• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III LAPORAN OBJEK PENELITIAN

G. Data-Data Pembiayaan

Dalam mengelompokkan pembiayaan dilihat dari segi kelancaran pembayaran, BMT Atina menggunakan lima kriteria sebagi berikut:

Tabel 3.4 Kriteria Pembiayaan BMT Atina Berdasarkan Jangka Waktu Pelunasan

Keterangan Jangka Waktu Keterlambatan

Lancar Tepat waktu

Dalam Perhatian Khusus (DPK) 1-90 hari

Kurang Lancar 91-120 hari

Diragukan 121-180

Macet Lebih dari 181 hari

2. Kondisi Pembiayaan Berdasarkan Produk/Akad

Tabel 3.5 Prosentase Jumlah dan Kondisi Pembiayaan Tahun 2010

Keterangan 2010 Lancar (%) DPK (%) Kurang Lancar (%) Diragukan (%) Macet (%) Murabahah 0% 0% 0% 0% 0% BBA 66% 14% 1% 2% 17% Mudharabah 0% 0% 0% 0% 0% Musyarakah 0% 0% 0% 0% 100% Ijarah 0% 0% 0% 0% 100%

Sumber: Pengolahan data laporan keuangan BMT Atina

Tabel 3.6 Prosentase Jumlah dan Kondisi Pembiayaan Tahun 2011

Keterangan 2011 Lancar (%) DPK (%) Kurang Lancar (%) Diragukan (%) Macet (%) Murabahah 0% 0% 0% 0% 0% BBA 71% 10% 3% 1% 15% Mudharabah 0% 0% 0% 0% 0% Musyarakah 0% 0% 0% 0% 100% Ijarah 0% 0% 0% 0% 100%

Tabel 3.7 Prosentase Jumlah dan Kondisi Pembiayaan Tahun 2012 Keterangan 2012 Lancar (%) DPK (%) Kurang Lancar (%) Diragukan (%) Macet (%) Murabahah 0% 0% 0% 0% 0% BBA 89% 1% 0% 0% 10% Mudharabah 0% 0% 0% 0% 0% Musyarakah 0% 0% 0% 0% 100% Ijarah 0% 0% 0% 0% 100%

Sumber: Pengolahan data laporan keuangan BMT Atina

3. Kondisi Pembiayaan Total Selama Periode 2010-2013

Tabel 3.8 Prosentase Total Pembiayaan Tahun 2010-2013

Keterangan 2010 2011 2012 Jumlah Nasabah 165 140 123 Lancar 65% 70% 88% DPK 14% 10% 1% Kurang Lancar 1% 3% 0% Diragukan 2% 1% 0% Macet 18% 16% 11%

Sumber: Pengolahan data laporan keuangan BMT Atina

Tabel 3.9 Prosentase Total Pembiayaan Tahun 2010-2013

Keterangan 2010 2011 2012 Jumlah Nasabah 165 140 123 Murabahah 0% 0% 0% BBA 98,56% 98,79% 98,64% Mudharabah 0% 0% 0% Musyarakah 1,44% 1,21% 1,36% Ijarah 0% 0% 0%

BAB IV ANALISIS

A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Bermasalah di BMT Atina

Pengolahan/analisis data yang diperoleh penulis selama dua bulan observasi di BMT Atina menghasilkan bahwa penyebab pembiayaan bermasalah dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor internal dan eksternal. Berdasarkan hasil wawancara penulis terhadap Bapak Rofi’i yang menjabat sebagai Kepala Bagian Pemasaran BMT Atina, faktor-faktor tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Faktor Internal

Faktor internal yaitu merupakan penyebab pembiayaan bermasalah yang berasal dari dalam lembaga itu sendiri.

a. Kualitas Karyawan

Setiap karyawan dituntut untuk dapat bekerja secara profesional. Jika tidak demikian, maka yang terjadi adalah tidak maksimalnya kegiatan operasional BMT. Khususnya dalam bidang pembiayaan, mereka harus lebih teliti mulai dari penilaian atau survei calon nasabah hingga proses pelunasan pembiayaan. Baik atau tidaknya kondisi pembiayaan ditentukan oleh karyawan pembiayaan itu sendiri karena merekalah yang menentukan sejak awal apakah calon nasabah/debitur layak mendapatkan pembiayaan atau tidak.

