• Tidak ada hasil yang ditemukan

21 pembentukan model, sedangkan evaluation data digunakan untuk memvalidasi hasil

prediksi dari pemodelan tersebut (Himmerman & Guissan, 2000). Sebelum dilakukan pemodelan GAM, terlebih dahulu dilakukan eksplorasi dataset sesuai dengan prosedur yang mengacu pada Zuur et al., (2009) dan Zuur et al., (2010). Secara umum GAM menggunakan smoothing curve untuk memodelkan hubungan antara variabel respon dengan variabel penjelasnya (Zuur et al., 2007). Bentuk dasar persamaan dasar dari GAM adalah:

Yi = α + f (Xi) + εi (10)

dimana Yi adalah variabel respon; α merupakan konstanta intersep; f (Xi) merupakan smoothing curve untuk setiap variabel penjelas; dan εi adalah error atu kesalahan

pengukuran setiap variabel penjelas (Zuur et al., 2007). Pemodelan GAM dilakukan dengan menggunakan mgcv package (Wood, 2006) yang terdapat dalam program R (R Core Development Project, 2008). Pemodelan GAM dilakukan dengan menggunakan distribusi Gaussian dan fungsi identity link. Sebagai variabel respon adalah laju CPUE salah satu jenis ikan pelagis (CPUE), sedangkan sebagai variabel-variabel penjelasnya adalah SPL, Klorofil, dan SSHA.

Pembentukan model GAM dimulai dengan setiap satu variabel penjelas, yang dilanjutkan dengan kombinasi dua dan tiga variabel-variabel penjelas. Pemilihan model GAM yang akan digunakan untuk memprediksi sebaran daerah potensi penangkapan ikan pelagis didasarkan pada nilai Akaike’s Information Criteria (AIC)

setiap model GAM yang terbentuk, nilai deviance setiap model GAM yang terbentuk, dan tingkat signifikansi variabel-variabel penjelas yang digunakan dalam pembentukan setiap model GAM (Zuur et al., 2007; Zuur et al., 2009). Deviance dan AIC menunjukkan tingkat keakuratan variabel-variabel penjelas dalam menjelaskan variasi variabel respon dalam setiap persamaan GAM. Semakin kecil nilai deviance dan semakin tinggi nilai AIC berarti semakin tinggi tingkat keakuratan model GAM dalam menjelaskan variasi variabel respon (Zuur et al., 2007; Zuur et al., 2009).

Persamaan GAM dengan nilai deviance terendah, AIC tertinggi serta dengan variabel penjelas berada dalam tingkat signifikan akan dijadikan persamaan dalam menentukan zona potensial penangkapan ikan. Informasi ZPPI hasil pemodelan tersebut selanjutnya di ujicoba dan diperhitungkan akurasinya dengan dua pendekatan. Pendekatan pertama, uji akurasi informasi ZPPI dilakukan dengan menganalisis jarak terdekat lokasi dan posisi penangkapan dengan hasil tangkapan ikan terbanyak terhadap lokasi ZPPI hasil penentuan berdasarkan persamaan GAM. Uji akurasi ini dilakukan dengan menganalisis secara spasial menggunakan data arsip hasil tangkapan ikan dari nelayan yang sesuai dengan informasi ZPPI yang dihasilkan.

Pendekatan kedua, informasi ZPPI hasil model disampaikan kepada nelayan sampel di dua lokasi kajian (Sadang, Kabupaten Gunung Kidul dan Karangsong, Kabupaten Indramayu) untuk digunakan dalam melakukan operasi penangkapan selama tiga kali masa operasi, dengan masa operasi lebih dari 5 atau 7 hari. Validasi informasi ZPPI didasarkan pada analisis regresi antara lokasi atau titik informasi ZPPI terhadap lokasi penangkapan dan memperhitungkan penurunan hasil tangkapan pada lokasi yang diamati terhadap waktu atau tanggal informasi ZPPI yang digunakan (hal ini dapat dinyatakan sebagai masa valid dari informasi ZPPI).

22

Validasi dan uji akurasi dengan pendekatan pertama juga dilakukan terhadap metode penentuan informasi ZPPI yang selama ini telah diopersionalkan oleh Tim Produksi Informasi ZPPI LAPAN. Metode penentuan ZPPI yang digunakan didasarkan pada suhu permukaan laut dan/atau dari satelit NOAA-AVHRR atau Terra/Aqua-MODIS dengan kriteria ZPPI merupakan daerah gradient suhu (perbedaan suhu 0,5°C dengan jarak 3 kilometer) dan daerah dengan konsentrasi klorofil minimal 0,3 mg/l.

4.3.4. Otomatisasi Sistem Produksi dan Diseminasi Informasi ZPPI

Kegiatan otomatisasi merupakan penerapan hasil pengembangan metode penentuan ZPPI yang bertujuan untuk memudahkan dan mempercepat proses serta mengurangi subyektifitas dalam memproduksi informasi ZPPI. Otomatisasi dirancang tidak hanya untuk memproduksi informasi ZPPI tetapi juga untuk mengekstraksi parameter utama pendukungnya (SPL, Klorofil dan SSHA). Proses otomatisasi menggunakan teknologi yang terdapat pada program aplikasi ENVI yaitu bahasa pemrograman Interactive Data Language (IDL). Dengan memanfaatkan fungsi-fungsi yang telah ada sebelumnya dan kemudian dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan operasional.

