LAPORAN
TUGAS AKHIR
TENTANG
PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PADA
KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN PETISAH
Oleh :
NAMA : DESSY RAHMADANI NASUTION
NIM : 122600130
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Studi Pada Program Studi
Diploma III Administrasi Perpajakan
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Kata Pengantar
Puji Syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala serta
shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan nikmat
dan kemudahanya, sehingga penulis mampu menyelesaikan Program Studi Diploma
III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara.
Syukur Alhamdulillah dengan rahmat dan ridho-Nya jugalah yang disertai
dengan usaha-usaha dan kemampuan yang ada pada penulis, maka penulis telah dapat
menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul “PELAKSANAAN PENAGIHAN
PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK
PRATAMA MEDAN PETISAH.Dalam menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini banyak
bantuan yang diterima baik berupa moral maupun material serta bimbingan yang banyak
membantu penulisdalam penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan FISIP USU.
2. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si, selaku Ketua Program Studi
Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU.
3. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan Laporan
Tugas Akhir ini.
4. Ibu Arlina, SH, M.Hum, selaku Sekretaris Jurusan Diploma III Administrasi
5. Bapak Seluruh Bapak/Ibu Dosen Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU
yang telah memberikan ilmunya selama penulis menjalani perkuliahan.
6. Bapak Johan Marlon Tambunan selaku Supervisor Lapangan yang telah meluangkan
waktunya untuk membantu saya mendapatkan data yang perlu diperlukan dalam
Penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini.
7. Kepada kedua orang tua saya, Bapak Abdul Halim Nasution dan Ibu Erni yang telah
memberikan kasih sayang tiada henti, memberikan semangat, doa dan dukungan
berupa moral dan material selama menimba ilmu di Universitas Sumatera Utara.
8. Kepada adik sayaDenny Sakti Nasution dan Dea Safira Arba’ah Nasution yang
senantiasa memberikan dukungan dan semangat untuk menyelesaikan Laporan Tugas
Akhir.
9. Kepada abang saya Deddy Afrandi Nasution yang telah memberikan dukungan
dalam bentuk moral dan material selama menimba ilmu di Universitas Sumatera
Utara.
10. Ibu Corby Siburian, Abangda Afrizal Pasaribu S.Sos, dan Bapak Indra Effendy
Rangkuti S.Sos yang telah banyak membantu dan memberi masukan selama masa
perkuliahan sampai dengan selesainya TugasAkhir ini.
11. Teman-teman baik saya Mita Anwar, Angelia Nadia Sirait, Kristina Malau dan Octo
Marabona yang senantiasa mendukung satu sama lain dalam penyelesaian Laporan
Tugas Akhir.
Dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini, penulis menyadari adanya
kelemahan baik dari segi isi, tata bahasa, maupun penyajiannya. Akan tetapi,
penulis telah berusaha secaramaksimal dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir
ini. Penulis juga memohon maaf apabila terjadi kesalahan kata – kata dalam
penulisan Laporan Tugas Akhir ini.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, semoga Laporan Tugas Akhir ini dapat
bermanfaat bagi parapembaca nantinya.
Medan, April 2015
Penulis
Dessy Rahmadani Nasution
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 1
B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 3
C. Uraian Teoritis ... 4
D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 7
E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 7
F. Metode Pengumpulan Data ... 9
G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 10
BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI A. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah ... 12
B. Visi dan Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah ... 12
C. Moto Pelayanan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah ... 14
D. Tugas, Fungsi, Struktur Organisasi, dan Wilayah Kerja Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah ... 14
E. Mandat yang Diberikan ... 23
F. Peran Strategis Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah ... 23
G. Sumber Daya Manusia ... 24
BAB III GAMBARAN DATA PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI A. Dasar Hukum Penagihan Pajak dengan Surat Paksa... 26
B. Pengertian Penagihan Pajak ... 27
C. Surat Tagihan Pajak ... 28
D. Penagihan Utang Pajak ... 30
E. Dasar Penagihan Pajak ... 31
F. Penagihan Utang Pajak dengan Surat Paksa ... 33
G. Penerbitan Surat Paksa ... 35
H. Jadwal Pelaksanaan Penagihan Pajak ... 36
I. Tata Cara Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ... 37
J. Penagihan Seketika dan Sekaligus ... 38
K. Penyitaan ... 39
L. Jurusita Pajak ... 41
BAB IV ANALISA DATA EVALUASI DATA A. Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah ... 43
B. Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa ... 51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 55
B. Saran ... 56
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM )
PKLM adalah suatu kegiatan yang dilakukan mahasiswa secara mandiri yang
bertujuan untuk memberikan pengalaman praktis di lapangan yang secara langsung
berhubungan dengan teori-teori keahlian yang diterima dari dosen Program Studi
Administrasi Perpajakan guna mengetahui secara langsung fungsi dan tugas dalam
pekerjaan yang sebenarnya.Sebagai Negara yang berkembang Negara Republik
Indonesia tengah menggalakkan pembangunan disegala bidang yaitu pembangunan
dibidang ekonomi, sosial budaya, hukum dan lain-lain. Salah satu usaha untuk
mewujudkan kemandirian suatu bangsa yaitu dengan menggali sumber dana yang
berasal dari dalam negeri yang berupa pajak. Pajak dipungut dari Warga Negara
Indonesia dan menjadi salah satu kewajiban yang dapat dipaksa penagihannya.Dalam
praktiknya sering kali dijumpai pihak-pihak yang tidak mempunyai kesadaran untuk
membayar pajak.
Penagihan pajak dengan surat paksa dilakukan oleh pegawai kantor pajak dimana
wajib pajak yang bersangkutan tinggal. Dengan adanya penagihan pajak dengan surat
paksa, wajib pajak yang tidak mau membayar pajaknya dapat dipaksa untuk
memenuhi kewajibannya, jika setelah dilakukan penagihan menggunakan surat paksa,
wajib pajak tersebut masih tetap tidak mau membayar pajaknya, maka kepadanya
sanksi kurungan ini mengakibatkan hilangnya kebebasan seseorang dan adanya
penyitaan barang mengakibatkan harta orang tersebut tidak dapat dipergunakan lagi
seperti semula. Penagihan pajak dengan surat paksa tidak dapat dilakukan dengan
sewenang-wenang.Dasar hukum melakukan tindakan penagihan pajak adalah
Undang-undang No 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat
Paksa.Undang-undang ini mulai berlaku tanggal 23 Mei 1997.Undang-undang ini
kemudian diubah dengan Undang-undang No 19 tahun 2000 yang mulai berlaku pada
tanggal 1 Januari 2001. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 ini untuk menambah
ketajaman upaya penagihan pajak, dalam keadaan tertentu terhadap wajib pajak dapat
dikenakan penagihan pajak dengan surat paksa yang nantinya akan diikuti penyitaan,
pelelangan dan bahkan penyanderaan. Undang-Undang penagihan pajak dengan surat
paksa diharapkan dapat mengatasi semua permasalahan yang ada dalam hal
penagihan pajak, khususnya dalam hal penunggakan hutang pajak oleh wajib pajak.
Penagihan pajak dengan surat paksa dilakukan apabila wajib pajak atau penanggung
pajak lalai melaksanakan kewajiban membayar pajak dalam waktu sebagaimana telah
ditentukan dalam pemberitahuan sebelumnya atas surat teguran maka penagihan
selanjutnya dilakukan juru sita pajak dengan menggunakan surat paksa yang
diberitahukan oleh juru sita pajak dengan pernyataan dan penyerahan kepada
penanggung pajak. Penagihan pajak dengan surat paksa ini dilakukan oleh juru sita
pajak pusat maupun daerah.
