• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tata Cara Penagihan Hutang Pajak dengan Surat Paksa Kepada Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tata Cara Penagihan Hutang Pajak dengan Surat Paksa Kepada Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Tujuan Negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar 1945 adalah mewujudkan masyarakat adil, makmur dan merata baik dalam hal

material maupun spiritual, hal ini dapat diwujudkan melalui pembangunan Nasional

secara bertahap, terencana, berkesinabungan dan berkelanjutan (Mardiasmo, 2006).

Dalam rangka mewujudkan pembangunan Nasional secara bertahap, terencana,

berkesinambungan dan berkelanjutan maka diperlukan dana dalam jumlah besar

untuk melaksanakannya. Salah satu sumber dana yang berasal dari dalam negeri

berasal dari sektor pajak. Oleh karena itu dari tahun ke tahun target penerimaan dari

sektor pajak terus ditingkatkan. Kesit Bambang Prakosa (2003:1), mengidentifikasi

pajak adalah iuran wajib anggota masyarakat kepada Negara karena Undang-Undang

dan atas pembayaran tersebut pemerintah tidak memberikan balas jasa yang langsung

dapat.

Pajak merupakan bentuk pembayaran mandiri suatu bangsa, sehingga peran

aktif setiap lapisan warga Negara sangat dibutuhkan dalam upaya melaksanakan

pembangunaan nasional. Berbagai upaya untuk meningkatkan kesadaraan masyarakat

wajib pajak telah dilaksanakan, tetapi masi dijumpai wajib pajak yang tidak atau

belum sepenuhnya melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar dan tepat

(2)

waktu. Untuk itu diperlukan suatu tindakan dari aparatur perpajakan untuk melakukan

pencairan tunggakan yang terjadi.

Tindakan yang dilakukan oleh aparatur Negara yaitu penagihan. Penagihan

dimulai dengan penerbitan surat teguran yang berfungsi untuk memperingatkan wajib

pajak agar segera melunasi hutang pajaknya yang telah lewat jatuh tempo. Apabila

pernyataan ini tidak diindahkan oleh wajib pajak, pajak yang terutang ditagih

dengan surat paksa dan dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan barang-barang

wajib pajak atau penanggung pajak.

Mengingat dasar inilah penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri

(PKLM) yang membahas tentang “Tata Cara Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan”

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Praktek Kerja Lapangan Mandiri merupakan salah satu syarat yang wajib

dilaksanakan oleh mahasiswa untuk menyelesaikan pendidikannya. Tujuan

dilaksanakannya Praktek Kerja Lapangan Mandiri ini adalah:

1.1. Mengetahui tata cara penagihan pajak dengan surat paksa di kantor

pelayanan pajak pratama Medan Belawan.

1.2. Mengetahui bagaimana proses penerbitan Surat paksa hingga

mempengaruhi cepat lambatnya proses penerimaan pajak yang

(3)

2. Manfaat Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

2.1. Bagi Mahasiswa

a. Menerapkan teori yang di dapat selama dibangku kuliah ke dalam

dunia kerja.

b. Hasil praktik dapat di jadikan sebagai sumber pengembangan ilmu

khususnya di bidang penagihan pajak.

c. Meningkatkan kemampuan, memperluas, dan memantapkan

keterampilan mahasiswa dalam menjalin hubungan yang baik.

2.2. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan

a. Menjalin hubungan baik dengan , khususnya Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

b. Meningkatkan dan mendorong munculnya pemikiran-pemikiran baru

untuk Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan.

c. Mempromosikan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan

kepada khususnya Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

d. Meningkatkan kerja sama dengan lembaga pendidikan dalam hal

meningkatkan kualitas sumber daya.

2.3. Bagi Program Studi Dipoloma III Administrasi Perpajakan FISIP USU

a. Membuat kerja dan mengaplikasikan kurikulum yang nyata.

b. Membuka interaksi antara pengajar (dosen), Program Diploma III

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik , dan mahasiswa dengan instansi

dalam hal ini Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belwan.

(4)

d. Memperbaiki pandangan masyarakat atas kualitas sumber daya

manusia yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan khususnya

Univesitas Sumatera Utara.

e. Memberi bukti nyata atas disiplin ilmu yang telah diterapkan selama

dibangku perkuliahan.

C. Uraian Teoritis 1. Defenisi pajak

Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk

membiayai pengeluaran rutin dan “surplus-nya” digunakan untuk public saving yang

merupakan sumber utama untuk membiayai public investment (Soemitro, 1998).

