• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PAPARAN DATA DAN ANALISIS

B. Data Hasil Temuan

1. Implementasi Kurikulum 2013 (K-13) di MAN 2 Magelang

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan terkait dengan

implementasi kurikulum 2013 yang didapatkan melalui wawancara dengan

berbagai sumber, diantaranya kepala sekolah, WAKA kurikulum, dan

beberapa guru PAI.

JS selaku kepala sekolah, mengungkapkan tentang implementasi di

sekolah tersebut:

“Sekolah ini telah menerapkan kurikulum 2013 sejak 5 tahun yang

lalu mas yang di terapkan sementara untuk kelas X dulu, kemudian juga sempet diberhentikan sejenak oleh mentri pendidikan kecuali untuk mapel PAI tetap terus dilanjutkan sedangkan untuk mapel umum dilanjutkan lagi pada tahun 2014. Dalam penerapannya awalnya para guru merasa keberatan, karena beban administrasi yang sangat banyak, akan tetapi dengan berjalannya waktu lama kelamaan sebagian besar guru mulai enjoy dan menikmati K-13

sampai saat ini mas”(Wawancara dengan JS, 5 Mei 2018, pukul

08.55-09.20)

Hal yang sama juga dikatakan oleh MP selaku WAKA kurikulum

di MAN 2 Magelang.

“Implementasi kurikulum 2013 di sekolah ini di mulai pada tahun

2013 mas, prosesnya pun bertahap mas, sedikit demi sedikit ada peningkatan walaupun respon dari guru PAI bermacam-macam, ada yang menunggu ada yang sudah bisa langsung melaksanakan,

penerapannya kurang maksimal” (Wawancara dengan MP, 15 Mei

2018, pukul 10.15-10.50)

JS menuturkan bahwa respon para guru pertama kali menerapkan

kurikulum 2013 merasa keberatan terutama dari segi administrasi.

“Emm, respon ya mas, kalo respon guru PAI terhadap K-13 pada

awalnya merasa keberatan mas, karena beban administrasi yang sangat banyak dan sudah terlanjur nyaman dengan KTSP mas, akan tetapi karena itu adalah tuntutan dari pemerintah supaya K-13 di berlakukan di semua jenjang sekolah batas akhir tahun 2018 maka semua guru mau tidak mau harus melaksanakannya, sehingga karena kondisi yang di paksa maka menjadikan guru PAI ada beberapa yang mulai enjoy dan menikamati K-13 sampai saat ini

mas” (Wawancara dengan JS, 5 Mei 2018, pukul 08.55-09.20) Kemudian tentang sejauh mana keberhasilan implementasi

kurikulum 2013 di sekolah tersebut JS menjelaskan sebagai berikut:

“Secara umum kita berhasil mas, sudah melaksanakan sesuai

pedoman mas, akan tetapi dari segi proses, alat, bahan atau mungkin metode pembelajaran bisa dikatakan belum semua guru melaksanakan sesuai prosedur, akan tetapi ada beberapa guru yang sudah bisa, sehingga yang paling penting adalah kreativitas guru, sehingga peran sekolah sangat di butuhkan untuk memberi arahan

kepada para guru yang kurang kreatif”(Wawancara dengan JS, 5

Mei 2018, pukul 08.55-09.20)

Hal ini juga dikuatkan dengan hasil dokumentasi yang dilakukan

pada tanggal 5 Mei 2018, bahwa MAN 2 Magelang telah

mengimplementasikan K-13 dilihat dari subtansi RPP yang digunakan

oleh NI selaku guru fikih. Di dalam RPP tersebut memuat KI dan KD,

kemudian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik, mulai

evaluasi pembelajaran yang dibuat oleh NI sudah menerapkan penilaian

autentik, siswa tidak hanya dinilai dari kemampuan kognitif (pengetahuan)

saja, akan tetapi dari segi afektif (sikap) dan psikomotorik (keterampilan)

ikut di nilai.