Dalam pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa petugas mengalami
kesulitan berhadapan dengan wajib pajak yang tidak menerima atas adanya surat
utang pajak oleh wajib pajak, maka mendorong penulis mengangkat judul tentang
“Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Medan Petisah”.
B. Tujuan Dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri
1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM )
Adapun yang menjadi tujuan dan pelaksanaan PKLM :
a. Untuk mengetahui prosedur pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah.
b. Untuk mengetahui faktor penghambat penagihan pajak dengan surat paksa pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah.
2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri
2.1 Bagi Mahasiswa :
a. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan wawasan penulis
khususnya dalam pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa.
b. Mengaplikasikan teori dan ilmu yang didapat dibangku kuliah melalui
Praktik Kerja Lapangan Mandiri.
c. Memberikan bekal pengalaman kerja kepada setiap mahasiswa.
2.2 Bagi Instansi/Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah :
a. Membina hubungan baik dengan Program Studi Diploma III Administrasi
Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera
b. Sebagai bahan masukan bagi Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I
khususnya kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah dalam
menangani administrasi pajak.
c. Dapat menambah sumber-sumber ide baru dari Universitas Sumatera
Utara melalui Praktik Kerja Lapangan Mandiri
2.3 Bagi Program Studi Diploma III Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik :
a. Untuk meningkatkan hubungan antara Universitas Sumatera Utara dengan
instansi pemerintahan dalam hal ini di Kantor Pelayanan Pajak.
b. Agar Universitas lebih berperan dalam kegiatan pendidikan sesuai dengan
peraturan yang sekarang ditetapkan.
c. Mempromosikan sumber daya yang dimiliki oleh Universitas Sumatera
Utara khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
yang memahami administrasi perpajakan.
C. Uraian Teoritis
1. Pengertian Pajak
Pajak menurut Mardiasmo (2013 : 1) adalah “iuran rakyat kepada kas Negara
berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak
mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjuk
dan digunakan untuk membayar pengeluaran-pengeluaran umum.”
Mengacu kepada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan
adalah Kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara
bagi kemakmuran rakyat.
2. Fungsi Pajak
Dikemukakan oleh Resmi (2011 : 3) secara teoritis dapat dilihat bahwa pajak
memiliki beberapa fungsi dalam kehidupan Negara dan bermasyarakat yaitu :
fungsi budgetair, dan fungsi regulerend.
a. Fungsi budgetair (Sumber Keuangan Negara )
Artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk
membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan.
b. Fungsi reguleren (Pengatur)
Artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan
tertentu diluar bidang keuangan. Contohnya : Pajak yang tinggi dikenakan
terhadap barang-barang mewah. Pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM)
dikenakan pada saat transaksi jual beli barang mewah.Semakin mewah suatu
barang maka tarif pajaknya semakin tinggi sehingga barang tersebut semakin
mahal harganya. Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak
berlomba-lomba mengkonsumsi barang mewah (mengurangi gaya hidup
3. Pengertian Penagihan Pajak, Surat paksa dan Penagihan Pajak Dengan
Surat Paksa
Menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar
penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan
menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan
sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan,
melaksanakan Penyitaan, melaksanakan Penyanderaan, menjual barang yang
telah di sita. Sedangkan menurut Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
No.D.15.4/IV/31/1976 tanggal 30 Maret 1976 tentang Pedoman Juru Sita
mengatakan bahwa Surat Paksa adalah surat keputusan yang mempunyai
kekuatan yang sama dengan Grosse (yang asli) keputusan hakim dalam perkara
perdata yang tidak dapat diganggu gugat lagi dengan cara meminta banding
kepada hakim yang lebih atas. Surat Paksa harus menggunakan kepala “atas
nama keadilan” karena perkataan-perkataan itulah surat paksa mendapat
kekuatan ekskutorial yaitu kekuatan untuk dijalankan dan kekuatan itu
didapatkannya karena keadilan yang semata-mata memerintah pelaksanaan itu.
Sehingga Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ini adalah suatu
bentuk eksekusi tanpa peraturan hakim (yang menjadi wewenang fiskus) yang
4. Fungsi Surat Tagihan Pajak
Dalam hal ini fungsi Surat Tagihan Pajak adalah :
a. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang dari SPT Wajib Pajak, yang
artinya jika pajak dalam tahun berjalan yang tidak atau kurang bayar / disetor
ataupun kekurangan pembayaran pajak, akibat salah tulis dan atau salah
hitung dalam surat pemberitahuan.
b. Sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga dan denda.
c. Alat untuk menagih
D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Dalam laporan praktik kerja lapangan mandiri ini, yang menjadi ruang lingkup
penulisan adalah :
1. Pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Medan Petisah.
2. Faktor penghambat pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah.
3. Cara menyelesaikan masalah dalam pelaksanaan penagihan dengan surat
paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah.
E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Dalam pelaksanaan praktik kerja lapangan mandiri maka penulis menggunakan
1. Tahap Persiapan
Yaitu kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa atau mahasiswi sebelum terjun
langsung melakukan PKLM yaitu :
a. Pengajuan judul proposal
b. Penentuan judul proposal
c. Seminar proposal
d. Penentuan tempat pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri
e. Penentuan dosen pembimbing
f. Pengurusan administrasi dan izin serta konsultasi dengan pihak dosen
2. Studi Literatur
Penulis mengumpulkan data-datanya yang menyangkut masalah yang akan
dibahas melalaui buku-buku perpajakan, majalah, undang-undang
perpajakan, keputusan Menteri Keuangan, keputusan Direktorat Jenderal
Pajak dan bahan-bahan lainnya yang berhubungan dengan objek
pembahasan.
3. Observasi Lapangan
Yaitu kegiatan studi untuk mencari data-data serta informasi-informasi
dengan mengikuti Praktik Kerja Lapangan Mandiri pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama serta mempelajari laporan-laporan yang berhubungan dengan
masalah yang akan di bahas.
4. Pengumpulan Data Primer dan Sekunder
Dalam hal ini penulis mengumpulkan data primer dan sekunder berhubungan
yang akan diperlukan dalam penyusunan laporan akhir dari kegiatan Praktik
Kerja Lapangan Mandiri.
a) Data Primer
Data yang diperoleh melalui wawancara terhadap orang-orang yang
dianggap mampu memberikan masukan dan informasi serta observasi
penulis di lapangan tempat objek Praktik Kerja Lapangan Mandiri.
b) Data Sekunder
Data/informasi yang diperoleh melalui studi literatur seperti
sumber-sumber pustaka, Undang-Undang, dokumentasi maupun literatur lain yang
berhubungan dengan objek Praktik Kerja Lapangan Mandiri.
5. Analisa Data dan Evaluasi
Kegiatan studi yang dilakukan dengan cara menganalisa permasalahan,
kendala yang dihadapi mencari tahu atau menanyakan bagaimana cara
menyelesaikan permasalahan yang timbul di Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Medan Petisah.
