DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Barkatullah, Abdul Halim. Hukum Perlindungan Konsumen Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran. Banjarmasin:FH Unlam Press,2008.
Emirzon, Joni, Alternatif penyelesaian sengketa diluar peradilan (negoisasi, Konsoliasi, Mediasi & Arbitrase). Jakarta: PT gramedia pustaka utama, 2001.
Miru, Ahmadi & Sutarman Yodo,Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta:Raja Grafindo Persada,2004.
Nasution, Az. Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar. Jakarta:Diadit Media, 2002.
Nasution, AZ. Aspek Hukum Perlindungan Konsumen: Tinjauan Singkat UU Nomor 8 Tahun 1999. Depok: Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MAPPI) FHUI.
Nazil, M. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia,2010.
Sadar,M,dkk. Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia. Jakarta:Akademia, 2012.
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta: PT. Grasindo, 2004.
Shofie, Yusuf , Kapita Selekta Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: PT citra aditya bakti, 2008.
Siahaan, N.H.T. Hukum Konsumen Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk, Jakarta: Panta Rei, 2005.
Soekanto, Soerjono. Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011.
102
Sunggono, Bambang. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.
Surachmad, Winarno. Dasar dan Teknik Research (Pengantar Metodologi Ilmiah). Bandung: Tarsito, 1982.
Susanto, Happy. Hak-hak konsumen jika dirugikan. Jakarta: visimedia,2008.
Suryabrata, Sumaidi. Metode Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo, 2004.
Syawali, Husni. Hukum Perlindungan Konsumen. Bandung:Mandar Maju,2000.
Tri Siwi Kristiyanti, Celina. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
Usman, Rahmadi. Pilihan penyelesian sengketa diluar pengadilan. Bandung: Citra aditya bakti , 2003.
B. Perundang – Undangan
Undang – Undang Nomor 9 Tahun 1961 Tentang Pengumpulan Uang dan Barang
Undang – Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan
Peraturan Pemerintah No 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 tentang Perlindungan Konsumen Swadaya masyarakat.
Keputusan Menteri Sosial Nomor 56/ Huk/ 1996 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan oleh Masyarakat
C. JURNAL
Konsumen (Studi Kasus: Gugatan Ludmilla Arief Melawan Pt. Nissan Motor Indonesia Di Bpsk Provinsi DKI Jakarta),” (Skripsi, ilmu hukum, Fakultas hukum, Universitas Indonesia, 2012)
Darwis, Abdi. “Hak Konsumen untuk Mendapatkan Perlindungan Hukum dalamIndustri Perumahan di Kota Tangerang,” Tesis, Magister Kenotariatan, Program Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro, 2010
Gaharpung, Marianus. “Perlindungan Hukum konsumen korban atas tindakan pelaku usaha.” Jurnal yustika, Volume III, No.1, Juli 2000.
Kerti,N.G.N. Renti Maharani. “Perbandingan penyelesian sengketa konsumen antara BPSK di Indonesia dengan small claims tribunals di singapura, Jurnal legislasi Indonesia,” Volume X, No.1, Maret 2013.
Nugroho, Agung & Nur Mega Sari, Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Peralatan Makanan yang Mengandung Melamin Palsu, LexJurnal, Volume VIII, No.2, Apr 2011.
D. Website
Bismar Nasution, Aspek Hukum Tanggung Jawab Sosial Pelaku Usaha,
http://yusita-annisa.blogspot.co.id/2010/07/jenis-jenis-program-corporate-social.html
https://nururbintari.wordpress.com/tag/cause-promotions/
104
Ni Putu Candra Dewi & I Made Pujawan, “Pelaksanaan Mediasi Sengketa Konsumen Oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Sebagai Wujud Perlindungan Hukum Bagi Konsumen”
diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau
Barang
A. Tinjauan Umum Pengumpulan Uang atau Barang
1. Pengertian Pengumpulan Uang atau Barang
Undang – Undang No. 9 tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang
memberikan pengertian pengumpulan uang atau barang dalam Pasal 1, yaitu :
“yang diartikan pengumpulan uang atau barang adalah setiap usaha mendapatkan
uang atau barang untuk pembangunan dalam bidang kesejahteraan sosial, mental/
agama/ kerokhanian, kejasmanian dan bidang kebudayaan”.47
Pengumpulan uang atau barang diselenggarakan dengan jalan mengadakan
pertunjukan amal, bazar, lelang untuk amal, penjualan barang dengan pembayaran
yang melebihi harga sebenarnya atau usaha – usaha lain yang serupa, seperti
penjualan kartu undangan, buku – buku dan gambar – gambar atau dengan cara
mengirimkan pos wesel dengan maksud mencari derma”.48
47
Republik Indonesia, Undang – Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang, Pasal 1.
48
Republik Indonesia, Undang – Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang, Penjelasan Pasal 1.
Untuk menyelenggarakan pengumpulan uang atau barang sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 1 UU PUB diperlukan izin terlebih dahulu dari pejabat
yang berwenang. Pemberian izin dimaksudkan untuk menjaga dan memelihara
keselamatan dan ketentraman rakyat banyak baik secara preventif maupun
49
PP No 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan pada
Pasal 21 dan Pasal 22 menyatakan bahwa pengumpulan uang atau barang yang
diwajibkan oleh hukum agama, hukum adat dan adat – istiadat, atau yang
diselenggarakan dalam, lingkungan terbatas, tidak memerlukan izin dari pejabat
yang berwenang.
Ukuran “diwajibkan” oleh hukum agama didasarkan pada pengertian “wajib”
menurut Ahkmaul Chamsah dalam Hukum Islam, atau antara lain “perpuluhan”
dalam Hukum Agama Kristen, pengertian lingkungan terbatas mencakup juga
lingkungan geografis dan golongan – golongan kemasyarakatan.49
a) Zakat/ zakat fitrah
Pengumpulan uang atau barang yang di pandang tidak memerlukan izin lebih
dahulu, antara lain sebagai contoh:
b) Pengumpulan didalam mesjid, gereja, pura, dan tempat peribadatan
lainnya, dikalangan umat gereja untuk usaha diakonal dan usaha gereja
lainnya
c) Gotong – royong yang dijalankan dalam keadaan darurat, misalnya pada
waktu timbul wabah, kebakaran, taufan, banjir dan bencana alam lainnya,
pada waktu terjadinya bencana tersebut.
d) Lingkungan terbatas dalam sekolah, kantor, rukun kampung/tetangga, desa
untuk bersih desa, dan lain sebagainya.
e) Diantara hadirin dalam suatu pertemuan, dikalangan anggota – anggota
suatu badan, perkumpulan dan lain – lain.
49
Pengumpulan uang atau barang pada hakekatnya harus ditujukan untuk
membangun atau membina dan memajukan suatu usaha yang berguna untuk
mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Terutama dalam bidang kesejahteraan,
yaitu keselamatan, ketentraman dan kemakmuran lahir dan batin dalam tata
kehidupan dan penghidupan manusia, baik dalam kehidupan orang seorang
maupun dalam kehidupan bersama.
2. Pihak dalam usaha pengumpulan uang atau barang
Pihak – pihak dalam usaha pengumpulan uang atau barang dapat dikategorikan
menjadi 3 bagian, yaitu :
a. Pihak penyelenggara pengumpulan uang atau barang
Pihak penyelenggara pengumpulan uang atau barang diberikan kepada
perkumpulan atau organisasi kemasyarakatan. Perkumpulan dan organisasi
yang dimaksud adalah perkumpulan dan organisasi yang didirikan sesuai
dengan peraturan yang berlaku, juga perkumpulan sosial/amal yang dibentuk
dengan cara – cara yang lazim serta oleh pemberi izin pengurusannya dianggap
mempunyai nama baik dan bonafid.
b. Penyumbang
Yang dikategorikan sebagai penyumbang adalah masyarakat yang memberikan
sumbangan berbentuk uang atau barang dalam suatu kegiatan sosial yang
diselenggarakan oleh pihak penyelenggara yang berguna bagi pembangunan
masyarakat adil dan makmur.
51
Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang berwenang memberikan izin
pengumpulan uang atau barang. Pejabat yang berwenang dapat dibedakan
menurut daerah diselenggarakannya kegiatan pengumpulan uang atau barang
tersebut.
Menurut Pasal4 Ayat 1 UU PUB, Pejabat yang berwenang memberikan izin
pengumpulan uang atau barang ialah :
a) Menteri Kesejahteraan Sosial
Apabila pengumpulan itu diselenggarakan dalam seluruh wilayah negara atau
melampaui daerah tingkat I atau untuk menyelenggarakan/membantu suatu
usaha sosial diluar negeri
b) Gubernur, Kepala Daerah Tingkat I
Apabila pengumpulan itu diselenggarakan di dalam seluruh wilayahnya yang
melampaui suatu daerah tingkat II dalam wilayah daerah tingkat I yang
bersangkutan.
c) Bupati/Walikota, Kepala Daerah tingkat II
Apabila pengumpulan itu diselenggarakan dalam wilayah daerah tingkat II
yang bersangkutan.