b. Pengawasan

Setelah adanya transaksi/persetujuan pembiayaan, tidak serta merta selesai sampai di situ saja prosesnya. Faktor pengawasan juga harus sangat diperhatikan, baik itu pengawasan secara langsung terhadap nasabah maupun pengawasan yang dilakukan khususnya oleh manajer pembiayaan terhadap karyawan yang menangani langsung pembiayaan tersebut. Pengawasan itu sendiri adalah meliputi sejak proses pembiayaan itu masih berlangsung hingga selanjutnya evaluasi setelah pembiayaan tersebut selesai.

c. Orientasi Target (Target Oriented)

Seringkali karyawan dibebani untuk menyalurkan pembiayaan sejumlah dana yang telah ditentukan oleh petinggi BMT dan juga manajer pembiayaan. Jika tidak terpenuhi maka upah/gaji yang diberikan bisa saja tidak sebagaimana mestinya. Bahkan lebih jauh bisa saja diberhentikan dari BMT dengan alasan kinerja tidak maksimal. Hal ini tentunya mau tidak mau mengharuskan seorang karyawan untuk dapat memenuhi target tersebut.

Hal utama yang menjadi pemikiran seorang karyawan pada saat itu pun menjadi hanya kuantitas dengan hanya sedikit pertimbangan kualitas dan analisis. Penilaian pembiayaan menjadi bersifat jangka pendek demi untuk memenuhi target yang diberikan. Penilaian pembiayaan yang kurang maksimal tersebut sangat berpotensi menyebabkan adanya pembiayaan bermasalah.

d. Komunikasi

Komunikasi menjadi hal yang cukup vital dalam sebuah lembaga, baik itu komunikasi secara langsung maupun tidak langsung. Dengan adanya komunikasi setiap individu di dalam BMT bisa lebih memaksimalkan potensi yang dimilikinya melalui sharing

antar sesama karyawan. Lebih penting dari itu adalah komunikasi personal untuk menciptakan suasana kekeluargaan yang lebih erat, sehingga kondisi etos kerja yang tercipta adalah bahwa karyawan bekerja tidak hanya untuk sebuah BMT tetapi juga bekerja untuk keluarganya.

Kurangnya komunikasi akan menimbulkan ketidakutuhan sebuah BMT. Khusunya dalam hal pembiayaan, masalah-masalah yang ada dan potensi masalah yang mungkin timbul tidak bisa terpecahkan secara maksimal dan bahkan tidak bisa terpecahkan sama sekali. Manajer tidak bisa melakukan pengawasan secara maksimal, dan karyawan pun tidak bisa memperoleh solusi yang tepat atas masalah pembiayaan yang sedang dihadapinya.

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yaitu merupakan penyebab pembiayaan bermasalah yang berasal dari luar BMT, baik dari nasabah itu sendiri maupun faktor-faktor lain di luar kontrol nasabah.

a. Karakter nasabah yang tidak amanah

Pada dasarnya setiap pengajuan pembiayaan oleh nasabah, akan dilakukan dulu survei yang cukup mengenai karakter nasabah. Namun demikian, keakuratan daripada survei ini pun tidak bisa 100%. Beberapa perilaku nasabah yang dapat menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah yaitu sebagai berikut:

1) Penggunaan dana pembiayaan yang tidak sebagaimana mestinya (tidak sesuai dengan kesepakatan awal pembiayaan)

2) Ketidakjujuran dalam menyampaikan kondisi dan laporan keuangan

3) Kabur / melarikan diri dari tempat tinggal saat ini

4) Menunda-nunda pembayaran dengan berbagai macam alasan b. Gagalnya usaha nasabah