F. Metode Pengumpulan Data
Hal ini berkaitan dengan pengumpulan data dan informasi serta keterangan dalam
pelaksanaan PKLM, ada beberapa cara dalam pengumpulan data yaitu :
1. Daftar Pertanyaan ( Interview Guide )
Pengumpulan data dan mencari data dengan melakukan wawancara dengan
menambah objektif yang berkaitan dengan kebutuhan untuk melengkapi
laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.
2. Daftar Observasi ( Observation Guide )
Dengan melakukan pengamatan langsung dan melakukan pencatatan data
yang diperlukan untuk pembahasan masalah.
3. Daftar Dokumentasi
Pengumpulan buku-buku perpajakan, majalah, undang-undang perpajakan,
Menteri Keuangan, Keputusan Direktorat Jenderal Pajak dan data-data lain
yang berhubungan dengan objek pembahasan.
G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Dalam laporan pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM )
penulis menguraikan penulisan tersusun secara sistematika yang akan
dilakukan dalam penulisan laporan PKLM ini adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Didalam bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang, tujuan dan
manfaat PKLM, uraian teoritis, ruang lingkup, metode PKLM, metode
pengumpulan data, dan sistematika.
BAB II : GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PKLM
Penulis menjelaskan gambaran umum objek dan lokasi PKLM, sejarah
singkat serta struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama
BAB III : GAMBARAN DATA TENTANG PELAKSANAAN PENAGIHAN
PAJAK DENGAN SURAT PAKSA
Pada bab ini penulis membahas mengenai teori ketentuan dan tata cara
pelaksanaan, penagihan pajak dengan surat paksa berdasarkan
Undang-Undang pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
BAB IV : ANALISA DAN EVALUASI
Pada bab ini berisi analisa penulis dan pembahasan-pembahasan mengenai
pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa, faktor penghambat
pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa, cara penyelesaian masalah
dalam pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini terdiri dari dua hal yaitu kesimpulan dan saran. Kesimpulan
merupakan inti yang mencakup seluruh objek pembahasan yang dibahas
PKLM, sedangkan saran merupakan ide atau gagasan yang harus dilakukan
dalam menemukan solusi atas masalah yang dibahas dari objek pembahasan
yang terdapat dalam laporan pelaksanaan PKLM.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA
LAPANGAN MANDIRI
A.Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah
Sejak tahun 2002, Direktorat Jenderal Pajak-Departemen Keuangan melakukan
modernisasi perpajakan sebagai bagian dan reformasi perpajakan (tax reform) dan
reformasi birokrasi.Dilakukan perubahan paradigma perpajakan dengan
mengedepankan aspek pelayanan kepada Wajib Pajak, yang diimbangi dengan
pengawasan dan konsultasi.Untuk implementasinya dibentuk Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) modern dengan tiga model, yakni KPP Wajib Pajak Besar, KPP Madya, dan
KPP Pratama.Salah satunya adalah KPP Pratama Medan Petisah yang terletak di
Jalan Asrama No.7A Medan. Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor KEP95/PJ/2008 tanggal 27 Mei 2008 tentang Saat Mulai Operasi (SMO) KPP
Pratama di Lingkungan Kanwil DJP Sumatera Utara I, KPP Pratama Medan Petisah
ditetapkan mulai beroperasi tanggal 27 Mei 2008.
B.Visi dan Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah
VISI :
Sebagaimana kebijakan yang telah dicanangkan oleh Kantor Pusat DJP, Visi KPP
Pratama Medan Petisah adalah “Menjadikan Model Pelayanan Masyarakat yang
Menyelenggarakan Sistem dan Manajemen Perpajakan Kelas Dunia yang Dipercaya
dan Dibanggakan Masyarakat”Visi tersebut merefleksikan cita-cita KPP Pratama
Petisah untuk menjadi public service yang berstandar Internasional atau dunia baik
dari kerja sisi kualitas aparat maupun manajemennya sehingga ekstensinya dan
kinerjanya mampu memenuhi harapan masyarakat sebagai institusi yang memiliki
citra baik dan bersih.
MISI :
Misi Direktorat Jenderal Pajak dibedakan menjadi empat aspek atau bidang.
1. Misi Fiskal, yaitu menghimpun penerimaan Dalam Negeri sektor pajak yang
mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah berdasarkan
Undang-undang Perpajakan dengan tingkat efektivitas dan efisiensi yang tinggi.
2. Misi Ekonomi, yaitu mendukung kebijaksanaan pemerintah dalam mengatasi
permasalahan ekonomi bangsa dengan kebijakan perpajakan yang
meminimalkan distorsi
3. Misi Politik, yaitu mendukung proses demokratisasi bangsa
4. Misi Kelembagaan, yaitu senantiasa memperbaharui diri, selaras dengan
aspirasi masyarakat dan demokrasi perpajakan serta administrasi perpajakan
muktahir. Misi tersebut sebagai suatu pernyataan tujuan keberadaan (ekstensi),
tugas, fungsi, peranan, dan tanggung jawab DJP KPP Pratama Medan Petisah
sebagaimana diamanatkan dalam UU dan Peraturan serta kebijaksanaan
pemerintah dengan dijiwai prinsip-prinsip dan nilai – nilai strategis organisasi
C.Moto Pelayanan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah
Profesional
Amanah
Sederhana
Transparan
Inovatif
D.Tugas, Fungsi, Struktur Organisasi, dan Wilayah Kerja
KPP Pratama Medan Petisah adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang
berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah
yang dipimpin oleh seorang Kepala Kantor.
1. Tugas
Dalam kedudukannya tersebut, KPP Pratama Medan Petisah mempunyai
tugas melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan Wajib Pajak di
bidang PPh, PPN, PPn BM, dalam wilayah wewenangnya berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Fungsi
Dalam melaksanakan tugas, KPP Pratama Medan Petisah menyelenggarakan
fungsi :
a. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi
perpajakan, penyajian informasi perpajakan, penetapan dan penerbitan
produk hukum perpajakan.
b. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan /
c. Penyuluhan perpajakan.
d. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.
e. Pelaksanaan pemeriksaan pajak.
f. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
g. Pelaksanaan konsultasi perpajakan.
h. Pelaksanaan Intensifikasi dan Ekstensifikasi.
i. Pelaksanaan administrasi KPP.
3. Struktur Organisasi
Struktur Organisasi adalah suatu bagan yang menggambarkan sistematika
mengenai penetapan tugas-tugas, fungsi, dan wewenang serta tanggung jawab
masing-masing dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.Tujuannya
yaitu untuk membina keharmonisan kerja agar pekerjaan dapat dilaksanakan
dengan teratur dan baik untuk mencapai tujuan yang diharapkan secara
Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Petisah
KPP Pratama Medan Petisah dipimpin oleh seorang Kepala Kantor yang secara
operasional bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah DirektoratJenderal
Pajak. KPP Pratama Medan Petisah terdiri dari sembilan seksi,
dimanamasing-masing seksi dipimpin oleh Kepala Seksi.