Kemudian EH selaku guru SKI memberikan penjelasan tentang

bagaimana respon EH ketika MAN 2 Magelang menerapkan kurikulum

2013.

Respon saya pribadi ada positifnya dan negatifnya, dalam proses pembelajaran guru merasa diringankan karena guru lebih condong banyak pasif dan hanya sebagai fasilitator, sedangkan yang negatif

yaitu beban administrasi guru menjadi banyak” (Wawancara

dengan EH, 5 Mei 2018, pukul 11.59-12.20)

Sedangkan respon NI menunjukkan bahwa NI menerima dengan

tangan terbuka, karena sudah menjadi peraturan pemerintah,

“Responnya ya karena itu memang sudah ketentuan dari atas ya

kami terima saja mas, dan kalau mapel Fiqih itu dalam pembelajaran tidak jauh berbeda ketika dilaksanakan dalam K-13, di KTSP pun sudah melakukan pembelajaran yang sesuai dengan

K-13 misalnya langsung praktik” (Wawancara dengan NI, 9 Mei

2018, pukul 11.34-12.00)

Bertolak belakang dari pernyataan NI, MI mengungkapkan dengan

berterus terang agar kurikulum dikembalikan ke KTSP lagi akan tetapi

pada akhirnya MI tetap menerima K-13 karena memang sudah menjadi

ketentuan dari pemerintah:

“Respon saya sendiri terkait implementasi K-13 saya kurang setuju

mas, karena MAN 2 Magalang inikan sekolahnya di desa, karena proses pembelajarannya masih terlalu tinggi untuk anak-anak di

mau harus melaksanaka walaupun belum maksimal.” (Wawancara

dengan MI, 5 Mei 2018, pukul 11.45-12.15)

Disamping itu JS juga menjelaskan tentang bagaimana dengan

sarpras dan buku ajar.

“Kalau sarpras sudah memenuhi syarat mas, hanya saja buku ajarnya yang masih kekurangan, karena sesuai standar nasional pendidikan, rasio anak dan buku itu 1 banding 1, sedangkan di

MAN 2 Magelang ini masih kekurangan”(Wawancara dengan JS, 5

Mei 2018, pukul 08.55-09.20)

Kemudian hasil observasi di lapangan menunjukan bahwa sarpras

yang ada di MAN 2 Magelang telah memenuhi syarat, seperti ruang kelas

yang masing-masing kelas sudah terpasang LCD. Selain mengamati ruang

kelas, perpustakaan juga telihat bersih dan rapi, namun yang menjadi

kendala yaitu jumlah buku kurikulum 2013 yang masih sedikit. (Observasi

5 Mei 2018)

Dalam menerapkan K-13 NI selaku guru fiqih di MAN 2

Magelang, mengungkapkan persiapannya dalam mengimplementasikan

kurikulum 2013.

“Persiapan pertama kali saya dulu langsung ikut diklat, mencari ketentuan-ketentuan kurikulum, kemudian menyusun silabus dan RPP bersama teman-teman MGMP mas” (Wawancara dengan NI, 9 Mei 2018, pukul 11.34-12.00)

Hal senada juga di ungkapkan MI, selaku guru Al-Quran Hadits.

Bahwa persiapan untuk menerapkan K-13 sudah sejak dulu.

“Kalau persiapan saya sudah dari dulu mas, dan sudah mengikuti

adalah harus bersungguh-sungguh dalam menyusun administrasi”

(Wawancara dengan MI, 5 Mei 2018, pukul 11.45-12.15)

Kemudian, MI juga menjelaskan tentang kesulitan-kesulitan siswa

dalam proses pembelajaran.

“Kalau menurut saya siswa pasti mengalami kesulitan mas, karena rata-rata siswa yang sekolah disini berasal dari desa, sehingga masih terlalu berat untuk mengajak siswa aktif dalam belajar,

hanya beberapa kelas saja yang bisa diajak untuk aktif”

(Wawancara dengan MI, 5 Mei 2018, pukul 11.45-12.15)

Namun JS menegaskan bahwa kesulitan yang dialami siswa saat

proses pembelajaran itu tergantung pada gurunya.

