• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: LANDASAN TEORI

F. Data Envelopment Analysis

=

F. Data Envelopment Analysis (DEA)

DEA adalah tehnik pemrograman linier yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi suatu organisasi dengan menggunakan sejumlah input dan output sebagai alat evaluasi dan sebagai tolak ukur dalam membuat suatu keputusan. DEA dikembangkan pertama kali oleh Farrell tahun 1957 yang mengukur efisiensi teknik satu input dan satu output menjadi multi input dan multi output, menggunakan kerangka nilai efisiensi relatif sebagai rasio input (single virtual input) dengan output (single virtual output).31

Menurut Muliaman D. Hadad, Wimboh S., Dhaniel I. dan Eugenia M., pendekatan DEA memiliki beberapa keunggulan yaitu: dapat menggunakan data yang lebih sedikit, lebih sedikit asumsi yang diperlukan

31

Adrian Sutawijaya dan Etty Puji Lestari, “Efisiensi Teknik Perbankan Indonesia Pasca

Krisis Ekonomi: Sebuah Studi Empiris Penerapan Model DEA”, Jurnal Ekonomi Pembangunan,

dan sampel yang lebih sedikit dapat dipergunakan. Namun demikian, kesimpulan secara statistika tidak dapat diambil jika menggunakan metode non-parametrik. Pendekatan DEA tidak memasukkan random error, oleh karena itu hasil ketidakefisienan hanya dijadikan faktor inefisiensi secara umum oleh sebuah Decision Making Unit (DMU). Pendekatan non-parametrik dapat digunakan untuk mengukur inefisiensi secara lebih umum.32

Keuntungan menggunakan DEA adalah kemampuan DEA mengidentifikasi unit yang digunakan sebagai referensi yang dapat membantu menentukan penyebab dan jalan keluar dari ketidakefisienan, yang merupakan keuntungan utama dalam aplikasi manajerial. DEA dapat menggunakan banyak input dan output serta tidak membutuhkan asumsi bentuk fungsi antara variabel input dan output tersebut. DEA juga tidak memerlukan spesifikasi yang lengkap dari bentuk fungsi yang menunjukan hubungan produksi dan distribusi dari observasi.33 Keuntungan utama dari DEA adalah tidak membutuhkan asumsi awal mengenai bentuk fungsi produksi. Sebaliknya, DEA membentuk fungsi produksi yang paling baik semata-mata berdasarkan data observasi.34

32

Mualiaman D. Hadad, dkk., Analisis Efisiensi Industri Perbankan Indonesia: Penggunaan Metode NonParametrik Data Envelopment Analysis (DEA), h.2

33 M. Fethi D dan F. Pasiouras, “Assesing Bank Efficiency and Performance with

Operational Research and Artificial Intelligence Techniques”, European Journal of Operational

Reseach, (2010), h. 189-198

34 I. Jemric dan Vujcic B., “Efficiency of Bank in Croatia: A DEA Approach”,

Kekurangan dari DEA adalah frontier sangat sensitif terhadap observasi-observasi ekstrim dan perhitungan-perhitungan error. Hal ini terjadi karena asumsi dasar DEA tidak memasukkan random error,

sehingga deviasi-deviasi dari frontier diindikasikan sebagai inefisiensi. Karena DEA merupakan pengukuran dengan metode non-parametrik, maka uji hipotesis secara statistik atas hasil DEA sulit dilakukan sehingga tidak dapat diambil kesimpulan secara statistik. DEA hanya mengukur efisiensi relatif antar DMU dalam suatu penelitian bukan efisinsi absolut.35

Dalam perkembangan pengukuran efisiensi melalui metode DEA oleh para ahli, ditemukan 2 (dua) model dalam mengaplikasikan metode DEA dalam mengukur efisiensi teknis suatu organisasi atau perusahaan yang dalam literature DEA disebut dengan Decision Making Unit (DMU). Model pengukuran efisiensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Orientasi Pengukuran dalam DEA

Terdapat dua orientasi yang digunakan dalam metodologi pengukuran efisiensi, yaitu:

a. Orientasi Input

Perspektif yang melihat efisiensi sebagai pengurangan pengunaan input meski memproduksi output dalam jumlah yang

35 Fitria Maharani, “Pengukuran Efisiensi Perbankan dengan Menggunakan Pendekatan

DEA dan Pengaruh Efisiensi Perbankan Terhadap Stock Return pada Bank Umum Konvensional

yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”, (Skripsi S1 Fakultas Ekonomi Program Studi

tetap. Cocok untuk industri dimana manager memiliki kontrol yang besar terhadap biaya operasional.