Secara ringkas susunan Organisasi KPP Pratama Medan Petisah:
a. Sub Bagian Umum
b. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
c. Seksi Pelayanan
d. Seksi Penagihan
f. Seksi Ekstensifikasi
g. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I
h. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II
i. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III
j. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV
k. Kelompok Jabatan Fungsional
Tugas dan fungsi masing-masing akan diuraikan setiap seksi. Masing-masing seksi
dipimpin oleh seorang Kepala Seksi. Untuk dapat melaksanakan tugas pokok dan
fungsi sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 94/KMK.01/1994 tanggal 29
Maret 1994, maka pembagian tugas dan wewenang masing-masing seksi dalam
struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah adalah :
1. Kepala KPP ( Kepala Kantor)
Tugas dan fungsinya adalah sebagai berikut :
a. Mengkoordinasi penyusunan rencana kerja kantor sebagai bahan
penyusunan rencana strategi kantor wilayah.
b. Mengkoordinasi rencana pengamanan penerimaan pajak berdasarkan
potensi pajak, perkembangan kegiatan ekonomi keuangan dan realisasi
penerimaan tahun lalu.
c. Mengkoordinasi pelaksanaan tindak lanjut nota kesepahaman (MOU)
sesuai arahan kepala kantor wilayah.
d. Mengkoordinasi rencana pencarian data strategis dan potensial dalam
e. Mengkoordinasi pengolahan data yang sumber datanya strategis dan
potensial dalam rangka intensifikasi/ekstensifikasi perpajakan.
f. Mengkoordinasi pembuatan risalah perincian dasar pengenaan
pemotongan atau pemungutan pajak atas permintaan wajib pajak
berdasarkan hasil perhitungan ketetapan pajak.
g. Mengkoordinasi pengolahan data guna menyajikan informasi perpajakan.
h. Mengkoordinasi penyusunan monografi perpajakan.
i. Mengkoordinasi pemantauan pelaporan dan pembayaran Masa dan
Tahunan PPh dan pembayaran Masa PPN/PPnBM serta untuk mengetahui
tingkat kepatuhan wajib pajak serta mengendalikan pelaksanaan
pemeriksaan perpajakan.
2. Sub Bagian Umum
Tugas dan fungsinya adalah sebagi berikut :
a. Pelaksanaan tata usaha dan kepegawaian yang bertugas membantu dan
menangani tata usaha dan kepegawaian.
b. Pekasanaan keuangan yang bertugas mengurusi keuangan.
c. Pelaksanaan rumah tangga yang bertugas menangani urusan perlengkapan
rumah tangga.
3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
Tugas dan fungsinya adalah sebagi berikut :
a. Melakukan pengumpulan, pencarian, pengolahan data, penyajian infomasi
perpajakan.
c. Merekam SSP 3 lembar.
d. Merekam SPT Masa PPN 1107, 1107A, 1107B.
e. Merekam PPh pasal 21.
f. Merekam PPh pasal 23/26.
g. Merekam PPh Final pasal 4 ayat 3.
h. Melakukan urusan tata usaha penerimaan perpajakan.
i. Memberikan pelayanan dukungan teknis komputer.
j. Pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filing.
k. Pelaksanaan i-SISMIOP dan SIG
l. Penyiapan laporan kinerja.
4. Seksi Pelayanan
Tugas dan fungsinya adalah sebagi berikut :
a. Melakukan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan.
b. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan.
c. Melakukan penyuluhan perpajakan
d. Menerima, meneliti, dan merekam surat permohonan dari Wajib Pajak dan
surat-surat lainnya.
e. Melakukan penerimaan dan pengelolaan Surat Pemberitahuan Wajib Pajak
dan surat lainnya.
f. Melakukan penatausahaan pendaftaran, pemindahan data, dan pencabutan
identitas Wajib Pajak.
g. Melakukan urusan kearsipan Wajib Pajak.
5. Seksi Penagihan
Tugas dan fungsinya adalah sebagi berikut :
a. Pelaksanaan pemrosesan dan penatausahaan dokumen masuk di seksi
penagihan.
b. Pelaksanaan penagihan, yang bertugas membantu penyiapan surat tagihan,
surat paksa, surat perintah, melaksanakan penyitaan, usulan lelang, dan
penagihan lainnya.
c. Pelaksanaan penatausahaan Surat Keputusan Pembetulan/ Keberatan/
Putusan Banding/ Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak dan
Surat Keputusan Pengurangan dan Penghapusan Sanksi Administrasi pada
seksi penagihan.
6. Seksi Pemeriksaan
Tugas dan fungsinya adalah sebagi berikut :
a. Melakukan penyusunan rencana pemeriksaan.
b. Pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan.
c. Penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta
administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.
7. Seksi Ekstensifikasi
Tugas dan fungsinya adalah sebagi berikut :
a. Pelaksanaan pemrosesan dan penatausahaan ddokumen masuk di seksi
ekstensifikasi perpajakan.
b. Melakukan pengamatan potensi perpajakan.
d. Pembentukan dan pemuktahiran basis data nilai objek pajak dalam
menunjang ekstensifikasi.
8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi
Tugas dan fungsinya adalah sebagi berikut :
a. Melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
b. Membimbingan/menghimbauan kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis
perpajakan.
c. Menganalisis kinerja Wajib Pajak.
d. Memberikan konsultasi kepada Wajib Pajak tentang ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
e. Pelaksanaan penyelesaian permohonan keberatan, pembetulan,
pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi Pajak Penghasilan,
Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah di KPP.
f. Melakukan evaluasi hasil banding.
g. Melakukan rekonsiliasi data Wajib pajak dalam rangka melakukan
intensifikasi. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan,
penerimaan dan pengelolaan Surat Pemberitahuan serta penerimaan surat
lainnya.
h. Penyuluhan perpajakan.
9. Fungsional Pemeriksa dan Penilai
Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas dan melakukan kegiatan
sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan
sejumlah jabatan fungsional yang terbagi dalam kelompok sesuai dengan
bidang keahliannya.
a. Pejabat fungsional pemeriksa koordinasi dengan seksi pemeriksaan
sedangkan pejabat fungsional penilai berkoordinasi dengan seksi
ekstensifikasi.
b. Setiap kelompok tersebut dikoordinasikan oleh pejabat fungsional senior
yang ditunjuk oleh kepala kantor wilayah sebagai supervisor, atau kepala
KPP yang bersangkutan.
c. Jumlah jabatan fungsional ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban
kerja.
d. Jenis dan jenjang jabatan fungsional diatur sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
4. Wilayah Kerja KPP Pratama Medan Petisah Meliputi : a. Medan Helevetia
- Tanjung Gusta - Cinta Damai - Sei Sikambing CII
- Dwikora
- Helvetia
- Helvetia Tengah - Helvetia Timur b. Medan Sunggal
- Tanjung Rejo
- Lalang
- Babura
- Simpang Tanjung
- Sei Sikambing B c. Medan Petisah
- Sei Putih Timur I - Sei Putih Timur II - Sei Putih Barat
- Sekip
- Sei Putih Tengah - Sei Sikambing D - Petisah Tengah
E.Mandat yang diberikan
Dalam melaksanakan tugas sebagai pengemban penerimaan APBN. KPPPratama
Medan Petisah sebagai instansi vertikal di bawah Direktorat Jenderal Pajak secara
langsung mendapat mandat mengumpulkan dana bagi pembiayaan negara (APBN).
F. Peran Strategis KPP Pratama Medan Petisah
Wilayah kerja KPP Pratama Medan Petisah mencakup seluruh Kecamatan Medan
Helvetia, Medan Petisah dan Medan Sunggal.Wilayah ekonomi Kecamatan Medan
Petisah terdiri dari dua sektor yaitu pedagangan dan pemukiman penduduk baik
berupa komplek perumahan dan pemukiman penduduk biasa.Wilayah perdagangan
Muslim.Wilayah pemukiman meliputi sebagian besar wilayah Kecamatan Medan
Helvetia, Medan Petisah dan Medan Sunggal.