Selanjutnya menurut S.I. Djajadiningrat dalam Siti Resmi (2007:1) mengartikan

pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara

yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan

kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang

ditetapkan Pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari

negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum.

Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (1) tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah Kontribusi wajib kepada

Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung

dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran Rakyat.

(5)

a. Pajak Langsung adalah pajak yang bebannya harus dipikul sendiri

oleh Wajib Pajak yang bersangkutan, tidak boleh dilimpahkan kepada

orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh)

b. Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang bebannya dapat

dilimpahkan kepada pihak ketiga atau konsumen. Contoh: Pajak

Pertambahan Nilai (PPN).

Berdasarkan sifatnya, pajak dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Pajak Subjektif adalah pajak yang berdasarkan pada subjeknya, dalam

arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan

(PPh).

b. Pajak Objektif adalah pajak yang berdasarkan pada objeknya, tanpa

memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan

Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM).

2. Fungsi pajak

Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro, S.H, Fungsi pajak ada 2 (dua) yaitu

fungsi budgetair dan reguleren. Fungsi budgetair merupakan salah satu sumber

penerimaan Pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun

pengeluaran untuk pembangunan sebagai sumber keuangan Negara, pemerintah terus

berupaya memaksimalkan pendapatannya untuk kas Negara, dimana hal ini dapat

dilihat dari terus berkembangnya serta berubahnya peraturan-peraturan dari berbagai

jenis pajak seperti:

(6)

b. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU

No. 42 Tahun 2009)

c. Pajak Bumi dan Bangunan dan Lainnya (UU No. 20 Tahun 2000)

Fungsi reguleren merupakan fungsi mengatur, artinya pajak sebagai sebuah alat

untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan

ekonomi, dan mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan. Misalnya:

a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi

konsumsi masyarakat terhadap minuman keras

b. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk

mengurangi gaya hidup yang konsumtif dari masyarakat

c. Tarif Pajak untuk ekspor sebesar 0% untuk mendorong ekspor produk

Indonesia di pasaran dunia.

3. Penagihan pajak

Selanjutnya pengertian penagihan pajak menurut Moeljo Hadi (2001),

mengatakan bahwa penagihan pajak adalah serangkaian tindakan dari aparatur

Direktorat Jendral Pajak (DJP), berhubungan wajib pajak tidak melunasi baik

sebagian atau seluruh kewajiban perpajakan menurut Undang-Undang Perpajakan

yang berlaku.

Sedangkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Ketentuan Umum dan Tata

Cara Perpajakan penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penaggung pajak

melunasi hutang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau

(7)

Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan Penyitaan, melaksanakan

Penyanderaan, menjual barang yang telah disita.

Penagihan dilakukan dengan adanya hutang pajak dari Wajib Pajak, yang belum

dilunasi sehingga dilakukan penagihan pajak melalui Surat Tagihan Pajak. Surat

Tagihan Pajak menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009) Pasal 1 Ayat (20) adalah “ Surat

untuk melakukan tagihan Pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau

denda. Beberapa alasan yang menyebabkan Surat Tagihan Pajak (STP) dapat

dikeluarkan kepada Wajib Pajak adalah:

a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar

b. Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan

pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung

c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda danatau bunga

d. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak

Pertambahan Nilai 1984 tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk

dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP).

e. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak tetapi

membuat faktur pajak atau pengusaha telah dikukuhkan sebagai

(8)

f. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak tidak atau

membuat faktur pajak tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya

faktur pajak.

4. Surat tagihan pajak

Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 angka 20, yang

dimaksud dengan Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak

dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. Surat Tagihan Pajak

memiliki jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan Peraturan Menteri

Keuangan RI Nomor 24/PMK.03/2008. Surat Tagihan Pajak memiliki beberapa

fungsi, yaitu:

a. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutama SPT Wajib Pajak, yang

artinya jika pajak dalam tahun berjalan yang tidak atau kurang dibayar /

disetor ataupun kekurangan pembayaran pajak, akibat salah tulis dan atau

salah hitung dalam surat pemberitahuan

b. Sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga atau denda

c. Alat untuk menagih.