“Sebenarnya kesulitaan pada anak itu tergantung pada gurunya,

jika dalam proses pembelajaran seorang guru melaksanakan langkah-langkah pembelajaran sesuai dengan pedoman K-13 maka siswa akan merasakan enjoy” (Wawancara dengan JS, 5 Mei 2018, pukul 08.55-09.20)

NI juga menuturkan tentang kesulitan-kesulitan yang dihadapi

siswa MAN 2 Magelang.

“Iya mas, terutama ketika penerapan metode saintifik, terkadang

anak masih kebingungan sehingga salah satu jalan pintasnya guru masih setengah-setengah dalam menerapkan metode pembelajaran

saintifik” (Wawancara dengan NI, 9 Mei 2018, pukul 11.34-12.00)

Ada juga yang sudah menerapkan pembelajaran saintifik tetapi

masih fifty-fifty, sebagaimana yang diungkapkan MI.

“Kalau saya sendiri sudah fifty-fifty mas dalam penerapan metode

pembelajaran saintifik, kadang masih memakai metode pembelajaran KTSP akan tetapi juga sudah menerapkan metode pembelajaran K-13, tergantung kondisi kelas dan siswa”

2. Problem yang dihadapi guru PAI dalam melaksanakan Kurikulum 2013 (K-13) di MAN 2 Magelang

Setiap perubahan kurikulum di Indonesia pasti akan memunculkan

berbagai problematika dalam implementasinya, karena ketika kurikulum

berubah maka sistem pendidikan yang ada di sekolah juga akan berubah.

Dimulai dari kesiapan sekolah, kemudian yang terutama adalah persiapan

guru. Problem yang sering dialami oleh guru adalah belum adanya

kesiapan guru dan siswa, kemudian buku ajar yang belum memadai.

Menurut JS selaku kepala sekolah menyebutkan bahwa:

“Problem yang pertama adalah ketidaksiapan guru disini, karena di

kurikulum 2013 ini beban administrasi lebih banyak dibanding KTSP. Masalah yang kedua adalah tentunya dari buku, karena idealnya rasio buku dan anak itu adalah satu banding satu. Disini masih kekurangan buku peminatan sedangkan buku wajib sudah terpenuhi. Masalah yang ketiga yaitu masalah dari kreativitas guru yang kurang sehingga kita melihat model-model pembelajaran di kelas itu antara 2006 dan 2013 itu sama saja, itu kan menurut saya guru itu kurang kreatif, tapi ada sebagian guru yang sudah mampu memanfaatkan media dan lingkungan, belajar diluar dan di perpustakaan. Masalah selanjutnya tuntutan dari siswa sendiri, siswa juga punya masalah, K-13 itu kan menuntut anak harus kreatif dan aktif, dan peran guru hanya 30-40%, sehingga kalau siswa tidak mau diajak aktif dan kreatif maka proses pembelajaran

tidak akan berjalan dengan efektif” (Wawancara dengan JS, 5 Mei

2018, pukul 08.55-09.20)

Tidak jauh beda apa yang dikemukakan JS, menurut MI, problem

yang dihadapi guru PAI dalam implementasi kurikulum 2013 sebagia

berikut.

“Problem yang pertama adalah beban administrasi, problem yang kedua adalah buku ajar yang belum lengkap. Masalah yang ketiga yaitu ada beberapa kelas yang belum mau diajak untuk aktif dalam pembelajaran, sehingga untuk menerapkan K-13 itu tergantung

Kemudian MH selaku guru Akidah Akhlak mengungkapkan

tentang problem yang dihadapi guru PAI dalam implementasi kurikulum

2013.