G.Sumber Daya Manusia
Aspek kepegawaian yang mendukung operasional KPP Pratama Medan Petisah dapat
digambarkan sebagai berikut :
1. Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Klasifikasi Kepegawaian Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Pendidikan
Sumber : KPP Pratama Medan Petisah
2. Berdasarkan Pangkat/Golongan
Klasifikasi Pegawai Berdasarkan Pangkat/Golongan
Pangkat /Golongan
3. Berdasarkan Jabatan
Klasifikasi Kepegawaian Berdasarkan Jabatan
Jabatan
Jabatan Jumlah
Ka. Kantor 1
Kasi /Kasubbag 10
Supervisor 2
Fungsional 11
Account representative 27
Pelaksana 39
BAB III
GAMBARAN DATA PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI
A.Dasar Hukum Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
Adapun dasar hukum penagihan pajak dengan surat paksa adalah sebagai berikut:
1. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa.
2. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 24/PMK.03/2008
sebagaimana telah diubah Nomor 85/PMK.03/2010 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Penagihan Dengan Surat Paksa dan Seketika dan Sekaligus.
3. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-08/PJ.75/2002 tentang Kebijaksanaan
Penagihan Pajak Tahun 2002.
4. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-08/PJ.75/2002 tentang Pemeriksaan Untuk
Tujuan Penagihan Pajak.
5. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-02/PJ.75/2004 tentang Kebijakan Penagihan Pajak Tahun 2004.
Dengan adanya peraturan dan Undang-Undang yang menjadi landasan hukum
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa di Indonesia ini.Maka pajak yang dipungut
oleh pemerintah sudah mempunyai suatu pondasi yang kuat dan tegas sehingga
tidak perlu lagi adanya keraguan ataupun alasan bagi wajib pajak.
B.Pengertian Penagihan Pajak
Definisi penagihan pajak menurut Soemitro, yaitu Penagihan Pajak adalah
perbuatan yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak karena Wajib Pajak tidak
mematuhi ketentuan Undang-Undang pajak, khususnya mengenai pembayaran pajak
yang terutang.
Menurut H.Moeljo Hadi,SH Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan dari
aparatur DirektoratJenderal Pajak, berhubung Wajib Pajak tidak melunasi
sebagian/seluruh kewajiban perpajakan yang terutang menurut undang-undang
perpajakan yang berlaku, agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya
penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan
seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan,
melaksanakan penagihan, melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang
telah disita.
Sedangkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan, Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar penaggung
pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau
memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan
Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan Penyitaan, melaksanakan
Penaggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas
pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban
Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Biaya Penagihan Pajak, adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, Jasa Penilai, dan
biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak.
C. Surat Tagihan Pajak
1. Pengertian Surat Tagihan Pajak
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan pasal 1 angka 20, yang dimaksud dengan Surat Tagihan
Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi
berupa bunga dan/atau denda.
2. Fungsi Surat Tagihan Pajak :
a. sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut Surat
Pemberitahuan Wajib Pajak;
b. sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga dan at
c. sarana untuk menagih pajak.
3. Penerbitan Surat Tagihan Pajak
Direktorat Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila
(Pasal 14 (1) UU KUP) :
a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
c. dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai
akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
d. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi
tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat
waktu;
e. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang
tidak mengisi faktur pajak secaralengkap sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (5) UU PPN 1984 dan perubahannya, selain:
1. identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5)
huruf b UU PPN 1984 dan perubahannya; atau
2. identitas pembeli serta nama dan tandatangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (5) hurufb dan huruf g UU PPN 1984 dan
perubahannya, dalam hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena
Pajak pedagang eceran;
f. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa
penerbitan faktur pajak; atau
g. Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan
pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(6a) UU PPN 1984 dan perubahannya.
4. Surat untuk Melakukan Tagihan Sanksi Administrasi berupa Bunga :
a. Pasal 8 ayat 2 KUP: dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT
b. Pasal 9 ayat 2a KUP: pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang
dalam suatu Masa Pajak dilakukan setelah tanggal jatuh tempo;
c. Pasal 19 ayat 1 KUP: dalam hal jumlah pajak yang masih harus dibayar
menurut ketetapan, pada saat jatuh tempo tidak atau kurang dibayar;
d. Pasal 19 ayat 2 KUP: dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur
atau menunda pembayaran pajak;
e. Pasal 19 ayat 3 KUP: dalam hal Wajib Pajak menunda penyampaian SPT
Tahunan yang penghitungan sementara pajak yang terutang kurang dari
jumlah pajak yang sebenarnya terutang;
f. Pasal 9 ayat 2b KUP: pembayaran atau penyetoran kekurangan pajak
yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh dilakukan setelah tanggal
jatuh tempo penyampaian SPT Tahunan;
g. Pasal 8 ayat 2a KUP: dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT
Masa yg mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar.
h. Pasal 14 ayat 1 huruf g: Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi
dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (6a) UU PPN 1984 dan perubahannya.
D.Penagihan Utang Pajak
Tindakan penagihan utang pajak secara teoritis diatur dalam Undang-undang Nomor
19 tahun 2007 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19
tahun 2000 dapat dilakukan dengan 2 (dua) langkah:
Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak (STP),
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan pajak
terutang menjadi lebih besar, Surat keputusan Keberatan yang menyebabkan pajak
terutang menjadi lebih besar, jika jangka waktu 30 hari belum dilunasi, maka 7 hari
setelah jatuh tempo akan diikuti dengan penagihan pajak secara aktif yang dimulai
dengan tindakan sita yang telah didahului adanya Surat Teguran dan dilanjutkan
dengan pelaksanaan lelang. Dalam hal ini utang pajak itu adalah pajak yang masih
harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan
yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak atau surat sejenisnya berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. Penagihan Aktif
Penagihan aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif dimana dalam
upaya penagihan ini fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim
Surat Tagihan atau Surat Ketetapan Pajak tetapi akan diikuti dengan tindakan
sita didahului dengan Surat Teguran dan Surat Paksa akan dilanjutkan dengan
pelaksanaan lelang.
E.Dasar Penagihan Pajak
Sesuai dengan sistem self Assessment yang berlaku sekarang ini, Wajib Pajak wajib
menghitung, memperhitungkan.membayar, dan melaporkan sendiri utang pajaknya.
Apabila terdapat kekeliruan atau kesalahan dalam melakukan penghitungan pajak
yang terutang atau Wajib Pajak melanggar ketentuan Undang-Undang Perpajakan
Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan
(SKP), Surat Keputusan Keberatan (SKK) dan Putusan Banding (PB) sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang No 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa.
1. Surat Tagihan Pajak (STP) Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (20), adalah surat untuk
melakukan tagihan pajak dan sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Menurut Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (16),
adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak,
jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya
sanksi administrasi dan jumlah pajak yang harus dibayar.
3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ( SKPKBT ) Menurut Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang- Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1
Ayat ( 17 ), adalah Surat Ketetapan Pajak yang mentukan tambahan atas jumlah
pajak yang telah ditetapkan.
4. Surat Keputusan Pembetulan (SKP) Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (16), adalah surat
ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat
5. Surat Keputusan Keberatan (SKK) Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (34), adalah surat
keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap
pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
6. Putusan Banding (PB) Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (35), adalah putusan badan
peradilan pajak atas banding terhadap Surat Kepitusan Keberatan yang diajukan
oleh Wajib Pajak.