Dalam hal ini biasanya adalah nasabah yang sebenarnya mau membayar namun tidak mampu melunasi pembiyaannya karena usaha yang dilakukannya mengalami kegagalan. Kegagalan ini bisa saja disebabkan oleh ketidak mampuan nasabah dalam mengelola usahanya dengan baik atau juga karena kalah persaingan dengan pengusaha lain. Gagalnya usaha nasabah ini secara otomatis akan menyebabkan nasabah tidak memiliki pendapatan yang baik lagi sehingga mengurangi kemampuannya untuk melunasi pembiayaan atau bahkan tidak bisa sama sekali.

c. Bencana alam

Bencana alam merupakan salah satu faktor eksternal yang sulit untuk dihindari. Nasabah yang terkena dampak langsung bencana, tentunya akan menambah berat beban hidupnya. Hal utama yang terpikirakan saat itu adalah bagaimana caranya supaya tetap bisa menjaga kelangsungan hidupnya. Jika demikian, maka pembiayaan yang telah diajukannya akan sedikit diabaikan. Hal ini yang kemudian menyebabkan pembiayaan tersebut bermasalah. d. Nasabah meninggal dunia

Suatu kodrat manusia yang tak dapat dihindari yaitu mati atau meninggal dunia, sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-Quran yang artinya “setiap yang bernyawa pasti akan mati”. Berdasarkan hukum yang berlaku, sebenarnya jika seseorang yang berhutang meninggal dunia, maka hutang terbebut adalah dilimpahkan kepada ahli warisnya. Namun begitu ada kalanya si ahli waris tidak mau mengakui hutang sejumlah yang diajukan oleh BMT, atau bisa saja tidak mengakui sama sekali karena ia tidak mengetahui tentang pembiayaan yang diajukan oleh keluarganya tersebut. Hal inilah yang kemudian berpotensi menimbulkan masalah dalam pembiyaan yang dilakukan.

B. Strategi Mengatasi Pembiayaan Bermasalah di BMT Atina

Penanganan pembiayaan bermasalah merupakan sesuatu hal yang cukup penting dan harus segera dilakukan dalam BMT. Namun demikian mengatasi pembiayaan bermasalah tidaklah semudah seperti pada teorinya. Dalam penanganannya, BMT sebagai salah satu lembaga keuangan mikro Islam, selain harus memperhatikan faktor dana pembiayaan itu sendiri, juga harus mempertimbangkan aspek sosial kemanusiaan dan syariah Islam khususnya. BMT tidak boleh melupakan salah satu tujuannya juga yaitu menegakkan syariah Islam dengan baik, khususnya dalam bidang ekonomi.

Pihak BMT tidak boleh semena-mena dan seenaknya sendiri memaksakan kehendak demi untuk memenuhi atau menyelesaikankan pembiayaannya yang bermasalah. Sedangkan pihak nasabah juga tidak boleh menghindar begitu saja dari tanggung jawabnya karena sudah ada komitmen dan perjanjian dari awal dengan BMT. Menurut M. Ali Sodikin S.E. sebagai Manajer BMT Atina, beberapa strategi mengatasi pembiayaan bermasalah di BMT Atina adalah sebagai berikut:

1. Pencegahan

a. Pencegahan oleh Pejabat Pembiayaan

1) Penguasaan dan penelitian kembali aspek bisnis nasabah 2) Analisis pembiayaan sesuai dengan persyaratan

3) Perhatian lebih detail terhadap gejala dini pembiayaan bermasalah dan segera mengambil langkah penyelamatan

4) Pengawasan dan pembinaan lebih jauh terhadap account officer

(petugas lapangan) supaya secara cepat dapat diketahui langkah- langkah yang harus segera dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari pembiayaan-pembiayaan yang dipegang oleh masing-masing AO masuk dalam pembiayaan bermasalah, sehingga tingkat kesehatan pembiayaan AO tetap sehat dan dapat memberi kontribusi positif pada tingkat kesehatan pembiayaan BMT keseluruhan.

b. Pencegahan oleh Account Officer (AO)

1) Mengikuti prosedur pembiayaan yang telah ditentukan 2) Menghindari sifat subjektif dalam menyalurkan pembiayaan 3) Berpegang teguh pada prinsip berdasarkan analisis