“Kalau problem tentunya ada mas, yang pertama beban

administrasi guru yang semakin banyak, kemudian buku ajar yang masih kekurangan, siswa kurang aktif atau motivasi siswa kurang,

dan guru yang sudah tidak mampu mengoperasikan komputer (IT)”

(Wawancara dengan MH, 9 Mei 2018, pukul 11.45-12.00)

Problem yang lain juga di ungkapkan oleh MP, selaku WAKA

kurikulum.

“Masalah yang sering dihadapi guru PAI adalah buku sumber yang

masih belum valid, buku sumber itu kan penerbitnya tidak hanya satu penerbit, sehingga sering terjadi perbedaan antara penerbit

satu dengan penerbit yang lainnya dalam hal isi” (Wawancara

dengan MP, 15 Mei 2018, pukul 10.15-10.50)

Sedangkan berdasarkan observasi yang dilakukan di dalam kelas

bahwa ada beberapa siswa yang masih ramai sendiri serta masih terjadi

kesalahan yaitu terkadang guru masih sulit untuk menyangkutpautkan

materi ajar yang ada karena terkadang pemisahan materi ajar masih terlihat

pada proses pembelajaran. (Observasi 5 Mei 2018)

3. Solusi problematika yang dihadapi guru PAI dalam implementasi Kurikulum 2013 (K-13)

Untuk mengatasi problem yang terjadi dalam implementasi

komite memenuhi sarana dan prasarana, dan dari pihak pemerintah memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada dalam K-13”

(Wawancara dengan JS, 5 Mei 2018, pukul 08.55-09.20)

Hal yang sama juga diungkapkan MP selaku WAKA kurikulum,

mengenai solusi dari problematika yang dihadapi guru PAI dalam

implementasi kurikulum 2013.

“Ya, salalu kita coba sharing dengan temen MGMP dan mendorong siswa untuk selalu mengikuti perubahan. Kemudian untuk memenuhi kekurangan buku ajar, guru sementara di minta untuk mendownload buku ajar, serta membolehkan siswa untuk memanfaatkan HP sabagai alat bantu untuk mendowload buku

siswa” (Wawancara dengan MP, 15 Mei 2018, pukul 10.15-10.50)

Kemudian MH selaku guru Akidah Akhlak memberikan pendapat

terkait solusi dari problematika guru PAI dalam menerapkan K-13.

“Solusi yang kami tekankan adalah selalu mengikuti

perkembangan informasi tentang K-13, mengikuti workshop K-13

dan mengajak siswa untuk selalu aktif” (Wawancara dengan MH, 9

Mei 2018, pukul 11.45-12.00)

Kemudian NI selaku guru fikih juga menanggapi mengenai solusi

problematika guru PAI dalam implementasi K-13.

“Ya kita usahakan agar siswa bisa mengikuti pembelajaran K-13

mas, kemudian kita juga perlu mengikuti pelatihan-pelatihan agar selalu mempunyai hal yang baru terkait perkembangan K-13”

(Wawancara dengan NI, 9 Mei 2018, pukul 11.34-12.00)

Sedangkan menurut MI, solusi dari problematika guru PAI dalam

implementasi K-13 sebagai berikut:

“Untuk solusi, menurut saya alangkah baiknya jika kembali ke KTSP lagi, walaupun K-13 ini sebenarnya kalau di praktekan

sesuai pedoman hasil nya sangat bagus. Tergantung kreativitas

guru” (Wawancara dengan MI, 5 Mei 2018, pukul 11.45-12.15)

C. Analisis Data

1. Implementasi Kurikulum 2013 (K-13) di MAN 2 Magelang

Perubahan kurikulum KTSP menjadi kurikulum 2013 merupakan

terobosan untuk meningkatkan kualitas pendidikan d Indonesia. Ada

beberapa faktor lain yang mendasari perubahan tersebut yaitu,

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntutan arus globalisasi

dan gejolak sosial dan budaya. Sehingga peserta didik harus dipersiapkan

agar mampu menghadapi tantangan zaman dan mampu bersaing secara

nasional dan internasional.

