• Tidak ada hasil yang ditemukan

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP PENIMBUNAN MASKER BAGI KONSUMEN MENURUT UU NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP PENIMBUNAN MASKER BAGI KONSUMEN MENURUT UU NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022) 1097

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP

PENIMBUNAN MASKER BAGI KONSUMEN MENURUT UU NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Gilang Kurniawan Pratama1), Hasnati1), dan Sandra Dewi1)

1)

Pascasarjana Magister Ilmu Hukum, Universitas Lancang Kuning, Indonesia Email: glankbig@gmail.com

Abstract: The government should understand this situation, for the welfare of the people, where the price of masks should be reduced and the price lowered, so that all people can buy masks to maintain health.

The non-fulfillment of consumer rights due to the soaring high price of masks, such as the right to correct, clear and honest information regarding the conditions and guarantees of goods or services. We as consumers who have rights, certainly know that the high price of masks is not a price that matches the normal price. The actions of business actors by raising prices so high, may not necessarily have a positive impact on the business being undertaken. Many consumers complain and are restless over the rising price of these masks, because they cannot afford the masks. Especially for those who are less fortunate, it must be very difficult to buy masks whose prices are relatively high during a pandemic like this.

Keywords: Responsibility of Business, Consumer Protection

Abstrak: Pemerintah seharusnya paham dengan situasi seperti ini, demi kesejahteraan rakyat, dimana harga masker patut dikurangi dan diturunkan harganya, agar semua masyarakat dapat membeli masker guna menjaga kesehatan. Tidak terpenuhinya hak-hak konsumen akibat melonjaknya harga tinggi masker seperti, hak informasi yang benar, jelas serta jujur mengenai kondisi dan jaminan dari barang atau jasa. Kita sebagai konsumen yang memiliki hak, pasti tahu bahwa harga masker yang tinggi itu bukan harga yang sesuai dengan harga normal. Tindakan dari pelaku usaha dengan menaikkan harga yang begitu tinggi, belum tentu dapat memberikan dampak yang positif terhadap usaha yang dijalani. Banyak konsumen yang mengeluh dan resah atas naiknya harga masker ini, karena mereka tidak mampu membeli masker tersebut.

Terutama kepada warga yang kurang mampu, pasti sangatlah sulit untuk membeli masker yang harganya tergolong tinggi dimasa pandemi seperti ini.

Kata Kunci: Tanggung Jawab Pelaku Usaha, Perlindungan Konsumen

(2)

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022) 1098

Pendahuluan

Dunia sekarang ini sedang menghadapi virus corona, dimana virus ini menjangkit hampir keseluruh negara. World Health Organization (WHO) mengatakan bahwa penyebaran covid-19 ini dapat dikatakan sebagai pandemi. Tingkat kematian akibat dari virus corona ini terus meninggi, yang mengakibatkan menjadi suatu ancaman yang sangat serius. Indonesia pun termasuk sebagai salah satu negara yang terpapar virus ini. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah mengatakan bahwa virus ini sebagai bencana nasional. Mengenai status bencana nasional ini terdapat di dalam Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Pasal 7 ayat 1 huruf c yaitu bahwa pemerintah dalam menanggulangi bencana ini adalah dengan menetapkan status dan tingkatan bencana nasional serta daerah.

Presiden dan Menteri Kesehatan juga menyarankan agar masyarakat tetap menjaga kesehatan serta tidak keluar dari rumah, agar masyarakat tidak terjangkit dan juga agar virus ini tidak semakin menyebar luas. Warga juga di wajibkan untuk menjalani Work From Home (WFH) bagi masyarakat yang bekerja di kantor. Diharapkan juga agar warga memakai masker ketika keluar rumah. Kebijakan dari adanya WFH juga akan berdampak besar terhadap pendapatan warga Indonesia, dimana ada pekerjaan yang tidak bisa dikerjakan dirumah. Tentunya hal tersebut akan berdampak kepada penurunan pendapatan masyarakat. Dengan adanya virus corona ini, Indonesia juga terkena dampak yang besar yaitu dari sisi perekonomian, dimana sejak adanya covid-19 perekonomian Indonesia pun melemah. Akibatnya, banyak sekali pengangguran karena perusahaan-perusahaan besar yang tidak mampu untuk memproduksi, sehingga jalan satu-satunya yang dapat ditempuh dengan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan-karyawan. Ketika masyarakat diharuskan untuk WFH serta tidak boleh pergi atau keluar dari rumah.