4) Tidak segan untuk menolak calon debitur

5) Dokumen lengkap sebelum realisasi/pencairan pembiayaan 6) Memantau perkembangan industri atau hal-hal yang berkaitan

dengan usaha debitur

7) Memantau aktivitas rekening debitur

8) Melakukan kunjungan scara teratur pada nasabah

9) Melakukan pengawasan terhadap ketertiban debitur dalam memenuhi kewajibannya

2. Penanganan

a. Revitalisasi (3R)

1) Penjadwalan Ulang (Rescheduling)

Penjadwalan ulang yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam melakukan penjadwalan ulang ini terdapat beberapa ketentuan sebagai berikut:

Tabel 4.1 Syarat dan Perubahan Penjadwalan Ulang

Syarat Perubahan

Potensi usaha masih ada

Kemampuan bayar nasabah ada Problem usaha sementara

Jangka waktu pembayaran Jadwal angsuran

Jumlah angsuran

2) Persyaratan Ulang (Reconditioning)

Persyaratan ulang yaitu perubahan sebagian atau keseluruhan persyaratan pembiayaan tanpa menambah sisa pokok kewajiban yang harus dibayarkan nasabah kepada BMT. Ketentuan yang digunakan BMT Atina yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.2 Syarat dan Perubahan Persyaratan Ulang

Syarat Perubahan

Potensi usaha masih ada Sarana usaha memadai Problem siklus usaha Plafond tetap

Harga jual

Agunan, kepemilikan

Pengurus, nama, dan status usaha Perubahan debitur

3) Penyusunan/Penataan Ulang (Restructuring)

Penyusunan ulang yaitu perubahan persyaratan pembiayaan dengan ketentuan sebagai berikut:

Tabel 4.3 Syarat dan Perubahan Penyusunan Ulang

Syarat Perubahan

Potensi usaha masih ada Kemampuan bayar ada Problem usaha sementara Plafond berubah

Jumlah plafond Persyaratan

Jadwal angsuran, jangka waktu Jaminan, jumlah angsuran Tindakan selanjutnya setelah langkah 3R diambil yaitu melakukan monitoring (pengawasan) baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memastikan bahwa debitur memiliki kemampuan memenuhi kewajibannya. Jika menemukan kendala dalam hal usaha, maka pihak BMT dapat pula mengusulkan dan/atau mencarikan pihak ketiga yang ahli dalam bidangnya untuk mengelola dan mengatur usaha debitur dengan lebih baik.

b. Penyelesaian Melalui Jaminan 1) Eksekusi

Eksekusi yaitu merupakan langkah penyelesaian pembiayaan dengan menjual dan menguasai jaminan yang diberikan debitur pada awal transaksi pembiayaan. Eksekusi ini dilakukan karena usaha debitur sudah tidak mempunyai prospek lagi atau debitur sudah tidak memiliki kemampuan lagi untuk memenuhi kewajibannya.

2) Likuidasi Usaha

Likuidasi usaha yaitu upaya penjualan stok/persediaan, sarana produksi, atau bahkan penjualan tempat usaha yang dijaminkan untuk menutup hutang yang tertunggak.

3) Parate Eksekusi

Parate eksekusi yaitu eksekusi jaminan tanpa melalui pengajuan gugatan perdata terlebih dahulu (secara sukarela oleh nasabah). Dengan kata lain parate eksekusi ini yaitu upaya pembayaran/pelunasan pembiayaan dengan cara penjualan jaminan secara sukarela oleh nasabah.

4) Ligitasi

Ligitasi yaitu proses eksekusi jaminan secara paksa melalui saluran hukum yang berlaku dengan melibatkan lembaga resmi negara (pengadilan).

5) Collection Agent

Collection agent yaitu langkah penagihan pembiayaan bermasalah dengan melalui pihak ketiga (kolektor).

Penyelesaian pembiayaan bermasalah melalui jaminan merupakan langkah terakhir apabila setelah dilakukan upaya 3R belum ada juga perubahan dari sisi debitur, atau nasabah masih belum bisa juga melunasi pembiayaannya. Namun demikian, pada perjalanannya BMT Atina belum pernah melakukan tindakan ini dengan pertimbangan sebagai berikut:

a) Pertimbangan Keagamaan

Salah satu fungsi BMT yaitu sebagai lembaga keuangan mikro syariah yang juga bertujuan untuk menegakkan agama Islam, maka dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalah yang dihadapi BMT Atina juga harus mengedepankan sisi keagamaan.