Implementasi kurikulum 2013 mendapat banyak kritikan dari

berbagai pihak terutama dari kalangan praktisi pendidikan. Baik segi

persiapan, proses, dan pelaksanaannya dalam pembelajaran di kelas.

Namun hal tersebut harus tetap diusahakan sebaik mungkin dalam

pelaksanaannya. MAN 2 Magelang adalah sekolah yang sudah

menerapkan kurikulum 2013 sejak 4 tahun yang lalu.

Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan di lapangan, dapat

disimpulkan bahwa implementasi kurikulum 2013 di MAN 2 Magelang

sudah berjalan sesuai dengan pedoman, akan tetapi masih perlu di

maksimalkan baik itu menyangkut kreativitas guru, buku ajar dan kesiapan

peserta didik. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan kepala sekolah,

beberapa hal yang harus diperbaiki terkait dengan proses pembelajaran dan

kreativitas guru.

Menurut E. Mulyasa (2004: 13) ada 6 kunci sukses dalam

implementasi kurikulum 2013 yaitu sosialisasi secara menyeluruh,

menciptakan lingkungan yang kondusif, mengembangkan fasilitas belajar

dan sumber belajar, mengembangkan kemandirian sekolah, meluruskan

paradigma guru dan memperdayakan tenaga kependidikan.

a. Sosialisasi secara menyeluruh

Sosialisasi ini dilakukan pemerintah untuk ditujukan kepada

seluruh warga sekolah, bahkan juga terhadap siswa dan orang tua.

Soaialisasi yang terstruktur dan sistematis dapat memberikan

kemudahan dalam memahami kurikulum yang ditawarkan dan

diterapkan secara optimal. Kemudian setelah sosialisasi, pihak sekolah

mengadakan rapat untuk mendapatkan persetujuan bersama komite

sekolah dan tenaga kependidikan agar implementasi kurikulum yang

baru dapat terlaksana dangan baik dan maksimal.

b. Menciptakan lingkungan yang kondusif

Lingkungan sekolah yang kondusif, aman, nyaman dan tertib akan

menjadi faktor pendukung dan daya tarik tersendiri bagi proses

pembelajaran. Iklim belajar yang kondusif juga perlu ditunjang dengan

berbagai fasilitas seperti: sarana, laboratorium, pengaturan lingkungan,

penampilan dan sikap guru, hubungan yang harmonis antar siswa dan

c. Mengembangkan fasilitas dan sumber belajar

Fasilitas dan sumber belajar tentu saja akan membantu

mempercepat proses tercapainya tujuan dari kurikulum tersebut dan

diantara fasilitas tersebut adalah seperti laboratorium, pusat sumber

belajar dan perpustakaan.

d. Memupuk dan selalu mengembangkan kemandirian sekolah

Mengembangkan kemandirian sekolah lebih identik dengan

mengembangkan kemandirian kepala sekolah, terutama dalam

mengkoordinasikan, menggerakkan dan menyelaraskan semua sumber

daya pendidikan yang tersedia serta memberikan arahan dalam

mengimplementasikan kurikulum yang baru.

Dan kemandirian ini juga harus ditunjang dengan profesionalisme

kepala sekolah sehingga dapat mendorong sekolah untuk segera

mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah melalui

program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap.

e. Meluruskan paradigma (pola pikir) guru

Untuk hal ini semua guru perlu diberikan sebuah pelatihan serta

penataran khusus mengenai bagaimana pelaksanaan kurikulum yang

baru. Dan semua kegiatan yang diadakan oleh pihak sekolah dengan

mengundang ahli pendidikan atau jajaran pendidikan di daerah

f. Memberdayakan semua tenaga kependidikan

Dalam hal ini, manajemen tenaga kependidikan adalah pihak yang

paling bertanggung jawab untuk menciptakan tenaga-tenaga

kependidikan dapat membaca perubahan tersebut, sehingga semua bisa

berjalan secara efektif dan efisien demi mencapai hasil yang optimal.

