• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Dasar Teori

2.2.1. Aluminium

Aluminium merupakan logam dengan karakteristik massa jenis yang relatif rendah (2,7 g/cm3), terletak pada golongan IIIA, dan memiliki nomor atom 13, memiliki konduktivitas listrik dan panas yang tinggi dan tahan terhadap serangan korosi di berbagai lingkungan, termasuk ditemperatur ruang, memiliki struktur FCC (face centerd cubic), tetap memiliki keuletan di

kondisi temperatur rendah serta memiliki temperatur lebur 660oC (Sipayung,

2008).

Aluminium membentuk lapisan oksida penghalang yang terikat kuat terhadap permukaannya, dan apabila lapisan tersebut rusak, maka akan dapat terbentuk kembali secara alami. Pada permukaan aluminium yang terabrasi dan terekspos oleh udara, ketebalan lapisan oksida penghalang hanya sekitar 1 nm, namun demikian, lapisan tersebut masih sangat efektif untuk melindungi aluminium dari korosi

Logam aluminium memiliki nilai elektro positif yang cukup tinggi, sehingga aluminium dapat dengan mudah bereaksi dengan oksigen dan membentuk lapisan oksida yang tipis pada permukaannya melalui reaksi sebagai berikut:

9

Lapisan oksida yang terbentuk pada aluminium memiliki ketebalan antara

0,1– 0,4x10-6 inchi sampai dengan 0,25 – 1x10-2 mikron. lapisan oksida ini

akan tetap stabil pada kondisi pH antara 4,5 sampai 8,5 sebagaimana ditunjukkan pada diagram pourbaix (Gambar 2.1). lapisan oksida tersebut juga meningkatkan sifat ketahanan korosi dari aluminium karena lapisan ini berfungsi sebagai lapisan protektif yang menghalangi oksigen untuk bereaksi lebih lanjut dengan aluminium.

Gambar.2.1 Diagram pourbaix Al.

Lapisan oksida aluminium (Al2O3) yang dihasilkan dari proses anodizing

berbeda dengan lapisan oksida yang terbentuk secara alami karena anodizing

dapat menghasilkan lapisan oksida dengan ketebalan mencapai 500 kali dan kekerasan hingga 2 kalinya (Nugroho, 2015).

2.2.2. Aluminium Murni (Seri 1XXX)

Alumunium seri 1XXX adalah jenis aluminium dengan tingkat kemurnian minimum 99,0 %. bila dilakukan proses elektrolisa lebih lanjut, dapat didapatkan alumunium dengan kemurnian hingga 99,99%.

10

Ketahanan korosi berubah menurut kemurnian, pada umumnya untuk kemurnian 99,0% atau diatasnya dapat dipergunakan di udara tahan dalam waktu bertahun-tahun. Hantaran listrik Al, kira-kira 65% dari hantaran listrik tembaga, tetapi massa jenisnya kurang lebih sepertiga dari tembaga sehingga memungkinkan untuk memperluas penampangnya. Oleh karena itu, dapat dipergunakan untuk kabel dan dalam berbagai bentuk. Misalnya sebagai lembaran

tipis (foil). Dalam hal ini dapat dipergunakan Al dengan kemurnian 99,0%.

Dibawah ini merupakan komposisi pada alumunium dengan seri 1XXX (Rasyid dkk, 2009).

Tabel.2.1 Komposisi aluminium seri 1XXX

Komposisi Si,% Fe,% Cu,% Mn,% Mg,% Zn,% Ti,% Others,% Al, % min 1050 0,25 0,4 0,05 0,05 0,05 0,05 0,03 0,03 99,5 1060 0,25 0,35 0,05 0,03 0,03 0,05 0,03 0,03 99,6 1100 0.95 Si + Fe 0.05-0.2 0,05 - 0,1 - 0,15 99 1145 0.55 Si + Fe 0,05 0,05 0,05 0,05 0,03 0,03 99,45 1200 1.00 Si + Fe 0,05 0,05 - 0,1 0,05 0,15 99 1230 0.70 Si + Fe 0,1 0,05 0,05 0,1 0,03 0,03 99,3 1350 0,1 0,4 0,05 0,01 - 0,05 - 0,11 99,5 (Sumber : Rasyid dkk, 2009) 2.2.3. Definisi Anodizing