Berdasarkan beberapa analisis yang dilakukan jika debitur memang benar-benar tidak mampu lagi memenuhi kewajibannya kepada BMT, atau debitur mengalami kerugian usaha yang bukan disebabkan oleh miss management (diluar kehendak debitur),- seperti musibah kebakaran, penjarahan, bencana alam-, maka pihak BMT bisa memasukkan debitur tersebut dalam kategori gharim (orang yang sedang kesulitan dalam hutang). Kondisi tersebut berarti bahwa debitur layak untuk mendapatkan dana qardhul hasan (dana pinjaman kebaikan) untuk menjalankan atau memperbaiki usahanya kembali.

b) Pertimbangan Kemanusiaan

BMT sebagai lembaga keuangan mempunyai salah satu tujuan yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya dalam bidang ekonomi. BMT Atina juga mempertimbangkan sisi kemanusiaan dalam hal penyelesaian pembiayaan bermasalah.

BMT Atina tidak serta merta menyita jaminan secara sepihak, cara kekeluargaan dengan musyawarah bersama debitur adalah langkah utama dalam penyelesaiannya.

Kebanyakan nasabah BMT Atina di wilayah Banyubiru nasabah dengan tingkat kesejahteraan menengah ke bawah, maka sudah menjadi kewajiban BMT Atina juga untuk turut serta dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar. Jika BMT Atina seenaknya sendiri melakukan sita jaminan maka secara tidak langsung BMT Atina telah bergeser dari tujuannya semula dengan tindakan “memiskinkan” masyarakat.

Cara-cara kekeluargaan juga diutamakan untuk menjaga nama baik dan kepercayaan nasabah terhadap BMT. Dengan demikian nasabah mau untuk tetap mempercayakan dana dan meminjam dana dari BMT dengan alasan bahwa BMT bukanlah suatu lembaga keuangan yang semena-mena. c) Pertimbangan Teknis

Pertimbangan teknis diambil apabila debitur tidak mempunyai itikad baik dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalahnya. Namun demikian dalam proses sita jaminan diperlukan waktu, tenaga, dan biaya yang tidak sedikit. Hal ini dikarenakan bahwa proses tersebut harus melalui proses hukum juga.

Proses hukum di Indonesia yang terkesan berbelit-belit dan tidak praktis, menyebabkan beberapa orang merasa tidak nyaman saat harus berurusan dengan lembaga hukum. Pertimbangan teknis ini juga berkaitan dengan pertimbangan kemanusiaan karena jika sudah masuk dalam ranah hukum (pengadilan), proses-proses yang berlaku pun akan lebih memberatkan debitur dan BMT itu sendiri.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Pembiayaan BBA (bai’ bitsaman ajil) merupakan pembiayaan berdasarkan akad jual beli dengan sistem pembayaran yang dapat diangsur dalam jangka waktu tertentu. Dengan demikian maka acuan hukum yang digunakan adalah Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murabahah.

Secara umum penyebab pembiayaan bermasalah (bai’ bitsaman ajil) di BMT Atina dikategorikan menjadi dua hal yakni dari faktor eksternal (nasabah) dan faktor internal (BMT. Tipe nasabah yang banyak menimbulkan masalah yaitu nasabah yang sebenarnya mampu tapi tidak mau melaksanakan kewajibannya dan nasabah yang mau melunasi hutangnya namun tidak mampu dikarenakan kondisi ekonomi yang sedang dialaminya. Sedangkan dari sisi internal, adalah disebabkan oleh kondisi manajemen yang masih kurang rapi dan juga kurang selektifnya karyawan dalam memperoleh sasaran pembiayaan.

Strategi dalam mengatasi pembiayaan bermasalah dimulai dengan melakukan pembenahan terlebih dahulu pada sisi internal BMT. Pada dasarnya sumber utama atau penyebab pembiayaan bermasalah yang terjadi bermula dari sisi internal BMT, khususnya oleh karyawan pembiayaan.