F. Penagihan Utang Pajak dengan Surat Paksa
Sesuai dengan pasal 1 Ayat (21) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, yang
dimaksud dengan Surat Paksa adalah Surat perintah membayar utang pajak dan biaya
penagihan pajak. Di dalam Surat Paksa dicantumkan nama penanggung pajak dan
alamatnya yang jelas serta jumlah utang pajaknya.
Surat Paksa yang berkepala “ Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa
“. Surat Paksa yang mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti Grosse dari
putusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada
Hakim atasan. Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ini adalah suatu
bentuk eksekusi tanpa peraturan hakim (yang menjadi wewenang fiskus) yang
lazimnya dinamakan eksekusi langsung.
Surat Paksa adalah surat keputusan yang mempunyai kekuasaan yang sama dengan
Groose (yang asli) keputusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diganggu
harus menggunakan kepala “atas nama keadilan” karena perkataan-perkataan itulah
surat paksa mendapat kekuatan ekstutorial yaitu kekuatan untuk dijalankan dan
kekuatan itu didapatkannya karena keadilan yang semata-mata memerintah
pelaksanaan itu. Surat Paksa memuat perintah wajib pajak untuk melunasi pajaknya
yang sudah barang tentu baru akan dikeluarkan setelah dipandang cukup.
1) Isi dan Krakteristik dari Surat Paksa
Berbicara lebih lanjut tentang surat paksa, maka surat paksa dapat ditinjau dari
2 (dua) segi, yaitu segi isinya dan segi karaktaristiknya.
a. Dari segi isinya :
1. Berkepala kata-kata “Atas Nama Keadilan” yang dengan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 pasal 4 disesuaikan bunyinya menjadi
“Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Nama wajip pajak / penanggung pajak, keterangan cukup tentang
alasan yang menjadi dasar penagihan, perintah membayar.
3. Dikeluarkan/ditandatangi oleh pejabat berwenang yang ditunjuk oleh
menteri Keuangan/Kepala Daerah.
b. Dari segi karakteristiknya :
1. Mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Groose putusan
hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi
pada hakim atasan.
2. Mempunyai kekuatan hukum yang pasti.
3. Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan menagih bukan
4. Dapat dilanjutan dengan tindakan penyitaan atau penyandaraan/
pencegahan.
Surat paksa, dalam bahasa hukum disebut sebagai parate eksekusi (eksekusi
langsung), yang berarti bahwa penagihan pajak secara paksa dapat dilakukan tanpa
melalui proses Pengadilan Negeri. Hal ini bisa dimengerti karena surat paksa itu
mempunyai kekuatan hukum yang pasti, dimana fiskus dalam melaksanakan
kewajiban mempunyai hak “Parate Eksekusi”.
G.Penerbitan Surat Paksa
Menurut pasal 8 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Surat Paksa diterbitkan
apabila:
a. Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai tanggal jatuh tempo
pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat
Peringatan atau surat lain yang sejenis.
b. Terhadap Penaggung Pajak telah dilaksanakan Penagihan Seketika dan
Sekaligus.
c. Penaggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam
keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
Surat Paksa sekurang-kurangnya memuat :
a. Nama Wajib Pajak, atau Penaggung Pajak
b. Dasar penagihan
d. Perintah untuk membayar dalam waktu 2x24 jam sejak Surat Paksa
disampaikan.
H. Jadwal Pelaksanaan Penagihan Pajak
Tindakan pelaksanaan penagihan sebagaimana di maksud dalam Pasal 1 angka 5
pasal 4 di awali UU No 19 tahun 2000 yaitu :
a. Tindakan pelaksanaan penagihan pajak diawali dengan penerbitan surat teguran
setelah 7 hari jatuh tempo pembayaran.
Surat Teguran tidak diterbitkan terhadap penanggung pajak yang telah disetujui
untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajaknya.
b. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh
penanggung pajak setelah 21 hari sejak diterbitkannya surat teguran, maka akan
diterbitkan Surat paksa.
c. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar dilunasi oleh
penanggung pajak setelah lewat waktu 2×24 jam sejak Surat Paksa
diberitahukan, maka segera akan diterbitkan Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan (SPMP) yang di laksanakan jurusita pajak dengan di saksi oleh
sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa , penduduk indonesia,
dikenali oleh jurusita pajak, dan dapat dipercaya.
d. Apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak
dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal
pelaksanaan penyitaan, pejabat segera melaksanakan pengumuman lelang.
e. Apabila utang pajak dan biaya penagihan tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak
dilaksanakan pelelangan (penjualan barang sitaan Penanggung Pajak)
melaluikantor lelang.
I. Tata Cara Penagihan degan Surat Paksa
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 561/KMK.04/2000
Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan sekaligus dan pelaksanaan
Surat Paksa.
1. Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan penyitaan dan penyerahan
salinan Surat Paksa Kepada Penanggung Pajak.
2. Pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dalam ayat (1) dituangkan dalam berita
acara yang sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal pemberitahuan Surat
Paksa, nama Jurusita Pajak, nama yang menerima, dan tempat pemberitahuan
Surat Paksa.
Surat Paksa terhadap Orang Pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada :
a. Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha, atau di tempat lain yang
memungkinkan.
b. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama atau yang bekerja di tempat
usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak bersangkutan tidak dapat
dijumpai.
c. Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta
peninggalannya, apabila Wajib Pajak meninggal dunia dan harta warisan
belum dibagi, atau
d. Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan
Surat Paksa terhadap Badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada :
a. Pengurus, Pemegang saham dan pemilik modal, baik ditempat kedudukan
badan yang bersangkutan, ditempat tinggal mereka maupun ditempat lain
yang memungkinkan, atau
b. Pegawai tetap ditempat kedudukan atau tempat usaha badan yang
bersangkutan apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang
pengurus, sebagaimana dalam nomor 1 (satu) .
J. Penagihan Seketika dan Sekaligus
Penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan
oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo
pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak,
dan tahun pajak. Penagihan pajak seketika dan sekaligus dilaksanakan apabila :
a. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau
berniat untuk pergi.
b. Penanggung Pajak memindah tangankan barang yang dimiliki atau yang
dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan usahanya di
Indonesia.
c. Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan
usahanya atau berniat untuk itu.
d. Badan usaha akan dibubarkan oleh Negara.
e. Terjadinya penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau
Mungkin saja terjadi bahwa Penanggung Pajak mempunyai itikad kurang baik,
sebagaimana dicerminkan oleh berbagai indikator tersebut.Adanya itikad kurang baik
tersebut mungkin disebabkan karena yang bersangkutan bermaksud agar ketika
terjadi penyitaan terhadap kekayaan untuk kemudian dilelang kekayaan tersebut
sudah tidak ada lagi atau tidak ditemukan lagi.Hal semacam ini tentu perlu
diantisipasi sekaligus dihindarkan, sehingga keadilan dapat diwujudkan dan Negara
tidak dirugikaan.Oleh karena itu, dalam keadaan tertentu Jurusita Pajak dapat
melakukan penagihan Seketika dan Sekaligus.