Anodizing atau oksida anodik merupakan proses elektrolisis yang dilakukan untuk menghasilkan lapisan oksida yang lebih tebal dibandingkan lapisan oksida yang terbentuk secara alami sehingga dapat meningkatkan sifat-sifat fisik dan mekanik dari logam tersebut (Sipayung, 2008). tidak semua

logam dapat di anodizing dikarenakan perbedaan sifat fisik dan mekaniknya,

beberapa logam yang dapat di anodizing antara lain aluminium, titanium,

11

Pada proses anodizing logam aluminium diposisikan sebagai anoda

sehingga nantinya logam inilah yang akan teroksidasi. Katoda yang digunakan adalah elektroda inert. Katoda dan anoda dicelupkan pada larutan elektrolit berupa larutan asam maupun basa, hal ini dimaksudkan agar pH aluminium berada pada daerah yang rentan terhadap proses oksidasi. Agar terjadi aliran arus pada sel percobaan, maka katoda dan anoda dihubungkan pada sumber

arus yaitu rectifier, dimana anoda aluminium dihubungkan pada kutub positif

dan katoda berupa elektroda inert dihubungkan pada kutub negatif. Pada saat rectifier diaktifkan, maka arus akan mengalir dari kutub positif menuji kutub negatif dan hal ini menyebabkan terjadinya pelepasan ion pada aluminium, yang menyebabkan aluminium teroksidasi dan berikatan dengan oksigen serta membentuk lapisan oksida.

Gambar 2.2 Skema Anodizing

(Andriyanto, 2012)

Karakteristik lapisan oksida ini terintegrasi secara baik terhadap logam dasarnya, selain itu lapisan tersebut memiliki sifat keras jika dibandingkan dengan

kekerasan sapphire, transparan dengan beberapa variasi warna dan tidak dapat

mengelupas (Priyanto, 2012).

Pada proses anodizing terjadi peristiwa elektrolisis dimana sebagian logam

aluminium pada permukaan dilarutkan menggunakan arus listrik. Elektrolisis adalah peristiwa berlangsungnya reaksi kimia oleh arus listrik. diperlukan elektrolit (larutan atau leburan), dan dua elektroda yaitu anoda dan katoda. Pada anoda terjadi reaksi oksidasi sedangkan pada katoda terjadi reaksi reduksi. Elektrolisa benda kerja yang berupa aluminium. selanjutnya logam

12

aluminium akan berubah menjadi ion aluminium yang larut dalam larutan asam sesuai dengan rumus 2.2 berikut :

Al ( s ) → Al3+ ( aq ) + 3e.……….………(2.2) Jumlah zat yang bereaksi pada elektroda sel elektrolisis berbanding lurus dengan jumlah arus yang melalui sel tersebut, jika sejumlah arus tertentu mengalir melalui beberapa elektrolisis. Maka akan di hasilkan jumlah ekuivalen masing-masing zat. yang dinyatakan dalam hukum Faraday seperti persamaan 2.3 berikut :

=

�.��.�………...……….(2.3)

Dimana : n : Jumlah zat ( mol) i : Arus listrik ( Ampere)

F : Tetapan Faraday (1 Faraday = 96485 coulomb/mol) z : Jumlah elektron yang ditransfer per ion

Mengingat, massa zat adalah perkalian massa atom ( AR ) dengan mol atom maka dari persamaan diatas menjadi :

. �� = � . �� . � . ��……….………...………..……..(2.4)

=

�.�.���. � ……….……....……….…....………….(2.5) �

=

� . ��� . �……….………...………..………….…(2.6) Sedangkan persamaan untuk material aluminium dijelaskan pada persamaan 2.7 dan 2.8 sebagai berikut :