5. Dasar penagihan pajak

Sesuai dengan sistem Self Assessment yang berlaku sekarang ini, wajib pajak

wajib menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri hutang

pajaknya. Apabila terdapat kekeliruan atau kesalahan dalam melakukan penghitungan

pajak yang terutang atau Wajib Pajak melanggar ketentuan Undang Undang

Perpajakan maka Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak yang

(9)

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan

Pembetulan (SKP), Surat Keputusan Keberatan (SKK) dan Putusan Banding (PB)

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 19 Tahun 2000 tentang Penagihan

Pajak dengan Surat Paksa.

a. Surat Tagihan Pajak (STP) Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (20), adalah

surat untuk melakukan tagihan pajak dan sanksi administrasi berupa

bunga dan/atau denda

b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Menurut Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-Undang No 16 Tahun 2009

Pasal 1 Ayat (16), adalah surat ketetapan pajak yang menentukan

besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan

pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah pajak

yang harus dibayar

c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Menurut

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-Undang No 16

Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (17), adalah surat ketetapan pajak yang

menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan

d. Surat Keputusan Pembetulan (SKP) Menurut Ketentuan Umum dan Tata

Cara Perpajakan Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (16),

adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang

Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan

(10)

e. Surat Keputusan Keberatan (SKK) Menurut Ketentuan Umum dan Tata

Cara Perpajakan Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (34),

adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau

terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan

oleh Wajib Pajak

f. Putusan Banding (PB) Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (35), adalah putusan

badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan

yang diajukan oleh Wajib Pajak.

6. Penagihan pajak dengan surat paksa

Sesuai dengan Pasal 1 Ayat (21) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, yang

dimaksud dengan Surat Paksa adalah Surat perintah membayar hutang pajak dan

biaya penagihan pajak. Di dalam Surat Paksa dicantumkan nama penanggung pajak

dan alamatnya yang jelas serta jumlah hutang pajaknya. Surat Paksa yang berkepala

“Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa”. Surat Paksa yang

mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti Grosse dari putusan hakim dalam

perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada Hakim atasan.

Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ini adalah suatu bentuk eksekusi

tanpa peraturan hakim (yang menjadi wewenang fiskus) yang lazimnya dinamakan

eksekusi langsung.

Menurut Faisal (2009) Penagihan pajak merupakan salah satu bentuk

pengawasan yang dilakukan administrasi pajak dalam rangka memastikan wajib

(11)

terhadap wajib pajak penunggak pajak. Dasar hukum penagihan pajak dengan

menggunakan surat paksa adalah sebagai berikut:

a. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000 tentang penagihan Pajak

dengan Surat Paksa.

b. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-08/PJ.75/2002 tentang

Kebijaksanaan Penagihan Pajak Tahun 2002.

c. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-08/PJ.75/2002 tentang Pemeriksaan

untuk Tujuan Penagihan Pajak.

d. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-02/PJ.75/2004 tentang Kebijakan

Penagihan Pajak Tahun 2004.

7. Penerbitan surat paksa

Menurut UU No. 19 Tahun 2000 Pasal 8 Suat Paksa dapat diterbitkan apabila:

a. Penanggung Pajak tidak melunasi hutang pajak setelah Surat Teguran

diterbitkan.

b. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan

sekaligus.

c. Penaggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum di

dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran.

Surat Paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang

sama dengan grosse akte yaitu putusan pengadilan perdata yang telah mempunyai

(12)

a. Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak.

b. Dasar Penagihan.

c. Besarnya Hutang Pajak.

d. Perintah untuk membayar.

D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Adapun yang menjadi ruang lingkup dalam Praktek Kerja Lapangan Mandiri

(PKLM) ini yang paling mendasar yaitu:

1. Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Medan Belawan

2. Faktor penerbitan Surat Paksa hingga faktor yang menghambat selama proses

penerimaan pajak yang dilaksanakan oleh Seksi Penagihan pada Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan

3. Prosedur Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

E. Metode Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Metode Praktek pada Kerja Lapangan Mandiri ini adalah sebagai berikut:

1. Tahap persiapan

Tahap persiapan merupakan kegitan yang harus dilakukan oleh mahasiswa

sebelum melaksanakan PKLM pada objek PKLM yang meliputi kegiatan seperti

pemilihan objek PKLM, lokasi PKLM, pengajuan proposal PKLM dan menerima

surat pengantar dari fakultas.

(13)

Studi literatur merupakan kegiatan mencari data dan informasi dengan

membaca serta menelaah landasan teori, buku literatur, peraturan

perundang-undangan perpajakan, surat kabar, internet, catatan-catatan tertulis yang berhubungan

dan dapat dijadikan sumber dalam melaksanakan Praktek Kerja Lapangan Mandiri

ini.

