.
b) Apabila Surat Pemberitahuan (SPT) tidak disampaikan dalam jangka waktu yang
telah ditetapkan dan telah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya
sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.
c) Kewajiban menyelenggarakan pembekuan dan membantu proses pemeriksaan
yang dilakukan oleh fiskus dan tidak dipenuhi oleh Wajib Pajak sehingga tidak
diketahui besarnya pajak yang terutang.
3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
Adalah surat ketetapan pajak yang menetukan tambahan atas jumlah
pajak yang telah ditetapkan oleh Fiskus (dalam surat ketetapan pajak yang telah
Undang-Sebagaimana telah diubah dengan UU No.9 Tahun 1994 Direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKBT dalam jangka waktu 10 tahun sesudah
saat pajak terutang, berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, apabila ditemukan
data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan jumlah
pajak terutang.
4. Surat Keputusan Pembetulan (SKP)
Adalah surat keputusan untuk membetulkan kesalahan tulis, kesalahan
hitung, atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan peraturan peundang-undangan
perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak atas surat tagihan pajak.
5. Surat Keputusan Keberatan (SKK)
Adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau
terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib
Pajak.
6. Putusan Banding (PB)
Adalah putusan badan peradilan atau banding terhadap surat keputusan
yang diajukan oleh wajib pajak. Keenam jenis ini merupakan dasar atau sarana atau
administrasi Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan penagihan pajak. Untuk
tertibnya dan keseragaman tindakan dalam melaksanakan penagihan pajak. Menteri
keuangan akan mengatur tata caranya termasuk aspek administrasi baik mengenai
tindakan penagihan itu sendiri maupun aspek pelaksanaan pembayaran atas tagihan
F. Jadwal Pelaksanaan Penagihan Pajak
Tindakan mekanisme penagihan utang pajak sebagaimana dimaksud
dalam pasal 1 angka 5 dan pasal 4 dari UU 19 Tahun 2000 yaitu : Penerbitan Surat
Teguran oleh Pejabat atau kuasa yang ditunjuk oleh Pejabat setelah 7 (tujuh) hari
sejak saat jatuh tempo pembayaran. Surat Teguran sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) tidak diterbitkan terhadap Penanggung Pajak yang telah disetujui untuk
mengangsur atau menunda pembayaran pajaknya.
1. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh
penanggung pajak setelah lewat waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak
diterbitkannya Surat Teguran, Pejabat segera menerbitkan Surat Paksa yang
dikeluarkan oleh jurusita.
2. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh
Penanggung Pajak setelah lewat waktu 2 kali 24 jam (dua puluh empat) sejak
Surat Paksa diberitahukan maka Pejabat Pajak segera menerbitkan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan. Yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Jurusita Pajak
dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa,
penduduk Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya. Pengajuan
Keberatan oleh wajib pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan
penyitaan. Penyitaan dapat dilaksanakan terhadap penanggung pajak yang berada
ditempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan atau ditempat lain, termasuk
a) Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai dan deposito berjangka,
tabungan, saldo, rekening Koran, giro atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu, saham atau surat berharga lainnya, piutang dan penyertaan modal
pada perusahaan.
b) Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan dan kapal isi kotor tertentu.
3. Apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak dilunasi
oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal
pelaksanaan penyitaan, pejabat segera melaksanakan pengumuman lelang. Hasil
lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak yang
belum dibayar dan sisanya untuk membayar hutang pajak.
G. Penagihan Utang Pajak dengan Surat Paksa
Sesuai dengan pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000,
yang dimaksud dengan Surat Paksa adalah : Surat Perintah membayar utang pajak
dan biaya penagihan pajak. Didalam Surat Paksa dicantumkan nama penanggung
pajak dan alamatnya yang jelas serta jumlah utang pajaknya.