K. Penyitaan
1. Pengertian Penyitaan
Penyitaan adalah tindakan jurusita pajak untukmenguasai barang penanggung
pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku (Mardiasmo,2013:148)
2. Tujuan Penyitaan
Tujuannya adalah memperoleh uang jaminan pelunasan utang pajak dari penanggung
pajak. Oleh karena itu penyitaan dapat dilaksanakan terhadap semua barang
penanggung pajak, baik yang berada ditempat tinggal, tempat usaha, tempat
kedudukan penanggung pajak atau di tempat lain sekalipun penguasaannya berada
di tangan pihak lain. Penyitaan diatur dalam Undang-Undang No 19 Tahun 2000
3. Objek Sita Pajak
Penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik Penanggung Pajak yang berada di
tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau ditempat lain termasuk yang
penguasaannya berada di tangan lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang
tertentu. Terhadap Penanggung Pajak Badan dilaksanakan terhadap barang milik
perusahaan, pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, Penanggung Pajak,
pemilik modal, ditempat kedudukan, tempat tinggal dan tempat lain.
Objek yang dapat disita berupa :
a. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasaan, uang tunai, dan deposito
berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu, obligasi saham, atau surat berharga lainnya,
piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain atau
b. Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi
kotor tertentu.
Barang-barang yang tidak boleh disita menurut ketentuan Pasal 15 ayat (1)
Undang-Undang No 19 Tahun 2000. Barang bergerak milik Penanggung Pajak
yang dikecualikan dari penyitaan adalah:
a. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh
Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.
b. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta
c. Perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas.
d. Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan Penanggung
Pajak dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan, dan
keilmuan.
e. Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan
pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari
Rp. 20.000.000,00.
f. Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan
keluarga yang menjadi tanggungan.
L. Jurusita Pajak
Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan
seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan
(Pasal 1 ayat 6 Undang-undang No 19 Tahun 2000). Jurusita pajak diangkat dan
diberhentikan oleh penjabat yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk penagihan
pajak pusat Gubernur atau Bupati / Walikota untuk penagihan pajak Daerah.
1. Syarat -syarat menjadi jurusita pajak adalah:
a. Berijazah serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum atau yang
sederajat ;
b. Berpangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda/ Golongan I;
c. Berbadan sehat;
d. Lulus pendidikan dan latihan Jurusita Pajak;
e. Jujur, bertanggung jawab, dan penuh pengabdian.
Sesuai dengan Pasal 4 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 562/KMK.04/2000
Jurusita Pajak diberhentikan dari jabatannya dalam hal:
a. meninggal dunia;
b. pensiun;
c. karena alih tugas atau kepentingan dinas lainnya;
d. ternyata lalai atau tidak cakap dalam menjalankan tugas;
e. melakukan perbuatan tercela;
f. melanggar sumpah atau janji Jurusita Pajak; atau
g. sakit jasmani atau rohani terus menerus.
3. Jurusita bertugas :
Berdasarkan UU PPSP pasal 5 ayat 1 Undang-undang No. 19 Tahun 2000,
Tugas Jurusita Pajak adalah:
a. Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus;
b. Memberitahukan Surat Paksa;
c. Melaksanakan penyitaan atas barang Penangung Pajak berdasarkan Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan; dan
d. Melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah
BAB IV
ANALISA DATA EVALUASI DATA
Didalam bab ini penulis akan menganalisa suatu masalah guna mendapatkan
pengertian yang berasal dari suatu perbandingan anatara hal-hal yang di tetapkan dari
suatu teori dan praktik pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Dimana
penulis lebih melibatkan Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban
perpajakannya.
A. Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
Tata cara pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa yang dilakukan oleh
Kantor Pelayanan Pajak Pratama terhadap Wajib Pajak yang tidak melunasi hutang
pajaknya adalah :
1. Kantor Pelayanan Pajak Pratama mengeluarkan atau menerbitkan Surat
Teguran setelah 7 hari jatuh tempo pembayaran melalui Kantor Pos dari
pruduk hasil penilitian diantaranya :
a. Surat Tagihan Pajak (STP)
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
Surat Teguran tidak diterbitkan terhadap Wajib Pajak yang telah disetujui
untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajaknya.
2. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar atau tidak dilunasi oleh
penanggung pajak setelah 21 hari sejak diterbitkannya surat teguran, maka
a. Jurusita mendatangi tempat tinggal / tempat kedudukan Wajib Pajak
dengan memperlihatkan pengenalan diri, dan kemudian Jurusita Pajak
memberi penjelasan tentang kedatangannya untuk memberitahukan Surat
Paksa dengan pernyataan dan menyerahkan salinan Surat Paksa tersebut.
b. Jika Jurusita bertemu langsung dengan Wajib Pajak meminta agar Wajib
Pajak memperlihatkan surat-surat keterangan pajak untuk diteliti :
1. Apakah tunggakan pajak menurut STP/SKPKB/SKPKBT sesuai dengan
jumlah tunggakan yang tercantum dalam Surat Paksa.
2. Apakah ada surat keputusan / keberatan / penghapusan.
3. Apakah ada kelebihan pembayaran pajak dari tahun sebelumnya.
c. Apabila Jurusita tidak bertemu dengan Wajib Pajak maka Salinan Surat Paksa dapat diserahkan kepada :
1. Keluarga Wajib Pajak atau orang yang tinggal bersama yang dewasa dan
sehat mental.
2. Anggota pengurus komisaris atau persero dari badan yang bersangkutan.
3. Penjabat setempat (Bupati/Walikota/Cama/Lurah) dan harus memberi
tanda tangan pada Surat Paksa dan salinanya sebagai tanda diketahui oleh
Wajib Pajak yang bersangkutan.
4. Apabila Jurusita telah melaksanakan penagihan utang pajak dengan Surat
Paksa, harus membuat laporan pelaksanaan Surat Paksa.
d. Biaya penyampaian Surat Paksa
Biaya Harian Jurusita = Rp. 50.000,00
Jumlah = Rp. 150.000,00
e. Surat Paksa yang dilaksanakan kepada Kasubsi Penagihan disertai laporan
penagihan dengan Surat Paksa dan diserahkan kepada kepala Seksi
Penagihan, verifikasi untuk ditandatangani dan selanjutnya dimasukkan
dalam berkas penagihan pajak.
f. Laporan Pelaksanaan Surat Paksa
Adapun hal-hal yang diperlu diperhatikan untuk dilaporkan dalam laporan
Pelaksanaan Surat Paksa yang dibuat oleh Jurusita yang melaksanakan
penagihan pajak dengan Surat Paksa tersebut adalah:
1. Penyelesaian surat keberatan harus diuraikan secara jelas dan tidak
melakukan penagihan secara paksa sedangkan tunggakan pajak
ternyata sudah berkurang.
2. Jenis, letak dan taksiran harga dari objek sita dengan
memperhatikan tunggakan pajak dan biaya pelaksanaan yang
mungkin dikeluarkan.
3. Hendaknya melaporkan tentang keadaan yang sebenarnya dari
Wajib Pajak misalnya kemampuan membayar, itikad mau
membayar dan tindakan penagihan selanjutnya.
g. Apabila Jurusita tidak dapat melaksanakan Surat Paksa secara langsung
kepada Wajib Pajak maka Jurusita membuat laporan secara tertulis
mengenai alasan atau sebab-sebab dan usaha-usaha yang telah dilakukan
dalam upaya Surat Paksa antara lain menghubungi atau memberi tahu
3.Apabila utang yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Wajib Pajak setelah
lewat 2 x 24 jam sejak Surat Paksa diberitahukan kepada Wajib Pajak, Pejabat
segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan yang dilaksanakan
oleh Jurusita Pajak dapat disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang
telah dewasa, penduduk Indonesia yang dikenal oleh Jurusita Pajak dan dapat
dipercaya.