13 � �

=

� . ,. ………..………...….………….(2.7) � �

=

9,32 x10-5

. �

…….………..………...…...……(2.8) Dimana : m : massa (g/dm2) t : waktu ( menit) i : kuat arus (ampere)

2.2.4. Fungsi Anodizing

Anodizing dapat meningkatkan sifat mekanik dan fisik dari material

aluminium. adapun beberapa fungsi dari anodizing aluminium antara lain adalah :

1. Meningkatkan ketahanan korosi.

lapisan oksida yang terbentuk pada permukaan aluminium hasil anodizing

bersifat tahan terhadap korosi dan mampu menahan serangan atmosfer. dilingkungan asam. Lapisan oksida melindungi logam yang ada di bawahnya

dengan bertindak sebagai penghalang (barrier) dari serangan seperti

lingkungan yang korosif.

2. Meningkatkan sifat adhesif.

lapisan tipis hasil proses anodizing yang menggunakan asam sulfat dapat

meningkatkan kekuatan ikatan dan ketangguhan yang biasanya digunaan pada industri pesawat terbang.

3. Meningkatkan ketahanan aus.

Proses anodizing dapat menghasilkan lapisan setebal 25 – 100 mikron.

Dengan kekerasan inheren aluminium oksida yang sedemikian cukup tebal dapat digunakan untuk aplikasi di bawah kondisi ketahanan abrasi. Dimana lapisan oksida ini memiliki nilai kekerasan yang tinggi (sebanding

14

4. Isolator listrik.

Lapisan oksida memiliki resistivitas yang tinggi khususnya lapisan oksida dengan pori tertutup.

5. Dapat digunakan sebagai pelapis untuk katoda.

Dalam proses menghasikan lapisan oksida, aluminium yang bertindak sebagai anoda akan mengalami reaksi reduksi yang sekaligus melapisi katoda.

Walaupun proses pelapisan selesai, aluminium hasil anodizing dapat

digunakan berkali kali sebagai anoda dikarenakan pori dari lapisan oksida

dapat mendukung proses electroplating,

6. Aplikasi dekorasi / tampilan.

Pada permukaan logam, lapisan oksida yang terbentuk memiliki tampilan yang mengkilap, dimana pada aluminium tampilan oksida yang alami sangat diinginkan. Selain itu, lapisan oksida yang dihasilkan dapat menyerap zat pewarna yang dapat memperbaiki fisik aluminium.

2.2.5. Klasifikasi Anodizing

Reaksi dasar dari proses anodizing adalah merubah permukaan aluminium

menjadi aluminium oksida dengan menekan bagian logam sebagai anoda dalam elektrolis.

Ada 2 jenis klasifikasi anodizing yaitu berdasarkan:

1. Jenis elektrolit yang digunakan

Menurut Taufik (2011) Terdapat tiga jenis anodizing yang umum

digunakan jika dilihat berdasarkan jenis elektrolit yang digunakan antara lain : a. Chromic Acid Anodizing (Tipe I)

Tipe ini menggunakan larutan elektrolit chromic acid dan menghasilkan

lapisan yang paling tipis, hanya sekitar 0,5 hingga 2,5 mikron. Pada saat proses

berlangsung, 50% Al2O3 terintegrasi ke dalam substrat dan 50% pertumbuhan

lapisan kearah luar. Dapat meningkatkan ketahanan korosi pada alumunium. b. Sulfuric Acid Anodizing (Tipe II)

Tipe ini adalah tipe yang paling umum dilakukan yaitu dengan menggunakan larutan asam sulfat sebagai elektrolit dengan kemampuan

15

menghasilkan lapisan oksida hingga 50 mikron. Selama proses berlangsung, 67% oksida protektif terintegrasi ke dalam substrat dan sisanya tumbuh kearah luar.