Surat Paksa yang berkepala “Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan yang
Maha Esa”. Surat Paksa yang mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti Grosse
dari putusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada
Hakim atasan. Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ini adalah suatu
bentuk eksekusi tanpa peraturan hakim (yang menjadi wewenang fiskus) yang
Surat Paksa adalah surat keputusan yang mempunyai kekuatan yang sama
dengan Grosse (yang asli) keputusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat
diganggugugat lagi dengan cara meminta banding kepada hakim yang lebih atas.
Surat Paksa harus menggunakan kepala “atas nama keadilan” karena
perkataan-perkataan itulah surat paksa mendapat kekuatan ekskutorial yaitu kekuatan untuk
dijalankan dan kekuatan itu didapatkannya karena keadilan yang semata-mata
memerintah pelaksanaan itu. Surat Paksa memuat perintah wajib pajak untuk
melunasi pajaknya yang sudah barang tentu baru akan dikeluarkan setelah dipandang
cukup.
1. Isi dan Karakteristik dari Surat Paksa
Berbicara lebih lanjut tentang surat paksa, maka surat paksa dapat ditinjau
dari 2 (dua) segi, yaitu segi isinya dan segi karakteristiknya.
a. Dari segi isinya:
1) Berkepala kata-kata “Atas Nama Keadilan” yang dengan Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1970 pasal 4 disesuaikan bunyinya menjadi “Demi Keadilan
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
2) Nama wajib pajak/penanggung pajak, keterangan cukup tentang alasan yang
menjadi dasar penagihan, perintah membayar.
3) Dikeluarkan/ditandatangani oleh pejabat berwenang yang ditunjuk oleh menteri
b. Dari segi karakteristiknya :
1) Mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Grosse putusan hakim dalam
perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada hakim atasan.
2) Mempunyai kekuatan hukum yang pasti.
3) Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan menagih bukan pajak
(biaya-biaya penagihan).
4) Dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan atau penyanderaan/ pencegahan.
Surat Paksa, dalam bahasa hukum disebut sebagai parate eksekusi
(eksekusi langsung), yang berarti bahwa penagihan pajak secara paksa dapat
dilakukan tanpa melalui proses Pengadilan Negeri. Hal ini bisa dimengerti karena
surat paksa itu mempunyai kekuatan hukum yang pasti, dimana fiskus dalam
melaksanakan kewajiban mempunyai hak “Parate Eksekusi”.
2. Penerbitan Surat Paksa
Menurut pasal 8 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 dinyatakan
bahwa surat paksa diterbitkan apabila :
a. Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo
pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan Surat teguran atau Surat Peringatan
atau surat lain yang sejenis.
b. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan Penagihan Seketika dan
Sekaligus.
c. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam
Dalam hal tertentu, misalnya karena penanggung pajak mengalami
kesulitan likuidasi, kepada penanggung pajak atas dasar permohonannya dapat
diberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak melalui
keputusan pejabat. Oleh karena itu keputusan dimaksud mengikat kedua belah pihak.
Dengan demikian, apabila kemudian penanggung pajak tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau
penundaan pembayaran pajak. Maka surat paksa dapat diterbitkan langsung tanpa
surat teguran, surat peringatan, atau surat lainnya yang sejenis.
3. Pelaksanaan Penagihan
a. Jurusita Pajak
Adalah pelaksanaan tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan
seketika dan sekaligus, pemberitahuan surat paksa, penyitaan dan penyanderaan.
Jurusita pajak diangkat dan diberhentikan oleh pejabat yang ditunjukkan oleh menteri
keuangan untuk penagihan Pajak Daerah.
