BAB IV : STATUS HUKUM TERHADAP ANAK YANG LAHIR DARI
C. Dasar Hukum Perlindungan Anak
Anak sangat perlu dilindungi dari berbagai bentuk kejahatan yang dapat mempengaruhi perkembangan fisik, mental, serta rohaninya. Oleh karena itu, diperlukan adanya peraturan yang dapat melindungi anak dari berbagai bentuk kejahatan.
109Kompilasi Hukum Islam Ps. 103
110Ali Afandi, Kedudukan Anak Dalam Pernikahan, 2006, Gramedia, Jakarta, Hal. 55
1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 ayat (2) bahwa Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah kepada anak yang dalam situasi darurat adalah perlindungan khusus sebagaimana yang diatur dalam Pasal 59 Undang-Undang Perlindungan Anak sebagai berikut:
Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi , anak yang tereksploitasi secara ekonomi dan /atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza) anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan /atau mental,anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.111
2. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM)
Menurut Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Perlindungan yang diberikan kepada anak terdapat pada pasal 58 sebagai berikut :
111 Lihat Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (pada tanggal 18 Juni 2018, pukul 22.30)
a. Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan tersebut.
b. Dalam hal orang tua, wali, atau pengasuh melakukan segala bentuk penganiayaan fisik ,atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual termasuk pemerkosaan dan/atau pembunuhan terhadap anak yang seharusnya dilindungi maka harus dikenakan pemberatan hukuman.112
Lebih lanjut disebutkan dalam RPJMN 2010-2014 berbagai permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan anak sebagai berikut:
1. Meningkatkan akses terhadap layanan pemenuhan hak tumbuh kembang anak, termasuk pengembangan anak usia dini yang holistik dan integratif.
2. Meningkatkan perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi. Meningkatkan kapasitas kelembagaan perlindungan anak.
Masih lemahnya kualitas dan kuantitas kelembagaan berperan dalam pencapaian pembangunan perlindungan anak yang belum optimal yang ditunjukkan dengan: (a) masih terdapatnya peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang tidak konsisten dengan KHA dan Undang-Undang Perlindungan Anak yang berpotensi merugikan dan menghambat
112 Lihat Undang-Undang 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM) (pada tanggal 18 Juni 2018, pukul 22.30)
pemenuhan hak-hak anak; dan (b) belum terbentuknya kelembagaan perlindungan anak yang komprehensif dan menjangkau semua wilayah, serta
3. Masih lemahnya mekanisme pengawasan dan pendataan.
Kebijakan peningkatan perlindungan anak dalam RPJMN 2010-2014 diarahkan untuk:113
1. Peningkatan akses terhadap pelayanan yang berkualitas, peningkatan partisipasi anak dalam pembangunan, dan upaya menciptakan lingkungan yang ramah anak dalam rangka mendukung tumbuh kembang dan kelangsungan hidup anak
2. Peningkatan perlindungan anak dari kekerasan dan diskriminasi 3. Peningkatan efektivitas kelembagaan perlindungan anak.
Tiga fokus prioritas dalam mencapai arah Kebijakan peningkatan perlindungan anak tersebut, yaitu:
1. Peningkatan kualitas tumbuh kembang dan kelangsungan hidup anak, antara lain, melalui peningkatan aksesibilitas dan kualitas program pengembangan anak usia dini; peningkatan kualitas kesehatan anak; dan peningkatan pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja.
2. Perlindungan anak dari segala bentuk tindak kekerasan dan diskriminasi, antara lain melalui: peningkatan rehabilitasi dan pelindungan sosial anak;
peningkatan perlindungan bagi pekerja anak dan penghapusan pekerja
113 Undang-Undang Perlindungan Anak RPJMN 2010-2014
terburuk anak; dan peningkatan perlindungan bagi anak yang berhadapan dengan hukum.
3. Peningkatan kapasitas kelembagaan perlindungan anak, antara lain, melalui penyusunan dan harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait perlindungan anak; peningkatan kapasitas pelaksana perlindungan anak; peningkatan penyediaan data dan informasi perlindungan anak; dan peningkatan koordinasi dan kemitraan antarpemangku kepentingan terkait pemenuhan hak-hak anak, baik lokal, nasional, maupun internasional.
Landasan hukum internasional terkait dengan perlindungan anak yaitu Konvensi tentang Hak-hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa pada Tanggal 20 Nopember 1989. Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyatakan bahwa:114
1. Anak-anak berhak atas pengasuhannya dan bantuan khusus.
2. Meyakini bahwa keluarga, sebagai kelompok dasar masyarakat dan lingkungan alamiah bagi pertumbuhan dan kesejahteraan semua anggotanya dan terutama anak-anak, harus diberikan perlindungan dan bantuan yang diperlukan sedemikian rupa sehingga dapat dengan sepenuhnya memikul tanggung jawabnya di dalam masyarakat.