Lapisan yang dihasilkan permeable dan porous sehingga dapat dilakukan

pewarnaan. Tipe II biasa digunakan untuk aplikasi arsitektur, bagian pesawat terbang, otomotif, maupun komputer.

c. Hard Anodizing (Tipe III)

Menggunakan larutan elektrolit yang sama dengan tipe II namun dengan konsentrasi yang lebih tinggi pada temperatur yang lebih rendah. Lapisan yang dihasilkan lebih tangguh, memiliki ketahanan abrasi yang baik, ketahanan korosi, anti pudar, tahan terhadap suhu tinggi, dan memiliki kekerasan yang baik. Lapisan mencapai ketebalan 75 mikron sehingga juga dapat menjadi insulator listrik yang baik. Umumnya digunakan pada peralatan yang membutuhkan ketahanan aus

yang sangat tinggi seperti pada piston dan hydraulic gear.

2. Jenis sumber arus yang digunakan

Menurut priyanto (2012), ada 2 jenis anodizing jika dilihat berdasarkan

jenis sumber arus yang digunakan antara lain : a. Anodizing arus AC

AC (alternate current) anodizing adalah anodizing yang menggunakan

arus bolak-balik. Proses pembentukan oksida pada AC anodizing lebih lambat

daripada DC anodizing karena polaritas positif dan negatif power supply

bergantian secara cepat. Anodizing tipe ini sering digunakan dengan tujuan

memperoleh hasil pelapisan dengan kekerasan rendah. Aplikasi anodizing tipe ini

adalah pada pembuatan aluminium foil. Apabila pembuatan aluminium foil

dilakukan menggunakan DC anodizing, maka akan diperoleh hasil anodizing

dengan kekerasan tinggi yang mengakibatkan aluminium foil akan patah jika

ditekuk atau di rol. Apabila pembuatan aluminium foil ini dilakukan dengan

menggunakan ACanodizing maka akan diperoleh aluminium foil dengan sifat

16 b. Anodizing arus DC

DC (dirrect current) anodizing adalah anodizing yang menggunakan arus

searah. proses pembentukan oksida pada DC anodizing lebih cepat daripada AC

anodizing karena polaritas positif power supply selalu berada pada benda kerja. Anodizing tipe ini sering digunakan dengan tujuan memperoleh hasil pelapisan dengan kekerasan tinggi.

2.2.6. Proses Anodizing

Anodizing adalah sebuah proses elektrokimia yang bertujuan untuk menghasilkan lapisan aluminium oksida dipermukaan aluminium dengan perantara elektrolit. Konsentrasi elektrolit yang digunakan yaitu 400ml/l. Aluminium atau anoda dipasang pada kutub positif (+) dan katoda (-) berupa lembaran alumunium atau bisa juga menggunakan timbal dan karbon. Proses Anodizing ditunjukan pada Gambar 2.3 :

Gambar 2.3 Proses Anodizing

Keterangan gambar 2.3 : 1. Cleaning (Pembersihan).

Cleaning merupakan proses untuk membersihkan bagian yang akan dianodisasi agar diperoleh hasil akhir yang memuaskan. Komposisi cairan

cleaning berupa detergen murni (Na2CO3) dengan konsentrasi larutan 5gr/liter.

Bagian yang telah di cleaning tidak boleh disentuh dengan menggunakan tangan karena dapat mengakibatkan kotoran dan lemak menempel lagi.

17 2. Etching (Etsa)

Etching (etsa) adalah proses menghilangkan lapisan oksida alami yang ada pada permukaan aluminium yang tidak dapat dihilangkan dengan proses

sebelumnya baik itu proses cleaning atau rinsing. Selain itu, proses etsa juga

ditujukan agar permukaan benda kerja lebih halus. Komposisi cairan etsa berupa larutan soda api (NaOH) dengan konsentrasi 100 gr/liter

3. Desmut

Desmut bertujuan untuk pembersihan bercak-bercak hitam yang diakibatkan oleh proses etsa. Larutan yang dipakai adalah campuran dari asam

phospat (H3PO4) dengan rasio 75% ditambah asam sulfat (H2SO4) 15%, dan asam

nitrat (HNO3) 10%.