B.Sumbangan Sebagai Salah Satu Usaha Pengumpulan Uang atau Barang
1. Defenisi Pengumpulan Sumbangan
Pasal 1 Ayat 3 Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan
Pengumpulan Sumbangan, menyebutkan :
“Pengumpulan sumbangan adalah setiap usaha mendapatkan uang atau barang
kerokhanian, kejasmanian, pendidikan dan bidang kebudayaan,
sebagaimanadimaksud dalam Pasal 1 Undang – Undang Nomor 9 Tahun 1961
tentang Pengumpulan Uang atau Barang”.50
2. Pihak dalam usaha pengumpulan sumbangan
Dan dalam Penjelasan Pasal 1 Ayat 3 Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan,
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan sumbangan dalam ketentuan ini, ialah
sumbangan yang terbatas dalam bentuk barang/bahan atau uang.
Istilah pengumpulan uang atau barang dan istilah pengumpulan sumbangan
ditemukan dalam UU PUB dan PP Nomor 29 Tahun 1980. Kedua istilah ini
memiliki pengertian yang sama, istilah pengumpulan sumbangan lebih dikenal
masyarakat awam sedangkan istilah pengumpulan uang atau barang merupakan
istilah yang lebih formal dan diatur dalam undang – undang.
Pihak – pihak dalam usaha pengumpulan sumbangan:
a. Penyelenggara (Organisasi)
Sesuai dengan PP Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan
Sumbangan, Pasal 1 Ayat 2 menyatakan bahwa
“organisasi adalah organisasi kemasyarakatan Indonesia yang memenuhi
persyaratan tertentu yang mempunyai program, upaya, dan kegiatan yang
ditujukan untuk mewujudkan, membina, memelihara, dan meningkatkan
kesejahteraan sosial masyarakat“.
50
53
Yang dimaksud dengan organisasi kemasyarakatan Indonesia ialah suatu
organisasi kemasyarakatan yang berada di wilayah Negara Republik Indonesia,
yang pembentukannya tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang – undangan yang berlaku.51
b. Penyumbang
penyumbang merupakan masyarakat yang dengan sukarela dan berlandaskan
semangat gotong – royong memberikan sesuatu (barang atau uang) yang
berguna bagi pembangunan masyarakat yang adil dan makmur,
c. Pemerintah
Agar usaha pengumpulan sumbangan dapat bermanfaat, terarah dan
berkembang, maka Pemerintah berkewajiban untuk :
1) Membina kesadaran dan tanggungjawab sosial serta memelihara semangat
kegotong-royongan masyarakat Indonesia, sehingga setiap Warga Negara
Indonesia merasa berkewajiban untuk dan dapat ikut serta dalam kegiatan
kesejahteraan sosial tersebut menurut kemampuan masing – masing.
2) Melakukan usaha penertiban, pengamanan, dan pengawasan agar kegiatan
– kegiatan kesejahteraan sosial tersebut dapat diselenggarakan dengan
tertib, tanpa menimbulkan gangguan dan kegelisahan di dalam masyarakat,
serta memperlancar pelaksanaan operasi tertib.
3. Usaha pengumpulan sumbangan
Pengumpulan sumbangan dilaksanakan berdasarkan izin dari Pejabat yang
berwenang untuk menberikan izin tersebut. Dalam Keputusan Menteri Sosial
51
Nomor 56/ Huk/ 1996 Tahun 1996 Pasal 2 menyebutkan bahwa pengumpulan
sumbangan bertujuan untuk :
a) Terhimpunnya sumbangan sosial dari, oleh dan untuk masyarakat;
b) Terpenuhinya kebutuhan dana sosial untuk usaha kesejahteraan sosial yang
meliputi bidang : sosial, pendidikan, kesehatan, olahraga, agama/
kerohanian, kebudayaan, dan bidang kesejahteraan sosial lainnya yang
tidak bertentangan dengan perundang – undangan dan program Pemerintah
dalam bidang kesejahteraan sosial.
Sesuai dengan Pasal 4 PP No 29 Tahun 1980 tentang
PelaksanaanPengumpulan Sumbangan adapun tujuan pengumpulan sumbangan
adalah untuk menunjang kegiatan dalam bidang :
a) Sosial;
b) Pendidikan
c) Kesehatan
d) Olahraga
e) Agama/kerokhanian
f) Kebudayaan
g) Bidang kesejahteraan sosial lainnya yang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang – undangan dan program Pemerintah dalam bidang
kesejahteraan sosial.
Ketentuan yang ada pada Pasal 4 PP No. 29 Tahun 1980 ini dimaksudkan
untuk mengarahkan penggunaan hasil sumbangan dari masyarakat, sehingga
perlu adanya penelitian sesuai atau tidaknya tujuan pengumpulan sumbangan
55
perundang – undangan yang berlaku, disamping mempertimbangkan perlu atau
tidaknya sasaran yang direncanakan itu dengan kebutuhan masyarakat
setempat di bidang kesejahteraan sosial dimaksud.
PP Nomor 29 tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan Pasal
5 ayat (1) menjabarkan bahwa pengumpulan sumbangan dapat diselenggarakan
dengan cara :
1) Mengadakan pertunjukan;
2) Mengadakan bazar;
3) Penjualan barang secara lelang;
4) Penjualan kartu undangan menghadiri suatu pertunjukan;
5) Penjualan prangko amal;
6) Pengedaran daftar (les) derma;
7) Penjualan kupon – kupon sumbangan;
8) Penempatan kotak – kotak sumbangan di tempat – tempat umum;
9) Penjualan barang/bahan atau jasa dengan harga atau pembayaran yang
melebihi harga yang sebenarnya;
10)Pengiriman blangko pos wesel untuk meminta sumbangan;
11)Permintaan secara langsung kepada yang bersangkutan tertulis atau lisan.
Perincian cara – cara penyelenggaraan pengumpulan sumbangan yang disebut
diatas terbatas pada cara – cara yang dilakukan oleh masyarakat pada dewasa
ini. Izin untuk penyelenggaraan pengumpulan sumbangan tidak membebaskan
penyelenggara dari kewajiban – kewajiban yang ditetapkan peraturan
perundang – undangan lain. Misalnya untuk menyelenggarakan pertunjukan
mengikuti ketentuan peraturan perundang – undangan tentang penyelenggaraan
pertunjukan.
Penyelenggaraan pengumpulan sumbangan selain dari yang disebutkan pada
Pasal 5 ayat (1) diatas, ditetapkan oleh Menteri. Hal ini diperlukan untuk tidak
menutup kemungkinan cara pengumpulan sumbangan yang lain, sesuai dengan
perkembangan masyarakat dimasa – masa yang akan datang.
Pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak – banyaknya 10%
(sepuluh persen) dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan.
Pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan meliputi biaya operasional
organisasi/penyelenggara dalam mengumpulkan sumbangan dan menyalurkan
sumbangan.
Pasal 6 ayat (2) PP Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan
Sumbangan menyatakan bahwa :
“ Hasil pendapatan pengumpulan sumbangan tersebut dalam Pasal 5 demikian
pula dengan jumlah uang yang disumbangkan, dengan izin Menteri Keuangan,
dapat dibebaskan dari pajak dan pungutan – pungutan lainnya”.52
C.Perizinan Pengumpulan Uang atau Barang
Perizinan pengumpulan uang atau barang diatur dalam PP Nomor 29 Tahun 1980
tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan, pada Bab III Pasal 7 sampai
dengan Pasal 14. Adapun prosedur pengajuan izin hingga pemberian izin dapat
dijabarkan sebagai berikut :
52
57
1) Prosedur permohonan izin/rekomendasi penyelenggaraan pengumpulan
barang atau barang tingkat provinsi.
a. Tata Cara Permohonan Izin
Permohonan izin Pengumpulan Uang atau Barang diajukan secara tertulis
kepada :
1) Bupati/Walikota dalam hal pengumpulan sumbangan diselenggarakan
dalam wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
2) Gubernur Cq Dinas Sosial Provinsi, dalam hal pengumpulan sumbangan
meliputi : Seluruh wilayah propinsi yang bersangkutan / Lebih dari satu
wilayah Kabupaten/Kota dari wilayah propinsi yang bersangkutan
b. Syarat – Syarat Permohonan Izin
Pengumpulan sumbangan dari masyarakat dapat diselenggarakan oleh suatu
organisasi atau kepanitiaan yang memenuhi persyaratan :
1) Organisasi
Adapun persyaratan untuk organisasi adalah :
a) Mempunyai akte notaris, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
b) Terdaftar di provinsi setempat
c) Pengumpulan sumbangan yang dilakukan melalui yayasan harus
mengacu pada Undang – Undang tentang Yayasan. Telah melakukan
kegiatan di bidang penyelenggaraan kesejahteraan sosial sekurang –
kurangnya 1 (satu) tahun.
e) Rekomendasi dari Dinas Sosial setempat dimana organisasi/pemohon
berkedudukan
f) Pengumpulan sumbangan dari masyarakat harus dilakukan melalui
organisasi apabila pengumpulan sumbangan dilakukan secara
berkesinambungan.