3. Mengakui bahwa anak, untuk perkembangan kepribadiannya sepenuhnya yang penuh dan serasi, harus tumbuh berkembang dalam lingkungan keluarganya dalam suasana kebahagiaan, cinta dan pengertian.
114 Konvensi tentang Hak-hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa pada Tanggal 20 November 1989
4. Mempertimbangkan bahwa anak harus dipersiapkan seutuhmya untuk hidup dalam suatu kehidupan individu dan masyarakat, dan dibesarkan semangat cita-cita yang dinyatakan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan terutama dalam semangat perdamaian, kehormatan, tenggang rasa, kebebasan, persamaan dan solidaritas.
5. Mengingat bahwa kebutuhan untuk memberikan pengasuhan khusus kepada anak, telah dinyatakan dalam Deklarasi Jenewa mengenai Hak-hak Anak tahun 1924 dan dalam Deklarasi Hak-hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum pada tanggal 20 November 1959 dan diakui dalam Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia, dalam Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (terutama dalam pasal 23 dan pasal 24), dalam Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (terutama pasal 10) dan dalam statuta-statuta dan instrumen-instrumen yang relevan dari badan-badan khusus dan organisasi-organisasi internasional yang memperhatikan kesejahteraan anak.115
6. Mengingat bahwa seperti yang ditunjuk dalam Deklarasi mengenai Hak-hak Anak, "anak, karena alasan ketidakdewasaan fisik dan jiwanya, membutuhkan perlindungan dan pengasuhan khusus, termasuk perlindungan hukum yang tepat, baik sebelum dan juga sesudah kelahiran".
7. Mengingat ketentuan-ketentuan Deklarasi tentang Prinsip-prinsip Sosial dan Hukum yang berkenaan dengan Perlindungan dan Kesejahteraan
115 Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik
Anak, dengan Referensi Khusus untuk Meningkatkan Penempatan dan Pemakaian Secara Nasional dan Internasional; Aturan Standard Minimum Perserikatan Bangsa-Bangsa, untuk administrasi Peradilan Remaja (Aturan-aturan Beijing); dan Deklarasi tentang Perlindungan Wanita dan Anak-anak dalam Keadaan Darurat dan Konflik Bersenjata.
8. Mengakui pentingnya kerjasama internasional untuk memperbaiki penghidupan anak-anak di setiap negara, terutama di negara-negara sedang berkembang. 116
D. Status Hukum Anak Yang Lahir Dari Pernikahan Sirri Menurut UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak
Nikah Sirri adalah pernikahan yang dilakukan dengan adanya wali dan dua orang saksi yang adil serta adanya ijab qabul, hanya saja pernikahan ini tidak dicatatkan dalam lembaga pencatatan Negara, dalam hal ini adalah KUA.
Pernikahan seperti ini yang dinyatakan sebagai nikah di bawah tangan atau nikah yang tidak tercatat. Selama ini, masalah perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Keberadaan Undang-Undang Perkawinan di Indonesia dimaksudkan untuk menampung keanekaragaman peraturan perkawinan dan memberikan landasan hukum perkawinan yang dapat dijadikan pegangan dan berlaku bagi semua golongan masyarakat yang berada di Indonesia.
Perkawinan menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah: “Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
116 http://www.psychologymania.com/2013/08/dasar-hukum-perlindungan-anak.html (diakses pada tanggal 18 Juni 2018, Pukul 22.40 WIB)
sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Adapun untuk melangsungkan perkawinan yang sah, harus dipenuhi syarat-syarat perkawinan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Sedangkan perkawinan dalam pengertian hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghaliidzan, untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.117
Hal yang membedakan antara perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dengan perkawinan menurut hukum Islam adalah bahwa menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 perkawinan harus dilakukan di hadapan petugas pencatat perkawinan sedangkan pada perkawinan yang mendasarkan pada hukum Islam, perkawinan cukup dilakukan di hadapan ulama atau tokoh agama.
Dengan tidak diakuinya perkawinan siri dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, maka perkawinan sirri dianggap tidak sah menurut Undang-Undang. Kondisi demikian tentunya menimbulkan permasalahan-permasalahan, khususnya mengenai kedudukan hukum anak yang dihasilkan dari perkawinan siri Mengenai anak yang lahir dari perkawinan siri ini masih menjadi perdebatan yang cukup panjang. Menurut Pasal 4 Kompilasi Hukum Islam (“KHI”), Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UUP”) yang menyebutkan “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum
117 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 12
masing agama dan kepercayaannya itu.”Namun, perkawinan tersebut harus dilaporkan dan dicatat di Kantor Urusan Agama atau di Catatan Sipil bagi yang bukan beragama Islam. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (2) UUP yang menyatakan “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Begitu pula di dalam Pasal 5 KHI disebutkan:
1. Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat.
2. Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1946 jo Undang-Undang No. 32 Tahun 1954. Tanpa adanya pencatatan tersebut, maka anak yang lahir dari pernikahan siri hanya memiliki hubungan hukum dengan ibunya atau keluarga ibunya. Pasal 42 UUP menyebutkan bahwa “Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah”, dan Pasal 43 ayat (1) UUP menyebutkan “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.”Ini juga dikuatkan dengan ketentuan KHI mengenai waris yaitu Pasal 186 yang berbunyi ”Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan saling mewaris dengan ibunya dan keluarga dari pihak ibunya.” Oleh karena itu, dia hanya mewaris dari ibunya saja.118
Jika berdasarkan Pasal 863 – Pasal 873 KUHPerdata, maka anak luar kawin yang berhak mendapatkan warisan dari ayahnya adalah anak luar kawin
118Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 43 ayat (1)
yang diakui oleh ayahnya (Pewaris) atau anak luar kawin yang disahkan pada waktu dilangsungkannya perkawinan antara kedua orang tuanya.
Untuk anak luar kawin yang tidak sempat diakui atau tidak pernah diakui oleh Pewaris (dalam hal ini ayahnya), berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 yang menguji Pasal 43 ayat (1) UUP, sehingga pasal tersebut harus dibaca:
“Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya”.119
Jadi, anak luar kawin tersebut dapat membuktikan dirinya sebagai anak kandung dari pewaris. Namun demikian, jika mengacu pada Pasal 285 KUHPerdata yang menyatakan bahwa apabila terjadi pengakuan dari ayahnya, sehingga menimbulkan hubungan hukum antara pewaris dengan anak luar kawinnya tersebut, maka pengakuan anak luar kawin tersebut tidak boleh merugikan pihak istri dan anak-anak kandung pewaris. Artinya, anak luar kawin tersebut dianggap tidak ada. Oleh karena itu, pembuktian adanya hubungan hukum dari anak hasil perkawinan siri tersebut tidak menyebabkan dia dapat mewaris dari ayah kandungnya.
Undang-Undang Perlindungan anak Nomor 35 tahun 2014 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Perlindungan Anak No 23 Tahun
119 Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 yang menguji Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan
2002, semakin mempertegas sanksi yang dijatuhkan kepada para pelaku kejahatan terhadap anak, serta lebih memberikan jaminan perlindungan terhadap anak.
Walaupun UU perlindungan anak ini telah memberikan sanksi tegas dan berat terhadap pelaku kejahatan terhadap anak, akan tetapi tidak begitu dapat memberikan efek jera yang signifikan begi para pelaku kejahatan tersebut.
Berikut adalah beberapa isi dari Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.
Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 120
1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
2. Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
3. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri atas suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga.
4. Orang Tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat.
5. Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai Orang Tua terhadap Anak.
120 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Ps. 1
6. Anak Terlantar adalah Anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial.
7. Anak Penyandang Disabilitas adalah Anak yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak.
8. Anak yang Memiliki Keunggulan adalah Anak yang mempunyai kecerdasan luar biasa atau memiliki potensi dan/atau bakat istimewa tidak terbatas pada kemampuan intelektual, tetapi juga pada bidang lain.
9. Anak Angkat adalah Anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan Keluarga Orang Tua, Wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan Anak tersebut ke dalam lingkungan Keluarga Orang Tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.
10. Anak Asuh adalah Anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan karena Orang Tuanya atau salah satu Orang Tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang Anak secara wajar.121
11. Kuasa Asuh adalah kekuasaan Orang Tua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan menumbuhkembangkan Anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan sesuai dengan kemampuan, bakat, serta minatnya.
121 Ibid, hal 55
12. Hak Anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh Orang Tua, Keluarga, masyarakat, negara, pemerintah, dan pemerintah daerah.
13. Masyarakat adalah perseorangan, Keluarga, kelompok, dan organisasi sosial dan/atau organisasi kemasyarakatan.
14. Pendamping adalah pekerja sosial yang mempunyai kompetensi profesional dalam bidangnya.
15. Perlindungan Khusus adalah suatu bentuk perlindungan yang diterima oleh Anak dalam situasi dan kondisi tertentu untuk mendapatkan jaminan rasa aman terhadap ancaman yang membahayakan diri dan jiwa dalam tumbuh kembangnya.
15a.Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.
16. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
17. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
18. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, dan walikota serta perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan.
Pasal 9
(1) Setiap Anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakat.
(1a) Setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan Kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.122
(2) Selain mendapatkan Hak Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a), Anak Penyandang Disabilitas berhak memperoleh pendidikan luar biasa dan Anak yang memiliki keunggulan berhak mendapatkan pendidikan khusus.
Pasal 15
Setiap Anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari:123 a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b. pelibatan dalam sengketa bersenjata;
c. pelibatan dalam kerusuhan sosial;
d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur Kekerasan;
e. pelibatan dalam peperangan; dan f. kejahatan seksual.
Pasal 21
(1) Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati pemenuhan Hak Anak tanpa membedakan suku, agama, ras,
122 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Ps. 9
123 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Ps. 15
golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum, urutan kelahiran, dan kondisi fisik dan/atau mental.
(2) Untuk menjamin pemenuhan Hak Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), negara berkewajiban untuk memenuhi, melindungi, dan menghormati Hak Anak.
(3) Untuk menjamin pemenuhan Hak Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang penyelenggaraan Perlindungan Anak.
(4) Untuk menjamin pemenuhan Hak Anak dan melaksanakan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk melaksanakan dan mendukung kebijakan nasional dalam penyelenggaraan Perlindungan Anak di daerah.
(5) Kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diwujudkan melalui upaya daerah membangun kabupaten/kota layak Anak.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan kabupaten/kota layak Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dalam Peraturan Presiden.124
Pasal 39
(1) Pengangkatan Anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi Anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Pengangkatan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memutuskan hubungan darah antara Anak yang diangkat dan Orang Tua kandungnya.
124 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Ps. 21
(2a) Pengangkatan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dicatatkan dalam akta kelahiran, dengan tidak menghilangkan identitas awal Anak.
(3) Calon Orang Tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon Anak Angkat.
(4) Pengangkatan Anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
(4a) Dalam hal Anak tidak diketahui asal usulnya, orang yang akan mengangkat Anak tersebut harus menyertakan identitas Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4).
(5) Dalam hal asal usul Anak tidak diketahui, agama Anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat.125
Pasal 44
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi Anak agar setiap Anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam kandungan.
(2) Penyediaan fasilitas dan penyelenggaraan upaya kesehatan secara komprehensif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didukung oleh peran serta Masyarakat.
(3) Upaya kesehatan yang komprehensif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, baik untuk pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan.
125 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Ps. 39
(4) Upaya kesehatan yang komprehensif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan secara cuma-cuma bagi Keluarga yang tidak mampu.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.126
Pasal 46
Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Keluarga, dan Orang Tua wajib mengusahakan agar Anak yang lahir terhindar dari penyakit yang mengancam kelangsungan hidup dan/atau menimbulkan kecacatan.127
Pasal 47
(1) Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua wajib melindungi Anak dari upaya transplantasi organ tubuhnya untuk pihak lain.
(2) Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua wajib melindungi Anak dari perbuatan:
a. pengambilan organ tubuh Anak dan/atau jaringan tubuh Anak tanpa memperhatikan kesehatan Anak;
b. jual beli organ dan/atau jaringan tubuh Anak; dan
c. penelitian kesehatan yang menggunakan Anak sebagai objek penelitian tanpa seizin Orang Tua dan tidak mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi Anak.128
126 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Ps. 44
127 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Ps. 46
128 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Ps. 47
Pasal 48
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua Anak.129
Pasal 49
Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Keluarga, dan Orang Tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada Anak untuk memperoleh pendidikan.130
Pasal 54
(1) Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak Kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau Masyarakat.
Zaman sekarang, masih banyak yang melakukan pernikahan sirri walaupun resiko yang didapat ditanggung oleh diri masing-masing. Status pernikahan sirri masih menimbulkan perdebatan pro dan kontra. Ada beberapa sumber mengatakan tidak sah, namun menurut islam itu sah-sah saja, bahkan di dalam islam disunahkan untuk memiliki 4 (empat) orang istri dalam satu rumah tangga.
129 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Ps. 48
130 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Ps. 49
Terlepas dari status pernikahan sirri tersebut diakui atau tidak, namun anak yang telah terlahir memiliki hak dan kewajiban yang harus ia dapatkan.
Contohnya seperti pendidikan, kesehatan, hak kelangsungan hidup bahkan memiliki hak untuk merasa terlindungi dari perbuatan jahat maupun keji yang dilakukan oleh orang tua dan/atau orang lain.
Contohnya seperti pendidikan, kesehatan, hak kelangsungan hidup bahkan memiliki hak untuk merasa terlindungi dari perbuatan jahat maupun keji yang dilakukan oleh orang tua dan/atau orang lain.