Grafik 2.3 Proyeksi frontier orientasi input model CCR36

b. Orientasi Output

Perspektif yang melihat efisiensi sebagai peningkatan output secara proporsional dengan menggunakan tingkat input yang sama. Cocok untuk industri dimana unit pembuat keputusan diberikan kuantitas sumber daya dalam jumlah yang fix dan diminta untuk memproduksi output sebanyak mungkin dari sumber daya tersebut.

Perbedaan antara orientasi input dan output model DEA hanya terletak pada ukuran yang digunakan dalam menentukan efisiensi (yaitu dari sisi input dan output), namun kedua orientasi tersebut akan mengestimasi frontier yang sama.

36

Cooper et al., Handbook on Data Envelopment Analysis, Second Edition, (New York: Springer Science and Business Media, 2011), hal. 15

Grafik 2.4 Proyeksi frontier orientasi output model CCR37

2. Pendekatan Optimisasi dalam DEA 1. Constant Return to Scale(CRS)38

Model CCR merupakan model dasar DEA menggunakan asumsi constan return to scale yang membawa implikasi pada bentuk efficient set yang linier. Model constan return to scale dikembangkan oleh Charnes, Cooper dan Rhodes (model CCR) pada tahun 1978. Model ini mengasumsikan bahwa rasio antara penambahan input dan output adalah sama (constan return to scale). Artinya, jika ada tambahan input sebesar x kali, maka output akan meningkat sebesar x kali juga. Asumsi lain yang digunakan dalam model ini adalah bahwa setiap perusahaan atau

decision making unit (DMU) beroperasi pada skala yang optimal.

37

Cooper et al., Handbook on Data Envelopment Analysis, Second Edition, hal.16

38

Coelli T.J., A Guide to DEAP version 2.1: A Data Envelopment Analysis (Computer Program), No.8/96, hal.10

Nurul Komaryatin melakukan pembahasan dengan mendefinisikan beberapa notasi.39 Dengan asumsi bahwa K adalah input dan M adalah output untuk setiap perusahaan atau seringkali disebut dengan DMU (Decision Making Unit) dalam literatur DEA. Untuk DMU ke-I diwakili secara berturut-turut oleh vektor x1 dan y1. Dalam hal, x adalah matrik input K x n, dan Y adalah matriks output M x n, maka representasi tersebut merupakan cara merumuskan data dalam bentuk matriks dari semua n DMU.

Tujuan dari DEA adalah membentuk sebuah frontier non-parametricenvelopment terhadap suatu data dari titik pengamatan yang berada di bawah frontier. Asumsi CRS ini juga dapat diwakili oleh unit isokuan dalam input space. Cara terbaik untuk memperkenalkan DEA adalah melalui bentuk rasio. Untuk setiap DMU, kita akan mendapatkan ukuran rasio dari semua output terhadap inputnya, seperti ujyj / v’xi, dimana u mrupakan vektor M x l dari output tertimbang (weight output) dan v adalah vektor K x l dari input tertimbang (weight input). Untuk penimbang yang optimal kita harus menspesifikan problema matematis (the mathematicalprogramming problem) sebagai berikut:

39

dimana:

hs= efisiensi teknis bank s

uis= bobot output i yang dihasilkan oleh bank s

yis= bobot input i yang diproduksi oleh bank s

vjs= bobot input j yang digunakan oleh bank s

xjs= jumlah input j yang diberikan oleh bank s

dalam hal ini, termasuk juga menemukan nilai untuk u dan v, sebagai sebuah pengukuran efisiensi hs yang maksimal. Dengan tujuan untuk kendala bahwa semua ukuran efisiensi haruslah kurang atau sama dengan satu, salah satu masalah dengan formulasi atau rumusan rasio ini adalah bahwa ia memiliki sejumlah solusi yang tidak terbatas (infinite). Untuk menghindari hal ini, maka kita dapat menentukan kendala yang akan menspesifikasikan dan memudahkan dalam proses selanjutnya menggunkan teknik komputasi yang terus mengalami perkembangan. Adapun fungsi kendala tersebut adalah:

ui dan vj ≥ 0

dimana N menunjukkan jumlah bank dalam sampel. Pertidaksamaan pertama menunjukkan adanya efisiensi rasio

untuk perusahaan lain tidak lebih dari 1, sememtara pertidaksamaan kedua berbobot positif. Angka rasio akan bervariasi antara 0 sampai dengan 1. Bank dikatakan efisien apabila memiliki angka rasio mendekati 1 atau 100 persen, sebaliknya jika mendekati 0 menunjukkan efisiensi bank semakin rendah. Pada DEA, setiap bank dapat menentukan pembobotnya masing-masing dan menjamin bahwa pembobot yang dipilih akan menghasilkan ukuran kinerja yang terbaik. Berapa bagian program linier ditransformasikan sebagai berikut:

Maksimasi ∑

Kendala ∑

Efisiensi pada masing-masing bank dihitung menggunakan programasi linier dengan memaksimumkan jumlah output yang dibobot dari bank s. Kendala jumlah input yang dibobot harus sama dengan satu untuk semua bank, yaitu jumlah output yang dikurangi jumlah input yang dibobot harus kurang atau sama dengan 0. Hal ini berarti semua bank akan berada atau di bawah referensi kinerja frontier yang merupakan garis lurus yang memotong sumbu origin.

2. Variable Return to Scale (VRS)40

Model ini dikembangkan oleh Banker, Charnes, dan Cooper (model BCC) pada tahun 1984 dan merupakan pengembangan dari model CCR. Model ini beranggapan bahwa perusahaan tudak atau belum beroperasi pada pada skala yang optimal. Asumsi dari model ini adalah bahwa rasio antara penambahan input dan output tidak sama (variable return to scale). Artinya, penambahan input sebesar x kali tidak akan menyebabkan peningkatan output sebesar x kali, bisa lebih kecil atau lebih besar dari x kali. Pendekatan ini relatif lebih tepat digunakan dalam menganalisis efisiensi kinerja pada perusahaan jasa termasuk bank.

Variabel return to scale merupakan asumsi yang lebih tepat digunakan untuk sampel besar.41 Variabel return to scale

menggambarkan technical efficiency secara keseluruhan yang terdiri dari dua komponen: pure technical efficiency dan scale efficiency.

Pure technical efficiency menggambarkan kemampuan manajer perusahaan atau DMU untuk memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya. Sedangkan scale efficiency menggambarkan suatu DMU atau perusahaan dapat beroperasi pada skala produksi yang tepat.

40

Coelli T.J., A Guide to DEAP version 2.1: A Data Envelopment Analysis, hal. 18

41N. Avkiran K.,”The Evidence on Efficiency Gains: The Role of Mergers and The

Nurul komaryatin berpendapat bahwa asumsi CRS hanya cocok jika semua perusahaan beroperasi pada skala yang optimal.42 Persaingan tidak sempurna, kendala keuangan dan sebagainya mungkin menyebabkan sebuah perusahaan tidak beroperasi pada skala yang optimal. Bankers, Charnes dan Cooper pada tahun 1984 menganjurkan sebuah perluasan dari model CRS DEA dengan menerapkan perhitungan VRS (variable return to scale). Penggunaan dari spesifikasi CRS ketika tidak semua perusahaan beroperasi pada skala yang optimal, akan menghasilkan pengukuran efisiensi teknis (technical efficiency/ TE) yang berbaur atau dikacaukan dengan hasil pengukuran efisiensi skala (scale efficiency/ SE). Kegunaan dari spesifikasi VRS ini akan memungkinkan perhitungan TE yang dapat menghilangkan sama sekali efek dari SE ini.

Permasalahan program linier untuk CRS dapat dengan mudah dimodifikasi guna menjelaskan pendekatan VRS dengan cara menambahkan kendala konektivitas (convexity constraint) ke dalam persamaan sehingga rumus matematisnya menjadi:

Maksimasi = ∑

Kendala ∑

42

Muhammad Arif Amrillah, Efisiensi Perbankan Syriah di Indonesia Tahun 2005-2009, hal.53

Dimana U0 merupakan penggal yang dapat bernilai positif atau negatif.

Dokumen terkait