2) Kepanitiaan
Adapun persyaratan untuk kepanitian adalah :
a) Mempunyai susunan pengurus kepanitiaan
b) Mempunyai alamat kepanitiaan
c) Mempunyai program kegiatan
d) Rekomendasi dari Dinas Sosial setempat dimana organisasi/pemohon
berkedudukan
e) Pengumpulan sumbangan dari masyarakat dapat dilakukan dengan
membentuk kepanitiaan apabila pengumpulan sumbangan dilakukan
secara insidental.
c. Ketentuan Surat Permohonan Izin
Ketentuan Surat Permohonan Izin harus menyebutkan :
1) Nama dan alamat pemohon
2) Nama dan alamat organisasi
3) Waktu pendirian dan susunan pengurus
4) Kegiatan sosial yang telah dilaksanakan
5) Maksud dan tujuan pengumpulan sumbangan dan usaha – usaha yang
59
6) Jangka waktu dan wilayah penyelenggaraan
7) Cara penyelenggaraan dan penyalurannya
8) Rencana pembiayaan secara rinci
d. Biaya Izin
Pengumpulan sumbangan untuk non bencana dikenakan biaya izin sebesar
Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) sesuai dengan PP Nomor 3 Tahun 2012
tentang PNBP di Kementerian Sosial. Pengumpulan sumbangan untuk
bencana tidak dikenakan biaya izin.
e. Kewajiban Pemohon
Kewajiban pemohon adalah :
1) Mencantumkan nomor izin, nama program dan jangka waktu
pelaksanaan pada media informasi.
2) Menyediakan nomor layanan yang dapat dihubungi pemberi
sumbangan.
3) Pemisahan nomor rekening antara pengumpulan sumbangan bencana
dan pengumpulan sumbangan non bencana.
4) Menyampaikan secara jelas dan tegas di media informasi sumber dana
pengumpulan sumbangan.
5) Menyalurkan hasil sumbangan yang terkumpul sesuai dengan
6) Menyampaikan laporan penyelenggaraan Pengumpulan Uang atau
Barang selambat-lambatnya 2 (dua) bulan terhitung setelah berakhirnya
jangka waktu pengumpulan sumbangan.
f. Jangka Waktu Pengurusan Izin
1) Surat Izin dalam proses maksimum selama 2 hari kerja setelah
permohonan dinyatakan lengkap.
2) Surat Keputusan (SK) Menteri Sosial tentang Izin Penyelenggaraan
Pengumpulan Uang atau Barang selama 21 hari kerja setelah
permohonan dinyatakan lengkap.
g. Alur pelayanan
1) Penyelenggara Pengumpulan Uang atau Barang mendatangi Loket
Pelayanan Perizinan di Dinas Sosial Provinsi dan mendaftarkan diri
kepada Petugas Loket.
2) Penyelenggara Pengumpulan Uang atau Barang menyerahkan berkas
surat permohonan izin Pengumpulan Uang atau Barang kepada Petugas
3) Berkas surat permohonan izin diserahkan Petugas Loket kepada
Petugas Pelayanan untuk diperiksa persyaratan dan kelayakan
mekanisme program yang diajukan.
4) Petugas Pelayanan memeriksa kelengkapan persyaratan dan menelaah
program Pengumpulan Uang atau Barang yang diajukan.
5) Jika persyaratan telah lengkap dan mekanisme program telah sesuai
61
Uang atau Barang diterima dan Petugas Penyelenggara memerintahkan
Penyelenggara untuk membayar Biaya Permohonan izin Pengumpulan
Uang atau Barang.
6) Jika persyaratan tidak lengkap atau mekanisme program tidak sesuai
dengan ketentuan, maka berkas permohonan ditolak dan dikembalikan
kepada penyelenggara.
7) Penyelenggara membayar biaya perizinan ke bank yang telah
ditentukan, kemudian menyerahkan slip bukti pembayaran kepada
Petugas Pelayanan.
8) Petugas Pelayanan menerima slip bukti pembayaran biaya permohonan
izin Pengumpulan Uang atau Barang dan melakukan pengecekan di
rekening Koran.
9) Petugas Pelayanan membuatkan Surat Keterangan dalam Proses.
10) Surat Keterangan dalam Proses diserahkan Petugas Pelayanan kepada
Penyelenggara.
11) Selanjutnya berkas surat permohonan izin Pengumpulan Uang atau
Barang diproses Petugas Pelayanan untuk diterbitkan Sertifikat Izin
tentang Pemberian Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang atau
Barang.
12) Penyelenggara dapat mengambil Surat Loket Pelayanan Perizinan di
Dinas Sosial Provinsi.
2. Prosedur permohonan izin/rekomendasi penyelenggaraan pengumpulan uang
a. Tata Cara Permohonan Izin
Tata cara permohonan izin ditujukan kepada :
a) Menteri Sosial Cq. Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial
dalam hal pengumpulan sumbangan meliputi :Seluruh wilayah Indonesia,
Lebih dari satu wilayah propinsi , tetapi pemohon berkedudukan di propinsi
lain.
b) Permohonan izin Pengumpulan Uang atau Barang diajukan secara tertulis
kepada : Gubernur Cq Dinsos Provinsi dalam hal pengumpulan
sumbangan meliputi : Seluruh wilayah propinsi yang bersangkutan / Lebih
dari satu wilayah Kabupaten/Kota dari wilayah propinsi yang bersangkutan
c) Bupati/Walikota dalam hal pengumpulan sumbangan diselenggarakan
dalam wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
b. Syarat – Syarat Permohonan Izin
Pengumpulan sumbangan dari masyarakat dapat diselenggarakan oleh suatu
organisasi atau kepanitiaan yang memenuhi persyaratan :
a) Organisasi
1) Mempunyai akte notaris, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
2) Terdaftar di provinsi setempat
3) Pengumpulan sumbangan yang dilakukan melalui yayasan harus
mengacu pada Undang – Undang tentang Yayasan
4) Telah melakukan kegiatan di bidang penyelenggaraan kesejahteraan
sosial sekurang – kurangnya 1 (satu) tahun
63
6) Rekomendasi dari Dinas Sosial setempat dimana organisasi/pemohon
berkedudukan
7) Pengumpulan sumbangan dari masyarakat harus dilakukan melalui
organisasi apabila pengumpulan sumbangan dilakukan secara
berkesinambungan.
b) Kepanitiaan
1) Mempunyai susunan pengurus kepanitiaan
2) Mempunyai alamat kepanitiaan
3) Mempunyai program kegiatan
4) Rekomendasi dari Dinas Sosial setempat dimana organisasi/pemohon
berkedudukan
5) Pengumpulan sumbangan dari masyarakat dapat dilakukan dengan
membentuk kepanitiaan apabila pengumpulan sumbangan dilakukan
secara insidental.
c. Ketentuan Surat Permohonan Izin Harus Menyebutkan
1) Nama dan alamat pemohon
2) Nama dan alamat organisasi
3) Waktu pendirian dan susunan pengurus
4) Kegiatan sosial yang telah dilaksanakan
5) Maksud dan tujuan pengumpulan sumbangan dan usaha – usaha yang
telah dilaksanakan untuk tujuan tersebut
7) Cara penyelenggaraan dan penyalurannya
8) Rencana pembiayaan secara rinci
d. Biaya Izin
Pengumpulan sumbangan untuk non bencana dikenakan biaya izin sebesar Rp.
100.000,- (seratus ribu rupiah)sesuai dengan PP Nomor 3 Tahun 2012 tentang
PNBP di Kementerian Sosial. Pengumpulan sumbangan untuk bencana tidak
dikenakan biaya izin.
e. Kewajiban Pemohon
Adapun kewajiban pemohon adalah :
1) Mencantumkan nomor izin, nama program dan jangka waktu pelaksanaan
pada media informasi
2) Menyediakan nomor layanan yang dapat dihubungi pemberi sumbangan
3) Pemisahan nomor rekening antara pengumpulan sumbangan bencana dan
pengumpulan sumbangan non bencana
4) Menyampaikan secara jelas dan tegas di media informasi sumber dana
pengumpulan sumbangan
5) Menyalurkan hasil sumbangan yang terkumpul sesuai dengan
penggunaannya sebagaimana mestinya.
6) Menyampaikan laporan penyelenggaraan Pengumpulan Uang atau Barang
selambat-lambatnya 2 (dua) bulan terhitung setelah berakhirnya jangka
65
f. Jangka Waktu Pengurusan Izin
1) Surat Izin dalam proses maksimum selama 2 hari kerja setelah
permohonan dinyatakan lengkap.
2) Surat Keputusan (SK) Menteri Sosial tentang Izin Penyelenggaraan
Pengumpulan Uang atau Barang selama 21 hari kerja setelah permohonan
dinyatakan lengkap.
g. Alur Pelayanan
1) Penyelenggara Pengumpulan Uang atau Barang mendatangi Loket
Pelayanan Perizinan di Direktorat Pengumpulan Pengelolaan Sumber
Dana Bantuan Sosial(PPSDBS) dan mendaftarkan diri kepada Petugas
Loket.