Akibatnya, adanya kelangkaan barang yang menyebabkan masyarakat harus membeli kebutuhan yang cenderung banyak untuk memenuhi stock yang ada di rumah. Kebutuhan yang dimulai dari kebutuhan primer seperti bahan pokok, dan juga kebutuhan sekunder.

Semua barang yang menjadi kebutuhan sehari- hari dalam sekejap menjadi sangat susah dicari. Masyarakat dihimbau agar membeli peralatan kesehatan seperti masker salah satunya guna untuk mencegah dari virus korona. Warga pun kemudian banyak yang mencari dan membeli masker. Kebutuhan akan masker menjadi langka disaat ini, dan juga menjadi sulit untuk dicari. Beberapa masyarakat juga mengalami panic buying dalam berbelanja berbagai kebutuhan yang salah satunya masker. Meningkatnya kebutuhan pokok mengakibatkan kelangkaan yang cukup besar. Meningkatnya harga masker ini, terjadi pada awal bulan Maret 2020, dimana virus covid-19 telah menyebar secara luas, dan masyarakat banyak yang mencari masker. Masker pun menjadi sangat langka dan cenderung mahal harganya, dikarenakan pelaku usaha melihat situasi ini sebagai hal yang sangat menguntungkan, akibatnya pelaku usaha banyak melakukan penimbunan lalu menjual kembali dengan harga yang mahal. Mengenai kebutuhan masker yang semakin langka disaat pandemi ini. Dimana tingginya permintaan masker, justru digunakan atau dimanfaatkan oleh oknum-oknum atau pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab untuk mencari keuntungan serta memperkaya dirinya dengan menaikkan harga jual masker yang tentunya tidak sesuai dengan harga normal masker.

Tidak terpenuhinya hak-hak konsumen akibat melonjaknya harga tinggi masker seperti, hak informasi yang benar, jelas serta jujur mengenai kondisi dan jaminan dari

(3)

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022) 1099

barang atau jasa. Kita sebagai konsumen yang memiliki hak, pasti tahu bahwa harga masker yang tinggi itu bukan harga yang sesuai dengan harga normal. Tindakan dari pelaku usaha dengan menaikkan harga yang begitu tinggi, belum tentu dapat memberikan dampak yang positif terhadap usaha yang dijalani. Banyak konsumen yang mengeluh dan resah atas naiknya harga masker ini, karena mereka tidak mampu membeli masker tersebut. Terutama kepada warga yang kurang mampu, pasti sangatlah sulit untuk membeli masker yang harganya tergolong tinggi dimasa pandemi seperti ini. Keluhan dari para konsumen sepertinya tidak didengar bahkan harganya pun tetap melonjak tinggi. Hak untuk didengar pendapat dan keluhan kita sebagai konsumen tidak ditanggapi. Adanya Undang-Undang Perlindungan Konsumen diharapkan bisa menjamin perlindungan hukum atas hak-hak konsumen yang ada di Indonesia. Didalam Undang-Undang ini selain perlindungan konsumen, adapula kepentingan pelaku usaha. Dengan adanya perekonomian nasional, pelaku usaha juga menentukan, sehingga diatur pula perlindungan hak pelaku usaha.

Pemerintah seharusnya paham dengan situasi seperti ini, demi kesejahteraan rakyat, dimana harga masker patut dikurangi dan diturunkan harganya, agar semua masyarakat dapat membeli masker guna menjaga kesehatan. Salah satu contoh kasus yang sedang marak terjadi yaitu melonjaknya harga masker yang cenderung tinggi disaat pandemi, yang merugikan konsumen dalam memenuhi kebutuhan pokok salah satunya masker. Seperti yang dikutip di dalam berita Nasional Kontan pada tanggal 4 Maret 2020 dimana Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ira Aprilianti mengatakan bahwa, melonjaknya harga masker tidak sejalan dengan perlindungan konsumen. Lemahnya perlindungan konsumen dapat dilihat dari, salah satunya, melonjaknya harga barang penting yang akhirnya menyebabkan terjadinya panic buying. Pada masa pandemi saat ini, komoditas pangan, masker, hand sanitizer dan obat-obatan termasuk ke dalam barang penting. Fenomena yang terjadi ini sebagai tindakan dalam mengeksploitasi kebutuhan konsumen dengan mengambil keuntungan yang berlebihan. Fenomena juga berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

Metode Penelitian

Jenis penelitian dalam penulisan artikel ini menggunakan studi kasus normative berupa produk perilaku hukum, misalnya mengkaji Undang-Undang Pokok Kajiannya adalah hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku di dalam masyarakat dan menjadi acuan perilaku setiap orang. Sehingga hukum normative berfokus pada inventarisasi hukum positif, asas-asas dan doktrin hukum, penemuan hukum sistematik hukum, taraf sinkronisasi, perbandingan hukum dan sejarah hukum.