Layak atau tidaknya seorang calon nasabah memperoleh pembiayaan ditentukan oleh karyawan pembiayaan tersebut, maka dari itu manajer BMT harus lebih selektif dalam merekrut karyawan-karyawan berikutnya khususnya yang menangani pembiayaan. Karyawan-karyawan yang sudah ada harus lebih sering diberikan pembinaan-pembianaan dan pelatihan mengenai pembiayaan. Selain itu juga perlu diadakan rapat bersama sesama karyawan dan manajer untuk membahas kondisi riil di lapangan mengenai masalah-masalah yang dihadapi berikut pembahasan solusi untuk meminimalisir dan mengatasi masalah tersebut.

Pada sisi eksternal (nasabah), BMT Atina cenderung melakukan pendekatan secara kekeluargaan kepada nasabah. Pendekatan semacam ini dimaksudkan untuk lebih memahami kondisi sebenarnya yang sedang terjadi pada nasabah. Jika terindikasi bahwa nasabah sebenarnya masih mempunyai itikad baik untuk melunasi hutangnya, maka kemudian pihak BMT dapat melakukan 3R (Rescheduling, Reconditioning, Restructuring). Akan tetapi jika ternyata tidak terindikasi adanya itikad baik dari nasabah, maka kemudian pihak BMT bisa menempuh jalur yang lebih resmi yaitu dengan mengirimkan surat peringatan dan atau surat penagihan.

Apabila melalui langkah kedua masih belum menemukan titik terang juga, maka kemudian pihak BMT bisa menempuh jalur hukum yaitu dengan penyitaan/penjualan jaminan, baik itu dilakukan secara sukarela oleh nasabah maupun penjualan paksa oleh BMT.

Jika hasil penjualan jaminan tersebut masih belum bisa melunasi hutang nasabah, maka pihak BMT masih tetap berhak untuk memperkarakan nasabah. Sebaliknya, jika hasil penjualan tersebut melebihi jumlah hutang yang harus dibayarkan oleh nasabah, maka pihak BMT wajib menyerahkan sisa hasil penjualan tersebut kepada nasabah. Namun demikian BMT sebagai salah satu lembaga keuangan Islam, juga harus mempertimbangkan beberapa faktor seperti aspek keagamaan dan kemanusiaan. Jika memang kondisi nasabah sangat tidak memungkinkan untuk melunasi hutangnya, maka BMT boleh untuk menghapus hutang tersebut demi untuk kebaikan bersama.

B. Saran

1. Dalam memberikan pembiayaan sebaiknya BMT Atina lebih selektif mengenai sasaran pembiayaan yang dituju dan lebih memperhatikan atau mengawasi kondisi-kondisi nasabah di lapangan dalam rangka untuk meminimalisir risiko-risiko terjadinya pembiayaan bermasalah.

2. Ada kalanya BMT Atina juga harus lebih tegas terhadap nasabah yang terindikasi memang sengaja menunda atau bahkan tidak mau untuk melunasi hutangnya. Hal ini dimaksudkan supaya jangan sampai bahwa kebaikan atau kelonggaran yang diberikan oleh BMT Atina justru disalahgunakan oleh debitur lain maupun calon debitur nantinya.

3. Dalam rangka membangun sebuah lembaga keuangan yang bisa survive

dan sustainable dalam era persaingan sekarang ini, maka diperlukan juga SDM yang lebih berkompetensi dalam bidang keuangan syariah khususnya yang berhubungan dengan pembiayaan. Selain itu juga perlu adanya komunikasi yang lebih aktif pada internal BMT dalam rangka menumbuhkan suasana kerja yang solid dan suasana kekeluargaan yang lebih nyaman.