2) Penyelenggara Pengumpulan Uang atau Barang menyerahkan berkas surat
permohonan izin Pengumpulan Uang atau Barang kepada Petugas Loket.
3) Berkas surat permohonan izin diserahkan Petugas Loket kepada Petugas
Pelayanan untuk diperiksa persyaratan dan kelayakan mekanisme program
yang diajukan.
4) Petugas Pelayanan memeriksa kelengkapan persyaratan dan menelaah
program Pengumpulan Uang atau Barang yang diajukan.
5) Jika persyaratan telah lengkap dan mekanisme program telah sesuai
dengan ketentuan, maka berkas surat permohonan izin Pengumpulan Uang
atau Barang diterima dan Petugas Penyelenggara memerintahkan
Penyelenggara untuk membayar Biaya Permohonan izin Pengumpulan
6) Jika persyaratan tidak lengkap atau mekanisme program tidak sesuai
dengan ketentuan, maka berkas permohonan ditolak dan dikembalikan
kepada penyelenggara.
7) Penyelenggara membayar biaya perizinan ke bank yang telah ditentukan,
kemudian menyerahkan slip bukti pembayaran kepada Petugas Pelayanan.
8) Petugas Pelayanan menerima slip bukti pembayaran biaya permohonan
izin Pengumpulan Uang atau Barang dan melakukan pengecekan di
rekening Koran.
9) Petugas Pelayanan membuatkan Surat Keterangan dalam Proses.
10)Surat Keterangan dalam Proses diserahkan Petugas Pelayanan kepada
Penyelenggara.
11)Selanjutnya berkas surat permohonan izin Pengumpulan Uang atau Barang
diproses Petugas Pelayanan untuk diterbitkan Surat Keputusan Menteri
Sosial RI tentang Pemberian Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang
atau Barang.
12)Penyelenggara dapat mengambil Surat Keputusan Menteri Sosial RI di
Loket Pelayanan Perizinan di Direktorat PPSDBS.
PP Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan
Pasal 14 ayat (1) menyatakan bahwa :53
53
Republik Indonesia, , Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan,BAB IV, Pasal 14 ayat (1).
“ pemegang izin/ penyelenggara pengumpulan sumbangan, wajib
mempertanggung jawabkan usahanya serta penggunaannya kepada pemberi
67
Jadi penyelenggara pengumpulan sumbangan harus mempertanggung
jawabkan usaha pengumpulan sumbangan yang telah diselenggarakannya baik
jumlah dana yang telah dikumpulkan, penyaluran sumbangan tersebut serta
bukti – bukti yang dapat dipertanggung jawabkan atas pengumpulan dan
penyaluran sumbangan tersebut.
Pada Pasal 14 ayat (2) PP Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan
Pengumpulan Sumbangan, menyatakan bahwa :54
D. Tinjauan Umum Tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat (LPKSM)
“Pejabat pemberi izin berkewajiban membuat laporan berkala kepada Menteri
secara hirearki. Pejabat pemberi izin berkewajiban untuk melakukan usaha
penertiban di dalam batas – batas kewenangannya”.
Ketatnya persaingan dalam merebut pangsa pasar melalui bermacam, macam
produk barang, maka perlu keseriusan LPKSM perlu memantau secara serius
pelaku usaha/penjual yang hanya mengejar profit semata dengan mengabaikan
kualitas produk barang.55
Problematika yang muncul dengan kehadiran LPKSM adalah kelanjutan dari
fungsi serupa yang selama ini telah dijalankan oleh lembaga-lembaga
konsumen sebelum berlakunya UUPK. Ada pandangan kehadiran LPKSM
merupakan bentuk intervensi negara terhadap kebebasan berserikat dan
berkumpul dari kelompok masyarakat, namun di sisi lain, ia diperlukan untuk
54
Republik Indonesia, , Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan,BAB IV Pasal 14 ayat (2)
55
memberikan jaminan accountability lembaga-lembaga konsumen tersebut, sehingga kehadiran LPKSM ini betul-betul dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat.
Ketidaktahuan masyarakat dapat memberi peluang pelaku usaha atau penjual
untuk membodohi masyarakat dengan produk yang tidak memenuhi standar.56
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat diharapkan sering
melakukan sosialisasi melalui media massa agar masyarakat selektif serta
hati-hati dalam membeli produk barang yang muncul di pasaran. Selain itu, unit
pengaduan masyarakat perlu dibentuk sebagai sarana pengaduan masyarakat
yang dirugikan dari produk barang yang digunakan. Hasil temuan LPKSM
yang disampaikan masyarakat juga harus mendapat tindak lanjut dan
penyelesaian secara tuntas. Diharapkan pula kehadiran LPKSM bukan justru
berpihak kepada pelaku usaha atau penjual dengan mengorbankan
konsumen.
Oleh karena itu, LPKSM dan cabangnya di daerah harus mengontrol dengan
sungguh-sungguh kelayakan produk barang yang dipasarkan melalui
penyuluhan kepada masyarakat tentang tertib niaga dan hukum perlindungan
konsumen agar mereka tidak terjebak tindakan pelaku usaha yang hanya
memprioritaskan keuntungan dengan mengorbankan masyarakat.
57
Berkaitan dengan implementasi perlindungan konsumen, UUPK mengatur
tugas dan wewenang LPKSM sebagaimana tertuang dalam Pasal 44, yakni
sebagai berikut: 58
1) Pemerintah mengakui LPKSM yang memenuhi syarat.
56
Celina Tri Siwi Kristiyanti,Op.Cit.,hlm. 120.
57
Ibid., hlm. 121.
58
69
2) LPKSM memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam mewujudkan
perlindungan konsumen.
3) Tugas LPKSM meliputi kegiatan:
a. menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak
dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengonsumsi barang
dan/atau jasa;
b. memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya;
c. bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan
perlindungan konsumen;
d. membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima
keluhan atau pengaduan konsumen;
e. melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap
pelaksanaan perlindungan konsumen.
Penyelenggaraan perlindungan konsumen di Indonesia perlu didukung oleh
semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat. Untuk meningkatkan
penyelenggaraan perlindungan konsumen, pemerintah memberikan
kesempatan kepada masyarakat untuk berperan aktif dalam mewujudkan
perlindungan konsumen. Salah satu peran masyarakat adalah LPKSM .59
Penyelenggaraan pengawasan perlindungan konsumen serta penerapan
ketentuan peraturan perundang-undangannya, UUPK mengatur bahwa yang
menyelenggarakan adalah pemerintah, masyarakat, dan LPKSM. Pengawasan
oleh pemerintah dilaksanakan oleh Menteri Perdagangan dan/atau menteri
59
teknis terkait. Hasil pengawasan yang diselenggarakan masyarakat dan
LPKSM dapat disampaikan kepada Menteri Perdagangan dan/atau menteri
teknis terkait. Menteri Perdagangan dan/atau menteri teknis terkait dapat
mengambil tindakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku apabila hasil pengawasan oleh masyarakat dan LPKSM terhadap
barang dan/atau jasa yang beredar di pasar ternyata menyimpang dari
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan membahayakan
konsumen.60
Pelaksanaan pembinaan serta pengawasan atas penyelenggaraan perlindungan
konsumen yang menurut UUPK berada pada Menteri Perdagangan, secara
hierarki (struktural dan fungsinya) dilimpahkan kepada Direktorat Jenderal
Perdagangan Dalam Negeri, yang kemudian dilaksanakan oleh Direktorat
Perlindungan konsumen. Sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan perannya
yang mengacu pada Keputusan Menteri Perdagangan Nomor
01/M-Dag/Per/3/2005, upaya pembinaan serta pengawasan atas penyelenggaraan
perlindungan konsumen tersebut terkait dengan perumusan kebijakan,
standar, norma, kriteria dan prosedur, bimbingan teknis, serta evaluasi
pelaksanaan di bidang kerja sama, informasi dan publikasi perlindungan
konsumen, analisis penyelenggaraan perlindungan konsumen, bimbingan
konsumen dan pelaku usaha, pelayanan pengaduan serta fasilitasi
kelembagaan perlindungan konsumen.61
60
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Bab VII, Pasal 30.
61
71
1. Proses dan tata cara pendaftaran Lembaga Perlindungan Konsumen
Swadaya Masyarakat
Proses dan tata cara pendaftaran LPKSM diatur dalam Keputusan Menteri
(Kepmen) Perindustrian dan Perdagangan Nomor 302/MPP/Kep/10/2001
tentang Pendaftaran LPKSM. LPKSM yang telah diakui oleh pemerintah
karena telah memenuhi persyaratan yang ditentukan, perlu melakukan
pendaftaran dan penerbitan Tanda Daftar Lembaga Perlindungan Konsumen
(TDLPK).Kewenangan penerbitan TDLPK ada pada menteri.Menteri
kemudian melimpahkan kewenangan penerbitan TDLPK kepada
bupati/walikota.Bupati/walikota bisa melimpahkan kembali kewenangan
kepada kepala dinas.