Fungsi baru akan memproses inputan satu atau lebih file citra satelit NOAA-AVHRR, Terra/Aqua MODIS, SNPP-VIIRS dan Altimetri sekaligus dan kemudian memprosesnya sampai akhirnya menghasilkan output berupa data citra yang sudah terkoreksi geometri secara sistematis dan data SPL, Klorofil dan SSHA. Hasil proses otomatisasi pada penelitian tahun 2014 (progam ZAP) akan disempurnakan mengikuti hasil litbang pada tahun ini. Program ZAP telah mengakomodasi proses pengiriman informasi ZPPI kepada pengguna secara otomatis sesuai daerah operasi penangkapan ikan yang dibutuhkan.

Selain otomatisasi, pada penelitian ini dirancang Sistem Informasi ZPPI (SIZPPI) untuk memudahkan diseminasi informasi dan penyajian informasi yang lebih lengkap dan komunikatif kepada para pengguna. Hasil informasi ZPPI harian, bulanan dan musiman serta informasi parameter utama pendukungnya disajikan dalam Sistem Informasi ZPPI (SIZPPI). Secara umum tahapan proses pengembangan metode pemanfaatan data penginderaan jauh untuk informasi ZPPI digambarkan dalam diagram alir pada Gambar 15.

23

Gambar 15. Diagram Alir Proses Pengembangan Model Penentuan dan Peningkatan Akurasi Informasi ZPPI

4.3.5. Survei Lapangan

Survei lapangan bertujuan untuk berkoordinasi dengan mitra penelitian dan mensosialisasikan hasil litbang kepada pengguna informasi ZPPI, mengumpulkan data maupun informasi terkait dengan kegiatan operasi penangkapan ikan serta verifikasi dan validasi pemanfaatan informasi ZPPI pada lokasi yang dikaji. Beberapa data dan informasi penting terkait penelitian seperti; lokasi dan posisi penangkapan, jenis alat tangkap, hasil tangkapan, lama operasi penangkapan ikan, musim penangkapan, penyebaran jenis ikan khususnya ikan pelagis, dan sebagainya akan sangat mendukung dalam pengolahan, analisis data serta pengembangan model penentuan informasi ZPPI.

Metode survei yang digunakan meliputi: wawancara mendalam (depth interview) berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disusun untuk keperluan analisis dan tujuan penelitian kepada responden (nelayan, juragan/pemilik kapal, pengurus/anggota KUD dan pegawai Diskan setempat), pengumpulan dan pencatatan data. Materi wawancara meliputi kondisi kegiatan operasi penangkapan dan pemanfaatan informasi ZPPI serta manfaat maupun kendala-kendala yang dihadapi selama melakukan kedua kegiatan tersebut. Data dan informasi perikanan hasil wawancara dikumpulkan dan dicatat secara lengkap.

Pencatatan data dilakukan terutama untuk data berupa arsip log book nelayan yang tertulis maupun digital yang terekam dalam GPS nelayan. Selain itu dikumpulkan juga data statistik perikanan dari KUD maupun Diskan setempat. Verifikasi dan validasi di lapangan dilakukan dengan penyampaian informasi ZPPI hasil pengembangan model kepada nelayan sampel melalui diskusi secara formal maupun informal untuk digunakan dalam melakukan operasi penangkapan. Verifikasi hasil kajian juga dilakukaan dengan meminta konfirmasi kebenaran

24

daerah-daerah potensi dan waktu/musim penangkapan ikan kepada nelayan setempat berdasarkan pengalaman dan fakta yang mereka miliki.

Survei lapangan dilaksanakan di dua lokasi kajian yaitu Karangsong, Kabupaten Indramayu dan Sadeng, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Waktu pelaksanaan survei ke masing-masing lokasi disesuaikan dengan jadwal dan kerangka kegiatan kerjasama dan kisaran musim peralihan dan musim timur karena kondisi cuaca (angin dan gelombang) yang relatif lebih lemah untuk operasi penangkapan ikan. Survei lapangan dilaksanakan oleh Tim LAPAN dan dikoordinasikan bersama dengan Dinas Perikanan Kabupaten Indramayu dan Kelompok Nelayan Mina Sumitra Indramayu serta Dinas Kelautan dan Perikanan serta kelompok nelayan di wilayh Provinsi D.I.Yogyakarta.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Informasi Suhu Permukaan Laut NOAA AVHRR

SPL merupakan salah satu parameter oseanografi yang memegang peranan penting dalam penentuan lokasi yang potensial untuk penangkapan ikan. Informasi SPL dalam kegiatan pemanfaatan data satelit penginderaan jauh untuk perikanan ini diturunkan dari data satelit NOAA-AVHRR. Informasi spasial SPL tersebut diperoleh melalui proses ekstraksi dari data AVHRR satelit NOAA 18 dan 19.

Gambar 16. Informasi Spasial SPL Berbasis Data NOAA Tanggal 01 November 2015

Hasil informasi spasial SPL harian berbasis data NOAA yang diolah menggunakan algoritma diatas dapat dilihat pada Gambar 16 sampai dengan Gambar 20. Pada informasi SPL tanggal 01 November 2015 itu berdasarkan satelit NOAA 18 yang diakuisisi pada pukul 17.22 WIB. Dari info SPL tersebut terlihat sebaran suhu berkisar antara 260C sampai 330C dan masih banyak daerah perairan yang tidak mengeluarkan informasi SPL dikarenakan adanya awan yang menutupi daerah perairan tersebut. Untuk mendapatkan informasi SPL yang menutupi semua

25

Dokumen terkait