Pelaksanaan manajemen tenaga kependidikan di Indonesia

sedikitnya mencakup tujuh kegiatan utama, yaitu perencanaan tenaga

pendidikan, pengadaan tenaga kependidikan, pembinaan dan

pengembangan tenaga kependidikan, promosi dan mutasi,

pemberhentian tenaga kependidikan, kompensasi, dan penilaian tenaga

kependidikan. Semua itu dilakukan dengan baik dan benar agar apa

yang diharapkan tercapai, yakni tersedianya tenaga kependidikan yang

diperlukan kualifikasi dan kemampuan yang sesuai serta dapat

melaksanakan kerja dengan baik. Oleh karena itulah pemberdayaan

tenaga kependidikan menjadi salah satu faktor pendukung dalam

implementasj kurikulum baru di Indonesia.

2. Problem yang dihadapi guru PAI dalam melaksanakan K-13 di MAN 2 Magelang

Berdasarkan wawancara, observasi dan dokumentasi terkait

problematika guru PAI dalam implementasi kurikulum 2013 diperoleh

bahwa problem yang sering dihadapi guru PAI di MAN 2 Magelang

kurang memadai dan kreativitas guru yang masih kurang. Problematika

tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut :

a. Beban administrasi guru

Kurikulum 2013 jika berhasil dilaksanakan akan membuahkan

hasil yang sangat luar biasa, karena dalam kurikulum 2013 ini terdapat

penilaian autentik, jadi siswa dinilai tidak hanya aspek kognitif saja

akan tetapi afektif dan psikomotorik terpantau oleh guru, dan ini yang

membuat guru PAI di MAN 2 Magelang merasa keberatan karena

harus membutuhkan banyak waktu untuk melakukan penilaian dari

banyak aspek dan penilaian dilakukan selama pembelajaran

berlangsung maupun pembelajaran sudah selesai.

Selain merasa kebaratan dengan administrasi ada pula guru yang

masih kesulitan dalam memberikan penilaian kepada siswa, hal ini

biasa dialami oleh guru yang berusia 50 tahun keatas.

b. Buku ajar kurang memadai

Buku ajar merupakan sumber belajar yang sangat penting dalam

pembelajaran, buku ajar pada kurikulum 2013 di bagi menjadi 2 yaitu

buku untuk pegangan guru dan buku untuk pegangan siswa. Buku ajar

idealnya rasio anak dan buku adalah satu banding satu, akan tetapi

buku yang ada di MAN 2 Magelang khususnya buku peminatan belum

c. Kreativitas guru kurang

Kurang kreatif disini yang dimaksud adalah dalam proses

pembelajaran, pada umumnya guru yang kurang kreatif dalam

menerapkan metode pembelajaran, pada umumnya yang terjadi di

MAN 2 Magelang guru menggunakan metode pembelajaran secara

monoton, selain hal tesebut masih kesulitan dalam menerapkan

pendekatan saintifik pada proses pembelajaran. Guru yang kurang

kreatif biasanya hanya akan menggunakan satu metode saja dalam

proses pembelajaran. Hal ini yang menyebabkan siswa merasa bosan

dan tidak mau aktif di kelas, apalagi metode yang digunakan adalah

metode ceramah. Pada kurikulum 2013 guru dituntut untuk bisa

membuat siswa-siswi aktif, sehingga seorang guru harus mampu

memanfaatkan media untuk membuat suatu metode pembelajaran yang

kreatif dan inovatif.

Masalah yang telah dipaparkan diatas sesuai dengan yang

diungkapkan oleh Agnes Tuti Rumiati selaku Staf Khusus Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Bidang Pengawasan dan

Pengendalian Pembangunan (UKMP3).