TDLPK diterbitkan berdasarkan tempat kedudukan atau domisili
LPKSM.TDLPK tersebut berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Kantor
cabang atau kantor perwakilan LPKSM dalam menjalankan kegiatan
penyelenggaraan perlindungan konsumen bisa mempergunakan TDLPK
kantor pusat dan dibebaskan dari pendaftaran untuk memperoleh TDLPK.62
a. Permohonan untuk memperoleh TDLPK diajukan oleh lembaga swadaya
masyarakat (LSM) kepada bupati/walikota melalui kepala dinas setempat,
dengan mengisi formulir Surat Permohonan Tanda Daftar Lembaga Sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Nomor 302/MPP/Kep/10/2001 Pasal 6, tata cara pendaftarannya yakni
sebagai berikut:
62
Perlindungan Konsumen (SP-TDLPK) model A sebagaimana dimaksud
dalam lampiran I keputusan menteri ini.
b. Jika kewenangan pemberian TDLPK dilimpahkan kepada kepala dinas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 3. Permohonan diajukan
langsung kepada kepala dinas setempat dengan mengisi formulir
SP-TDLPK model A, sebagaimana dimaksud dalam lampiran I keputusan
menteri ini.
c. Permohonan TDLPK sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2
ditandatangani oleh pimpinan Lembaga Swadaya Masyarakat(LSM),
penanggung jawab, atau kuasanya.
Proses permohonan pendaftaran TDLPK perlu melampirkan
dokumen-dokumen sebagai berikut:63
a) Lembaga Swadaya Masyarakat(LSM) yang berstatus badan hukum
(yayasan) melampirkan:
1) Salinan akta notaris pendirian badan hukum/yayasan yang telah
mendapatpengesahan badan hukum dari menteri hukum dan hak azasi
manusia atau instansi yang berwenang.
2) Salinan kartu tanda penduduk (KTP) pimpinan/penanggung jawab LSM
yang masih berlaku.
3) Salinan surat keterangan tempat kedudukan/domisili LSM dari
lurah/kepala desa setempat.
b) LSM yang tidak berstatus badan hukum maupun yayasan melampirkan:
63
73
1) Salinan akta notaris pendirian LSM atau akta notaries yang telah
mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang.
2) Salinan KTP pimpinan/penanggung jawab LSM yang masih berlaku.
3) Salinan surat keterangan tempat kedudukan/domisili LSM dari
lurah/kepala desa setempat.
2. Status dan kedudukan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat
Status dan kedudukan LPKSM bisa dibatalkan oleh pemerintah jika
mengandung aspek-aspek berikut ini:
a. Tidak lagi menjalankan kegiatan perlindungan konsumen.
b. Terbukti melakukan kegiatan pelanggaran atas ketentuan UUPK dan
peraturan pelaksanaannya.
Konsumen yang dirugikan oleh pelaku usaha bisa mengadukan ke LPKSM
agar suara dan haknya bisa diperjuangkan.Sebagaimana dijelaskan pada
bagian tugas-tugas LPKSM, di samping memberikan informasi dan
memberikan nasihat kepada konsumen, lembaga ini juga bisa
memperjuangkan hak-hak konsumen.Oleh karena itu, konsumen yang merasa
hak-haknya telah dilanggar bisa mengadukannya ke LPKSM yang ada di
berbagai daerah di Indonesia. Banyak konsumen di Indonesia yang hanya
melakukan pengaduan dengan mengirimkan surat ke pihak pelaku usaha yang
dianggap telah melanggar hak-haknya. Ada juga yang menulis dan
mengirimkan surat pembaca ke berbagai macam media massa. Meskipun
memuaskan, ada cara lain yang kiranya bisa dilakukan. Cara yang dimaksud
adalah dengan meminta bantuan LPKSM untuk membantu menyelesaikan
masalah. LPKSM akan membantu para konsumen yang ingin mengadukan
hak-haknya. konsumen bisa datang langsung atau melalui telepon. Dengan
bantuan LPKSM , biasanya konsumen yang akan mengadukan haknya juga
memperoleh banyak pengetahuan hukum yang sangat berarti sebagai bekal
atau dasar untuk menyelesaikan masalahnya, termasuk dalam penyelesaian
sengketa dengan pelaku usaha nantinya. Oleh LPKSM bersama pemerintah
dan masyarakat dilakukan atas barang atau jasa yang beredar di pasar dengan
cara penelitian, pengujian dan/atau survei.
Berdasarkan ketentuan UUPK yang berlaku, pemerintah hanya mengakui
LPKSM yang memenuhi syarat. Persyaratan LPKSM yang diakui pemerintah
yakni sebagai berikut:64
a. Terdaftar di pemerintah kabupaten/kota.
b. Bergerak di bidang perlindungan konsumen sebagaimana tercantum dalam
anggaran dasarnya.
64
BAB IV
Tinjauan Yuridis Pengalihan Bentuk Uang Kembalian Konsumen Kedalam
Bentuk Sumbangan oleh Pelaku Usaha (Waralaba Minimarket)
A. Analisis tentang program donasi oleh pelaku usaha.
Sumbangan atau Donasi atau derma (Inggris : donation yang berasal dari bahasa Latin : donum), adalah sebuah pemberian yang pada umumnya bersifat secara fisik oleh perorangan atau badan hukum. Pemberian ini mempunyai sifat sukarela
tanpa adanya imbalan yang bersifat menguntungkan, walaupun pemberian donasi
dapat berupa makanan, barang, pakaian, mainan, ataupun kendaraan akan tetapi
tidak selalu demikian.65
Pada peristiwa darurat bencana atau dalam keadaan lain donasi dapat berupa
bantuan kemanusiaan atau bantuan dalam bentuk pembangunan, dalam hal
perawatan medin donasi dapat berupa pemberian penggantian organ, pemberian
donasi dapat dilakukan tidak hanya dalam bentuk pemberian jasa atau barang
semata akan tetapi dapat juga dilakukan dalam bentuk pendanaan. Pengalihan
uang konsumen kedalam bentuk sumbangan atau Program donasi yang dilakukan
oleh pelaku usaha merupakan salah satu bentuk dari aktivitas Tanggung Jawab
Sosial Pelaku usaha (Corporate Social Responsibility) dengan jenis Promosi Kegiatan Sosial (Cause Promotion). Tanggung jawab sosial pelaku usaha (CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) pelaku
usaha adalah memiliki berbagai tanggung jawab terhadap seluruh pemangku
kepentingannya, yang diantaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang saham,
65
komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional pelaku usaha yang
mencakup aspek ekonomi, sosial dan lingkungan dalam segala aspek operasional
pelaku usaha yang mencakup aspek ekonomi, sosial dan lingkungan.
Kotler dan Nancy menyebutkan bahwa setidaknya ada 6 opsi untuk “berbuat
kebaikan” (six option for doing good) sebagai inisiatif sosial pelaku usaha yang dapat ditempuh dalam rangka implementasi CSR66
a) Caused – Related marketing
:
b) Corporate Social Marketing
c) Corporate Philanthropy
d) Community Volunteering
e) Social Responsible Business Practice
f) Cause Promotions
Cause Promotions adalah dimana suatu pelaku usaha dapat memberikan dana atau berbagai macam kontribusi lainnya, ataupun sumber daya pelaku usaha lainnya
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat atas suatu isu sosial tertentu, ataupun
dengan cara mendukung pengumpulan dana, partisipasi dan rekrutmen
sukarelawan untuk aksi sosial.
Cause Promotion merupakanbentuk CSR di mana pelaku usaha berinisiatif dan mengarahkan promosi untuk mengembangkan kesadaran dan perhatian
masyarakat terhadap masalah-masalah isu sosial tertentu dengan komunikasi
persuasif.67
Melalui cause promotions ini pelaku usaha berusaha untuk meningkatkan perhatian masyarakat mengenai suatu isu tertentu, dimana isu ini tidak harus
67
77
berhubungan atau berkaitan dengan lini bisnis pelaku usaha. Kemudian pelaku
usaha mengajak masyarakat untuk menyumbangkan waktu, dana atau benda
mereka untuk membantu mengatasi atau mencegah permasalahan tersebut.
Promosi kegiatan sosial (Cause Promotions) fokus kepada komunikasi persuasif dengan tujuan untuk menciptakan kesadaran masyarakat terhadap suatu masalah
sosial.