4. Anodizing

Anodizing adalah proses pelapisan secara elektrokimia yang membentuk lapisan oksida pada permukaan aluminium. logam aluminium yang akan di anodizing dicelupkan ke dalam larutan elektrolit berupa asam sulfat (H2SO4) dengan konsentrasi 40% dan aquades 60%. lalu dialirkan arus listrik searah melewatinya. Aluminium dihubungkan dengan arus positif (+) yang bertindak sebagai anoda. Sedangkan yang bertindak sebagai katoda antara lain ; timbal, aluminium, maupun grafit, namun yang paling umum digunakan adalah

aluminium. Arus yang melewati bagian aluminium yang akan di anodizing

mengakibatkan permukaan aluminium (anoda) teroksidasi membentuk aluminium

oksida. Lapisan oksida berbentuk seperti struktur sarang lebah (honeycomb) yang

memiliki banyak pori-pori berukuran mikroskopis.

18

Logam aluminium atau benda kerja pada larutan elektrolit ditempatkan sebagai anoda sehingga logam inilah yang akan teroksidasi. Persamaan reaksi

yang terjadi pada anoda ketika proses anodizing sebagai berikut :

Al ( s ) → Al 3 + ( aq ) + 3 e………...………(2.9)

Atom-atom yang terdapat pada aluminium akan teroksidasi menjadi

ion-ion yang larut larutan asam sulfat (H2SO4). Hal ini membuat permukaan

logam aluminium menjadi berlubang membentuk pori – pori. Sedangkan pada

katoda terjadi reaksi sebagai berikut :

2H + ( aq ) + 2 e → H 2 ( g )……….(2.10)

5. Dieying (Perwarnaan)

Proses pewarnaan berfungsi sebagai pemberian warna pada pori - pori

lapisan oksida yang terbentuk setelah anodizing, sehingga dihasilkan tampilan

warna yang menarik pada lapisan oksida aluminium. Namun pada penelitian ini tidak digunakan pewarnaan dikarenakan ketidakmampuan spesimen untuk menyerap bahan pewarna akibat pori - pori yang sempit.

6. Sealing.

Proses sealing berfungsi untuk menutup pori - pori lapisan oksida yang

dihasilkan dari proses anodizing yang masih terbuka. Lapisan yang telah

ditutup dengan proses sealing dapat meningkatkan kekerasan permukaan

aluminium. pada proses sealing larutan yang digunakan adalah asam asetat

dengan konsentrasi 5 gr/liter aquades. Setelah dilakukan proses sealing, maka

struktur permukaan lapisan akan menjadi lebih halus dan rata.

2.2.7. Waktu pencelupan anodizing

Waktu pencelupan anodizing merupakan interval proses awal hingga akhir

proses anodizing. interval pencelupan pada proses anodizing merupakan salah

19

waktu pencelupan yang lebih lama akan menghasilkan ketebalan lapisan oksida (oxide layer) yang semakin tebal, sehingga kekerasan permukaan akan meningkat begitupula sebaliknya. Pada interval waktu yang terlalu lama, cenderung akan

menyebabkan burning (gosong) dan spesimen akan semakin tergerus habis. Hal

ini merupakan akibat dari aliran rapat arus yang terlalu lama pada area tertentu sehingga terjadi pemanasan berlebih pada area tersebut.

Nugroho (2015), melakukan penelitian terhadap variasi waktu pencelupan terhadap kekerasan permukaan pada aluminium 2024-T3, hasil penelitian tersebut

menyimpulkan bahwa semakin lama waktu pencelupan pada proses anodizing

akan menyebabkan permukaan aluminium menjadi semakin keras. hal ini disebabkan oleh lapisan oksida yang semakin tebal seiring bertambahnya waktu pencelupan, pori yang terbentuk pada lapisan oksida cenderung lebih sempit seiring bertambahnya waktu pencelupan yang juga mempengaruhi nilai kekerasan dimana akan meningkatkan kekerasan permukaan pada aluminium 2024-T3. yang ditunjukan pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Grafik variasi interval waktu pencelupan anodizing terhadap

kekerasan permukaan AL 2024-T3. (Nugroho, 2015)