1) Syarat-syarat diangkat menjadi jurusita pajak :
a) Berijazah serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum atau yang setingkat
dengan itu.
b) Berpangkat serendah-rendahnya pengatur muda/golongan II
c) Berbadan sehat
d) Lulus pendidikan dan latihan jurusita pajak
2) Pemberhentian jurusita pajak
Jurusita pajak diberhentikan apabila :
a) Meninggal dunia
b) Pensiun
c) Karena ahli tugas atau tidak cakap dalam menjalankan tugas melakukan
perbuatan tercela; melanggar sumpah atau janji jurusita pajak; atau
d) Sakit jasmani atau rohani terus menerus
Berdasarkan pasal 5 UU No.19 Tahun 2000 jurusita pajak bertugas :
a) Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus
b) Memberitahukan Surat Paksa
c) Melaksanakan penyitaan atas barang penanggung pajak berdasarkan surat
perintah melaksanakan penyitaan; dan
d) Melaksanakan penyanderaan berdasarkan surat perintah penyanderaan
b. Petugas Pelelangan
Adalah kantor yang berwenang melaksanakan penjualan secara lelang melalui
pejabat.
H. Tata Cara Penagihan dengan Surat Paksa
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
561/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan
a. Surat diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan pernyataan dan penyerahan Salinan
Surat Paksa kepada Penanggung Pajak.
b. Pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan
dalam berita acara yang sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal
pemberitahuan Surat Paksa, nama Jurusita Pajak, nama yang menerima, dan
tempat pemberitahuan Surat Paksa.
Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada :
a. Penanggung Pajak ditempat, tempat usaha atau ditempat lain yang memungkinkan.
b. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja ditempat
usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak
dapat dijumpai.
c. Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat, yang mengurus harta panggilan,
apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi, atau
d. Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah
dibagi.
Surat Paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada :
a. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal,
baik ditempat kedudukan badan yang bersangkutan, ditempat tinggal mereka
maupun ditempat lain yang memungkinkan; atau
b. Pegawai tempat ditempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan
I. Penagihan Seketika dan Sekaligus
Perlu diketahui bahwa dalam penagihan pajak dikenal adanya penagihan
seketika dan sekaligus. Penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan
pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa
menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran dan meliputi seluruh utang pajak dari
semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak. Penagihan pajak seketika dan
sekaligus dilakukan ketika :
1. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau
berniat untuk pergi. Penanggung Pajak menghentikan atau secara nyata
mengecilkan kegiatan perusahaan-perusahaan atau pekerjaan yang dilakukannya di
Indonesia atau pun memindahtangankan barang yang dimilikinya atau
dikuasainya.
2. Terdapat tanda-tanda bahwa penanggung pajak akan membubarkan badan
usahanya atau berniat itu.
3. Badan usaha akan dibubarkan oleh Negara, atau
4. Terjadinya penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau
terdapat tanda-tanda kepailitan.
Mungkin saja terjadi bahwa Penanggung Pajak mempunyai itikad kurang
baik sebagaimana dicerminkan oleh berbagai indikator tersebut. Adanya itikad
kurang baik tersebut mungkin disebabkan karena yang bersangkutan bermaksud agar
ketika terjadi penyitaan terhadap kekayaan untuk kemudian dilelang, kekayaan
diantisipasi sekaligus dihindarkan, sehingga keadilan dapat diwujudkan dan Negara
tidak dirugikan. Oleh karena itu, dalam keadaan tertentu Jurusita Pajak dapat
melakukan penagihan seketika dan sekaligus.
Dalam hal ini terjadi penagihan seketika dan sekaligus, maka penagihan
dilakukan terhadap seluruh utang pajak dan semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun
pajak. Penyampaian Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus dilaksanakan
secara langsung oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak. Ketika hal Jurusita
Pajak mengetahui bahwa barang milik Penanggung Jawab akan disita oleh pihak
ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan, atau Penanggung Pajak akan
membubarkan badan usahanya atau memindahtangankan perusahaan yang
dimilikinya atau dikuasainya, maka Jurusita Pajak segera melakukan penagihan
seketika dan sekaligus dengan melaksanakan penyitaan terhadap sebagian besar
barang milik Penanggung Pajak tersebut setelah Surat Paksa diberitahukan. Indikator
tersebut merupakan petunjuk yang kuat bahwa Penanggung Pajak beniat untuk
mengurangi atau menjual/memindahtangankan barang-barangnya sehingga tidak ada
lagi barang yang dapat disita.
