BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
B. Dasar dan Sumber Perlindungan Konsumen
1. Dasar perlindungan konsumen
Guidelines for Consumer Protection of 1985, yang dikeluarkan oleh Persatuan Bangsa – Bangsa (PBB) menyatakan : “Konsumen dimana pun mereka berada, dari segala bangsa, mempunyai hak – hak dasar sosialnya”. Yang dimaksud hak – hak dasar sosial tersebut adalah hak untuk mendapatkan informasi yang jelas, benar, dan jujur; hak untuk mendapatkan informasi yang jelas; hak untuk mendapatkan ganti rugi; hak untuk mendapatkan kebutuhan dasar manusia; hak untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan bersih serta kewajiban untuk menjaga lingkungan; dan hak untuk mendapatkan pendidikan dasar. PBB menghimbau seluruh anggotanya untuk memberlakukan hak – hak konsumen tersebut di negaranya masing – masing.21
Permasalahan yang dihadapi konsumen Indonesia, sama seperti yang dialami oleh konsumen yang berada di negara – negara berkembang lainnya. Tidak hanya sekedar bagaimana memilih barang, tetapi lebih kompleks dari hal tersebut yakni menyangkut pada penyadaran semua pihak tentang pentingnya perlindungan
21
18
konsumen. Pelaku usaha menyadari bahwa mereka harus menghargai hak – hak konsumen, memproduksi barang dan jasa yang berkualitas, aman dimakan/digunakan, mengikuti standar yang berlaku, dengan harga yang sesuai. Pemerintah menyadari bahwa diperlukan Undang – Undang serta peraturan disegala sektor yang berkaitan dengan berpindahnya barang dan jasa dari pelaku usaha kepada konsumen. Pemerintah juga bertugas mengawasi berjalannya peraturan serta Undang – Undang tersebut dengan baik.
Konsumen harus sadar akan hak – hak yang mereka miliki sebagai seorang konsumen sehingga dapat melakukan sosial kontrol terhadap perbuatan dan perilaku pelaku usaha dan pemerintah.
Dengan lahirnya Undang – Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, maka diharapkan upaya perlindungan konsumen di Indonesia bisa menjadi lebih diperhatikan dari masa sebelumnya.
Tujuan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan konsumen yang direncanakan adalah untuk meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen, dan secara tidak langsung mendorong pelaku usaha dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya dengan penuh rasa tanggung jawab.
Pengaturan perlindungan konsumen dilakukan dengan :22
a. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung akses dan informasi, serta menjamin kepastian hukum;
b. Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan seluruh pelaku usaha pada umumnya;
c. Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa;
22
Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati,Ed, Hukum Perlindungan Konsumen (Bandung:Mandar Maju,2000), hlm 7.
d. Memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktik usaha yang menipu dan menyesatkan;
e. Memadukan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan konsumen dengan bidang – bidang perlindungan pada bidang – bidang lainnya.
2. Sumber perlindungan konsumen
Disamping Undang – Undang Perlindungan Konsumen, hukum konsumen “ditemukan” didalam berbagai peraturan perundang – undangan yang berlaku. Sekalipun peraturan perundang – undangan itu tidak khusus diterbitkan untuk konsumen atau perlindungan konsumen, namun merupakan sumber dari hukum konsumen atau hukum perlindungan konsumen. Adapun sumber – sumber hukum konsumen atau perlindungan konsumen tersebut adalah : 23
a. Undang – Undang Dasar dan Ketetapan MPR
1) Undang – Undang Dasar 1945, Pembukaan, Alinea ke – 4 berbunyi : “... Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia...”
2) Pasal 27 Ayat (2) Undang – Undang Dasar 1945 berbunyi:
“Tiap warga negara berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusian”
3) Ketetapan Majelis Permusywaratan Rakyat 1993 :
“... meningkatkan pendapatan produsen dan melindungi kepentingan konsumen”.