Menurut Kotler dan Lee (2005:51) beberapa tujuan komunikasi persuasif
yang ingin dicapai oleh pelaku usaha melalui pelaksanaan cause promotions
adalah:
a. Menciptakan kesadaran dan perhatian dari masyarakat terhadap suatu
masalah dengan menyajikan angka – angka statistik serta fakta – fakta
yang menggugah.
b. Membujuk masyarakat untuk memperoleh informasi lebih banyak
mengenai suatu isu sosial dengan mengunjungi website tertentu
c. Membujuk orang untuk menyumbangkan waktunya untuk mereka yang
membutuhkan
d. Membujuk orang untuk menyumbangkan uangnya untuk kemanfaatan
masyarakat melalui pelaksanaan program sosial pelaku usaha.
e. Membujuk orang untuk menyumbangkan sesuatu yang mereka miliki
selain uang.68
Keuntungan yang diperoleh pelaku usaha dengan melaksanakan kegiatan cause
promotions menurut Kotler dan Lee (2005) adalah sebagai berikut :
68
a. Memperkuat positioning merk pelaku usaha.
b. Menciptakan jalan bagi ekspresi loyalitas konsumen terhadap suatu
masalah, yang pada akhirnya dapat meningkatkan loyalitas konsumen
terhadap pelaku usaha penyelenggara promosi.
c. Memberikan peluang kepada para karyawan pelaku usaha untuk terlibat
dalam suatu kegiatan sosial yang menjadi kepedulian mereka.
d. Menciptakan kerjasama antara pelaku usaha dengan pihak – pihak lain,
sehingga memperbesar dampak pelaksanaan promosi.
e. Meningkatkan citra pelaku usaha, dimana citra pelaku usaha yang baik
akan dapat memberikan berbagai pengaruh positif lainnya.
Dalam cause promotions, pelaku usaha bisa melaksanakan programnya secara sendiri ataupun bekerjasama dengan lembaga lain. Dalam pelaksanaan program
donasi, pelaku usaha (minimarket) bekerjasama dengan yayasan – yayasan yang
berbadan hukum, berskala nasional bahkan internasional, tidak memihak pada
SARA, memiliki track record yang baik, dan dapat diakses oleh publik. Kemudian hasil donasi dikelola sepenuhnya oleh lembaga/yayasan yang menjadi
mitra pelaku usaha.
Sebagai contoh, minimarket yang melaksanakan program donasi dan bekerjasama
dengan yayasan adalah :
a. Alfamart bekerjasama denganYayasan Relawan Kampung Indonesia,
donasi periode 16 juni – 15 juli 2014.69
b. Indomaret bekerjasama dengan UNICEF, donasi periode 01 juni – 31
agustus 2014.70
79
B. Analisis tentang pengalihan uang kembalian konsumen kedalam bentuk
sumbangan oleh pelaku usaha
Perjanjian jual beli merupakan perjanjian yang dilakukan dalam kehidupan sehari
– hari dimana terdapat pihak yang menjual atau biasa disebut penjual dan pihak
yang membeli atau biasa disebut pembeli. Perjanjian tersebut tentu merupakan
suatu perbuatan hukum yang memiliki akibat – akibat hukum tertentu. Perjanjian
jual beli diatur dalam Pasal 1457 – 1540 KUHPerdata, Pasal tersebut mengatur
mengenai dasar – dasar perjanjian jual beli. Dalam Pasal 1457 KUHPerdata
menerangkan pengertian jual beli sebagai berikut :
“ Perjanjian jual beli merupakan suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu benda dan pihak lain untuk
membayar harga yang telah dijanjikan”
Perjanjian jual beli pada umumnya merupakan perjanjian konsensual karena
mengikat para pihak saat terjadinya kesepakatan para pihak tersebut mengenai
unsur esensial dan aksidentalia, karena walaupun para pihak sepakat mengenai
barang dan harga, jika ada hal – hal lain yang tidak disepakati yang terkait dengan
perjanjian jual beli tersebut maka jual beli tidak terjadi karena tidak tercapai
kesepakatan.
Pelaku usaha selaku penjual adalah salah satu komponen yang tidak
terpisahkan dari masyarakat, partisipasipelakuusahadalam pembangunan sosial
salah satu diantaranyayaitumelalui kegiatan- kegiatanbersifatsosial,
sepertimemberikanbantuankepadakorban bencana alam,fakirmiskin,dan
sebagainya.Kegiataninibiasa disebut programdonasi.Program
70
donasiadalahprogramyang dilakukan dalamrangka membangun kesejahteraan
sosialdenganmengumpulkan sumbangan darimasyarakat.Salahsatu
contohyaknipembulatanuang kembalianyang dilakukan oleh pihakminimarket.
Upaya pelaku usaha minimarket dalam memuaskan konsumen merupakan hal
utama dalam strategi bisnis, namun seringkali terabaikan ketika pelaku usaha
mengesampingkan hak seorang konsumen. Salah satu contoh yakni program
donasi melalui pembulatan uang kembalian konsumen oleh pihak minimarket
yang dilaksanakan dalam rangka membangun kesejahteraan sosial, mengalami
beberapa permasalahan dalam praktiknya, dimana pengalihan uang kembalian
yang dialihkan ke dalam donasi oleh pihak pelaku usaha tidak memberikan
pemberitahuan sebelumnya kepada konsumen, ini berarti tidak ada kesepakatan
antara pelaku usaha dan konsumen yang terjadi dalam hal pengalihan uang
kembalian kedalam bentuk donasi.
Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk terjadinya suatu
perjanjian, syarat kesepakatan ini menjadi penentu lahirnya suatu perjanjian,
sehingga tidak adanya kesepakatan para pihak, tidak terjadi kontrak. Akan tetapi,
meskipun terjadi kesepakatan para pihak yang melahirkan perjanjian, terdapat
kemungkinan bahwa kesepakatan yang telah dicapai tersebut mengalami
kecacatan atau biasa disebut cacat kehendak atau cacat kesepakatan sehingga
memungkinkan perjanjian tersebut dimintakan pembatalan oleh pihak yang
merasa dirugikan oleh perjanjian tersebut.
Pasal 1321 KUHPerdata menyebutkan:
“Tiada kesepakatan yangsah apabila sepakatitu diberikan karena kekhilafan,atau
81
Selanjutnya padaPasal1449 KUHPerdatamenyebutkan:
“Perikatanyang dibuatdenganpaksaan,kekhilafan atau penipuan, menerbitkan
suatu tuntutan untukmembatalkannya”
Cacat kehendak atau cacat kesepakatan dapat terjadi karena terjadinya
hal-hal diantaranya:
a. Kekhilafan atau kesesatan;
b. Paksaan;
c. Penipuan;dan
d. Penyalahgunaan keadaan
Dalam hal pengalihan uang kembalian tanpa sepengetahuan konsumen adalah
cacat kehendak, sebab konsumen dalam hal ini seharusnya mendapatkan uang
kembalian sesuai dengan harga barang yang dibeli namun pihak kasir memberikan
kembalian yang tidak sesuai dan tanpa pemberitahuan sebelumnya. Hal ini dapat
tergolong kesesatan karena konsumen tidak pernah mengetahui adanya pengalihan
uang kembalian yang dialihkan dan pelaku usaha tidak pernah memberitahu
sebelum dilakukannya transaksi.
Kemudian dapat digolongkan sebagai paksaan sebab konsumen tidak
ditanyakan keikhlasan ataupun persetujuannya atas pembulatan yang dilakukan
sepihak oleh pelaku usaha, sehingga secara tidak langsung ada paksaan yang
dilakukan.
Kemudian dapat dikatakan sebagai penipuan karena uang kembalianyang
dibulatkan dan dicantumkan di dalamstruk ternyata hanya
yangberjumlahseratusrupiahkebawah, sehingga jika pihakkasir tidakmempunyai
pembulatan maka pihaknyatidakmencantumkanpembulatantersebutkedalam
strukdan tidakpula memberitahukan adanya pembulatan uang kembalian secara
lisan sebelummelakukan transaksi.
1) Pelanggaran Hak atas Uang Kembalian Konsumen
Hak atas uang kembalian adalah hak dari konsumen berupa pengembalian
dalam bentuk uang atas pembayaran yang melebihi harga barang yang telah
disepakati.
Pelanggaran hak atas uang kembalian konsumen sering terjadi ketika
konsumen berbelanja di minimarket dan pada saat melakukan pembayaran di
kasir, seluruh barang yang dibeli konsumen di jumlahkan harganya kemudian
harga yang harus dibayarkan oleh konsumen adalah Rp. 19.700. Konsumen
memberikan uang Rp. 20.000 tetapi pihak kasir tidak memberikan uang
kembalian yang merupakan hak konsumen tersebut. Melainkan mengalihkan
uang konsumen itu ke dalam program donasi ataupun membulatkan total
belanja menjadi Rp. 20.000,.