Didalam pelaksanaan Jurusita dapat menempel kertas penyitaan kepada barang
yang akan disita. Biasanya barang yang akan disita tidak akan dibawa oleh Jurusita
dikarenakan :
a. Tidak adanya tempat penyimpanan barang sitaan.
b. Mengantisipasi terjadinya kerusakan barang sitaan dalam perjalanan.
4. Apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak dilunasi
oleh Wajib Pajak setelah lewat 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan,
pejabat segera melaksanakan pengumuman lelang.
Dan dalam hal pelaksanaan lelang Jurusita mempertanyakan dulu kepada dinas
yang bersangkutan atau kepada Wajib Pajak mengenai hak milik barang yang
dilelang. Dalam hal ini hasil lelang sudah mencapai jumlah yang cukup untuk
biaya penagihan pajak dan utang pajak, pelaksanaan lelang diberhentikan
walaupun barang yang akan dilelang masih ada, sisa barang beserta uang
kelebihan hasil lelang dikembalikan oleh pejabat kepada Wajib Pajak setelah
pelaksanaan lelang.
Dengan dianutnya sistem self assessment yang memberikan kepercayaan kepada
jumalah pajak terutang.Pihak Direktorat Jendral pajak mengharapkan penerimaan
Negara dari sektor pajak tersebut dapat ditingkatkan.Hal ini berarti bahwa peranan
Wajib Pajak sangat berpengaruh besar terhadap keberhasilan sistem perpajakan
tersebut.Namun kenyataan yang terjadi dilapangan masih banyak wajib pajak yang
tidak memenuhi kewajiban perpajakan yaitu dalam hal pelunasan hutang
pajak.Banyak dari wajib pajak yang tidak menghiraukan atas diterbitkannya Surat
Ketetapan Pajak dan selanjutnya pihak aparatur pajak harus menerbitkan, Surat
Teguran. Begitu juga Surat Teguran bukanlah suatu sarana yang menjamin atas
lancarnya penerimaan pajak, kemudian pihak Aparatur Pajak masih haruskan
menerbitkan Surat Paksa yang merupakan salah satu sarana untuk mencairkan
tunggakan pajak. Sebagai akibat dari ketidakpatuhan wajib pajak ini, maka dilakukan
tindakanpenagihan aktif dimana sebagai sarana dalam mencapai penerimaan Negara
dari sektor pajak.
1. Data Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah
Tabel 1.1
Wajib Pajak Jumlah
Orang Pribadi 89.198
Badan 11.466
Bendahara 223
Blank 147
Jumlah Wajib Pajak 101.034
2. Data Wajib Pajak atas Ketidakpatuhan dalam memenuhi perpajakannya dapat
dilihat dari tabel sebagai berikut :
Jumlah Penerbitan Surat Teguran di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan
Petisah Tahun 2013
Tabel 2.1
Tahun 2013 Surat Teguran
(Bulan) Lembar Rupiah
Jan - Des 1037 3.252.030.043
Sumber : KPP Pratama Medan Petisah
Jumlah Penerbitan Surat Teguran di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan
Petisah Tahun 2014
Tabel 2.2
Tahun 2014 Surat Teguran
(Bulan) Lembar Rupiah
Jan - Des 1186 68.621.649.133
Analisa Tabel 2.1 dan 2.2
Dari tabel diatas dapat dilihat kinerja aparatur pajak seksi penagihan di KPP Pratama
Medan Petisah dalam melaksanakan penagihan pajak tahun 2013 dan tahun 2014,
ternyata masih banyak Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan
dapat dilihat dari jumlah penerbitan Surat Teguran pada KPP Pratama Medan Petisah.
Namun setelah Surat Teguran ini diterbitkan masih ada juga Wajib Pajak yang tidak
menghiraukannya, maka pihak Aparatur Pajak harus menerbitkan Surat Paksa sebagai
sarana pencarian tunggakan pajak.
Dibawah ini merupakan tabel penerbitan Surat Paksa oleh KPP Pratama Medan
Petisah.
Jumlah Penerbitan Surat Paksa di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan
Petisah Tahun 2013
Tabel 2.3
Tahun 2013 Surat Paksa
(Bulan) Lembar Rupiah
Jan – Des 945 685.880.121
Jumlah Penerbitan Surat Paksa di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan
Petisah Tahun 2014
Tabel 2.4
Tahun 2014 Surat Paksa
(Bulan) Lembar Rupiah
Jan – Des 1080 48.292.828.694
Sumber : KPP Pratama Medan Petisah
Analisa Tabel 2.3 dan 2.4
Dari banyak Surat Teguran yang dikeluarkan oleh KPP Pratama Medan Petisah pada
tahun 2013 ternyata Wajib Pajak yang segera melunasi atau membayar utang
pajaknya meningkat, hal ini dapat dilihat dari jumlah Surat Paksa yang diterbitkan
pada tahun 2013 yaitu sebanyak 945 lembar Surat Paksa, lebih sedikit dari jumlah
Wajib Pajak yang memperoleh Surat Teguran yang dikeluarkan sebanyak 1037
lembar oleh KPP Pratama Medan Petisah. Dan pada tahun 2014 Wajib Pajak yang
melunasi utang pajaknya juga meningkat, dapat dilihat dari jumlah Surat Paksa yang
diterbitkan sebanyak 1080 lembar, lebih sedikit dari jumlah penerbitan Surat Teguran
sebanyak 1186 lembar. Maka dari itu di tahun 2014 hanya 106 lembar Surat Teguran
yang dihiraukan Wajib Pajak untuk membayar utang pajaknya, dan masih banyak
juga Wajib Pajak yang tidak menghiraukan diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa
B. Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat
Paksa
Adapun kendala-kendala yang sering dihadapi berkaitan dengan penagihan pajak
dengan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah adalah:
1. Alamat Wajib Pajak tidak dapat diketahui tempat tinggalnya atau Wajib Pajak pindah domisili tidak memberi tahu ke Kantor Pelayanan Pajak.
2. Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat ditemukan, hal ini juga sama dengan saat Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak dapat diketahui tempat tinggalnya,
tempat usaha, atau tempat kedudukannya. Maka Jurusita Pajak akan
menyampaikan Surat Paksa itu melalui Pemerintah Daerah setempat, kemudian
Surat Paksa tersebut ditempel di kantor Pejabat yang menerbitkannya,
mengumumkannya di media massa, atau dengan cara lain sesuai ketentuan
Menteri atau Kepala Daerah.
3. Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dinyatakan pailit atau tidak mampu
mempunyai kemampuan untuk melunasi.
Jurusita Pajak harus menyampaikan Surat Paksa itu kepada Kurator, Hakim
Pengawas atau Balai Harta Peninggalan.Wajib Pajak atau Penanggung Pajak
dinyatakan bubar atau dalam likuidasi.Maka Jurusita Pajak harus menyampaikan
Surat Paksa itu kepada Likuidator.
4. Wajib Pajak atau Penanggung Pajak menolak Surat Paksa itu.
Apabila Wajib pajak menolak menerima surat paksa karena berbagai alasan.
Misalnya karena sedang mengajukan surat keberatan atau sengaja menolak