DAFTAR PUSTAKA

Adam, Helmi. 2010. “Strategi manajemen risiko pada pembiayaan UKM di BMT al-Munawwarah dan BMT Berkah Madani” dalam Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Perbankan Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. (diunduh dari http://repository.uinjkt.ac.id)

Al-Makki, H.M. Arsyad. 2010. “Pengawasan dan Pembinaan Pembiayaan Bermasalah oleh Account Officer (Studi di PT BPR Syariah Baktimakmur Indah Krian Sidoarjo) dalam Masters Thesis Program Pascasarjana Hukum Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. (diunduh dari http://digilib.uin-suka.ac.id)

Ali, Zainuddin. 2008. Hukum Perbankan Syariah. Jakarta: Sinar Grafika

Amalia, Euis. M Taufiqi dan Dwi Nuraini I. 2007. Konsep dan Mekanisme Bank

Syariah. Jakarta: FSHUIN Syahid.

Arifin, Zainul. 2002. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta: Azkia Publisher.

Ascarya. 2007. Akad dan Produk Syari'ah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Chasanta, Arif. 2013. Profil BMT Atina. Banyubiru.

Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murabahah. Hasibuan. 2005. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.

Inayah, Nur. 2009. ”Strategi Penanganan Pembiayaan Bermasalah pada Pembiayaan Murabahah di BMT Bina Ihsanul Fikri Yogyakarta” dalam Skripsi Fakultas Dakwah Program Studi Manajemen Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. (diunduh dari http://digilib.uin-suka.ac.id)

Karim, Adiwarman. 2003. Analisis Fiqih Dan Keuangan. Edisi Pertama Cetakan Keempat. Jakarta: IIIT Indonesia.

Kasmir. 2000. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Cetakan Keempat.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Kasmir. 2001. Manajemen Perbankan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Kasmir. 2012. Bank dan Lembaga Keungan Lainnya. Cetakan Kesebelas, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Kusuma, Ida Ayu Pramesthi dan I Wayan Wiryawan. 2014. “Upaya Penyelesaian Hukum terhadap Pinjaman Bermasalah di Unit Simpan Pinjam Koperasi Serba Usaha Satya Dharma Denpasar”. Jurnal Kertha Semaya. Volume 2 No. 5, http://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/10350. Listanti, Daniatu, Moch Dzulkirom dan Topowijono. 2015. “Upaya Penanganan

Pembiayaan Murabahah Bermasalah pada Lembaga Keuangan Syariah (Studi Pada KJKS Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Mandiri Sejahtera Karangcangkring Gresik Jawa Timur Periode 2011-2013)”. Jurnal

Administrasi Bisnis. Volume 18 No. 1,

http://administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jab/article/vie w/746.

Muhammad. 2000. Sistem dan Prosedur Bank Syariah, Yogyakarta: UII Press. Muhammad. 2004. Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin pada Bank

Syariah, Yogyakarta: UII Press.

Muhammad. 2005. Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, Yogyakarta: UUP AMP YKPN.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.

Reinard, John C. 2006. Communication Research Statistics. SAGE.

Sadgrove, Kid. 2005. The Complete Guide to Business Risk Management. Gower Publishing Limited: Burlington.

Siswanto, H.B. 2007. Pengantar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.

Soekanto, Soerjono. 2001. Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sumitro, Warkum. 1997. Asas-Asas Perbankan Islam Dan Lembaga Terkait (BAMUI dan Takafuly) di indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sumiyanto, Ahmad. 2008. BMT Menuju Koperasi Modern. Yogyakarta: ISES

Publishing.

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 Tentang Kualitas Aktiva Produktif.

Suryana, Cahya. 2010. http://csuryana.wordpress.com/2010/03/25/data-dan-jenis- data-penelitian/

Taslimah, Heni. 2008. “Tinjauan Hukum Islam terhadap Pelaksanaan Penerapan Denda pada Pembiayaan Bermasalah di KSU BMT Multazam Yogyakarta” dalam Skripsi Fakultas Syariah Program Studi Muamalah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. (diunduh dari http://digilib.uin- suka.ac.id)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

Zulkifli, Sunarto. 2003. Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah. Jakarta: Zikrul Hakim.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama : Ahmad Khoerudin

Tempat, Tanggal Lahir : Kab. Semarang, 20 Agustus 1990 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia Status Perkawinan : Belum kawin

Dokumen terkait