20

2.2.8. Lapisan oksida anodizing

Lapisan hasil anodizing memiliki struktur yang berbeda dari lapisan

oksida yang terbentuk secara alami, dimana lapisannya memiliki struktur hexagonal berpori yang memiliki karakteristik yang unik sehingga meningkatkan sifat mekanis permukaan aluminium. Secara umum lapisan oksida hasil dari

proses anodizing memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Keras. Aluminium oksida (Al2O3) memiliki kekerasan mirip dengan sapphire

2. Insulatif dan tahan terhadap korosi

3. Transparan

4. Tahan terhadap goresan

Lapisan oksida yang terbentuk dari proses ini akan meningkatkan

katahanan abrasi, kemampuan insulator listrik. Aluminium serta paduannya

mempunyai sifat tahan terhadap korosi karena adanya lapisan oksida protektif .

Tebal dari lapisan oksida sekitar 0,005 - 0,0 1 μm.

Gambar 2.6 Struktur permukaan lapisan oksida hasil anodizing.

(Hutasoit, 2008)

Terbentuknya lapisan oksida pada permukaan logam yang di anodizing bergantung pada jenis elektrolit yang digunakan. lapisan dasar

oksida (barrier type oxide film) dan lapisan pori oksida ( porous oxide film )

21

mempunyai struktur yang berpori dengan bentuk strukturnya heksagonal, dengan pori yang terdapat di tengah . Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.7 Struktur berpori lapisan oksida (Sipayung, 2008)

Lapisan dasar merupakan lapisan yang tipis dan padat, yang berfungsi

sebagai lapisan antara lapisan pori dan logam dasar ( base metal). Struktur berpori

yang timbul pada lapisan oksida merupakan hasil dari kesetimbangan antara reaksi pembentukan dari pelarutan lapisan oksida. Pada awalnya lapisan pori yang terbentuk selinder memanjang namun karena kemudian bersinggungan dengan oksida - oksida lainnya yang berada di sisi-sisinya, maka lapisan oksida tersebut bertransformasi menjadi bentuk saluran heksagonal yang memanjang.

Proses pembentukan lapisan oksida dapat dipelajari dengan

memperhatikan dan mengamati perubahan arus pada tegangan anodizing

yang tetap atau perubahan tegangan pada arus tetap. Proses pembentukan lapisan oksida dapat dibagi dalam 4 tahapan, antara lain:

1. Penambahan barrier layer yang ditandai dengan penurunan arus yang

mengalir. Barrier layer ini merupakan lapisan oksida aluminium yang

menebal akibat adanya reaksi oksidasi pada permukaan logam. Akibat adanya penebalan maka hambatan yang ditimbulkan menjadi lebih besar. Hal

22

2. Setelah barrier layer menebal, mulai muncul benih - benih pori dekat batas

antara oksida dan larutan. Pada tahapan ini terjadi penurunan arus pada rectifier dan akan mencapai titik minimum saat tahapan ini berhenti.

3. Inisiasi pori yang terbentuk menjadi awal pembentukan struktur oksida

berpori. Bentuk pori pada tahapan ini tidak sempurna dan terjadi peningkatan arus yang mengalir.

4. Arus yang mengalir akan terus meningkat dengan semakin sempurnanya

morfologi lapisan oksida. Peningkatan ini terjadi hingga pada suatu saat arus yang mengalir akan konstan saat struktur berpori telah terbentuk sempurna. Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8.

Keterangan gambar:

1. Pembentukan barrier layer

2. Awal pembentukan

pori-pori

3. Pori mulai terbentuk dan

berkembang

4. Pori yang terbentuk

semakin stabil.

Gambar 2.8 Tahap pembentukan lapisan oksida (Sipayung, 2008)

26 BAB III

Dokumen terkait