BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Tujuan Negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945 adalah mewujudkan masyarakat adil, makmur dan merata baik dalam hal
material maupun spiritual, hal ini dapat diwujudkan melalui pembangunan Nasional
secara bertahap, terencana, berkesinabungan dan berkelanjutan (Mardiasmo, 2006).
Dalam rangka mewujudkan pembangunan Nasional secara bertahap, terencana,
berkesinambungan dan berkelanjutan maka diperlukan dana dalam jumlah besar
untuk melaksanakannya. Salah satu sumber dana yang berasal dari dalam negeri
berasal dari sektor pajak. Oleh karena itu dari tahun ke tahun target penerimaan dari
sektor pajak terus ditingkatkan. Kesit Bambang Prakosa (2003:1), mengidentifikasi
pajak adalah iuran wajib anggota masyarakat kepada Negara karena Undang-Undang
dan atas pembayaran tersebut pemerintah tidak memberikan balas jasa yang langsung
dapat.
Pajak merupakan bentuk pembayaran mandiri suatu bangsa, sehingga peran
aktif setiap lapisan warga Negara sangat dibutuhkan dalam upaya melaksanakan
pembangunaan nasional. Berbagai upaya untuk meningkatkan kesadaraan masyarakat
wajib pajak telah dilaksanakan, tetapi masi dijumpai wajib pajak yang tidak atau
belum sepenuhnya melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar dan tepat
waktu. Untuk itu diperlukan suatu tindakan dari aparatur perpajakan untuk melakukan
pencairan tunggakan yang terjadi.
Tindakan yang dilakukan oleh aparatur Negara yaitu penagihan. Penagihan
dimulai dengan penerbitan surat teguran yang berfungsi untuk memperingatkan wajib
pajak agar segera melunasi hutang pajaknya yang telah lewat jatuh tempo. Apabila
pernyataan ini tidak diindahkan oleh wajib pajak, pajak yang terutang ditagih
dengan surat paksa dan dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan barang-barang
wajib pajak atau penanggung pajak.
Mengingat dasar inilah penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri
(PKLM) yang membahas tentang “Tata Cara Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan”
B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Praktek Kerja Lapangan Mandiri merupakan salah satu syarat yang wajib
dilaksanakan oleh mahasiswa untuk menyelesaikan pendidikannya. Tujuan
dilaksanakannya Praktek Kerja Lapangan Mandiri ini adalah:
1.1. Mengetahui tata cara penagihan pajak dengan surat paksa di kantor
pelayanan pajak pratama Medan Belawan.
1.2. Mengetahui bagaimana proses penerbitan Surat paksa hingga
mempengaruhi cepat lambatnya proses penerimaan pajak yang
2. Manfaat Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
2.1. Bagi Mahasiswa
a. Menerapkan teori yang di dapat selama dibangku kuliah ke dalam
dunia kerja.
b. Hasil praktik dapat di jadikan sebagai sumber pengembangan ilmu
khususnya di bidang penagihan pajak.
c. Meningkatkan kemampuan, memperluas, dan memantapkan
keterampilan mahasiswa dalam menjalin hubungan yang baik.
2.2. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan
a. Menjalin hubungan baik dengan , khususnya Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
b. Meningkatkan dan mendorong munculnya pemikiran-pemikiran baru
untuk Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan.
c. Mempromosikan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan
kepada khususnya Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
d. Meningkatkan kerja sama dengan lembaga pendidikan dalam hal
meningkatkan kualitas sumber daya.
2.3. Bagi Program Studi Dipoloma III Administrasi Perpajakan FISIP USU
a. Membuat kerja dan mengaplikasikan kurikulum yang nyata.
b. Membuka interaksi antara pengajar (dosen), Program Diploma III
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik , dan mahasiswa dengan instansi
dalam hal ini Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belwan.
d. Memperbaiki pandangan masyarakat atas kualitas sumber daya
manusia yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan khususnya
Univesitas Sumatera Utara.
e. Memberi bukti nyata atas disiplin ilmu yang telah diterapkan selama
dibangku perkuliahan.
C. Uraian Teoritis 1. Defenisi pajak
Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk
membiayai pengeluaran rutin dan “surplus-nya” digunakan untuk public saving yang
merupakan sumber utama untuk membiayai public investment (Soemitro, 1998).
Selanjutnya menurut S.I. Djajadiningrat dalam Siti Resmi (2007:1) mengartikan
pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara
yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan
kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang
ditetapkan Pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari
negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum.
Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (1) tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah Kontribusi wajib kepada
Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran Rakyat.
a. Pajak Langsung adalah pajak yang bebannya harus dipikul sendiri
oleh Wajib Pajak yang bersangkutan, tidak boleh dilimpahkan kepada
orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh)
b. Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang bebannya dapat
dilimpahkan kepada pihak ketiga atau konsumen. Contoh: Pajak
Pertambahan Nilai (PPN).
Berdasarkan sifatnya, pajak dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Pajak Subjektif adalah pajak yang berdasarkan pada subjeknya, dalam
arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan
(PPh).
b. Pajak Objektif adalah pajak yang berdasarkan pada objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM).
