• Tidak ada hasil yang ditemukan

43 Data 3 harian adalah rata-rata data 3 hari yang berakhir pada tanggal file,

misalnya file data 3 harian tanggal 3 Januari 2014, maka data tersebut merupakan data rata-rata 3 hari yaitu tanggal 1, 2, dan 3 Januari 2014. Data mingguan merupakan data rata-rata 7 hari yang berawal di hari Minggu dan berakhir pada hari Sabtu, nama file sesuai dengan tanggal hari Sabtu. Data bulanan merupakan data rata-rat seluruh data dalam satu bulan kalender. Proses pengolahan data 3-harian, mingguan dan bulanan sama dengan data harian. Perbandingan data SPL harian, 3-harian, mingguan dan bulanan ditampilkan pada Gambar 50.

SPL TMI Harian SPL TMI 3-harian

SPL TMI Mingguan SPL TMI Bulanan

Gambar 50. SPL TMI Harian, 3-harian, Mingguan dan Bulanan

Warna putih pada SPL TMI menunjukkan tidak adanya informasi SPL, hal ini bukan disebabkan oleh liputan awan melainkan karena adanya kontaminasi side lobe. Kontaminasi side-lobe ini menyebabkan tidak adanya informasi SPL pada bagian pesisir (± 50 km). Suhu permukaan laut juga tidak dihasilkan pada daerah dengan sun glitter dan hujan lebat.

Pada Gambar 50 terlihat bahwa data 3-harian pada data TMI telah dapat menggambarkan SPL perairan Indonesia. Hal ini telah dikaji oleh Marini et al., 2014 dalam tulisannya yang berjudul Sea Surface Temperature Measurment From TMI

and MODIS Data. Dalam tulisannya Marini, et al., 2014 membandingkan SPL yang

dihasilkan oleh sensor TMI dan MODIS di perairan Barat Sumatera selama bulan Juni 2012, yang diilustrasikan pada Gambar 51 di bawah ini:

44

Gambar 51. Perbandingan SPL dari MODIS dan TMI

Dikatakan bahwa informasi sebaran SPL dari data TMI lebih informatif dibandingkan dengan dari data MODIS, data rata-rata 3-harian dari data TMI sudah bisa memberikan gambaran distribusi di daerah kajian, sementara data MODIS baru pada rata-rata mingguan atau bulanannya. Hal ini juga terlihat pada grafik liputan SPL Data TMI dan MODIS, dimana data harian, 3-harian, dan mingguan data TMI mempunyai presentase liputan yang lebih baik. Namun tidak pada data bulanan, presentase liputan SPL bulanan MODIS lebih baik dibandingkan dengan data SPL TMI. Hal ini disebabkan karena SPL MODIS mampu menjangkau wilayah pesisir.

Pengukuran SPL dari sensor inframerah termal mempunyai resolusi spasial yang lebih baik dan dapat menjangkau wilayah pesisir tetapi mempunyai keterbatasan terhadap liputan awan, sedangkan sensor microwave, dalam hal ini TMI dapat menghasilkan SPL yang bebas liputan awan namun tidak bisa memberikan SPL di wilayah pesisir. Berdasarkan keunggulan dan kelemahan masih-masing sensor tersebut, perlu dikaji lebih lanjut untuk menggabung kedua data tersebut, sehingga bisa dihasilkan informasi SPL yang bebas awan, liputan yang lebih besar dengan resolusi yang lebih tinggi.

5.4. Informasi ZPPI dari Satelit Altimetri

Data-data tersebut dapat diaplikasikan di berbagai sektor keilmuan dan juga sebagai indikator fenomena global. Untuk saintifik oseanografi digunakan untuk mempelajari fenomena upwelling, downwelling, arus eddy dan deteksi kejadian gelombang laut. Sebagai indikator fenomena global digunakan untuk memantau kenaikan tinggi muka akibat pemanasan global/perubahan iklim dan indicator fenomena El Nino/La Nina.

45

Gambar 52. Deret waktu kenaikan tinggi muka laut global dari 1993 s/d 2015. (Sumber http://www.aviso.altimetri.fr, 2015)

Gambar 52 menunjukkan bentuk deret waktu kenaikan tinggi muka laut (rata-rata global) dari Januari 1993 sampai Agustus 2015. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kenaikan tinggi muka laut secara rata-rata global sebesar 3,32 mm per-tahun. Dalam kurun waktu 23 tahun (1993 s/d. 2015) kenaikan tinggi muka laut mencapai 76 mm. Hasil tersebut masih rata-rata global dan sebaran secara spasial perubahan tinggi muka laut memiliki variabilitas yang tinggi untuk laut global.

Gambar 53. Tren kenaikan tinggi muka laut dari tahun 1993 sampai 2014. (http://www.aviso.altimetri.fr, 2015)

Gambar 53 menampilkan sebaran spasial trend tinggi muka laut selama periode pengamatan dari Januari 1993 sampai Desember 2014 ( 22 tahun). Nilai gradien berkisar antara -10 s/d. 10 mm per-tahun. Sebagian besar wilayah laut global mengalami peningkatan tinggi muka laut/tren positif dan hanya sebagian kecil mengalami penurunan/tren negatif. Peningkatan tertinggi terdapat di Samudera Pasifik bagian barat sampai ke wilayah laut Indonesia. Untuk wilayah Indonesia nilai tren berkisar antara 5 sampai 10 mm/tahun. Hasil tersebut menunjukkan bahwa selama kurun waktu 22 tahun laut Indonesia mengalami peningkatan tinggi muka

46

laut rata-rata sebesar 5 mm/tahun sampai 10 mm/tahun, dengan kenaikan yang bervariasi secara spasial. Secara zonal kenaikan tertinggi terdapat di wilayah laut Indonesia bagian timur yang berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik bagian barat. Hal tersebut menggambarkan bahwa wilayah pesisir Indonesia bagian timur lebih rentan dengan dampak dari kenaikan tinggi muka laut dibandingkan wilayah pesisir di bagian tengah dan barat Indonesia. Selanjutnya data satelit altimetri dapat dimanfaatkan sebagai penanda kejadian El Nino, seperti ditampilkan dalam Gambar 54 berikut.

Gambar 54. Anomali tinggi muka lautdi Samudera Pasifik tahun 2015. (Sumber : http://www.aviso.altimetri.fr, 2015)

Dalam Gambar 54 ditampilkan anomali tinggi muka laut di Samudera Pasifik dari Januari sampai Oktober 2015. Hasil tersebut menunjukkan bahwa bulan Februari 2015 sudah tampak penanda atau indikator akan terjadinya El Nino tahun 2015. Terlihat bahwa anomali tinggi muka laut mulai mengalami peningkatan di ekuator Samudera Pasifik terutama di bagian tengah. Untuk bulan-bulan berikutnya sampai bulan Oktober peningkatan tersebut semakin menguat dengan cakupan yang semakin meluas kearah Samudera Pasifik bagian timur. Sedangkan di ekuator bagian barat Samudera Pasifik terjadi penurunan anomali. Untuk kejadian La Nina anomali tinggi muka laut dapat digunakan sebagai penanda tetapi posisinya kontra dibandingkan saat kejadian El Nino, anomali menurun di ekuator Samudera Pasifik bagian timur dan menguat di bagian barat.

47

Dokumen terkait