Adapun sumber data yang digunakan di dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

a. Sumber data hukum primer b. Data hukum sekunder c. Data hukum tersier

Adapun teknik pengumpulan data diambil dari kalangan ahli hukum, pendapat para ahli hukum dan sebagainya yang berkaitan dengan penelitian ini. Sedangkan analisis data yang diambil oleh peneliti ialah analisis secara kualitatif, kegiatan yang dilakukan di dalam analisis data penelitian hukum normative dengan cara data yang diperoleh di analisis secara deskriptif kualitatif taitu analisa terhadap data yang tidak bisa dihitung.

(4)

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022) 1100

Hasil dan pembahasan

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP PENIMBUNAN MASKER BAGI KONSUMEN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

Beberapa pihak yang dengan sengaja memanfaatkan isu virus corona sebagai ajang mendapatkan keuntungan pribadi sebesar-besarnya yang dimana hal tersebut berakibat merugikan masyarakat luas. Orang yang melakukan penimbunan dengan tujuan untuk mencari keuntungan termasuk bentuk tindak pidana di Indonesia yang telah terdapat pengaturannya dalam perundang-undangan. Akibat dari harga masker yang mengalami pelonjakan tersebut, masyarakat selaku konsumen tidak mampu untuk membeli masker baik N95 maupun masker konvensional. Apalagi, di masa pandemi ini banyak masyarakar menengah kebawah yang mengalami kesulitan dalam bidang ekonomi. Sehingga, masyarakat berinisiatif untuk menggunakan masker kain. Harga masker kain dibandingkan dengan masker N95 atau masker konvensional sangat berbeda. Masker kain sangat terjangkau dan dapat digunakan berkali-kali. Namun, masker kain yang diproduksi sendiri oleh mayarakat tidak memenuhi standar masker seperti masker N95 maupun masker konvensional. Sehingga, penggunaan masker kain tidak optimal untuk melindungi dari terpaparnya Virus COVID-19. Masalah perlindungan konsumen menjadi sebuah permasalahan yang sangat sering terjadi dalam kehidupan masyarakat. Masalah ini tergolong cukup rumit untuk melakukan suatu upaya penanganan selagi konsumen merasa dirugikan. Korban jiwa akibat terpaparnya Virus COVID-19 ini setiap harinya meningkat di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Masyarakat dalam rangka pencegahan, melakukan segala cara agar terhindar dari kejamnya ancaman virus ini. Namun, masyarakat saat ini mengalami kesulitan untuk mendapatkan masker yang akan digunakan untuk melindungi diri.

Kemudian beban masyarakat bertambah dengan harga masker yang mengalami pelonjakan menjadi sangat tidak masuk akal. Berbagai langkah kebijakan strategis guna mempertahankan konsumsi nasional terus dilakukan demi melindungi kebutuhan konsumen, namun tidak ditemukannya pengaturan berkaitan dengan perlindungan konsumen guna memperoleh barang yang sangat dibutuhkan sesuai dengan nilai tukar sehingga terjadinya kekosongan norma. Beberaa kasus mengenai pelaku usaha yang menjual masker dengan harga tinggi dimasa pandemic covid-19.

Ada 18 kasus dengan 33 tersangka dan dua diantaranya telah dilakukan penahanan.

Kasus yang ditangani tidak hanya menyangkut penimbunan tetapi juga mereka menaikkan harga berlipat ganda yang tidak sesuai dengan harga di pasaran," kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Polri, Kombes Asep Adisaputra saat virtual konferensi pers melalui akun Instagram, Kamis (2/4).

Atas perbuatannya para tersangka dijerat pasal berlapis yaitu Undang-Undang (UU) Perdagangan, UU Kesehatan dan UU Perlindungan Konsumen. "Tiga UU ini memiliki konsekuensi hukum dari jenis pelanggaran hukum yang disangkakan," kata dia.

Sebelumnya diketahui, Mabes Polri mengatakan saat ini sudah menangani 18 kasus penimbunan masker dan hand sanitizer. Namun, pihaknya tidak akan berhenti untuk melakukan penyelidikan terhadap oknum lain yang menimbun barang tersebut ditengah kondisi wabah virus Corona (Covid-19) yang sedang terjadi di Indonesia.