3. Observasi lapangan

Observasi lapangan merupakan kegiatan penulis dalam melakukan observasi

lapangan selalu sesuai dengan peraturan yang berlaku, dimana dalam observasi ini

penulis mengaharapkan bantuan dalam setiap permasalahan yang dihadapi, dan

nantinya akan di jadikan bukti dalam daftar dokumentasi.

4. Pengumpulan data

Penulis melakukan pengumpulan data untuk menunjang keberhasilan dari topik

yang akan dibahas. Dengan memperhatikan lokasi penulis mengadakan PKLM, dan

sumber-sumber yang di gunakan penulis, misalnya buku-buku mengenai materi yang

dibahas, wawancara yang di lakukan penulis dan lainya.

5. Analisis dan Evaluasi Data

Penulis melakukan analisis dan evaluasi data mengenai Tata Cara Penagihan

(14)

F. Metode Pengumpulan Data

1. Wawancara

Melakukan pengajuan pertanyaan baik lisan maupun tulisan kepada pegawai

yang terkait dengan Penagihan Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan

Belawan, yang dapat mendukung proses penyusunan laporan.

2. Observasi

Melakukan pengamatan langsung atas kegiatan Penagihan Pajak khususnya

dengan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan, untuk

mengetahui prosedur yang dilakukan hingga diterbitkannya Surat Paksa tersebut.

G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Dalam hal penulisan Laporan ini sistematika penulisan Laporan Praktek Kerja

Laporan Mandiri dibuat dan dilengkapi dengan sub bab dan diberikan pejelasan

terperinci sebagai berikut:

BAB I. PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis akan menjelaskan mengenai latar belakang yang menjadi

dasar pemikiran dalam menyusunan laporan, tujuan dan manfaat PKLM, uraian

teoritis ruang lingkup PKLM, metode penelitian serta sistematika penulisan laporan.

BAB II. GAMBARAN UMUM KPP PRATAMA MEDAN BELAWAN

Dalam bab ini akan menguraikan gambaran umum tentang sejarah berdirinya

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan, Struktur Oraganisasi, dan uraian

uraian tugas pokok.

(15)

Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang data yang di peroleh mengenai

Tata Cara Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Prosedur penerbitan Surat Paksa dan

hal yang berhubungan.

BAB IV. ANALISIS DAN EVALUASI

Pada bab ini penulis akan mengemukakan tentang masih banyak Wajib Pajak

yang tidak menjawab Surat Teguran dan Prosedur penerbitan Surat Paksa yang

mempengaruhi cepat lambatnya penerimaan Negara dari sektor Pajak.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini penulis akan mengemukakan rangkuman tentang hal-hal yang

dibahas dan juga mengemukakan saran berdasarkan data dan informasi yang telah

diperoleh.

Referensi

Dokumen terkait

iii Much higher melting rates are needed for slabs and thin slabs than for billets and blooms iv Break temperatures should be adjusted to the type of steel grade being cast and it

Posisi pembelian spot dan derivatif yang masih berjalan 03. Posisi penjualan spot dan derivatif yang masih berjalan

Posisi pembelian spot dan derivatif yang masih berjalan 03. Posisi penjualan spot dan derivatif yang masih berjalan

increased when 3000 mg of vitamin C r kg was added. However, in the absence of dietary iron, supplementation of ascorbic acid resulted in significant decrease in HCT and Hb

The irrigation scheduling practices were: tensiometer-based with the tensiometers placed at 50% or 75% of the root-zone depth and irrigations started when tensiometer's readings

Telah dilakukan analisa unsur hara besi yang terdapat dalam sampel tanah pada tanaman kelapa sawit di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan.. Analisis besi dilakukan dengan

Ira Valentina Meliala: Perencanaan dan Pengawasan Piutang Usaha Pada PT.Perkasa Mostindo Utama Medan, 2006... Ira Valentina Meliala: Perencanaan dan Pengawasan Piutang Usaha

Risma Kurniasih : Pemakaian Bahan Adhesif Dalam Obturasi Saluran Akar, 2006... Risma Kurniasih : Pemakaian Bahan Adhesif Dalam Obturasi Saluran

Ekstrak kasar menghambat makan larva Plutella xylostella (L.) (Lepidopterea: Yponomeutidae) baik dengan metode pilihan maupun tanpa pilihan. Tidak a& aktivitas makan