Dasar hukum yang mewajibkan pelaku usaha untuk mengembalikan uang
kembalian konsumen terdapat dalam Pasal 1360 KUHPerdata yang
menyebutkan :
“ Barangsiapa secara khilaf atau dengan mengetahuinya, telah menerima
sesuatu yang tak harus dibayarkan kepadanya, diwajibkan mengembalikan
barang yang tidak harus dibayarkan itu kepada orang dari siapa ia telah
83
Selain itu, Pasal 4 huruf b UUPK juga menjelaskan adanya hak konsumen
untuk memilih dan mendapatkan barang dan/jasa sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
2) Pelanggaran Terhadap Pelayanan Secara Benar dan Jujur
Tindakan pelaku usaha dalam mengalihkan uang kembalian tanpa
sepengetahuan konsumen merupakan pelanggaran terhadap pelayanan secara
benar dan jujur. Pelayanan pelaku usaha kepada konsumen harus dilakukan
secara benar,jujur dan tidak diskriminatif, hal tersebut dijelaskan dalam Pasal
4 huruf c dan g UUPK yang menjelaskan hak konsumen atas informasi yang
benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
serta hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
Pasal tersebut merupakan hak konsumen yang merupakan kewajiban pelaku
usaha untuk menjaminnya. Oleh karena itu sudah seharusnya pelaku usaha
dalam melakukan pengalihan uang kembalian memberitahukan sebelumnya
kepada konsumen, sebab pelaku usaha yang melanggar hal itu berarti telah
mengingkari kewajibannya untuk memperlakukan atau melayani konsumen
secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif sebagaimana yang disebutkan
dalam pasal 7 huruf c UUPK.
Dalam menjalankan operasional pelaku usaha, peran pegawai memiliki
kedudukan dan fungsi yang sangat signifikan. Oleh karena itu diperlukan standar
operasi prosedur (SOP) sebagai acuan kerja secara sungguh-sungguh untuk
menjadi sumber daya manusia yang profesional. SOP adalah suatu
menggerakkan suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi, SOP
merupakan tatacara atau tahapan yang dilakukandan yang harus dilalui untuk
menyelesaikan suatu proses kerja tertentu, dengan tujuan agar petugas/pegawai
menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas/pegawai atau tim dalam unit
kerja,memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari
petugas/pegawai terkait, melindungi pegawai dari kesalahanmalpraktik atau
kesalahan administrasi lainnya, beserta menghindarikesalahan/kegagalan,
keraguan dan inefisiensi. SOP dibuat untuk mengatur semuaproses mulai dari
produksi, distribusi sampai tata administrasi dan keuanganbisnis yang
bersangkutan. Dalam hal ini termasuk pula tata cara menjalankan kegiatan
pemungutan sumbangan seperti program donasi, sehingga sudah sepantasnya
pelaku usaha yang baik membuat standar operasional kepada kasir tentang tata
cara pengalihan uang kembalian yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dengan adanya SOP yang baik dapat menjadi pedoman
bagi pelaksana, menjadi alat komunikasi dan pengawasan dan menjadikan
pekerjaan diselesaikan secara konsisten, para pegawai akan lebih percaya diri
dalam bekerja dan tahu apa yang harus dicapai dalam setiap pekerjaan, SOP juga
dapat digunakan untuk mengukur kinerja pegawai.
Segala kegiatan pemungutan sumbangan haruslah didasarkan pada
kesukarelaan. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 5 Undang-Undang
Pengumpulan Uang dan Barang, bahwa pemberian sumbangan harus dilakukan
secara sukarela dan tiada dipaksa. Berkaitan dengan kesukarelaan dalam
pengalihan uang kembalian ke dalam program donasi, maka Pasal 15 UUPK
85
pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun
psikis terhadap konsumen. Dari uraian tersebut maka dapat dikatakan bahwa
segala pengumpulan sumbangan harus didasarkan pada kesukarelaan, keikhlasan
dan tanpa paksaan.
Salah satu cara untuk mengetahui kesukarelaan dan keikhlasan konsumen
dalam melakukan pengalihan uang kembalian ke dalam program donasi adalah
dengan menanyakan keikhlasasan dan kesukarelaan konsumen dalam pengalihan
uang tersebut. Bagi pelaku usaha yang melakukan pengalihan uang kembalian
tanpa memberitahukan kesukarelaan dan keikhlasan konsumen, jelas telah
melanggar unsur keikhlasan dan kesukarelaan tersebut.Pelaku usaha yang
melakukan pengalihan bentuk uang kembalian konsumen tanpa sepengetahuan
konsumen, maka pelaku usaha tersebut telah melakukan Perbuatan Melanggar
Hukum. Perbuatan melanggar hukum merupakan perbuatan yang dapat berupa:
b. Melanggar hak orang lain;
c. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat;
d. Berlawanan dengan kesusilaan baik; dan
e. Berlawanan dengan sikap hati-hati yang seharusnya diindahkan dalam
pergaulan masyarakat terhadap diri atau benda orang lain.
Dari pemaparan diatas maka dapat diketahui bahwa, perbuatan melanggar hukum
tidak hanya perbuatan yang melanggar undang- undang saja, tetapi juga
mengenai berbuat atau tidak berbuat sesuatu sehingga melawan hak orang lain
dan kewajiban hukum, serta bertentangan dengan kesusilaan, kehati-hatian,
Dari pemaparan mengenai pengalihan bentuk uang kembalian ke dalam
program donasi yang dilakukan tanpa sepengetahuan konsumen dan dilakukan
secara sepihak oleh pelaku usaha merupakan perbuatan yang melanggar beberapa
pasal berikut:
1) Pasal 4 huruf b UUPK tentang hak konsumen yang isinya konsumen
berhak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkannya sesuai
dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang diperjanjikan. Dalam
hal ini pihak pelaku usaha seharusnya memberikan uang kembalian
yang sesuai dengan harga barang yang dibeli oleh konsumen.
2) Pasal 4 huruf c dan g UUPK yang menjelaskan hak konsumen atas
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa serta hak untuk diperlakukan atau dilayani secara
benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Pelanggaran ini terkait dengan
tidak adanya informasi yang diberikan oleh pihak pelaku usaha sebelum
melakukan pembulatan uang kembalian konsumen ke dalam program
donasi sehingga pengalihan uang kembalian dilakukan secara sepihak oleh
pelaku usaha.
3) Pasal 7 huruf c UUPK, tentang kewajiban pelaku usaha, yang isinya
menyatakan bahwa pelaku usaha wajib memperlakukan atau melayani
konsumen secara benar dan jujur. Hal ini merupakan kebalikan dari hak
konsumen untuk mendapatkan informasi atas pengalihan uang kembalian
yang sudah menjadi kewajiban pelaku usaha.
4) Pasal 15 UUPK melarang Pelaku usaha dalam menawarkan barang
87
gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen. Pelanggaran ini
terkait dengan pengalihan uang kembalian yang dilakukan tanpa
sepengetahuan konsumen sehingga membuat konsumen tidak secara
sukarela memberikan uang kembalian dan terpaksa menerima keadaan.
5) Pasal 1360 KUHPerdata menyebutkan, barangsiapa secara khilaf atau
dengan mengetahuinya, telah menerima sesuatu yang tak harus dibayarkan
kepadanya, diwajibkan mengembalikan barang yang tidak harus
dibayarkan itu kepada orang dari siapa ia telah menerimanya. Dalam hal
uang kembalian yang dialihkan tanpa sepengetahuan konsumen
seharusnya pelaku usaha mengembalikan uang konsumen sebab uang yang
dialihkan tanpa sepengetahuan konsumen merupakan sesuatu yang tak
harus dibayarkan karena konsumen tidak pernah diberitahu mengenai
adanya pembulatan seperti itu.
6) Pasal 5 Undang-undang No.9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang dan
Barang, bahwa pemberian sumbangan harus dilakukan secara sukarela dan
tiada dipaksa. Program Donasi yang dilakukan oleh pihak minimarket
merupakan upaya pengumpulan uang yang seharusnya dilakukan secara
sukarela, akan tetapi jika tidak pernah ada pemberitahuan sebelumnya atau
bahkan menanyakan keikhlasan konsumen lantas pihak minimarket
melakukan pengalihan ke dalam program donasi berarti konsumen tidak
secara sukarela mengalihkan uang kembaliannya.
7) Pasal 3 PP pelaksanaan pengumpulan sumbangan bahwa usaha
pengumpulan sumbangan dilaksanakan berdasarkan sukarela tanpa
8) Pasal 5 Kepmensos RI No.56/HUK/1996 yang menyatakan bahwa
pelaksanaan pengumpulan sumbangan harus dilaksanakan secara
terang-terangan dengan sukarela, tidak dengan paksaan, ancaman, kekerasan
dan/atau cara-cara yang dapat menimbulkan kegelisahan di lingkungan
masyarakat baik langsung maupun tidak langsung.
Mengenai pelanggaran hak konsumen oleh pelaku usaha terkait dengan kasus
diatas maka bagi pelaku usaha seperti itu diancam dengan sanksi yang diatur
dalam UUPK atau dalam peraturan lainnya. Dalam Pasal 1365 KUHPerdata
disebutkan bahwa:
“tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,mengganti
kerugian tersebut.”
Dari uraian di atas maka ancaman di dalam KUHPerdata bagi perbuatan pelaku
usaha dalam mengalihkan uang kembalian konsumen ke dalam program donasi
secara sepihak adalah tuntutan ganti rugi.
C. Tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen dan Lembaga
Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM).