2. Fungsi pajak
Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro, S.H, Fungsi pajak ada 2 (dua) yaitu
fungsi budgetair dan reguleren. Fungsi budgetair merupakan salah satu sumber
penerimaan Pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun
pengeluaran untuk pembangunan sebagai sumber keuangan Negara, pemerintah terus
berupaya memaksimalkan pendapatannya untuk kas Negara, dimana hal ini dapat
dilihat dari terus berkembangnya serta berubahnya peraturan-peraturan dari berbagai
jenis pajak seperti:
b. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU
No. 42 Tahun 2009)
c. Pajak Bumi dan Bangunan dan Lainnya (UU No. 20 Tahun 2000)
Fungsi reguleren merupakan fungsi mengatur, artinya pajak sebagai sebuah alat
untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan
ekonomi, dan mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan. Misalnya:
a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi
konsumsi masyarakat terhadap minuman keras
b. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk
mengurangi gaya hidup yang konsumtif dari masyarakat
c. Tarif Pajak untuk ekspor sebesar 0% untuk mendorong ekspor produk
Indonesia di pasaran dunia.
3. Penagihan pajak
Selanjutnya pengertian penagihan pajak menurut Moeljo Hadi (2001),
mengatakan bahwa penagihan pajak adalah serangkaian tindakan dari aparatur
Direktorat Jendral Pajak (DJP), berhubungan wajib pajak tidak melunasi baik
sebagian atau seluruh kewajiban perpajakan menurut Undang-Undang Perpajakan
yang berlaku.
Sedangkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penaggung pajak
melunasi hutang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau
Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan Penyitaan, melaksanakan
Penyanderaan, menjual barang yang telah disita.
Penagihan dilakukan dengan adanya hutang pajak dari Wajib Pajak, yang belum
dilunasi sehingga dilakukan penagihan pajak melalui Surat Tagihan Pajak. Surat
Tagihan Pajak menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009) Pasal 1 Ayat (20) adalah “ Surat
untuk melakukan tagihan Pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau
denda. Beberapa alasan yang menyebabkan Surat Tagihan Pajak (STP) dapat
dikeluarkan kepada Wajib Pajak adalah:
a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar
b. Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan
pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda danatau bunga
d. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai 1984 tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP).
e. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak tetapi
membuat faktur pajak atau pengusaha telah dikukuhkan sebagai
f. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak tidak atau
membuat faktur pajak tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya
faktur pajak.
4. Surat tagihan pajak
Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 angka 20, yang
dimaksud dengan Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak
dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. Surat Tagihan Pajak
memiliki jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan Peraturan Menteri
Keuangan RI Nomor 24/PMK.03/2008. Surat Tagihan Pajak memiliki beberapa
fungsi, yaitu:
a. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutama SPT Wajib Pajak, yang
artinya jika pajak dalam tahun berjalan yang tidak atau kurang dibayar /
disetor ataupun kekurangan pembayaran pajak, akibat salah tulis dan atau
salah hitung dalam surat pemberitahuan
b. Sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga atau denda
c. Alat untuk menagih.
5. Dasar penagihan pajak
Sesuai dengan sistem Self Assessment yang berlaku sekarang ini, wajib pajak
wajib menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri hutang
pajaknya. Apabila terdapat kekeliruan atau kesalahan dalam melakukan penghitungan
pajak yang terutang atau Wajib Pajak melanggar ketentuan Undang Undang
Perpajakan maka Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak yang
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan
Pembetulan (SKP), Surat Keputusan Keberatan (SKK) dan Putusan Banding (PB)
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 19 Tahun 2000 tentang Penagihan
Pajak dengan Surat Paksa.
a. Surat Tagihan Pajak (STP) Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (20), adalah
surat untuk melakukan tagihan pajak dan sanksi administrasi berupa
bunga dan/atau denda
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Menurut Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-Undang No 16 Tahun 2009
Pasal 1 Ayat (16), adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan
pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah pajak
yang harus dibayar
c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Menurut
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-Undang No 16
Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (17), adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan
d. Surat Keputusan Pembetulan (SKP) Menurut Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (16),
adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan
e. Surat Keputusan Keberatan (SKK) Menurut Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (34),
adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau
terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan
oleh Wajib Pajak
f. Putusan Banding (PB) Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (35), adalah putusan
badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan
yang diajukan oleh Wajib Pajak.
6. Penagihan pajak dengan surat paksa
Sesuai dengan Pasal 1 Ayat (21) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, yang
dimaksud dengan Surat Paksa adalah Surat perintah membayar hutang pajak dan
biaya penagihan pajak. Di dalam Surat Paksa dicantumkan nama penanggung pajak
dan alamatnya yang jelas serta jumlah hutang pajaknya. Surat Paksa yang berkepala
“Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa”. Surat Paksa yang
mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti Grosse dari putusan hakim dalam
perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada Hakim atasan.
Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ini adalah suatu bentuk eksekusi
tanpa peraturan hakim (yang menjadi wewenang fiskus) yang lazimnya dinamakan
eksekusi langsung.