J. Penyitaan
Penyitaan adalah tindakan lanjut dari pelaksanaan penagihan dengan
Surat Paksa, apabila Pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka
dilakukan oleh Jurusita Pajak yang telah disumpah terlebih dahulu dan didampingi
oleh 2 orang saksi penduduk Indonesia yang telah mencapai usia dua puluh satu
tahun, dikenal oleh Jurusita Pajak dan dapat dipercaya.
Tujuan penyitaan adalah memperbolehkan jaminan pelunasan utang pajak
dari Penanggung Pajak. Oleh karena itu, penyitaan dapat dilaksanakan terhadap
semua barang Penanggung Pajak, baik yang berada ditempat tinggal, tempat usaha,
tempat kedudukan Penanggung Pajak, atau ditempat lain sekalipun penguasanya
berada ditangan pihak lain.
Prinsipnya penyitaan dilakukan terhadap sejumlah barang bergerak dan
jika ternyata tidak cukup barang bergerak menurut Surat Paksa dan biaya-biaya
penagihannya, maka dilanjutkan penyitaan terhadap barang-barang tidak bergerak.
Namun apabila barang bergerak tidak memadai langsung dapat disita barang tidak
bergerak. Dalam hal ini pengertian penyitaan adalah “serangkaian tindakan dari
Jurusita Pajak yang dibantu oleh dua orang saksi untuk menguasai barang-barang dari
wajib Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak sesuai dengan
perundang-undangan pajak yang berlaku” (Moeljo Hadi, 1995 : 47).
1. Objek Sita
Penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik Penanggung Pajak yang
berada ditempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau ditempat lain
termasuk yang penguasaannya berada ditangan pihak lain atau yang dijaminkan
a. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito berjangka,
tabungan, saldo rekening Koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu, obligasi, saham, atau surat berharga lainnya, piutang, dan penyertaan
modal pada perusahaan lain.
Perincian mengenai barang gerak yang dapat disita adalah sebagai berikut:
1) Semua barang bergerak yang ada dirumah Penanggung Pajak seperti :
a) Perkakas rumah tangga (lemari, meja, kursi, dan sebagainya)
b) Barang-barang mewah (TV, lemari es, tape recorder, kompor gas, dan
sebagainya)
c) Barang-barang perhiasan (kalung, gelang, cincin dan emas, berlian dan batu
permata lainnya)
d) Utang tunai (termasuk surat-surat berharga)
e) Kendaraan (mobil, sepeda motor, vespa, sepeda, dan sebagainya)
f) Lain-lainnya (lukisan, jam dinding, radio, dan sebagainya)
2) Semua barang bergerak yang ada ditoko Penanggung Pajak, seperti :
a) Barang dagangan (baik yang berada ditoko tersebut maupun yang ada
digudang)
b) Barang-barang inventaris toko (lemari, meja, kursi, mesin tik, mesin stensil,
kendaraan, dan sebagainya)
3) Semua barang bergerak yang ada ditempat usaha Penanggung Pajak, seperti :
4) Semua barang bergerak yang ada di Kantor Penanggung Pajak, sepertinya:
a) Inventaris kantor (mesin tik, mesin stensil, meja, kursi, lemari besi, dan alat
kantor lainnya)
b) Kendaraan bermotor (mobil, sepeda motor, vespa, dan sebagainya)
b. Barang tidak bergerak yang tidak dapat disita termasuk tanah, bangunan, dan kapal
dengan isi kotor tertentu.
Dalam golongan barang tidak bergerak yang boleh disita adalah :
1) Rumah tinggal, bangunan kantor, bangunan perusahaan, gudang dan sebagainya,
baik yang ditempati sendiri maupun yang disewakan, dikontrakkan kepada orang
lain.
2) Kebun, sawah, bungalow, dan sebagainya, baik yang ditempati/dikerjakan sendiri
maupun yang disewakan/dikerjakan oleh orang lain.