"Jangan sampai ada penimbunan dan kenaikan harga pada masker dan hand sanitizer yang dilakukan oleh para oknum yang tidak bertanggung jawab. Saat ini sudah ada 18 kasus

(5)

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022) 1101

yang ditangani oleh Mabes dan Polda," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Argo saat virtual konferensi pers melalui akun Instagram, Rabu (1/4).

Kasus berikutnya:

4 Terduga Penimbun Masker Dibekuk Polisi di Bogor

Tergiur keuntungan harga masker yang mahal, empat orang bernisial MA, 30 tahun;

MF (26); DW (46) dan AW (43) menimbun masker, yang kini banyak dicari warga terkait penyebaran Covid-19 atau Coronavirus. Bahkan keempat pelaku menjual masker abal-abal demi keuntungan berlipat ganda. "Omset mereka Rp 170 juta dengan modal Rp 20 juta," ucap Kapolres Bogor, Ajun Komisaris Besar Roland Ronaldy di Mapolres Bogor, Cibinong, Senin 9 Maret 2020.

Roland mengatakan keempat pelaku ditangkap di Jalan Edy Yoso Martadipura, Kelurahan Pakansari, dengan barang bukti 232 botol hand sanitizer, 332 kotak masker kesehatan dan 950 lusin masker abal-abal, serta 5 karung berisi masker. Selain itu, dua unit kendaraan roda empat jenis minibus pun disita petugas.

Roland menyebut pelaku menjual hand sanitizer per botol Rp 120 ribu, dengan harga modal Rp 20 ribu. Lalu masker dengan modal Rp 20 ribu per kotak, pelaku menjual seharga Rp 345 ribu. "Sedangkan masker abal-abal para pelaku menjual dengan harga Rp 30 ribu per lusin, padahal modalnya cuma enam ribu per lusin.

Penting nya mengetahu hak-hak pelaku usaha dan konsumen agar tidak terjadinya penyimpangan dalam kehidupan sehari-hari.

Kesimpulan

Perlindungan konsumen sangat berperan penting dalam kehidupan kita, karena dalam undang-undang perlindungan konsumen didalam nya terdapat hak-hak pelaku usaha serta kewajiban pelaku usaha agar hak-hak konsumen terpenuhi. Oleh karna itu pentingnya pelaku usaha memahami hak serta kewajiban nya dalam berniaga agar tidak merampas hak- hak dari konsumen. Pelaku usaha wajib memenuhi hak-hak konsumen agar tidak terjadinya perbuatan melawan hukum antara pelaku usahan dan konsumen.

Daftar Pustaka

[1] Ahmad Miru, Hukum Perlindungang Konsumen Cetakan ke-8 Jakarta:

Rajawali Press, 2014

[2] Ahmad Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di

Indonesia Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011.

[3] Barakatullah, Abdul Halim. Hak-Hak Konsumen. Bandung, NusaMedia, 2010.

[4] C.S.T, Kansil, and Christine S.T. Pokok-Pokok.Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Jilid II. Jakarta, Sinar Grafika, 2013.

[5] Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen

Referensi

Dokumen terkait

Konteks visi yang lebih tepat bagi Padang TV menurut penulis adalah “menjadi pemimpin dalam industri media televisi lokal di Kota Padang dan sekitarnya, dan berkontribusi

Peluang yang cukup besar untuk mengembangkan hasil-hasil penelitian dengan memanfaatkan pestisida nabati sudah menunjukkan efektivitasnya sebagai insektisida dari

Mikrostruktur kamaboko tanpa penambahan karaginan komersil (K(-)) (Gambar 6) terlihat matriks gel protein yang terbentuk seperti serabut yang kasar, hal ini disebabkan

Terdapat dua daripada tiga item berada dalam kedudukan paling rendah yang merupakan item dalam indikator penilaian terhadap rangsangan luar (item 8: Saya berasa risau

A vizsgált mutatók alapján a telepeket rangsoroltuk az SRD (Sum of Ranking Difference) módszerrel.. Az SRD módszert Héberger (2010) fejlesztette ki, és a módszer

Berdasarkan lokasi Pulau Pannikiang, lokasi penelitian berada tidak jauh dari adanya pemukiman masyarakat dimana sesuai dengan pernyataan dari Efriyeldi (2012)

Berdasarkan data yang sudah diolah menggunakan program SPSS dengan alat analisis crosstab, didapatkan hasil yang dapat menjelaskan hubungan antara durasi kegiatan

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul, “Peng aruh Likuiditas, Leverage , Profitabilitas, dan Ukuran Perusahaan Terhadap