Menurut Tuti sebagaimana yang dikutip dari Okezonenews bahwa

permasalahan penerapan dalam pembelajaran kurikulum 2013 diantaranya

adalah :

a) Pertama "Yang kurang dipahami adalah proses penilaian yang

penilaian dalam implementasi kurikulum 2013," ujar Tuti di Gedung

PGRI, Jakarta Pusat, Kamis 16/10/2014.

b) Kedua, kata Tuti, para guru masih kesulitan menerapkan scientific approach dalam kegiatan belajar mengajar. Menurut Tuti, metode tersebut digunakan karena melihat adanya gap antara jenjang pendidikan, baik SD ke SMP, SMP ke SMA, SMA ke Perguruan

Tinggi. "Baru kaget ketika lihat hasil PISA. Tapi sebenarnya sudah

lama dan memang ada. Dari lima langkah pendekatan scientific, yakni mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk jejaring,

yang sering terlewat ialah menalar," tutur Dosen di Institut Teknologi

Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya itu.

c) Kendala ketiga, ungkap Tuti, adalah membuat siswa aktif. Sebab,

dalam kurikulum 2013, guru harus pintar menjadi fasilitator agar siswa

bertanya. Sayang, belum semua guru mampu melaksanakannya.

(diakses dari http:// news.okezone.com pada tanggal 21 Mei 2018,

pukul 15.35)

3. Solusi problematika yang dihadapi guru PAI dalam implementasi Kurikulum 2013 (K-13)

Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi secara

menyeluruh, solusi yang paling sering di tekankan oleh kepala sekolah dan

guru adalah guru diminta untuk setiap tahunnya melakukan training

Secara rinci di bawah ini akan dipaparkan tentang solusi terkait

permasalahan guru PAI dalam implementasi kurikulum 2013 yang terjadi

di MAN 2 Magelang:

a. Beban administrasi guru

Sebenarnya beban administrasi pada kurikulum 2013 tidak telalu

berat, bahkan menjadi ringan sebab guru tidak dituntut untuk

menyusun silabus dan tidak harus menjabarkan kompetensi dasar (KD)

ke dalam indikator-indikator pembelajaran.

Sabagaimana yang diungkapkan Mulyasa (2016: 50) bahwa guru

cukup membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang sangat

sederhana, terutama berkaitan dengan ruang lingkup dan urutan materi

berkaitan dengan pembelajaran yang akan dilakukannya serta

kompetensi dan karakter peserta didik yang akan diwujudkannya, yang

semuanya sudah tertuang dalam buku pedoman guru. Dikatakan

demikian karena pemerintah melalui tim pengembang kurikulum

sudah menyiapkan hampir seluruh urusan administrasi guru, yang

dituangkan dalam buku pedoman guru dan pedoman peserta didik serta

demikian halnya dengan buku pedoman kepala sekolah dan pengawas,

semuanya sudah disiapkan. Guru hanya memahami buku-buku

pedoman tersebut sebagai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis

yang harus dilakukan dalam merencanakan dan melaksanakan

pembelajaran yang kreatif, inovatif, dan menyenangkan sesuai standar

Dengan demikian bagi guru yang malas akan mengatakan beban

administrasi guru sangat berat, padahal kalau guru

bersungguh-sungguh dalam menjalankan kewajiban sebagai guru maka beban

administrasi tidak menjadi masalah.

b. Buku ajar kurang memadai

Untuk mengatasi permasalah buku ajar yang masih kurang kepala

sekolah melegalkan kepada peserta didiknya untuk memanfaatkaan

fasilitas berupa HP android sebagai alat bantu untuk membuka buku

ajar yang berbentuk PDF. Namun demikian peserta didik tetap harus

dibawah pengawasan guru dalam memanfaatkan fasilitas tersebut,

peserta didik dibolehkan membuka HP android kecuali digunakan

untuk menunjang pembelajaran di kelas dan ada sanksi khusus bagi

yang melanggar peraturan.

Selain solusi diatas, ada beberapa guru yang menyarankan peserta

didiknya untuk memfotokopi buku tersebut. Kemudian solusi terakhir

yaitu pemerintah harus segera bertindak dalam memenuhi kebutuhan

buku kurikulum 2013.

c. Kreativitas guru kurang

Ciri umum kurikulum 2013 adalah mendorong kreativitas dan

Dokumen terkait