3) Kapal dengan isi kotor tertentu.
2. Pengecualian Objek Sita
Barang bergerak milik Penanggung Pajak yang dikecualikan dari
penyitaan adalah :
a. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh
Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.
b. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan
memasak yang berada dalam rumah.
d. Buku-buku yang bertulis dengan jabatan atau pekerjaan Penanggung Pajak dan
alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan, dan keilmuan.
e. Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan
pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari
Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah), atau
f. Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga
yang menjadi tanggungannya.
3. Tahap-tahap Pelaksanaan Penyitaan
Penyitaan dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita
diperkirakan cukup oleh Jurusita Pajak untuk melunasi utang pajak dan biaya
penagihan pajak.
a. Penyitaan terhadap perhiasan emas, permata dan sejenisnya dilaksanakan sebagai
berikut :
1) Membuat rincian tentang jenis, jumlah, dan harga perhiasan yang disita dalam
suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita.
2) Membuat Berita Acara Pelaksana Sita.
b. Penyitaan terhadap uang tunai termasuk mata uang asing dilaksanakan sebagai
berikut :
1) Menghitung terlebih dahulu uang tunai yang disita dan membuat rincian dalam
suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksana Sita.
3) Menyimpan uang tunai yang telah disita dalam tempat penyimpanan yang
selanjutnya ditempelin dengan segel sita dan kemudian penitipannya pada
Penanggung Pajak atau menitipkannya pada bank.
c. Penyitaan terhadap kekayaan Penanggung Pajak yang disimpan di Bank berupa
deposito, tabungan, saldo rekening Koran, giro, atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu dilaksanakan sebagai berikut :
1) Pejabat mengajukan permintaan pemblokiran kepada Bank disertai dengan
penyampaian Salinan Surat Paksa dan Surat Perintah Melakukan Penyitaan.
2) Bank wajib memblokir seketika setelah menerima permintaan pemblokiran dari
Pejabat dan membuat berita acara pemblokiran serta menyampaikan salinannya
kepada Pejabat dan Penanggung Pajak.
3) Jurusita Pajak setelah menerima berita acara pemblokiran dari Bank
memerintahkan Penanggung Pajak untuk memberi kuasa kepada Bank agar
memberitahukan saldo kekayaan yang tersimpan pada Bank tersebut kepada
Jurusita Pajak.
4) Dalam hal Penanggung Pajak tidak memberitahukan kuasa kepada Bank,
Pejabat meminta Bank Indonesia melalui Menteri Keuangan untuk
memerintahkan Bank untuk memberitahukan saldo kekayaan Penanggung
Pajak yang tersimpan pada Bank yang dimaksud.
5) Setelah saldo kekayaan yang tersimpan pada Bank diketahui, Jurusita Pajak
menyampaikan salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita kepada Penanggung
Pajak dan Bank yang bersangkutan.
6) Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran kepada Bank setelah
Penanggung Pajak melunasi Utang Pajak dan biaya Penagihan Pajak.
7) Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap kekayaan
Penanggung Pajak setelah dikurangi dengan jumlah yang disita apabila utang
pajak dan biaya Penagihan Pajak tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak
sekalipun telah dilakukan pemblokiran.
d. Penyitaan terhadap surat berharga berupa obligasi, saham, dan sejenisnya yang
tidak diperdagangkan dibursa efek sebagai berikut :
1) Melakukan inventaris dan membuat rincian tentang jenis, jumlah dan nilai
nominal atau perkiraan nilai lainnya dari surat berharga yang disita dalam suatu
daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita.
2) Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita.
3) Membuat berita acara pengalihan hak surat berharga atas nama dari
Penanggung Pajak.
e. Pelaksanaan penyitaan terhadap piutang dilaksanakan sebagai berikut :
1) Melakukan inventarisasi dan membuat tentang jenis dan jumlah piutang yang
disita dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan
Sita.