Jika konsumen menderita kerugian yang disebabkan pelaku usaha yaitu hal yang
paling sederhana dilakukan adalah meminta ganti rugi kepada minimarket, apabila
tuntutan ganti rugi yang diminta tidak terpenuhi oleh pihak
minimarketmakakonsumenberhak melakukan pengaduan akan hal ini kepada
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
89
1) Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan;
2) Sekelompok konsumen yang mepunyai kepentingan yang sama;
3)Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) yang
memenuhi syarat yaitu berbentuk badan hukumatau yayasan yang dalam
gugatandasarnyamenyebutkandengan tegasbahwatujuandidirikannya organisasi
itu adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan melaksanakan
kegiatan sesuai dengan anggaran dasar;
4) Pemerintah dan/atau instansi terkait, jika barang dan/atau jasa yang
dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar
dan/atau korban yang tidak sedikit.
Penuntutan penyelesaian pengembalian uang kembalian konsumen pada
industriwaralabaminimarketdenganmengajukangugatan classactionmelalui peradilanumumtelahdibolehkan sejakkeluarnyaUUPKyangmengaturclass actioninidiIndonesia.Gugatan classactionakanlebihefektifdanefisiendalam menyelesaikanpelanggaranhukum yangmerugikansecaraserentakatausekaligus dan
misalnya terhadap orang banyak.Gantirugiyangdilakukanolehindustri waralaba
minimarketsebagai pihakyangmenjualproduk - produktersebutterdapat
pengembalianuang kembalian dengan pengalihan ke dalam bentuk donasi adalah
minimarket bertanggung jawab untuk mengganti uang koin atau setara nilainya
kepada konsumen yaitu sesuai dengan kelalaian yang melanggar Pasal 19
ayat (2) yang menyatakan bahwa:
“Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dapat berupa
nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”
Selanjutnya setiap pengaduan konsumen tergadap kerugian yang dideritanya dari
pelaku usaha dapat ditempuhmelalui2carayangdisebutpada pasal 45 ayat 1 :
a) Gugatankepadapelakuusahamelaluilembagayangbertugasmenyelesaikan
sengketaantarakonsumendenganpelakuusahadiluarperadilandalam halini:
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Lembaga Konsumen
Swadaya Masyarakat (LPKSM) dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK).
b) Gugatan kepada pelaku usahamelalui peradilanumumMenggunakan
ketentuanhukum acaraperdata,sebagaimanapenyelesaiankasusperdatapada
umumnya.
Tuntutan/gugatan kerugian konsumen terhadap pelaku usaha secara hukum
perdata dapat dibedakan menjadi 2 yakni :
a) Kerugian transaksi yaitu kerugian yang timbul dari jual beli barang yang
tidak sebagaimana mestinya akibat dari wanprestasi.
b) Kerugianprodukadalahkerugianyanglangsungatautidaklangsungyang
diderita akibat dari hasil produksi, kerugian mana masuk dalam resiko
produksi akibat perbuatan melawan hukum.
Bahwa sebelumnya adanya ganti rugi atas tanggung jawab yang dilakukan
pelakuusahayaitumenurutPasal19ayat (2)UUPK,sedangkan gantirugiyang dapat
91
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang menimbulkan kerugian pada orang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti
kerugian tersebut.”
Dengandemikiansehubungandengantindakanhukumyangdilakukan
olehkonsumenyangmenderitakerugiandalam pengembalianuangkembalian
padaminimarket,dimungkinkanpenyelesaianhukum meliputibeberapa lingkungan
peradilan. Misalnya melalui peradilanumum ataukonsumenmemilih jalan
penyelesaian di luar pengadilan.:
1. Penyelesaian Sengketa Litigasi (Melalui Pengadilan)
Litigasiadalahsistem penyelesaiansengketamelaluilembagaperadilan. Sengketa
yang terjadi dan diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa
dandiputusolehhakim.Melaluisistem initidakmungkinakandicapaisebuahwin
winsolution(solusiyangmemperhatikankeduabelahpihak)karenahakim harus
menjatuhkan putusan dimana salah satu pihak akan menjadi pihak yang
menang dan pihak lain menjadi pihak yang kalah.
Pasal 45 ayat (1) UUPK menyatakan:“setiap konsumen yang dirugikan dapat
menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan
sengketa antara konsumen dan pelakuusahaataumelaluiperadilan
yangberadadilingkunganperadilan umum”.
Ketentuanayatberikutnya
menyatakan,“penyelesaiansengketakonsumendapatditempuhmelaluipengadila
n atau diluar pengadilan berdasarkan
pilihansukarelaparapihak”.Selanjutnyadikatakan,pilihan untuk berpekara di
Penyelesaian ayat kedua Pasal 45 UUPK menyebutkan adanya
kemungkinanperdamaiandiantaraparapihaksebelum merekaberpekaradi
pengadilanataudiluarpengadilan. Dengandemikian,kata“sukarela”harus
diartikan sebagai pilihan para pihak, baiksendiri-sendirimaupunbersama-sama
untuk menempuh alternatif perdamaian.
Hal-hal yang mendukung untuk melakukan penyelesaian di dalam pengadilan
apabila:
a. Para pihak belum memilih upaya penyelesaian di luar pengadilan;
b. Upayapenyelesaiandiluarpengadilan,dinyatakantidakberhasilsalahsatu
pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.
Namunadanyakendalayangdihadapi jikaberperkaradiperadilanumum. Adapun
kendala yang dihadapi konsumen danindustriretaildepartemenstore
dalampenyelesaian pengembalian uang kembalian adalah :
1. Penyelesaian pengembalian uang melalui peradilan sangat lambat;
2. Biaya perkara yang mahal;
3. Pengadilan pada umumnya tidak responsif;
4. Putusan pengadilan tidak menyelesaikan masalah;
5. Kemampuan para hakimyang bersifat generalis.
Di antara sekian banyak kelemahan dalam penyelesaian pengembalian
uang kembaliankonsumenmelaluiperadilan,termasukbanyak dikeluhkan
para pencari keadilan adalahlamanya penyelesaian perkara, karena
padaumumnyaparapihakyangmengharapkan penyelesaian yang cepat
terhadap perkara mereka.
93
satupihakdanmengalahkanpihak yanglain,makaberdasarkanhukumacara
perdatadiIndonesiaHakim
wajibmemerintahkanparapihakuntukmelaksanakan mediasi untuk
mendamaikan para pihak. Jika tidak dicapai perdamaian maka
pemeriksaanperkaraakandilanjutkan.Meskipunpemeriksaan perkara
dilanjutkan kesempatan untuk melakukan perdamaian bagi para pihak
tetap terbuka (dan hakim
harustetapmemberikannyameskipunputusantelahdisusundansiapuntuk
dibacakan). Jikaparapihaksepakatuntukberdamai,hakim membuatakta
perdamaian (acte van daading) yang pada intinya berisipara pihak harus menaati
aktaperdamaiantersebutdantidakdapatmengajukanlagiperkaratersebutkepen
gadilan. Jika perkara yang sama tersebut tetap diajukan ke pengadilan
maka perkaratersebutakanditolakdenganalasan
nebisinidem(perkarayangsama
tidakbolehdiperkarakan2kali)karenaaktaperdamaiantersebutberkekuatan
sama dengan putusan yang final dan mengikat (tidak dapat diajukan
upaya hukum).
2. Penyelesaian di luar Peradilan Umum (non litigasi)
Penyelesaiansengketalewatjalurnonlitigasiterbagimenjadibeberapa metode
yaitu:
1) Negosiasi
Negosiasi adalah cara penyelesaiansengketa dimana para pihak yang
kepentingannya.
Dengancarakompromitersebutdiharapkanakanterciptawin-winsolution dan
akan mengakhiri sengketa tersebutsecara baik.
2) Mediasi
Mediasiadalahcarapenyelesaiansengketayangkurang lebih hampir sama
dengan negosiasi. Bedanya adalah terdapat pihak ketiga yang netral dan
berfungsi sebagai penengah atau memfasilitasi mediasi tersebut yang biasa
disebut mediator. Pihak ketiga tersebut hanya boleh memberikan
saran-saran yang bersifat sugestif, karena padadasarnya yang memutuskan untuk
mengakhirisengketaadalahparapihak.Pihak ketiga tersebut juga harus
netral sehinggadapatmemberikansaran-saran yang objektif dan tidak
terkesan memihaksalahsatupihak.Mediasimerupakanprosedurwajibdalam
proses
pemeriksaanperkaraperdata,bahkandalamarbitrasesekalipundimanahakim
atauarbiterwajibmemerintahkanpara pihakuntukmelaksanakanmediasidan
jika mediasi tersebut gagal barulah pemeriksaanperkaradilanjutkan.Tidak
semua orang bisa menjadi mediator professional karena untuk dapat
menjadi mediator dibutuhkan semacamsertifikasi khusus.
3) Arbitrase
Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa yang mirip dengan litigasi,
hanya saja litigasi ini bisa dikatakan sebagai "litigasi swasta" Dimana
yang memeriksaperkaratersebutbukanlahHakim