Menurut Faisal (2009) Penagihan pajak merupakan salah satu bentuk
pengawasan yang dilakukan administrasi pajak dalam rangka memastikan wajib
terhadap wajib pajak penunggak pajak. Dasar hukum penagihan pajak dengan
menggunakan surat paksa adalah sebagai berikut:
a. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000 tentang penagihan Pajak
dengan Surat Paksa.
b. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-08/PJ.75/2002 tentang
Kebijaksanaan Penagihan Pajak Tahun 2002.
c. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-08/PJ.75/2002 tentang Pemeriksaan
untuk Tujuan Penagihan Pajak.
d. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-02/PJ.75/2004 tentang Kebijakan
Penagihan Pajak Tahun 2004.
7. Penerbitan surat paksa
Menurut UU No. 19 Tahun 2000 Pasal 8 Suat Paksa dapat diterbitkan apabila:
a. Penanggung Pajak tidak melunasi hutang pajak setelah Surat Teguran
diterbitkan.
b. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan
sekaligus.
c. Penaggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum di
dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran.
Surat Paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang
sama dengan grosse akte yaitu putusan pengadilan perdata yang telah mempunyai
a. Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak.
b. Dasar Penagihan.
c. Besarnya Hutang Pajak.
d. Perintah untuk membayar.
D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Adapun yang menjadi ruang lingkup dalam Praktek Kerja Lapangan Mandiri
(PKLM) ini yang paling mendasar yaitu:
1. Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Medan Belawan
2. Faktor penerbitan Surat Paksa hingga faktor yang menghambat selama proses
penerimaan pajak yang dilaksanakan oleh Seksi Penagihan pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan
3. Prosedur Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
E. Metode Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Metode Praktek pada Kerja Lapangan Mandiri ini adalah sebagai berikut:
1. Tahap persiapan
Tahap persiapan merupakan kegitan yang harus dilakukan oleh mahasiswa
sebelum melaksanakan PKLM pada objek PKLM yang meliputi kegiatan seperti
pemilihan objek PKLM, lokasi PKLM, pengajuan proposal PKLM dan menerima
surat pengantar dari fakultas.
Studi literatur merupakan kegiatan mencari data dan informasi dengan
membaca serta menelaah landasan teori, buku literatur, peraturan
perundang-undangan perpajakan, surat kabar, internet, catatan-catatan tertulis yang berhubungan
dan dapat dijadikan sumber dalam melaksanakan Praktek Kerja Lapangan Mandiri
ini.
3. Observasi lapangan
Observasi lapangan merupakan kegiatan penulis dalam melakukan observasi
lapangan selalu sesuai dengan peraturan yang berlaku, dimana dalam observasi ini
penulis mengaharapkan bantuan dalam setiap permasalahan yang dihadapi, dan
nantinya akan di jadikan bukti dalam daftar dokumentasi.
4. Pengumpulan data
Penulis melakukan pengumpulan data untuk menunjang keberhasilan dari topik
yang akan dibahas. Dengan memperhatikan lokasi penulis mengadakan PKLM, dan
sumber-sumber yang di gunakan penulis, misalnya buku-buku mengenai materi yang
dibahas, wawancara yang di lakukan penulis dan lainya.
5. Analisis dan Evaluasi Data
Penulis melakukan analisis dan evaluasi data mengenai Tata Cara Penagihan
F. Metode Pengumpulan Data
1. Wawancara
Melakukan pengajuan pertanyaan baik lisan maupun tulisan kepada pegawai
yang terkait dengan Penagihan Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan
Belawan, yang dapat mendukung proses penyusunan laporan.
2. Observasi
Melakukan pengamatan langsung atas kegiatan Penagihan Pajak khususnya
dengan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan, untuk
mengetahui prosedur yang dilakukan hingga diterbitkannya Surat Paksa tersebut.
G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Dalam hal penulisan Laporan ini sistematika penulisan Laporan Praktek Kerja
Laporan Mandiri dibuat dan dilengkapi dengan sub bab dan diberikan pejelasan
terperinci sebagai berikut:
BAB I. PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis akan menjelaskan mengenai latar belakang yang menjadi
dasar pemikiran dalam menyusunan laporan, tujuan dan manfaat PKLM, uraian
teoritis ruang lingkup PKLM, metode penelitian serta sistematika penulisan laporan.
BAB II. GAMBARAN UMUM KPP PRATAMA MEDAN BELAWAN
Dalam bab ini akan menguraikan gambaran umum tentang sejarah berdirinya
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan, Struktur Oraganisasi, dan uraian
uraian tugas pokok.
Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang data yang di peroleh mengenai
Tata Cara Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Prosedur penerbitan Surat Paksa dan
hal yang berhubungan.
BAB IV. ANALISIS DAN EVALUASI
Pada bab ini penulis akan mengemukakan tentang masih banyak Wajib Pajak
yang tidak menjawab Surat Teguran dan Prosedur penerbitan Surat Paksa yang
mempengaruhi cepat lambatnya penerimaan Negara dari sektor Pajak.
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini penulis akan mengemukakan rangkuman tentang hal-hal yang
dibahas dan juga mengemukakan saran berdasarkan data dan informasi yang telah
diperoleh.