3) Membuat Berita Acara Persetujuan Pengalihan Hak Menagih Piutang dari
Penanggung Pajak kepada Pejabat, dan salinannya disampaikan kepada
Penanggung Pajak dan pihak yang berkewajiban membayar utang.
f. Penyitaan terhadap penyertaan modal pada perusahaan lain yang tidak ada surat
sahamnya dilaksanakan sebagai berikut :
1) Melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang jumlah penyertaan
modal pada perusahaan lain dalam suatu daftar yang merupakan lampiran
Berita Acara Pelaksanaan Sita.
2) Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita.
3) Membuat Akta Persetujuan Pengalihan Hak Penyertaan Modal pada perusahaan
lain dari Penanggung Pajak kepada Pejabat, salinannya disampaikan kepada
perusahaan tempat penyertaan modal.
BAB IV
ANALISIS DAN EVALUASI DATA
A. Prosedur Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
Cara penagihan yang terakhir dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak
Pratama adalah penagihan paksa, dimana fiskus melalui Jurusita Pajak Negara
menyampaikan/ memberitahukan Surat Paksa, melakukan penyitaan dan melakukan
pelelangan melalui kantor Lelang Negara terhadap barang-barang Wajib Pajak. Cara
penagihan ini dikenal sebagai penagihan yang “keras” dibidang perpajakan, namun
langkah ini merupakan upaya terakhir, apabila Wajib Pajak tidak segera memenuhi
kewajiban.
Mekanisme penagihan utang pajak dengan Surat Paksa yang dilakukan
oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang tidak melunasi utang pajaknya adalah :
1. Kantor pelayanan Pajak Pratama mengeluarkan Surat Teguran setelah 7 (tujuh)
hari setelah jatuh tempo pembayaran melalui kantor pos dari hasil produksi
penelitian diantaranya :
a. Surat Tagihan Pajak (STP)
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
Didalam Pelaksanaan penagihan utang pajak ini masih dalam penagihan pasif
2. Apabila utang pajak tidak dilunasi sejak diterbitkan Surat Teguran, maka Pejabat
menerbitkan Surat Paksa setelah lewat waktu 21 (dua puluh satu) hari dan dalam
hal ini :
a. Jurusita menandatangani tempat tinggal/tempat kedudukan Wajib
Pajak/Penanggung Pajak dengan memperlihatkan tanda pengenal diri. Jurusita
Pajak mengemukakan maksud kedatangannya yaitu memberitahukan Surat
Paksa dengan pernyataan dan menyerahkan salinan Surat Paksa tersebut.
b. Jika Jurusita bertemu langsung dengan Wajib Pajak dan meminta agar Wajib
Pajak memperlihatkan surat-surat keterangan pajak yang ada untuk diteliti :
1) Apakah tunggakan pajak menurut STP/SKP/SKPKB cocok dengan jumlah
tunggakan yang tercantum dengan Surat Paksa.
2) Apakah ada surat keputusan/penghapusan, atau pengajuan keberatan atas
utang pajak.
3) Apakah ada kelebihan pembayaran dari tahun/jenis pajak lainnya.
c. Kalau Jurusita tidak menemui Wajib Pajak maka Salinan Surat Paksa tersebut
dapat diserahkan kepada :
1) Keluarga Penanggung Pajak atau orang yang tinggal bersama yang sehat
mental dan dewasa.
2) Anggota pengurus komisaris atau para persero dari badan usaha yang
3) Pejabat pemerintahan setempat (Bupati/Walikota/Camat/Lurah), dalam hal
ini harus memberi tandatangan pada Surat Paksa dan salinannya sebagai
tanda diketahui oleh Wajib Pajak yang bersangkutan.