23
Az. Nasution,SH, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar,(Jakarta:Diadit Media,2002),hlm 30
20
b. Hukum konsumen dalam hukum perdata
Yang dimaksud adalah hukum perdata dalam arti kata luas, termasuk hukum perdata, hukum dagang, serta kaidah – kaidah keperdataan yang termuat dalam peraturan perundang – undangan lainnya, baik itu hukum perdata tertulis maupun hukum perdata yang tidak tertulis, misalnya :
1) Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, terutama dalam buku kedua, ketiga, dan keempat.
Pasal 1457 KUH Perdata :
“jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.”
Pasal 1548 KUH Perdata :
“sewa menyewa adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan atas suatu barang selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak tersebut belakangan ini disanggupi pembayarannya.”
2) Kitab Undang – Undang Hukum Dagang, buku kesatu dan buku kedua. Pasal 510 KUH Dagang :
“setiap pemegang konosemen berhak untuk menuntut penyerahan barang yang tersebut di dalamnya di manakapal tersebut berada.”
3) Hukum Adat
Dalam hukum adat terdapat beberapa prinsip dasar yang dapat memberikan perlindungan kepada konsumen :
a) Prinsip kekerabatan yang kuat dalam masyarakat adat
Prinsip yang berkembang dan diwarisi secara turun temurun ini mengakibatkan ketentuan – ketentuan hukum adat tidak berorientasi kepada konflik, sehingga setiap warga masyarakat adat harus saling hormat – menghormati sesamanya. Dengan demikian tertutup kemungkinan bagi para pelaku usaha yang nakal untuk memperdaya konsumen.
b) Prinsip keseimbangan magis / keseimbangan alam.
c) Prinsip “terang” pada pembuatan transaksi, terutama transaksi yang penting seperti transaksi tanah.
Prinsip terang ini mengharuskan hadirnya kepala persekutuan hukum adat / kepala desa dalam transaksi tanah. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi debitur dan masyarakat. Fungsi kepala adat ini yang kemudian beralih kepada negara dalam memberikan perlindungan kepada konsumen.
d) Prinsip fungsi sosial dari suatu hak.
Berdasarkan prinsip ini diadakanlah pembatasan terhadap hak yang dimiliki seorang individu, sehingga ia harus memperhatikan kepentingan masyarakat luas dalam mempergunakan hak yang dimilikinya. Hal ini dapat dianalogikan kepada pembatasan hak pelaku usaha dalam menjalankan usahanya dengan tetap harus memperhatikan kepentingan masyarakat selaku konsumen.
22
Prinsip ini merupakan prinsip kebersamaan dalam penguasaan sesuatu benda dan harus pula terdapat unsur adil dalam hal penguasaan tanah, sehingga tidak ada satu pihak pun yang akan merasa dirugikan. Ini juga dapat menopang untuk diterimanya suatu cabang hukum baru, yaitu hukum konsumen di Indonesia.
4) Berbagai peraturan perundang – undangan lain yang memuat kaidah – kaidah hukum bersifat keperdataan tentang subjek – subjek hukum, hubungan hukum dan masalah antara penyedia barang atau penyelenggara jasa tertentu dan konsumen, misalnya :
UU No. 4 tahun 1982 tentang Lingkungan Hidup, UU No. 21 tahun 1982 tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Pers, UU No. 5 tahun 1984 tentang Perindustrian, UU No.16 tahun 1985 tentang Rumah Susun, UU No.14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya, dan sebagainya.
c. Hukum konsumen dalam hukum publik
Yang dimaksudkan dengan Hukum Publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan perorangan, termasuk dalam lingkupan hal ini adalah Hukum Administrasi Negara, Hukum Pidana, Hukum Acara Perdata, Hukum Acara Pidana, Hukum Internasional, dan seterusnya. Misalnya :
1) UU No. 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun, Pasal 4 Ayat (1) dan Pasal 20 Ayat (1) : “Pemerintah melakukan pengaturan dan pembinaan rumah susun dan pengawasan terhadap pelaksanaan undang – undang.”
2) UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 73 :“Pemerintah melakukan pembinaan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan upaya kesehatan.”