4) Jurusita yang telah melaksanakan penagihan utang pajak dengan Surat
Paksa, harus membuat laporan pelaksanaan Surat Paksa.
d. Biaya penyampaian Surat Paksa
Biaya harian Jurusita = Rp 20.000,00
Biaya perjalanan = Rp 30.000,00
Jumlah = Rp 50.000,00
Apabila seorang Jurusita telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, maka Jurusita berhak sepenuhnya menerima biaya penagihan
tanpa dikaitkan apakah piutang pajak dan biaya penagihan telah dilunasi oleh
Wajib Pajak atau belum. Tetapi itu tidak berarti bahwa Jurusita yang telah
bersangkutan setelah menerima biaya penagihan, lalu bebas dari tanggung
jawabnya terhadap pencarian piutang pajak tersebut. Apabila Jurusita yakin
bahwa Wajib Pajak tersebut masih aktif dan potensial, maka Jurusita segera
mengambil langkah-langkah untuk melakukan tahap tindakan penagihan lebih
lanjut.
e. Surat Paksa yang telah dilaksanakan, diserahkan kepada Kasubsi penagihan
disertai laporan penagihan dengan Surat Paksa dan diteruskan kepada Kepala
Paksa tersebut Jurusita sedapat mungkin melihat keadaan rumah tangga
perusahaan Wajib Pajak untuk dapat memberikan informasi dalam rangka
mengambil langkah berikutnya.
f. Laporan pelaksanaan Surat Paksa
Atas pelaksanaan Surat Paksa dibuat laporan oleh Jurusita yang melaksanakan
penagihan pajak dengan Surat Paksa tersebut. Hal-hal yang mendapat perhatian
untuk dilaporkan yaitu :
1) Pengakuan penyelesaian surat keberatan diuraikan secara jelas dan jangan
sampai melaksanakan penagihan secara paksa sedangkan tunggakannya
ternyata sudah dikurangi.
2) Jenis, letak dan taksiran harga dari objek sita dengan memperhatikan
tunggakan pajak dan biaya pelaksanaan yang mungkin dikeluarkan.
3) Dalam kesan dan usulan hendaknya dilaporkan keadaan yang sebenarnya
dari Wajib Pajak antara lain: kemampuan membayar, itikad mau membayar
dan pandangannya terhadap penetapan/mengajukan usul untuk tindakan
penagihan selanjutnya.
g. Apabila Jurusita tidak dapat melaksanakan Surat Paksa secara langsung, maka
Jurusita membuat laporan secara tertulis mengenai sebab-sebabnya dan
usaha-usaha yang dilakukan dalam upaya Surat Paksa, antara lain menghubungi
pejabat pemerintahan setempat, polisi dan sebagainya.
3. Apabila juga utang yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Wajib Pajak
diberitahukan kepada Wajib Pajak, Pejabat segera menerbitkan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan disaksikan
oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia,
dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya.
Didalam pelaksanaan Jurusita dapat menempel kertas penyitaan kepada barang
yang akan disita. Biasanya barang yang akan disita tidak akan dibawa oleh Jurusita
dikarenakan :
a. Tidak adanya tempat penyimpanan barang sitaan.
b. Mengantisipasi terjadinya kerusakan barang sitaan dalam perjalanan.
4. Apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak dilunasi
oleh Wajib Pajak setelah lewat 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan
penyitaan, pejabat segera melaksanakan pengumuman lelang.
Dan dalam hal pelaksanaan lelang Jurusita mempertanyakan dulu kepada dinas
yang bersangkutan atau kepada Wajib Pajak mengenai hak milik barang yang
dilelang. Dalam hal hasil lelang sudah mencapai jumlah yang cukup untuk biaya
penagihan pajak dan utang pajak, pelaksanaan lelang diberhentikan walaupun
barang yang akan dilelang masih ada. Sisa barang beserta uang kelebihan hasil
B. Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
Adapun kendala-kendala yang sering dihadapi berkaitan dengan
penagihan pajak dengan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan
Petisah adalah :
1. Terdapat tunggakan yang berbeda
Dalam prakteknya kadang terdapat perhitungan yang salah dari pa